Anda di halaman 1dari 19

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada bagian ini akan di uraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan

Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia

dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Diponegoro Wilayah Kerja Puskesmas

Wonsorjo. Hasil penelitian ini akan di bagi dalam dua bagian yaitu data umum

dan data khusus. Data umum menampilkan lokasi penelitian serta karakteristik

responden, sedangkan data khusus tentang perubahan tekanan darah pada lansia di

Posyandu Lansia Diponegoro Wilayah Kerja Puskesmas Wonsorjo

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2019 – 19 Agustus 2019.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

lembar Observasi, Spighnomanometer dan Stetoscop. Pengumpulan data ini

dilakukan pada lansia yang menderita hipertensi di Posyandu Lansia

Diponegoro Wilayah Kerja Puskesmas Wonsorjo dengan jumlah 47 lansia.

Pada penelitian ini jumlah lansia yang di ambil sebagai sampel adalah

sebagian lansia yang menderita hipertensi.

5.1.1 Data Umum

5.1.1.1 Batas Wilayah Puskesmas

Puskesmas Wongsorejo terletak di Jl. Raya Situbondo No.4, Dusun

Kebunrejo, Alasrejo, Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur

68453. Batas wilayah geografis Puskesmas Wongsorejo antara lain:

a. Utara : Wilayah Kerja Desa Bajulmati

71
72

b. Timur : Selat Bali

c. Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas Klatak

d. Barat : Gunung Ijen

5.1.1.2 Wilayah Binaan dan Luas Wilayah

Puskesmas Wongsorejo memiliki 5 (lima) desa yaitu Desa Bangsring,

Bengkak, Alasbuluh, Wongsorejo dan Alasrejo.

Luas tanah Wilayah Kerja Puskesmas Wongsorejo adalah 298,13 km³

dengan pembagian administrasi pemerintahan:

1) Desa Bangsring : 3 dusun, 11 RW, 40 RT, 6.121 penduduk

2) Desa Bengkak : 2 dusun, 6 RW, 26 RT, 6.847 penduduk

3) Desa Alasbuluh : 3 dusun, 6 RW, 73 RT, 9.938 penduduk

4) Desa Wongsorejo : 3 dusun, 15 RW, 84 RT, 11.851 penduduk

5) Desa Alasrejo : 2 dusun, 7 RW, 26 RT, 5.713 penduduk

5.1.1.3 Mata Pencaharian Penduduk

1) PNS :5%

2) Swasta :5%

3) Petani : 55 %

4) Buruh : 20 %

5) Pedagang :5%

6) Peternak :4%

7) Nelayan :4%

8) Lain-lain :2%
73

5.1.1.6 Keadaan Sumber Daya Kesehatan

a. Tenaga Kesehatan

1) Dokter Umum : 1 orang

2) Dokter Gigi : 1 orang

3) Perawat Gigi : 1 orang

4) T.U/Adm : 1/9 orang

5) Bidan : 13 orang

6) Perawat : 11 orang

7) Sanitarian : 1 orang

8) Ahli Gizi : 1 orang

9) Analis : 1 orang

b. Sarana dan Prasarana

1) Poli Gigi : 1 ruang

2) Balai Pengobatan : 1 ruang

3) Apotek : 1 ruang

4) KIA : 1 ruang

5) Kantor TU : 1 ruang

6) Laboratorium : 1 ruang

7) Ruang tunggu : 1 ruang

8) Rawat Inap/IGD : 1 gedung

9) Taman Bermain : 1 halaman

10) Parkir : 1 halaman

11) Ambulance : 2 buah.


74

5.1.1.3 Karakteristik Responden

Karakteristik responden sebelum dan sesudah intervensi

akan diuraikan dalam bentuk umur dan jenis kelamin.

1) Distribusi responden berdasarkan usia

USIA
60-74 75-90 >90

2 Resp
4%
19 Resp 26 Resp
41% 55%

Diagram 5.1 Distribusi responden berdasarkan usia di Posyandu


Lansia Diponegoro Wilayah Kerja Puskesmas
Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi tahun 2019.
Berdasarkan diagram 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden dalam rentang usia 60-74 sebanyak 26 responden (55%).

2) Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

JENIS KELAMIN
Laki-laki Perempuan

19 Resp
28 Resp
40%
60%

Diagram 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin


lansia di Posyandu Lansia Diponegoro Wilayah
Kerja Puskesmas Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi tahun 2019.
75

Berdasarkan diagram 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 28 responden

(60%).

5.1.2 Data Khusus

5.1.2.1 Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Hari Pertama (Pre


Test) dan Hari Ketiga (Post Test) Pemberian Pijat Refleksi
Kaki Pada Lansia Hipertensi

Tabel 5.1 Tekanan Darah Lansia Penderita Hipertensi Sebelum


Dilakukan Pijat Refleksi Kaki Terhadap Perubahan Tekanan
Darah Pada Lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia
Diponegoro Wilayah Kerja Puskesmas Wonsorjo 2019
Pre Test Hari ke-I Post Test Hari ke-
No. Kategori III
Hipertensi Frekuensi Persentase Frekue Persent
(n) nsi (n) ase
1. Hipertensi 13 30% 30 64%
Ringan
2. Hipertensi 21 45% 14 30%
Sedang
3. Hipertensi 13 25% 3 6%
Berat
Total 47 100% 47 100%
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, diketahui bahwa pada hari

pertama pre-test, hampir setengahnya lansia mengalami hipertensi

dalam kategori hipertensi sedang sebanyak 21 responden (45%)

dan kondisi hari ketiga post-test sebagian besar lansia berada dalam

kategori hipertensi ringan sebanyak 30 responden (64%). Dari 47

responden didapatkan 24 responden mengalami penurunan tekanan

darah (17 responden hipertensi ringan dan 7 responden hipertensi

sedang), dan 23 responden tidak mengalami penurunan tekanan

darah (13 responden hipertensi ringan, 7 responden hipertensi

sedang dan 3 responden hipertensi berat).


76

5.1.2.2 Tekanan Darah Lansia Penderita Hipertensi Sebelum Dilakukan


Pijat Refleksi Kaki Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada
Lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Diponegoro
Wilayah Kerja Puskesmas Wongsorejo 2019

Tabel 5.2 Tekanan Darah Lansia Penderita Hipertensi Sebelum Dilakukan


Pijat Refleksi Kaki Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada
Lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Diponegoro Wilayah
Kerja Puskesmas Wonsorjo 2019
Variabel Mean Median Min–Max Normalitas
Sign
Pre-Sistolik 164,89 160 140-220 0,009
Pre- 97,87 100 90-110 0,000
Diastolik

Berdasarkan tabel 5.2 diatas, menunjukkan bahwa dari 47

responden sebelum dilakukan intervensi pijat refleksi kaki

didapatkan rata-rata nilai tekanan darah sistolik pre test adalah

164,89 mmHg yaitu berada dalam kategori hipertensi sedang dan

rata-rata nilai tekanan darah diastolik pre test 97,87 mmHg. Pada

tabel 5.2 menunjukkan hasil uji normalitas data pre sistolik dengan

signifikansi 0,009 (sig < 0,05) artinya data variabel tekanan darah

sistolik pre test terdistribusi tidak normal. Pada uji normalitas data

pre diastolic dengan signifikansi 0,000 (sig < 0,05) artinya data

variabel tekanan darah diastolik pre test terdistribusi tidak normal.


77

5.1.2.3 Tekanan Darah Lansia Penderita Hipertensi Sesudah Dilakukan


Pijat Refleksi Kaki Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada
Lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Diponegoro
Wilayah Kerja Puskesmas Wonsorjo 2019
Tabel 5.3 Tekanan Darah Lansia Penderita Hipertensi Sesudah Dilakukan
Pijat Refleksi Kaki Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada
Lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Diponegoro
Wilayah Kerja Puskesmas Wonsorjo 2019

Variabel Mean Median Min - Normalitas


Max sign
Post- 154,68 150 140 - 200 0,000
Sistolik
Post- 92,55 90 80-110 0,000
Diastolik

Berdasarkan tabel 5.3 diatas, menunjukkan bahwa dari 47

responden sebelum dilakukan intervensi pijat refleksi kaki

didapatkan rata-rata nilai tekanan darah sistolik post test adalah

154,68 mmHg yaitu berada dalam kategori hipertensi ringan dan

rata-rata nilai tekanan darah diastolik post test 92,55 mmHg. Pada

tabel 5.3 menunjukkan hasil uji normalitas data post sistolik

dengan signifikansi 0,000 (sig < 0,05) artinya data variabel tekanan

darah sistolik post test terdistribusi tidak normal. Pada uji

normalitas data post diastolik dengan signifikansi 0,000 (sig <

0,05) artinya data variabel tekanan darah diastolik post test

terdistribusi tidak normal.


78

5.1.2.3 Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Perubahan Tekanan


Darah Pada Lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia
Diponegoro Wilayah Kerja Puskesmas Wonsorjo 2019
Tabel 5.4 Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Perubahan Tekanan Darah
Pada Lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Diponegoro
Wilayah Kerja Puskesmas Wonsorjo 2019

Rerata Rerata
Variabel Sebelum Sesudah Selisih P value
Intervensi Intervensi
Sistolik 164,89 154,68 10,21 0,000
Diastolik 97,87 92,55 5,32 0,000

Berdasarkan uji normalitas saphiro wilk, nilai signifikan

tekanan darah sistole dan diastole sebelum dan sesudah perlakuan

< 0,05 sehingga dapat disimpulkan data berdistribusi tidak normal,

maka data dianalisa dengan menggunakan uji wilcoxon dengan

tingkat kepercayaan 0,05. Berdasarkan hasil uji ini, didapatkan

nilai p value < α, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Data analisa

tersebut dapat menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh pijat

refleksi kaki terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan

hipertensi di posyandu lansia Diponegoro Wilayah kerja

Puskesmas Wongsorejo Tahun 2019.

Tabel 5.5 Distribusi Nilai Perubahan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah
Pijat Refleksi Kaki di Posyandu Lansia Diponegoro Wilayah Kerja
Puskesmas Wongsorejo Tahun 2019

Pre Test Post Test


Hipertensi Ringan : 13 Hipertensi Berat : -
Hipertensi Sedang : -
Tetap : 13
Hipertensi Sedang : 21 Hipertensi Berat : -
Hipertensi Ringan : 14
Tetap : 7
Hipertensi Berat : 13 Hipertensi Sedang : 7
Hipertensi Ringan : 3
Tetap : 3
79

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, menunjukkan bahwa sebelum

dilakukan intervensi pijat refleksi kaki 13 responden dengan

kategori hipertensi berat dan setelah dilakukan intervensi berubah 7

responden menjadi kategori sedang, 3 responden menjadi kategori

hipertenis ringan dan 3 reponden tetap dengan kategori hipertensi

berat. 21 responden dengan kategori hipertensi sedang sesudah

diberikan intervensi berubah 14 responden menjadi kategori

hipertensi ringan dan 7 responden tetap dengan kategori hipertensi

sedang. Sedangkan 13 responden dengan kategori hipertensi ringan

tetap setelah diberikan intervensi pijat refleksi kaki.

5.2 Pembahasan
5.2.1 Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi Sebelum
dilakukan Pijat Refleksi Kaki
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan peneliti, pada

responden sebelum dilakukan pijat refleksi terjadi peningkatan

tekanan darah ditunjukkan pada tabel 5.1 hampir setengahnya

responden sebanyak 21 lansia dengan kategori hipertensi sedang

(45%). Pada tabel 5.2 menunjukkan rata-rata nilai tekanan darah

sistolik sebelum intervensi adalah 164,89 mmHg dan rata-rata nilai

tekanan darah diastolik 97,87 mmHg. Hipertensi adalah gejala

peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan

nutrisi yang di bawah oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh

yang membutuhkan. Di katakan tekanan darah tinggi jika tekanan

sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastolik

mencapai 90 mmHg atau lebih atau keduanya (Khasanah, 2012).


80

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi adalah usia dan

jenis kelamin.

Faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada

penelitian ini, pertama dapat disebabkan karena usia. Hasil penelitian

menunjukkan rata-rata usia pasien hipertensi di posyandu lansia

diponegoro puskesmas Wongsorejo berada pada kategori usia lanjut

(elderly) (60-74 tahun) sebanyak 26 responden (55%). Menurut

Harison, Wilson & Kasper (2015) semakin tinggi umur seseorang

semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung

mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih

muda.

Menurut Perry & Potter (2013) menyatakan bahwa tekanan

darah dewasa meningkat seiring dengan pertambahan umur, pada

lansia tekanan darah sistoliknya meningkat, sehubungan dengan

penurunan elastisitas pembuluh darah. Patminingsih (2010)

menyatakan bahwa pada umumnya tekanan darah akan naik dengan

pertambahan usia terutama setelah usia 60 tahun. Hal ini terjadi

karena setelah umur 45 tahun dinding arteri akan mengalami

penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan

otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit

menjadi kaku (Anggaraini, 2009). Selanjutnya darah pada setiap

denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit

dari biasanya sehingga akan menyebabkan naiknya tekanan darah

(Susalit, 2001).
81

Hasil penelitian yang sesuai dengan kondisi tersebut dilakukan

oleh Patminingsih (2010). Dalam peneltiannya didapatkan hasil

bahwa responden hipertensi menurut umur paling tinggi berada pada

kelompok umur 46-60 tahun. Hasil penelitian di kota Tainan, Taiwan,

menunjukkan bahwa pada usia diatas 65 tahun ditemukan prevalensi

hipertensi sebesar 60,4% (Kuswardhani, 2016). Kedua hasil penelitian

di atas sejalan dengan hasil analisa peneliti yang menggambarkan

bahwa karakteristik umur responden rata-rata menunjukkan kategori

lansia awal dan lansia.

Faktor kedua yang kemungkinan dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah adalah jenis kelamin. Berdasarkan jenis

kelamin pada diagram 5.2 didapatkan sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan sebanyak 28 responden (60%). Jenis

kelamin perempuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

nilai tekanan darah. Perempuan biasanya memiliki tekanan darah yang

lebih tinggi setelah menopause (Kozier, et al, 2010). Hal ini sesuai

dengan penelitian Stessen (2013) bahwa pada premenopause wanita

mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama

ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus

berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya

sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi

pada wanita umur 45-55 tahun. Pendapat ini didukung oleh teori

Harrison, Wilson dan Kasper (2015) mengatakan bahwa wanita

yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen


82

yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor

pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek

perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas

wanita pada usia premenopause.

Setyawati (2010) menyatakan bahwa jenis kelamin

berpengaruh pada tekanan darah, yaitu tekanan darah cenderung lebih

tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Hal ini disebabkan oleh

aktivitas renin yang lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan.

Namun hasil penelitian ini pada diagram 5.2 telah menggambarkan

bahwa jenis kelamin laki-laki lebih sedikit dari pada perempuan

(40%). Hal ini disebabkan usia responden pada penelitian ini yaitu ≥

45 tahun. Pada tabel 5.1 menunjukkan 13 responden dengan kategori

hipertensi berat didapatkan 9 responden berjenis kelamin perempuan

dengan usia > 65 tahun, dimana pada usia ini perempuan telah

memasuki masa menopause yang menyebabkan perempuan

cenderung mengalami peningkatan tekanan darah. Sehingga hasil

penelitian sesuai dengan analisa bahwa responden terbanyak adalah

perempuan. Selain itu, tingginya responden yang menderita hipertensi

dalam penelitian ini kemungkinan dikarenakan sebagian besar sampel

dalam penelitian ini adalah perempuan lansia.

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa 21 responden

dengan kategori hipertensi sedang pada saat dilakukan penelitian

pasien konsumsi obat secara tidak teratur hanya menghindari faktor


83

penyebab hipertensi seperti mengurangi asupan garam, konsumsi

tinggi lemak dan kurang melakukan aktivitas fisik dikarenakan

sebagian besar responden pada penelitian adalah lansia. Sedangkan

berdasarkan tabel 5.1 pada 13 responden dengan kategori hipertensi

ringan, mengkonsumsi obat hipertensi jika ada keluhan.

Selain faktor yang telah disebutkan berdasarkan tabel 5.1

menunjukkan dari 47 responden sebelum diberikan intervensi pijat

refleksi 13 hipertensi ringan, 21 hipertensi sedang, 13 hipertensi berat.

Bahwa 47 responden dalam penelitian ini telah didiagnosis oleh

dokter Puskesmas dan terdokumentasi dalam rekam medis Puskesmas

Wongsorejo sebagai pasien hipertensi. Terapi farmakologis

antihipertensi yang diberikan pada responden dalam penelitian ini

adalah golongan Calcium Channel Blocker (amlodipine). Amlodipine

bekerja menghambat masuknya ion kalsium melalui kanal lambat di

jaringan otot polos skuler dan menyebabkan relaksasi arteriol dalam

tubuh. Calcium Channel Blocker berguna untuk terapi semua derajat

hipertensi. Dalam penelitian ini responden penelitian selama 3 hari

dihentikan dalam mengkonsumsi obat, sehingga peningkatan tekanan

darah pada penelitian ini juga bisa disebabkan karena penghentian

konsumsi obat.

5.2.2 Tekanan Darah Lansia Penderita Hipertensi Sesudah Dilakukan


Pijat Refleksi Kaki
Berdasarkan hasil penelitian tekanan darah penderita

hipertensi sesudah dilakukan pijat refleksi kaki pada tabel 5.1


84

menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam kategori

hipertensi ringan sebanyak 30 responden (64%). Ditunjukkan pada

tabel 5.3 dengan nilai rata-rata tekanan darah sistolik sesudah

diberikan intervensi yaitu 154,68 mmHg dan nilai rata-rata tekanan

darah diastolik 92,55 mmHg.

Hasil penelitian penurunan tekanan darah diatas didukung oleh

pendapat Tarigan (2009) yang menyebutkan bahwa salah satu terapi

non farmakologi untuk menurunkan tekanan darah yaitu dengan terapi

pijat refleksi, apabila terapi tersebut dilakukan secara teratur bisa

menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar hormon kortisol dan

menurunkan kecemasan, sehingga akan berdampak pada penurunan

tekanan darah dan perbaikan fungsi tubuh. Dengan terapi pijat refleksi

kaki, daya tahan tubuh meningkat sehingga stamina tubuh pun juga

meningkat. Sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa terapi

(masase) dapat merangsang jaringan otot, menghilangkan toksin,

merilekskan persendian, meningkatkan aliran oksigen,

menghilangkan ketegangan otot sehingga berdampak terhadap

penurunan tekanan darah (Akoso, 2009). Menurut Dalimartha (2008)

teknik masase pada daerah-daerah tertentu pada tubuh dapat

menghilangkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga aliran darah

dan energi di dalam tubuh kembali lancar.

Sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa

pada lansia dengan hipertensi dapat terjadi penyumbatan ataupun

penyempitan pada pembuluh darah sehingga menyebabkan sirkulasi


85

darah ke seluruh tubuh tidak lancar. Hal tersebut menyebabkan tubuh

berespon secara fisiologis guna memenuhi sirkulasi darah ke seluruh

tubuh dengan cara meningkatkan aliran darah. Dengan dilakukannya

pijat refleksi pada daerah kaki, diharapkan aliran darah balik menuju

jantung menjadi lancar serta terciptanya respon relaksasi yang

memberikan efek vasodilatasi pada pembuluh darah dan merangsang

aktivitas saraf parasimpatis hingga pada akhirnya akan menurunkan

tekanan darah.

Dari hasil penelitian berdasarkan tabel 5.1 bahwa 24

responden mengalami penurunan tekanan darah (17 responden

hipertensi ringan, dan 7 responden hipertensi sedang). Hal ini terjadi

karena saat dilakukan intervensi responden mematuhi saran dari

peniliti untuk menghindari fakto-faktor yang dapat meningkatkan

tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 bahwa 23

responden tidak mengalami penurunan tekanan darah (13 responden

hipertensi ringan, 7 responden hipertensi sedang dan 3 responden

hipertensi berat). Hal ini terjadi karena pada saat dilakukan intervensi

responden tidak menjaga pola makannya dengan tetap mengkonsumsi

makanan tinggi natrum dan tetap merokok sehingga hal tersebut

berpengaruh terhadap pengukuran tekanan darah.

Sejalan dengan penelitian Safitri (2012) bahwa makanan yang

berkadar lemak jenuh tinggi dan makanan yang diolah dengan

menggunakan garam natrium dapat meningkatkan tekanan darah pada

penderita hipertensi. Kandungan natrium yang tinggi akan memicu


86

sistem diginjal untuk menghasilkan hormon angiotensin yang bila

teraktivasi akan menyebabkan tekanan darah meningkat dan

kandungan protein yang tinggi akan menyebabkan tertahannya air di

dalam tubuh sehingga merangsang ginjal untuk menahan natrium

didalam darah. Tidak menurunnya tekanan darah darah responden

juga dipengaruhi oleh tidak rileksnya responden pada saat dilakukan

intervensi masase kaki karena pada saat sementara dilakukan

intervensi responden marah-marah akibatnya kontraksi jantung

meningkat. Di samping itu, ada satu responden yang drop out

dikarenakan pada saat hari kedua pemberian intervensi responden

sudah tidak ingin diberikan intervensi pijat refleksi kaki. Hal ini

terjadi karena responden merasa tidak nyaman pada saat diberikan

perlakuan.

5.2.2 Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Perubahan Tekanan


Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Posyandu Lansia
Diponegoro Wilayah Kerja Puskesmas Wongsorejo Tahun 2019
Hasil penelitian pada tabel 5.4 didapatkan perubahan tekanan

darah antara sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi pijat refleksi

kaki. Bagian test statistik menunjukkan uji hasil Wilcoxon tekanan

sistolik pada tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan nilai (ρ) yang

diperoleh sebesar 0,000 dan pada tekanan diastolik dengan nilai (ρ)

0,000 sehingga dapat disimpulkan maka Ho ditolak Ha diterima, yaitu

ada pengaruh pijat refleksi kaki terhadap perubahan tekanan darah

pada lansia dengan hipertensi di di posyandu lansia Diponegoro

Wilayah Puskesmas Wongsorejo, yang berarti terapi nonfarmakologis


87

pijat refleksi kaki memberikan efek yang signifikan dalam

menurunkan tekanan darah. Hal tersebut menunjukkan bahwa terapi

pijat refleksi kaki dapat digunakan sebagai pilihan alternatif dalam

memberikan intervensi pada pasien hipertensi khususnya dalam

menurunkan tekanan darah.

Mekanisme kerja pijat refleksi kaki dilakukan selama 15 – 30

menit untuk menurunkan tekanan darah melalui suatu mekanoreseptor

tubuh yang kemudian mengatur tekanan, sentuhan dan kehangatan

menjadi mekanisme relaksasi. Mekanoreseptor merupakan sel yang

menyampaikan sinyal ke sistem saraf pusat dan menstransduksi

rangsangan mekanik yang membuat relaksasi otot meningkat dan

sirkulasi permukaan meningkat sehingga beban kerja jantung

berkurang dan tekanan darah mengalami penurunan (Alikin dkk,

2014).

Mekanisme kerja pijat refleksi kaki diawali dengan pemijatan

pada titik-titik yang berada dibagian telapak kaki. Pijat refleksi kaki

menimbulkan efek drainase limfatik dan mekanisme aliran darah vena

mengalami percepatan. Pada area tersebut terdapat rangsangan reseptor

yang ditimbulkan oleh gerakan – gerakan pijatan. Saraf aferen akan

menghantarkan impuls tersebut ke susunan saraf pusat dan

memberikan umpan balik melalui impuls saraf eferen dengan

melepaskan histamin dan asetikolin untuk merangsang tubuh bereaksi

melalui mekanisme pembuluh darah yang mengalami reflek

vasodilatasi untuk peningkatan vasodilatasi vena, arteriol dan


88

mengurangi aktivitas saraf simpatis sehingga terjadi penurunan

resistensi vaskular perifer yang menyebabkan tekanan darah

mengalami penurunan (Wahyuni dkk, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian dan teori, maka peneliti

berpendapat bahwa penyebab turunnya tekanan darah setelah diberikan

intervensi pijat refleksi kaki adalah efek relaksasi yang ditimbulkan.

Penelitian dari Wahyuni (2014) menyatakan intervensi pijat refleksi

kaki kepada pasien yang berada di ruang rehabilitasi memberikan efek

berupa menghilangkan kecemasan, rasa tenang dan kondisi rileks.

Penurunan tekanan darah ini terjadi karena pembuluh darah mengalami

pelebaran dan relaksasi. Setelah mengalami relaksasi maka aktivitas

memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak

cairan keluar dari sirkulasi. Hal tersebut akan mengurangi beban kerja

jantung karena pada penderita hipertensi mempunyai denyut jantung

yang lebih cepat untuk memompa darah (Ramdhani & Putra, 2009).

Pijat refleksi kaki baik untuk merilekskan otot-otot, mengurangi nyeri,

memperbaiki organ tubuh, memperbaiki postur tubuh, dan sebagai

latihan pasif (Perry & Potter, 2005 dalam Safitri, 2012). Pijat refleksi

kaki sebagai tindakan yang memberikan relaksasi dikarenakan sistem

saraf simpatis mengalami penurunan aktivitas sehingga mengakibatkan

penurunan tekanan darah serta pijat refleksi kaki merupakan suatu

bentuk latihan pasif yang mampu meningkatkan sirkulasi darah pada

tubuh.
89

Penurunan tekanan darah diakibatkan oleh teknik integrasi

sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom, apabila

seseorang mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus rileks maka

akan muncul respon relaksasi. Gerakan pijat refleksi kaki bersifat

berkesinambungan atau alirannya tidak terputus-putus agar energi

mengalir dari satu meridian ke meridian lainnya dalam urutan yang

teratur. Pemijatan dilakukan dengan tangan sama sekali tidak boleh

diangkat karena akan memutuskan aliran pijat sebagai satu kesatuan

yang utuh, tangan harus selalu menyentuh tubuh dalam semua gerakan

maju mundur yang dilakukan secara berurutan. Prinsipnya, pijat yang

dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar aliran

energi didalam tubuh sehinga gangguan penyakit hipertensi dan

komplikasinya dapat diminimalisir. Ketika semua jalur energi terbuka

dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan

hambatan lain maka resiko hipertensi dapat ditekan.

Anda mungkin juga menyukai