Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN CVA DI RUANG MARWAH


RSI MASYITHOH BANGIL

DISUSUN OLEH :
Nur Aziza
14901.07.20031

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
GENGGONG PROBOLINGGO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
CVA (Cerebro Vascular Accident) atau cedera serebrovaskular CVA
(Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam beberapa
detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung lebih dari 24 jam
dengan gejala atau tanda tanda sesuai daerah yang terganggu (Irfan, 2012).
Stroke atau serangan otak adalah suatu bentuk kerusakan neurologis yang
disebabkan oleh sumbatan atau interupsi sirkulasi darah normal ke otak. Dua tipe
stroke yaitu stroke iskemik (non hemoragik) dan stroke hemoragik. (Weaver &
Terry, 2013)
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009). Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak
dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia
dan berakhir dengan kelumpuhan.
Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80%
stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik penyebab infark yang paling sering
terjadi, merupakan keadaan aliran darah tersumbat atau berkurang di dalam
arteri yang memperdarahi daerah otak tersebut (Kowalak, 2011).

2. ETIOLOGI
1. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik 6-7 % terjadi akibat adanya perdarahan
subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan masuk
ke ruang subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma
otak atau AVM (malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol,
dan stimulan adalah faktor resiko dari penyakit ini. Perdarahan
subaraknoid bisa berakibat pada koma atau kematian. Pada aneurisma
otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi kongenital atau
akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan tengah
dinding arteri(Terry & Weaver, 2013).
2. Stroke non hemoragik
Stroke iskemik (non hemoragik) biasanya disebabkan adanya
gumpalan yang menyumbat pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya
suplai darah ke otak. Gumpalan dapat berkembang dari akumulasi lemak
atau plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor resikonya
antara lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid
darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam
keluarga.
Faktor resiko terjadinya CVA
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang beresiko
terhadap stroke adalah sebagai berikut (Farida & Amalia , 2009)
1) Usia
Lebih tua umur lebih mungkin terjadinya stroke (Irfan,
2012). Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia
terbanyak terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke
atas (Indrawati, Sari, & Dewi, 2008). Namun stroke tidak hanya
diderita oleh orang lanjut usia saja, melainkan golongan remaja
akhir dan dewasa juga beresiko terkena stroke. Stroke juga
dapat terjadi pada usia muda, bahkan anak anak. Anak-anak
biasanya sangat senang bermain dan dapat beresiko jatuh
serta mengalami benturan dikepala.Apabila terjadi benturan di
kepala, maka ini dapat mengakibatkan stroke.Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik yaitu stroke yang
diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah otak(Farida &
Amalia, 2009).
2) jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan
perempuan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Hal ini dikarenakan
perempuan memiliki hormon esterogen yang berperan dalam
mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan
sebagai proteksi atau pelindung pada proses ateroskerosis.
Namun setelah perempuan tersebut mengalami 13
menopouse , besar risiko terkena stroke antara laki-laki dan
perempuan menjadi sama(Farida & Amalia, 2009).
3) Ras dan Etnis
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan
kematian pada ras kulit hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik,
serta Hispanik dibandingkan kulit putih (Indarwati , Sari, & Dewi,
2008).Menurut Price dan Wilson (2006) bahwa orang Amerika
keturunan Afrika memiliki angka resiko yang lebih tinggi
daripada orang Kaukasia. Dengan kata lain, orang berkulit
hitam lebih beresiko terkena stroke. Orang kulit hitam lebih
banyak terkena hipertensi daripada orang berkulit putih karena
berkaitan dengan konsumsi garam(Farida & Amalia, 2009)
4) Riwayat Stroke dalam Keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian
besar penderita stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam
keluarganya. Keturunan dari penderita stroke diketahui
menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu
proses terjadinya timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding
pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya stroke.
Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan mengesankan
bahwa riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu
hubungan antara faktor genetis dengan 14 tidak berfungsinya
lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri koronaria(Farida &
Amalia, 2009).
5) Stres
Pada umumnya, stroke diawali oleh stres. Karena, orang
yang stres umumnya mudah marah,mudah tersinggung, susah
tidur dan tekanan darahnya tidak stabil. Marah menyebabkan
pencarian listrik yang sangat tinggi dalam urat syaraf. Marah
yang berlebihan akan melemahkan bahkan mematikan fungsi
sensoris dan motorik serta dapat mematikan sel otak. Stres
juga dapat meningkatkan kekentalan darah yang akan
berakibatkan pada tidak stabilnya tekanan darah. Jika darah
tersebut menuju pembuluh darah halus diotak untuk memasok
oksigen ke otak , dan pembuluh darah tidak lentur dan
tersumbat, maka hal ini dapat mengakibatkan resiko terkena
serangan stroke. (Farida & Amalia , 2009)
6) Life style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai
pemicu berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia
produktif maupun usia lanjut. Salah satu contoh life style yaitu
berkaitan dengan pola makan.Generasi muda biasanya sering
menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya
mengkonsumsi makanan siap saji yang serat lemak dan
kolesterol namun rendah sehat. Kemudian, seringnya
mengonsumsi makanan yang digoreng atau makanan dengan
kadar gula tinggi dan berbagai jenis makanan yang ditambah
zat pewarna/penyedap/pemanis dan lain-lain. Faktor gaya 16
hidup lain yang dapat beresiko terkena stroke yaitu sedentary
life style atau kebiasaan hidup santai dan malas berolah raga.
Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan
metabolisme tubuh dalam pembakaran zat-zat makanan yang
dikonsumsi. Sehingga, beresiko membentuk terjadinya
tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah yang beresiko
membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat menyumbat
pembuluh darah yang dapat berakibat pada munculnya
serangan jantung dan stroke(Farida & Amalia, 2009)
3. ANATOMI FISIOLOGI

Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
computer dari semua alat tubuh.Bagia dari saraf sentral yang yang terletak
didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat.Otak
terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal (Pearce, 2013).
b) Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta
hipotalamus.
c) Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpus kuadrigeminus.
d) Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebellum.
Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa
daerah.Korteks serebri terlibat secara tidur teratur.Lekukan diantara
gulungan serebri disebut sulkus.Sulkus yang paling dalam membentuk fisura
longitudinal dan lateralis. Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang
yang berada di atasnya (lobus frontalis, temporalis,oarientalisdan oksipitalis)
(Pearce, 2013).
Fisura longitudinalis merupakan celah dalam pada bidang media
laterali memisahkan lobus temparalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan
lobus parientalis sebelah posterior.Sulkus sentralis juga memisahkan lobus
frontalis juga memisahkan lobus frontalis dan lobus parientalis.Adapun
bagian-bagian otak meluputi (Pearce, 2013). :
1. Cerebrum
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-
masing disebut fosakranialis anterior atas dan media.Kedua permukaan ini
dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral
dan zat putig terdapat pada bagian dalam yang mengndung serabut syaraf
(Pearce, 2013).Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu (Pearce,
2013) :
a. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak dibagian
sulkus sentralis.
b. Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako oksipitalis.
c. Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan
didepan lobus oksipitalis.
d. Oksipitalisyang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang
merupakan.ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam
banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan
demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis sama
seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai
titik ujung yang sebenarnya. Korteks serebri selain dibagi dalam lobus
juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area.
Secara umum korteks dibagi menjadi empat bagian (Pearce, 2013) :
1. Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat
atau bagian tubuh tergantung ada fungsi alat yang bersangkutan. Korteks
sensori bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih
dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir,
rangsangan yang diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan
data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis mmpunyai hubungan dengan
fungsi luhur dan disebut psikokortek.
3. Kortekes motorik menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya
adalah kontribusi pada taktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh
kontralateral.
4. Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap
mental dan kepribadian.
2. Batang Otak

Batang otak terdiri dari 3 bagian yaitu (Pearce, 2013) :


a. Diensephalon
Diensephalon merupakan bagian atas batang otak.yang terdapat
diantara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang
terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsul interna
dengan sudut menghadap kesamping. Fungsi dari diensephalon yaitu
(Pearce, 2013) :
1) Vasokonstriktor, mengeclkan pembuluh darah
2) Respirator, membantu proses pernafasan
3) Mengontrol kegiatan reflex
4) Membantu kerja jantung
Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian
yang menonjol keatas.Dua disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua sebelah bawah selaput korpus kuadrigeminus inferior.
Serat nervus toklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke
sisi lain. Fungsi dari mesenphalon yaitu(Pearce, 2013) :
1. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
2. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
b. Pons Varolli
Pons varoli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon
dengan pons varoli dan dengan serebelum, terletak didepan serebelum
diantara otak tengah dan medulla oblongata.Disini terdapat premoktosid
yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks. Fungsi dari pons varolli
adalah (Pearce, 2013) :
1) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medulla
oblongata dengan serebellum.
2) Pusat saraf nervus trigeminus.
c. Medula Oblongata
Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang
paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula
spinalis.Bagian bawah medulla oblongata merupakan persambungan
medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang melebar
disebut kanalis sentralis di daerag tengah bagian ventral medulla
oblongata (Pearce, 2013).
Medulla oblongata mengandung nukleus atau badan sel dari
berbagai saraf otak yang penting.Selain itu medulla mengandung “pusat-
pusat vital” yang berfungsimengendalikan pernafasan dan sistem
kardiovaskuler.Karena itu, suatu cedera yang terjadi pada bagian ini
dalam batang otak dapat membawa akibat yang sangat serius (Pearce,
2013).
3. Cerebellum
Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan
cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas
medulla oblongata.Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris,
merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang kecil
pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut
hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus
serebri inferior.Permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai
serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur.Permukaan
serebellum ini mengandung zat kelabu.Korteks serebellum dibentuk oleh
substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye
dan lapisan granular dalam.Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari
serebrum harus melewati serebellum (Pearce, 2013).

4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang terkena,
fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang terkena,
keparahan kerusakan serta ukuran daerah otak yang terkena selain bergantung
pula pada derajat sirkulasi kolateral (Hartono, 2009). Menurut Oktavianus (2014)
manifestasi klinis stroke sebagai berikut :
a. Stroke iskemik
Tanda dan gejala yang sering muncul yaitu:
1. Transient ischemic attack (TIA) Timbul hanya
sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang
sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Serangan bisa muncul lagi
dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
2. Reversible Ischemic Neurogic Difisit (RIND) Gejala
timbul lebih dari 24 jam.
3. Progressing stroke atau stroke inevolution Gejala
makin lama makin berat (progresif) disebabkan gangguan aliran darah
makin lama makin berat
4. Sudah menetap atau permanen
b. Stroke hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena.
1. Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk
sensasi somatik, kesadaran menempatkan posisi.
2. Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk
mempengaruhi indra dan memori
3. Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk
penglihatan
4. Lobus frontal, fungsinya untuk
mempengaruhi mental, emosi, fungsi fisik, intelektual.
Stroke dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Adapun beberapa
gangguanyang dialami pasien yaitu :
a) Pengaruh teradap status mental: tidak sadar, confuse
b) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia,
gangguansentuhan dan sensasi, gangguan penglihatan,
hemiplegi (lumpuh tubuh sebelah).
c) Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan
bahasa), disartria (bicara tidak jelas). 20 Pasien stroke
hemoragik dapat mengalami trias TIK yang
mengindikasikan adanya peningkatan volume di dalam
kepala.Trias TIK yaitu muntah proyektil, pusing dan pupil
edem.
5. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1) Stroke Hemoragik (SH)
Stroke Hemoragik Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan
ke dalam jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematom
intraserebrum) atau ke dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut
hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan,
tetapi relative hanya menyusun sebgian kecil dari stroke total, 10-15%
untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk perdarahan
subaraknoid(Irfan, 2012). Biasanya kejadianya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat kesadaran pasien
umumnya menurun. ( Wijaya & Putri, 2013).
2) Stroke Non Hemoragik (SNH)
Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan darah,
penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak,
atau embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranial
(arteri yang berada di luar tengkorak). Ini di sebut sebagai infark otak atau
stroke iskemik.Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun, 4
penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis
(mengerasnya arteri).
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari.Tidak terjadi
iskemi yang menyebabkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.
Bedasarkan defisit neurologis dibagi menjadi empat jenis yaitu :
b. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal akibat gangguan peredaran
darah di otak yang timbul mendadak dan hilang dalam beberapa
menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai beberapa jam (24 jam)
c. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Adalah gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
d. Stroke Progresif (Progessive Stroke/stroke in evolution), stroke yang
gejala neurologiknya makin lama makin berat.
e. Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen,
maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan
dapat didahului dengan TIA yang berulang.
Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik

Kriteria Stroke hemoragik Stroke Iskemik


Perbedaan Parenchymatous Subarachnoi Trombosis Embolism of
Hemorrhage d of cerebral cerebral
Hemorrhage vessels vessels
Usia 40-60 th 20-40 th th Tidak
50
penting
pada
sumber
emboli
Tanda Awal Sakit kepala Sakit kepala Serangan TIA Tidak sakit
menetap sementara (iskemik kepala
sementara)
Saat Mendadak, Mendadak, Pucat Pucat
timbulnya kadang pada merasa ada
penyakit saat melakukan tiupan di
aktivitas dan kepala
adanya tekanan
mental
Gangguan Penurunan Gangguan Kecepatan Sering pada
kesadaran kesadaran kesadaran menurunny awal
mendadak reversible a sesuai kejadian
dengan atau
memberatn perubahan
ya defisit yang terjadi
neurologis sesuai
dengan
beratnya
defisit
neurologis
Sakit kepala Kadang-kadang Kadang- Jarang Jarang
kadang
Muntah 70-80% >50% Jarang 2-5% Kadang-
kadang (25-
30%)
Pernapasan Irreguler, Kadang Jarang Jarang
(Breathing) mengorok Cheyne- terjadi terjadi
Stokes gangguan gangguan
pada kasus pada kasus
Kemungkina n
proses proses
hemisfer hemisfer
bronchorrea
Nadi (pulse) Tegang, Kecepatan Mungkin cepat Bergantung
bradikardi nadi 80- dan halus pada etiologi
a lebih 100x/menit penyakit
sering jantung
daripada
takikardia
Jantung Batas jantung Patoogi Lebih sering Alat jantung
(heart) mengalami jantung kardiosklerosis endokarditis,
dilatasi, jarang , tanda aritmia
tekanan aorta hipertonik kardiak
terdengar jantung
pada bunyi
jantung II
Tekanan Hipertensi arteri Jarang Bervariasi Bervariasi
darah (blood meningkat
preassure) (mungkin
menetap tak
berubah)
Serangan Jarang 30% Jarang Jarang
Pergerakan Kadang-kadang Kadang- Kadang- Jarang
mata kadang kadang
6. PATHOFIOLOGI
CVA disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus
atau embolus.Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks
iskemia, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.Emboli disebabkan oleh embolus
yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri
tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya
dinding pembuluh darah oleh emboli (Smeltzer, 2013).
Menurut Hudak & Gallo (2011) alairan darah disetiap otak terhambat karena
trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot,
kekurangan oksigen pada awalanya mungkin akibat iskemia imun (karena
berhentinya jantung atau hipotrnsi) hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu
sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan kematian jaringan atau infark.
Perdarahan intraksional biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi
darah terjadi didaerah otak atau subarachnoid, sehingga jaringan yang terletakk
didekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga
mengakibatkan vasospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak, bekuan yang semuanya lunak akhirnya akan larut
dan mengecil, otak yang terletak disekitar tempat bekuan dapat membengkan dan
mengalami nekrosis.
Stroke non Hemoragik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang
lama ke bagian otak. Stroke non hemoragik dapat terjadi akibat thrombus (bekuan
darah di arteri serebril) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari
tempat lain di tubuh). Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, karena
aterosklerosis berat.Individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara
Transient Iskemik Attack (TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi.TIA
adalah gangguan fungsi otak singkat yang reversibel akibat hipoksia serebral.TIA
mungkin terjadi ketika pembuluh darah aterosklerotik mengalami spasme, atau saat
kebutuhan oksigen otak meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena
aterosklerosis yang berat.Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh
embolus yang terbetuk di luar otak.Sumber umum embolus yang menyebabkan
stroke adalah jantung setelah miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang
merusak arteri karotis komunis atau aorta (Corwin, 2009)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut AHA/ASA Guideline (2013):
a. NECT and Contrast-Enhanced CT Scans of the Brain
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
b. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak,mendeteksi aterosklerosi (penyempitan atau
pengerasan pembuluh darah). Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
c. CT Angiography
Tindakan evaluasi non invasive untuk melihat pembuluh yang terjadi oklusi atau
stenosis yang diakibatkan oleh iskemik stroke.
d. MR Angiography
Merupakan kombinasi MRI untuk melihat pembuluh intra kranial
e. Laboraturium

8. PENATALAKSANAAN
Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa terapi
farmasi, radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke iskemik, terapi
bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah keotak, membantu lisis bekuan darah
dan mencegah trombosi lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif, dan
mencegah cedera sekunder lain. Pada stroke hemoragik, tujuan terapi adalah
mencegah kerusakan sekunder dengan mengendalikan tekanan intrakranial dan
vasospasme, serta mencegah perdarahan lebih lanjut (Hartono, 2010).

a) Farmakologis
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
3. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan
peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi.
Antiagresi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler (Mutaqin, 2011)
b) Non Farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses
pemulihan kondisi pasca stroke :
1. Terapi Wicara
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara,
maupun mengerti kembali kata – kata (Farida & Amalia, 2009).
2. Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi
stroke stadium akut bertujuan untuk :
a. Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama
b. Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan tonus
c. Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit
d. Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan
koordinasi gerak
e. Meningkatkan kemampuanaktivitas fungsional (Farida & Amalia,
2009).
3. Akupuntur
Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara
memasukkan jarum dititik-titk tertentupada tubuh penderita stroke.
Akupuntur dapat mempersingkat waktu penyembuhan dan pemulihan
gerak motorik serta ketrampilan sehari-hari (Farida & Amalia, 2009).
4. Terapi Ozon
Terapi ozon bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah
ke otak, membuka dan mencegah penyempitan pembuluh darah otak,
mencegah kerusakan sel-sel otak akibat kekurangan oksigen,
merehabilitasi pasien pasca serangan stroke agar fungsi organ tubuh
yang terganggu dapat pulih kembali, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh, serta mengendalikan kadar kolestrol dan tekanan darah (Farida
& Amalia, 2009)
5. Terapi Sonolisis (Sonolysis Theraphy)
Terapi ini bertujuan untuk memecahkan sumbatan pada
pembuluh darah agar menjadi partikel-partikel kecil yang sangat halus
sehingga tidak menjadi resiko untuk timbulnya sumbatan-sumbatan
baru ditempat lain. Terapi sonolisis ini dilakukan dengan teknik
ultrasound dan tanpa menggunakan obat-obatan (Wiwit, 2010).
6. Hidroterapi
Kolam hidroterapi digunakan untuk merehabilitasi gangguan
saraf motorik pasien pascastroke. Kolam hidroterapi berisi air hangat
yang membuat tubuh bisa bergerak lancar, memperlancar peredaran
darah dengan melebarnya pembuluh darah, dan memberikan
ketenangan.kolam hidroterapi memungkinkan pasien untuk berlatih
menggerakan anggota tubuh tanpa resiko cedera akibat terjatuh
(Farida & Amalia, 2009).
Menurut Jauch., et al (2013) rekomendasi AHA/ASA pada penatalaksanaan
gawat darurat stroke infark adalah sebagai berikut :
1. Primary survey (penilaian awal )
a. Airway : lihat adanya sumbatan jalan nafas atau tidak
1) Sumbatan partial jalan nafas: biasanya dada masih
mengembang
a. Sadar : biasanya masih bernafas, batuk, dan berbicara
minta tolong
b. Tidak sadar : terdengar suara nafas tambahan stridor (benda
padat), gurgling (benda cair) lakukan suctioning, crowing
(pembengkakan mukosa), snoring (sumbatan oleh pangkal
lidah) pasang Mayo/OPA
2) Sumbatan total jalan nafas: dada tidak mengembang
a. Sadar : biasanya pasien sulit bernafas, tidak ada
pengembangan dada, meronta, berusaha membebaskan jalan
nafas dengan kedua tangan memegang leher, sianosis
b. Tidak sadar : saat kita beri bantuan nafas akan terjadi
tekanan balik dan tidak terjadi pengembangan paru

b. Breathing
1) Look : gerakan nafas, pengembangan dada, retraksi dinding dada
2) Listen : dengarkan bunyi nafas
3) Feel : rasakan adanya aliran udara pernafasan
Beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah,
untuk mencegah daerah iskemik semakin meluas untuk
mempertahankan saturasi <94%, glukosa dan aliran darah yang
adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan
frekuensi) serta tekanan darah.
c. Circulation
Lihat sumber perdarahan, kaji status mental, lihat adanya hipotensi dan
pembesaran vena jugularis, cek nadi, suhu, dan kelembaban.Berikan terapi
cairan (misalnya koloid, produk darah, kristaloid) untuk meningkatkan volume
intravaskuler dan mempertahankan parameter hemodinamik
d. Disability
Gangguan neurologis
e. Exposure
2. Secondary survey
a. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 0-45o menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan
b. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah.
c. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Tujuannya adalah agar kerusakan jaringan otak tidak meluas.Tindakan awal
difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan O2, untuk mempertahankan saturasi >94%, glukosa dan aliran
darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan
frekuensi) serta tekanan darah.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan
Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
b. Obat anti trombotik
Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk mengembalikan
perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke akut.Jenis obat golongan
ini adalah alteplase, tenecteplase dan reteplase, namun yang tersedia di
Indonesia hingga saat ini hanya alteplase.Obat ini bekerja memecah trombus
dengan mengaktivasi plasminogen yang terikat pada fibrin.Boleh dilakukan
terapi ini jika tekanan darah sistol < 185 mmHg, dan diastole <110 mmHg
Efek samping yang sering terjadi adalah risiko pendarahan seperti pada
intrakranial atau saluran cerna; serta Angioedema Pada pasien yang
menggunakan terapi ini usahakan untuk menghindari penggunaan bersama
obat antikoagulan dan antiplatelet dalam 24 jam pertama setelah terapi untuk
menghindari risiko perdarahan
Gambar 2. Protokol penatalaksanaan multidisiplin dalam mengurangi waktu
sejak tiba di ruang emergency hingga mendapat terapi trombolitik dengan
door to needle (DTN) <60 menit

c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral


d. Antipiretik dan analgetik : untuk mengurangi hipertermi (S>38oC) dan nyeri
kepala
e. Antihipertensi :
Menurut penelitian yang dilakukan Castillo J, dkk (2004) menunjukan bahwa
setiap penurunan tekanan darah 10 mmHg pada pasien stroke yang masuk
rumah sakit dengan tekanan darah sistolik ≤ 180 mmHg dan juga peningkatan
tekanan darah 10 mmHg pada pasien stroke yang masuk dengan tekanan
darah sistolik > 180 mmHg dalam 24 jam pertama setelah gejala stroke
iskemik akut dapat berakibat pada perburukan fungsi neurologis ( penurunan
≥ 1 poin pada Canadian Stroke Scale yang mengukur beberapa aspek seperti
kesadaran dan fungsi motoric).
f. Digital Subtraction Angiografi (DSA) cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular atau adanya infark
akut.
4. Pembedahan ( craniotomy )
Berikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang

9. KOMPLIKASI
Menurut Pudiastuti (2017) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat
terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya:
1) Thrombosis
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan
embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang
mengalirkan darah ke paru.
2) Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar akibat tekanan dari
bagian tubuh lain yang paling sering adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan
tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka akan terjadi ulkus
dekubitus dan infeksi.
3) Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan akumulasi sekret terkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumonia.
4) Atrofi otot
Atrofi otot atau pengecilan otot serta kontraktur atau kekauan sendi
dapat disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.

5) Depresi dan Ansietas


Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi
emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan
kehilangan fungsi tubuh.
10. ASKEP TEORI
1. PENGKAJIAN
i) Identitas klien
Biasanya pada kasus cerebral infark karena usia di atas 55 tahun merupakan
resiko tinggi terjadinya serangan stroke.Jenis kelamin laki-laki lebih tinggi 30% di
banding wanita.Ras: kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya (Muttaqin, 2018).
ii) Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan kesadaran
atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih
sadar (Muttaqin, 2018).
iii) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai klien kehilangan sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak lainnya (Muttaqin, 2018).
iv) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator atau obat-obatan adiktif, serta kegemukan.Policitemia karena
hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi
menurun (Muttaqin, 2018).
v) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga menderita hipertensi ataupun diabetes melitus
(Muttaqin, 2018).
vi) Pemeriksaan Fisik(Muttaqin, 2018)
a. Wajah, biasanya ditemukan hasil bentuk wajah tidak simetris (Bells palsy)
b. Mata, biasanya ditemukan hasil pasien mengalami penglihatan kabur dan
tidak bisa membuka mata
c. Mulut, biasanya ditemukan ketidakmampuan menelan dan mengunyah
pasien, lidah jatuh kebelakang dan kaku pada pasien yang tidak sadar,
bicaranya pelo dan kata atau kalimat yang keluar tidak jelas, terdapat disfagia
atau afagia.Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan
stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah
pada sisi lateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX
dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
d. Leher, biasanya ditemukan kekakuan pada otot leher
e. Paru, batuk peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya
ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk
batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering
kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
f. Jantung, dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler,
adanya murmur
g. Integumen, biasanya ditemukan suhu tubuh pasien meningkat (>37,5°C)
h. Genetalia, biasanya ditemukan hasil pasien mengalami penurunan sensasi
keinginan untuk berkemih atau buang air besar, bisa terjadi distensi.
i. Ekstremitas, kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat
hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya
dekubitus akibat immobilisasi fisik dan terjadi atrofi otot.
Cara melakukan penilaian kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot : lumpuh total
1 : terlihat kontraksi tetap;tidak ada gerakan pada sendi
2 : ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 : bisa melawan gravitasi tetapi tidak tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 : bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tapi kekuatannya
berkurang
5 : dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
j. Neurologi, biasanya ditemukan hasil sesuai dengan adanya gangguan pada
nervus yang rusak, kesadaran pasien menurun atau kehilangan kesadaran.
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding
atau infark
a) Kualitatis
Adalah funngsi mental keseluruhan dan derajat kewaspadaan
i. Composmentis, yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya dan dapat
menjawab semua pertanyaan tentang kondisi sekelilingnya
ii. Apatis, yaitu keadaan yang segan untuk berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
iii. Delirium, yaitu keadaan yang gelisah, disorientasi (Orang, tempat dan
waktu), memberontak, berteriak, berhalusinasi dan berhayal
iv. Somnolen (Optundasi), yaitu keadaan kesadran menurun dan respon
psikomotor yang lambat dan mudah tertidur, namun kesadarn dapat
pulih bila diransang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
v. Stupor (Sopor), yaitu keadaan letargi seperti tidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri
vi. Coma, yaitu keadaan yang tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun, (respon kornea, maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya)
b) Kuantitatif
Dengan menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Respon membuka mata (Eye)
1. Spontan =4
2. Dengan perintah = 3
3. Dengan nyeri =2
4. Tidak berespon =1
2) Respon verbal (Verbal)
1. Berorientasi =5
2. Bicara membingungkan =4
3. Kata kata tidak tepat =3
4. Suara tidak dapat dimengerti =2
5. Tidak ada respon =1
3) Respon motorik
1. Dengan perintah =6
2. Melokalisasi nyeri = 5
3. Menarik area yang nyeri = 4
4. Fleksi abnormal =3
5. Ekstensi abnormal =2
6. Tidak berespon =1

c) Reflek
1. Reflek biceps (BPR), ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan
pada tendon muskulus biceps brachii, posisi lengan diketuk pada
sendi siku.Respon, fleksi lengan pada sendi siku.
2. Reflek Triceps (TPR), ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.Respon, ekstensi lengan
bawah pada sendi siku.
3. Reflek Patela (KPR), ketukan pada tendon patella dengan hammer.
Respon, plantar fleksi longlegs karena kontraksi muskulus quadrises
femoris.
4. Reflek Achilles (APR), ketukan pada tendon achilles. Respon, plantar
fleksi longlegs karena kontraksi muskulus gastroenemius.
5. Reflek Klonus Lutut, pegang dan dorong os. Patella ke arah
distal.Respon, kontraksi reflektorik muskulus quadrisep femoris
selama stimulus berlangsung.
6. Reflek Klonus Kaki, dorsofleksikan longlegs secara maksimal, posisi
tungkai sendi lutut. Respon, kontraksi reflektorik otot betis selama
stimulus berlangsung.
d) Pemeriksaan nervus cranialis
1. Olfactory
Biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
Fungsi penciuman test pemeriksaan, klien tutup mata dan
minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti
sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung
bagian kiri dan kanan.
2. Optikus
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik
primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Fungsi aktifitas sosial dan lapang pandang test aktivitas visual,
tutup satu mata klienkemudian disuruh baca dua garis di Koran,
ulangi untuk satunya.
3. Oculomotorius, trochlear, abdusens
Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit.
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontraksi pupil mata
a. Test Oculomotorius (respon pupil terhdap cahaya)
Menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari
arah belakang dari sisi klien dan satu mata ( jangan dua mata)
b. Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan objek kurang lebih 60 cm
sejajar mid line mata, gerakan obyek kearah kanan. Observasi
adanya deviasi bola mata.
c. Abdusens minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok
4. Trigeminus
Fungsi sensasi, caranya dengan mengusap pilahan kapan pada
kelopak mata atas dan bawah
a. reflex kornea langsung naka gerakan mengedip insilateral
b. refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral
c. fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal masseter
5. Facialis
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam,manis, asin, pahit
6. Acustikus
a. coclear ( mengkaji pendengaran ) tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan dan kiri
b. vestibulator ( mengkaji keseimbangan ), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak
7. Glossopharingeal dan vagus
Glossopharingeal mempersarafi perasaan mengecap 1/3
posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan m.
stylopharingeus, pergerakan ovula, pallatum lunak
8. Accessories
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan .apakah
strenocledomastodeus dapat terlihat ? apakah tropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksaan
berusaha menahan test otot trapezius
9. Hypoglosus
Pada pasien stroke lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
 mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 inspeksi posisi lidah ( normal, asimetris/ deviasi
 keluarkan lidah klien ( oleh sendiri ) dan memasukkan dengan
cepat dan menta untuk menggerakkan ke kanan dan kiri
vii) Pengkajian Pola Fokus(Muttaqin, 2017).
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif :
1. Kesulitan dalam beraktifitas, kelemahan dan kehilangan sensasi atau
paralysis
2. Mudah lelah dan kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Data Obyektif :
1. Perubahan tingkat kesadaran
2. Perubahan otot (flastic atau spastic), paralisis (hemiplegia), kelemahan
umum
b. Sirkulasi
Data Subyektif :
1. Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung,
endocarditis bacterial) dan polisitemia.
Data Obyektif :
1. Hipertensi arterial
2. Diritmia, perubahan EKG
3. Pulsasi, kemungkinan bervariasi
4. Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Integritas Ego
Data Subyektif :
1. Perasaan tidak berdaya dan hilang harapan
Data Obyektif :
1. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan dan kegembiraan
2. Kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
Data subyektif :
1. Inkontinensia, anuria
2. Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak ada suara anus
(ileus paralitik )
e. Makan atau minum
Data subyektif
1. Nafsu makan hilang
2. Nausea /vomitus menandakan adanya PTIK
3. Kehilangan sensasi lidah , tenggorokan ,disfagia
4. Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
Data objektif
1. Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek plaatum dan faring )
2. Obesitas ( faktor resiko )
f. Sensasi neural
Data objektif
1. Pusing/ syncope
2. Nyeri kepala :pada pendarahan intra serebral atau pendarahan sub
arachnoid
3. Kelemahan, kesemutan,/kebas, sisi yang rekena terlihat seperti
lumpuh/mati
4. Penglihatan berkurang
5. Sentuhan
6. Gangguan rasa pengecapan
Data objektif
1. Status mental : koma biasanya menandai stadium pendarahan , gangguan
tingkah laku
2. Ekstermitas ;kelemhan
3. Wajah ; paralisis
4. Afasia
5. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat , pendengaran
6. Apraksia :kehilangan kemampuan motorik
7. Reaksi dan ukuran pupil
g. Nyeri/kenyamanan
Data subyektif
1. Sakit kepala yang bervariasi intensitas
Data objektif
1. Tingkah laku tidak stabil , gelisah, ketegangan otot /fasial
h. Respirasi
Data subyektif
1. Perokok
i. Keamanan
Data obyektif
1. Motorik/sesorik : masalah dengan penglihatan
2. Perubahan persepsi terhadap tubuh
3. Tidak mampu mengenali objek, warna,
4. Gangguan berespon terhadap panas dan dingin
5. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
6. Interaksi sosial
Data objektif
1. Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan embolisme,
hipertensi, aterosklerosis aortik dan tumor otak
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular ditandai
dengan kesulitan membolak-balikkan posisi, keterbatasan rentang gerak dan
penurunan kemampuan motorik kasar dan motorik halus
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis
penurunan sirkulasi otak yang ditandai dengan gagap, pelo, sulit bicara, sulit
mengungkapkan kata, tidak dapat bicara, kesulitan memahami komunikasi,
kesulitan mempertahakan komunikasi, dan kesulitan mengekspresikan pikiran
secara verbal misalnya afasia.
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iskemia) ditandai dengan
diaforesis, dilatasi pupil, sikap melindungi area nyeri, perubahan selera makan,
perilaku distraksi, perubahan parameter fisiologis, ekspresi meringis, fokus
interaksi dengan orang lain berkurang, fokus pada diri sendiri
5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan disfungsi
neuromuskular ditandai dengan disapnea, gelisah, perubahan frekuensi nafas,
suara nafas tambahan, sianosis, perubahan pola nafas, ortopnea, dan
penurunan bunyi napas
6. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan berat badan atau lebih
dibawah rentang berat badan ideal, bising usus hiperaktif, diare, kram abdomen,
kurang minat pada makanan, membran mukosa pucat, dan tonus otot menurun
7. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuro muskular
ditandai dengan berkemih sebelum mencapai toilet, inkontinensia urine sangat
dini, mengosongkan kandung kemih dengan tuntas, sensasi ingin berkemih, dan
waktu untuk mencapai toilet memanjand setelah ada sensasi dorongan
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot ditandai dengan
ketidakmampuan membasuh muka, ketidakmampuan mengakses kamar mandi,
ketidakmampuan menjangkau sumber air dan ketidakmampuan mengambil
perlengkapan mandi.
9. Resiko cedera berhubungan dengan hambatan fisik seperti, gangguan fungsi
psikomotor, gangguan sensasi, dan hipoksia jaringan
10. Resiko kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan faktor mekaniik
seperti daya gesek, tekanan dan immobilitas fisik
3. Intervensi Keperawatan
1. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
1) Nyeri akut
- Penyebab :
• Agen pencedra fisiologis (mis. Inflamasi iskemia, neoplasma)
• Agenpencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
• Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, prosedur operasi,
taruma, dll)
- Gejala dan tanda mayor
Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, Bersikap proaktif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), Gelisah, Frekuensi nadi meningkat, Sulit tidur
- Gejala dan tanda minor
Subjektif : -
Objektif : Tekanan darah meningkat, Pola nafas berubah, Nafsu makan
berubah, Proses berpikir terganggu, Menarik diri, Berfokus pada diri
sendiri, Diaforesisi
2. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
a) Tingkat nyeri (145)

Kriteria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Keluhan Nyeri
Meringis
Kesulitan tidur
Gelisah
Frekuensi nadi
Tekanan Darah
Keterangan :
Nilai 1 : menurun
Nilai 2 : cukup menurun
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : cukup meningkat
Nilai 5 : meningkat

b) Control nyeri

Indikator Kriteria hasil


1 2 3 4 5
Melaporkan nyeri terkontrol
Mengenali penyebab nyeri
Kemampuan menggunakan
teknik non farmakologi
Dukungan orang terdekat
Keterangan :
Nilai 1 : menurun
Nilai 2 : cukup menurun
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : cukup meningkat
Nilai 5 : meningkat

c) Pola tidur

Kriteria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Keluhan sulit tidur
Keluhan sering terjaga
Keluhan pola tidur berubah
Keterangan :
Nilai 1 : menurun
Nilai 2 : cukup menurun
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : cukup meningkat
Nilai 5 : meningkat
3. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
a. Menejemen Nyeri
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala Nyeri
c) Identifikasi nyeri non verbal
d) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyari
e) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

2) Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis (mis. Terapi pijat,terapi music,kompres
hangat/dingin)
b) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu,pencahayaan,
kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
b. Latihan pernafasan (146)
1) Observasi
a) Identifikasi dilakukan latihan pernafasan
b) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman napas sebelum dan sesudah
2) Terapeutik
a) Sediakan tempat yang tenang
b) Posisikan pasien nyaman dan rileks
c) Ambil napas dalam secara perlahahn melalui hidung dan tahan 7
hitungan
d) Hitungan ke 8 hembuskan melalui mulut dengan perlahan
3) Eduksi
a) Jelaskan tujuan dan proedur latihan pernafasan
b) Anjurkan mengulangi 4-5 kali
c. Teknik Distraksi (SIKI,411)
1) Observasi
a) Identifikasi gilihan teknik distraksi
2) Terapeutik
a) gunakan teknik distraksi (mis, membaca buku, nonton tv)
3) Edukasi
a) Jelaskan manfaat pean jenis distraksi bagi panca indra
b) Anjurkan menggunakan teknik sesuai energy, usia, kemampuan.
4) Anjurkan berlatih teknik distraksi
1. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
1) Gangguan Mobilitas Fisik (SDKI D.0054, Hal : 124)
Yang berhubungan dengan :
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan
h. Kekakuan Sendi
i. Kontraktur
j. Gangguan musculoskeletal
k. Gangguan neuromuscular
l. Program pembatasan gerak
m. Nyeri
n. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
o. Keengganan melakukan pergerakan
2) Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Mobilitas Fisik (SLKI L.05042 hal : 65)
a) Pergerakan

Kriteria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Ekstermitas
Kekuatan Otot
Rentang Gerak

b) Mobilitas Fisik

Kriteria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Kecemasan
Kaku sendi
Gerakan tidak terkoordinasi
Gerakan terbatas
Kelemahan fisik

3) Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)


1. Dukungan Ambulasi
1) Observasi
• Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
• Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
• Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi.
2) Terapeutik
• Fasilitasi Aktivitas dengan alat bantu
• Fasilitasi melakukan mobilitas fisik jika perlu
3) Edukasi
• Anjurkan memelakukan ambulasi secara dini
• Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukakan
2. Teknik Latihan penguatan sendi
1) Observasi
• Identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak sendi
• Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan selama gerakan atau aktivitas
2) Terapeutik
• Berikan Posisi tubuh optimal untuk gerakan sendi pasif atau aktif
• Fasilitasi untuk menyusun jadwal latihan rentang gerak aktif maupun
pasif
• berikan penguatan positif untuk m elakukan latihan bersama
3) Edukasi
• Ajarkan Duduk ditempat tidur, disisi tempat tidur/menjuntai atau dikursi
• Ajarkan Latihan rentang gerak sendi aktif atau pasif
• Anjurkan ambulasi sesuai toleransi
4) Kolaborasi
Kolaborasi dengan fisioterapi untuk mengembangkan dan melaksanakan
program latihan (Sumber : SIKI,2018)
1. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
1) Resiko perfusi serebral tidak efektif
Beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
- Faktor resiko:
• Hipertensi
• Infark miokard akut
• Embolisme
• Hiperkolesteronemia
- Kondisi klinis terkait
• Stroke
• Cedera kepala
• Hipertensi

2. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)


a) Perfusi serebral

Kriteria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Tekanan intrakranial
Sakit kepala
gelisah
kecemasan
demam
b) Komunikasi verbal

Kriteria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Afasia
disfasia
apraksia
pelo
gagap
c) Kontrol resiko

Kriteria hasil
Indikator
1 2 3 4 5
Kemampuan mengubah
perilaku
Komitmen terhadap strategi
Kemampuan menghindari
faktor resiko
Penggunaan sistem
pendukung

3. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)


1) Manajement peningkatan tekanan intra cranial
a. observasi
• identifikasi penyebab peningkatan TIK
• monitor tanda atau gejala peningkatan TIK
• monitor intake dan output cairan
b. terapeutik
• berikan posisi semi foler
• cegah terjadinya kejang
• pertahankan suhu tubuh normal
2) edukasi diet
a. observasi
• identifikasi tingkat pengetahuan saat ini
• identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan dulu
• identifikasi kemampuan menerima informasi
b. terapeutik
• persiapkan materi
• jadalkan aktu yang tepat
• berikan kesempatan untuk bertanya
c. edukasi
• jelaskan tujuan kepatuhan diet
• informasikan makan yang boleh dan dilarang
• anjurkan melakukan olah raga
3) pemantauan tanda tanda vital
a. observasi
• monitor tekanan darah
• monitor nadi
• monitor pernafasan
• monitor suhu tubuh
b. terapeutik
• atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
• dokumentasi hasil pemantauan
c. edukasi
• jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
• informasikan hasil pemantauan

DAFTAR PUSTAKA

Howard. K. Butcher. 2017. Nursing Intervention Classification (NIC) Ed. 6. England :


Elsevier.

Hudak & Gallo. 2018. Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik Ed. VIII.
Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. 2019. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Pearce, C. Evelyn. 2018. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Powers, J. William. et. al. 2018. AHA/ASA Guidline : 2018 Guidlines for the Early
Management of Patient With Acute Ischemic Stroke. America : American Heart
Association. Inc.

Smeltzer, S. C. & Bare. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddart Ed.
12. Alih bahasa Devi Yulianti, Amelia Kimi. Jakarta : EGC.

Sue Moorhead. 2018. Nursing Outcomes Classification (NOC) Ed. 6. England :


Elsevier.

T. Heather Herdman. 2019. Diagnosis Keperawatan (Definisi & Klasifikasi) Ed. 5.


Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai