Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS GASTROENTERITIS

DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


RSI MASYITOH BANGIL

Disusun Oleh :
Nur Aziza
14901.07.20031

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2020
LEMBAR KONSULTASI
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS GASTROENTERITIS DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
(IGD)
RSI MASYITOH BANGIL
No Hari Evaluasi Paraf
Tanggal
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang

memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan

oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen (Nari Jois, 2019).

Gastroenteritis akut adalah penyakit yang terjadi akibat adanya peradangan

pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh infeksi dengan gejalanya terutama

adalah muntah dan diare. Gatroenteritis akut merupakan perwujudan infeksi biasanya

disebabkan oleh Escherichia coli dan Salmonella, ditandai dengan meningkatnya

kandungan cairan dalam feses, kram perut, demam, mual muntah (Muttaqin, 2011).

Gastroenteritis adalah iritasi dan peradangan pada lapisan dalam lambung dan

usus kecil. Biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau parasite, serta

menyebabkan muntah dan diare yang parah (Kardiyudiani & Susanti, 2019).

B. Etiologi

Penyebab terjadinya gastroenteritis terdiri dari (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2011).

1. Infeksi virus

Norovirus atau Norwalk virus merupakan penyebab utama gastroenteritis

viral di Amerika Serikat. Cara transmisi adalah fekal-oral, manusia ke manusia, air

yang terkontaminasi feses norovirus. Masa inkubasi 12-48 jam dengan gejala awal

mual, diare, muntah, nyeri kepala dan hipertermi. Agen virus lainnya yang juga

menyebabkan gastroenteritis viral, meliputi: Caliciviruses, Rotavirus, Adenovirus,

Parvovirus, Astrovirus, Coronavirus, Pestivirus dan Torovirus.

2. Infeksi bakteri

Cara transmisi adalah fekal-oral, manusia ke manusia, air yang terkontaminasi

feses dengan bakteri meliputi Shigella, Salmonella C. jejuni, Yersinia enterocolitica, E. coli,

V. cholera, Aeromonas, B. cereus, C. difficile, Clostridium perfringens, Listeria, M avium-

intracellulare (MAI), immunocompromised, Providencia, V. parahaemolyticus dan V.

vulnificus.
3. Infeksi parasit

Berbagai agen parasit bisa menginvasi saluran gastrointestinal dan

memberikan respons peradangan dengan manifestasi diare, mual, dan muntah.

Agen parasit tersebut meliputi: Giardia, Amebiasis, Cryptosporidium dan Cyclospora

4. Toksisitas makanan.

Kondisi toksisitas makanan bisa memberikan respons peradangan dengan

manifestasi diare. Agen toksisitas bisa dihasilkan Oleh toksin (S. aureus, B. cereus)

dan post kolonisasi kuman (V. cholera, C. perfringens, enterotoxigenic, E coli,

Aeromonas).

5. Makanan dan minuman.

Pada kondisi zat gizi berkurang, kelaparan apalagi perut kosong dalam

waktu yang cukup lama, kemudian pada waktu yang bersamaan diisi dengan

makanan dan minuman dalam jumlah banyak, terutama makanan yang

mengandung lemak, banyak serat, terlalu manis atau dapat juga karena kekurangan

zat putih telur maka akan meningkatkan respons saluran gastrointestinal dan terjadi

peradangan.
C. Anatomi & Fisiologi
1. Anatomi

2. Fisiologi

Lambung (ventrikulus) merupakan sebuah kantong muskuler yang letaknya


antara esofagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen, di bawah diafragma bagian
depan pankreas dan limpa. Lambung merupakan saluran Yang dapat mengembang
karena adanya gerakan peristaltik terutama di daerah epigaster. Variasi dari bentuk
lambung sesuai dengan jumlah makanan yang masuk, adanya gelombang
peristaltik tekanan organ lain, dan postur tubuh. Bagian-bagian dari lambung:

a. Fundus ventrikuli: Bagian yang menonjol ke atas, terletak sebelah kiri osteum
kardiak, biasanya berisi gas. Pada batas dengan esofagus terdapat katup
sfingter kardiak.
b. Korpus ventrikuli: Merupakan segitiga osteum kardia yaitu suatu lekukan pada
bagian bawah kurvatura minor, merupakan bagian utama dari lambung.
c. Antrum pilorus bagian lambung berbentuk tabung, mempunyai otot yang tebal
membentuk sfingter pilorus, merupakan muara bagian distal berlanjut ke
duodenum.
d. Kurvatura minor: Sebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardia sampai
ke pilorus.kuvatura minor dihubungkan ke hepar oleh omentum minor, lipatan
ganda dari peritonium.
e. Kurvatura mayor: Terbentang pada sisi kiri ostium kardia melalui fundus
ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior, lebih panjang dari
kurvatura minor, dihubungkan dengan kolon transversum oleh omentum mayor
lipatan ganda dari peritonium.
f. Ostium kardia: Mempakan tempat esofagus bagian abdomen masuk ke
lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorus, tidak mempunyai sfingter
khusus hanya berbentuk Cincin membuka dan menutup. Dengan kontraksi dan
relaksasi, osteum dapat tertutup oleh lipatan membran mukosa dan serat otot
pada dasar esofagus.

Lapisan lambung dari dalam luar.

a. Lapisan selaput lendir (mukosa), apabila lambung di kosongkan lapisan ini


berlipat-lipat yang di sebut rugae.
b. Lapisan otot melingkar (M,aukulikularis), merupakan jaringan otot yang kuat.
c. Lapisan otot miring (M. Oblig)mempunyai otot bergaris miring.
d. Lapisan otot panjang (M.longitudinal)susunan lapisan otot lambung yang
panjang.
e. Jaringan ikat (peritonium) atau serosa, melapisi lambung bagian luar.

Fungsi lambung :
a. Fungsi penampung makanan yang masuk melalui esofagus, menghancurkan
makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan perisialtik Iambung dan
getah lambung.
1) Mekanisme: Menyimpan, mencampur dengan sekret lambung, dan
mengeluarkan kimus ke dalam usus. Pendorongan makanan terjadi secara
gerakan pristaltik setiap 20 detik.
2) Kimiawi: Bolus dalam lambung akan dicampur dengan asam lambung dan
enzim-enzim bergantung jenis makanan enzim yang dihasilkan antara Iain:
a) Pepsin: Memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton)
agar dapat diabsorpsi di intestinum minor.
b) Asam garam (HCI): mengasamkan makanan sebagai antiseptik dan
desinfektan yang masuk ke dalam makanan. Di samping itu mengubah
pepsinogen menjadi pepsin dalam suasana asam.
c) Renin :sebagai ragi yang membekukan susu ;membentuk kasien dan
kasinogen dari protein.
d) Lapisan lambung: memecah lemak menjadi asam lemak untuk
merangsang sekresi getah lambung.
b. Fungsi bakteresid: oleh asam lambung.
c. Membentuk proses pembentukan eritrosit: lambung menghasilkan zat faktor
instrinsik bersama dengan faktor instrinsik dari makanan, membentuk zat yang
disebut anti-anemik yang berguna untuk pertukaran eritrosit yang disimpan di
dalam hati.
D. Manifestasi klinis
Gambaran awal dimulai dengan bayi atau anak menjadi gelisah, cengeng,

suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian

timbul diare. Feses makin cair mungkin mengandung lendir atau darah dan warna

feses menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Gejala muntah dapat terjadi

sebelum atau sesudah terjadi diare (Sodikin, 2011).

1. Diare Akut

Diare lebih dari 3 kali berlangsung kurang dari 14 hari dengan disertai pengeluaran

feses lunak atau cair, tidak mengandung darah, mungkin disertai panas dan

muntah. Apabila penderita telah mengalami banyak kehilangan air dan elektrolit,

maka dapat terjadi gejala dehidrasi.

3. Disentri

Tanda gejala disentri adalah BAB cair, sering dan disertai dengan darah yang

dapat dilihat dengan jelas. Shigellosis menimbulkan tanda radang akut meliputi:

a. Letargis

b. Demam

c. Kejang

d. Nyeri perut

e. Prolaps rectum

Di samping itu bisa juga menimbulkan gangguan pencernaan, kekurangan zat

gizi dan dehidrasi. Dapat juga kemungkinan invaginasi dengan tanda dan gejala:

dominan lendir dan darah, massa intra-abdominal dan muntah, kesakitan dan

gelisah.

E. Klasifikasi

Derajat dehidrasi merupakan pemeriksaan terpenting dalam penanganan diare (

Gastroenteritis ). Tanda-tanda dehidrasi yang perlu diperhatikan adalah turgor kulit perut

menurun, akral dingin, penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, tangan keriput,

mata cekung tidak, penurunan kesadaran (syok hipovolemik), nyeri tekan abdomen,
kualitas bising usus hiperperistaltik. cekung ubun-ubun kepala. Derajat Dehidrasi Metode

Pierce :

1. Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x Berat badan (kg)

2. Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat badan (kg)

3. Dehidrasi berat, Kebutuhan cairan = 10% x Berat bada

F. Patofisiologi

Secara umum kondisi peradangan pada gastroentestinal di sebabkan oleh

infeksi dengan melakukan lavasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau

memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cair dan

atau menurunkan absorpsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi

dan elektrolit. Mekanisme dasar yang menyebabkan terjadinya gastroentestinal

menurut Wahyuningsih, 2013. Meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau zat

yang sukar diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan tekanan

osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit

ke dalam rongga usus. Isl rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus

untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal akibat

produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respon peningkatan aktifitas

sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus dan selanjutnya

diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan

berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare,

sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul

beelebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Usus halus menjadi bagian absorpsi utama dan usus besar melakukan

absorpsi air yang akan membuat solid dari komponen feses, dengan adanya gangguan

dari gastroenteritis akan menyebabkan absorpsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus,

serta absorpsi air menjadi terganggu. Selain itu, dapat terjadi gastroentestinal
disebabkan karna masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil

melewati rintangan asam lambung, Mikroorganisme tersebut berkembang biak,

kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang

selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi toksin.

Enterotoksin yang diproduksi agen bakteri (seperti E. coli dan Vibrio cholera) akan

memberikan efek langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam

lumen gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi sitotoksin (seperti

Shigella dysenteriae, Vibrio parahaemobrticus. Clostridium dgmcile, enterohemorrhagic

E. coli) yang menghasilkan kerusakan sel-sel mukosa. serta menyebabkan feses

bercampur darah dan lendir bekas sisa sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit

dilakukan beberapa mikroba seperti Shigella, organisme campylobacter, dan

enterovasif E. coli yang menyebabkan terjadinya destruksi, serta inflamasi.


PATHWAY

Infeksi (virus,bakteri,parasit) Makanan (basi,beracun,alergi) Obat-obatan

Inflamasi usus GASTROENTRITIS Sulit menyerap


Kehilangan cairan & makanan
Ketidakmampuan
Pathogen ke pembuluh elektrolit berlebihan Gangguan mengkonsumsi Distensi abdomen
darah psikologis makanan
Ketidakseimbangan
Melepas piroksin oksigen elektrolit Hospitalisasi / Kram abdomen
Perubahan Nutrisi
takut
Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh Nyeri
Kehilangan cairan Peningkatan
Fagositosis pembuluh Ansietas
intrasseluler peristaltic usus
darah Suplai O2 & oksigen
Volume sirkulasi tidak adekuat
Asam lambung
Menstimulasi sel menurun
ATP yang dihasilkan meningkat
enosemulia hipatalamus
adekuat
Ketidakseimbangan
Rasa mual muntah
Volume Cairan
Gangguan termoregulasi Tubuh kekurangan
energy
Anoreksia
Peningkatan suhu tubuh
kelemahan

Hipertermi
Intoleran Aktivitas
G. Komplikasi
1. Dehidrasi
Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita
gastroenteritis
2. Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik asidosis)
Metabolik asidosis terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat
bersama tinja, adanya ketosis kelaparan akibat metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga terjadi penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunan
asam laktat, produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria), dan terjadinya pemindahan
ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan.
Pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan Kuszmaull
(Noerasid, Suraatmadja dan Asnil, 2017).

3. Hipoglikemia
Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.

4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan/tanpa muntah, dapat terjadi gangguan


sirkulasi darah berupa syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan
dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditangani penderita dapat
meninggal.

5. Gangguan gizi

Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat, walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan
pengeluaran tetapi susu yang encer ini diberikan terlalu lama serta karena adanya
peningkatan peristaltik usus, makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna
dan diabsorbsi dengan baik.
H. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Muttaqin & Kumala Sari (2011) pemeriksaan penunjang pada

penyakit gastroenteritis, yaitu:

1. Pemeriksaan darah rutin, digunakan untuk mendeteksi kadar berat jenis plasma

dan adanya kelainan pada peningkatan kadar leukosit.

2. Pemeriksaan elektrolit, terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfat.

3. Pemeriksaaan analisa gas darah, untuk mengidentifikasi gangguan

keseimbangan asam basa dalam darah.

4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin, digunakan untuk

mengetahui faal ginjal.

5. Pemeriksaan enzim, untuk menilai keterlibatan rotavirus dengan ELISA

(Enzyme-linked Immunosorbent Assay).

6. Pemeriksaan feses, untuk mendeteksi agen penyebab.

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Supartini Muttaqin & Kumala Sari (2011) penatalaksanaan medis
pada pasien gastroenteritis meliputi:
a. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien gastroenteritis dan memperhatikan
derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
b. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL dan
glukosa untuk diare akut.
c. Cairan Parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai dengan
kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan
setampat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di berikan tergantung
berat / ringan dehidrasi, yang di perhitungkan dengan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya.
1) Dehidrasi Ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg BB /oral.
2) Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg BB
/hari.
3) Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit (inperset
1 ml : 20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
d. Obat- obatan
1) Obat Anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari.
2) Obat spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak beladora,
opium loperamia tidak di gunakan untuk mengatasi diare akut lagi,
obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin,charcoal, tabonal, tidak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare sehingga tidak diberikan lagi.
3) Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab
yang jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg /
kg BB / hari. Antibiotic juga diberikan bila terdapat penyakit seperti
OMA, faringitis, bronchitis / bronkopeneumonia.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Untuk pasien anak dengan Gastroenteritis akut mengacu pada dasar

keperawatan kebutuhan cairan dan elektrolit serta pemberian tindakan yang harus

ditangani dengan tepat sehingga menekan angka terjadi dehidrasi dan komplikasi

lainnya sampai dengan menekan angka kematian untuk anak dengan

Gastroenteritis, maka penerapan asuhan keperawatan dalam menanggulangi klien

dengan Gastroenteritis sangat penting. Menurut Nugroho (2011) penatalaksanaan

keperawatan antara lain:

a. Rencanakan dan berikan asupan cairan sesuai kebutuhan


b. Monitor tanda-tanda dehidrasi : penurunan kesadaran, takikardi, tensi turun,
anuria, keadaan kulit/turgor.
c. Hentikan makanan padat
d. Monitor tanda –tanda  vital
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Asuhan Keperawatan secara Teori

A. Anamnesis (pengkajian)
1. Identitas
Identitas pasien meliputi: nama, alamat, tanggal lahir,jenis kelamin, umur,
pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, suku, bangsa, tanggal masuk rumah
sakit, no.register/MRS, serta penanggung jawab.
2. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan oleh klien saat pertama kali dilakukan pengkajian
klien mengatakan tinja semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak cairan dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Jenis gangguan kesehatan yang dialami sebelumnya oleh pasien,
seperti riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Biasanya klien dengan keluhan tidak nafsu makan, batuk, mual,
muntah dan , kelelahan dan nyeri di pada abdomen.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya riwayat penyakit yang pernah dialami oleh orang tua
seperti ibu pasien mengalami penyakit ,TB,atau HEPATITIS
d. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran : composmentis
2) Berat badan : Biasanya terjadi penurunan berat badan
3) Tanda-Tanda vital
 Tekanan darah : Biasanya tekanan darah klien meningkat
 Suhu : Biasanya suhu klien hipotermi
 Pernafasan : Biasanya pernafasan klien mengalami sesak nafas
 Nadi : Biasanya klien mengalami peningkatan denyut nadi
4) Kepala:
 Inspeksi: Mengamati bentuk kepala, adanya lesi, warna,
kesimetrisan
 Palapasi : Adanya oedema, atau nyeri tekan.
5) Rambut:
 Inspeksi: mengamati warna (hitam), kebersihan, apakah ada
ketombe atau tidak.
 Palpasi: tekstur (lembut kasar, tebal tipis), kekuatan pada rambut
6) Wajah:
 Inspeksi: mengamati kesimetrisan wajah, lesi, bentuk wajah
 Palpasi: adanya nyeri tekan, oedema
7) Mata:
 Inspeksi: amati kesimitrisan, warna, lesi, sclera ikterik, pupil bulat,
konjungtiva pucat, sclera ikterik
 Palpasi: kekenyalan pada mata nyeri tekan, benjolan (dilakukan
dengan menutup mata)
8) Hidung:
 Inspeksi: amati adanya lesi, kesimetrisan, warna, bentuk khusus
hidung, adanya radang, adanya nafas cuping hidung
 Palpasi: keenturan hidung, nyeri tekan.
9) Mulut:
 Amati bibir: cyanosis, lesi, kering, sumbing.
 Buka mulut pasien: kebersihan, bau mulut, lesi mukosa
 Amati gigi: kebersihan gigi, karies gigi, gigi berlubang atau tidak,
gigi palsu
 Minta pasien menjulurkan lidah: amati kesimetrisan, warna, lesi
 Palpasi lidah: lakukan penekanan dengan menggunakan sudip
lidah, dengan meminta pasien membunyikan huruf “A”
10) Leher:
 Inspeksi: amati bentuk, kesimetrisan, warna, lesi, biasanya tida
adanya pembesaran kelenjer thyroid
 Palpasi: perikasa adanya benjolan, ukuran, tanda oliver (pada saat
denyut trakea tertarik ke bawah)
11) Paru-paru
 Inspeksi : amati simetris kiri dan kanan, lesi, warna, frekuensi saat
bernafas (permenitnya) dan bentuk
 Palpasi : melakukan takstil fremitus dengan mengatakan 77
 Perkusi : terdapat bunyi sonor
 Auskultasi : tidak terdapat bunyi wheezing ,ronchi dll (bunyi
normalnya: trakeal, bronchial, bronkovasikyler, vasikuler)
12) Jantung
 Inspeksi : amati kesimitrisan pada kedua sisi, adanya lesi, warna
 Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, terdapat pembesaran
pada jantung
 Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat diperkusi yang
untuk menentukan batas jantung
 auskultasi : normalnya s1 (lub) dan s2 tunggal (dub), abnormalnya
terdapat bunyi s4 (gallop) sesudah bunyi dub
13) Perut/Abdomen
 Inspeksi : warna, bentuk dan ukuran perut
 Auskultasi: dengarkan suara bising usus normlanya adalah
sebanyak 8-35 per menit
 Palpasi : rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran hati
 Perkusi : untuk menentukan suara timpani
14) Genetalia
 Inspeksi: Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik..
15) Sistem integrumen (kulit dan kuku)
 Inspeksi: biasanya tidak terdapat odem saat di amati dan kuku tidak
cyanosis atau ikterik
 Palpasi: Rasakan adanya perubahan-perubahan pada kelembapan
atau turgor kulit serta lakukan CRT
16) Ekstermitas: kaji kekuatan otot .
e. Pola fungsi kesehatan
1) Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan Persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan
kesehatan menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan
kesehatan
2) Pola Nurtisi –Metabolik
Di awali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
3) Pola Eliminasi
Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari
4 x sehari, BAK sedikit atau jarang.
4) Pola Aktivitas
Akan terganggu kondisi karena adanya distensi abdomen yang
akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

5) Pola Kognitif Perseptual


Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran,
perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh.
6) Pola Istirahat-Tidur
Pola istirahat tidur akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
7) Pola Konsep Diri
Pola konsep diri merupakan gambaran, peran, identitas, harga,
ideal diri pasien selama sakit.
8) Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien
Pekerjaan.
9) Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau
dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas,
riwayat haid,pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex.
10) Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan
cara individu dalam menghadapi suatu masalah.
B. Diagnosa keperawatan
1. Diare
2. Nyeri akut
3. Defisit nutrisi
KEGAWATDARURATAN PASIEN DENGAN GEA YANG MENGALAMI DEHIDRASI

Dehidrasi diartikan sebagai kurangnya cairan di dalam tubuh karena jumlah yang

keluar lebih besar dari pada jumlah yang masuk. Jika tubuh kehilangan banyak cairan,

maka tubuh akan mengalami dehidrasi (Rismayanthi, 2012).

Penurunan asupan cairan dapat terjadi pada pasien yang sedikit mengkonsumsi

cairan tanpa mereka sadari bahwa mereka kehilangan cairan tubuh yang dapat

membahaykan tubuh mereka. Kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan

elektrolit dalam jumlah proposional, terutama natrium dapat mengakibatkan dehidrasi

(Triyana, 2012).

Dehidrasi lebih mudah terjadi pada anak-anak dan wanita karena di dalam

tubuhnya banyak mengandung lemak yang hanya mengandung 20% air. Pada manula juga

sering terjadi dehidrasi karena kadar air dalam tubuhnya menurun akibat penuaan organ-

organ tubuh. Selain faktor kondisi tubuh, dehidrasi umumnya lebih mudah terjadi pada

orang yang memiliki banyak aktivitas seperti remaja atau atlet olahraga dengan porsi

latihan besar.

Dehidrasi dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi tubuh, hal ini terjadi

pada: kehilangan cairan 2% dari total berat badan dapat memberikan efek penurunan

performa, tubuh menjadi lemas, lemah, dan berkurangnya konsentrasi. Saat dehidrasi

mencapai 4%, kapasitas kerja otot menurun; 5%, tubuh mengalami heat exhaustion

(Keletihan yang dialami tubuh yang disebabkab karenan hilangnya cairan); 7%, dapat

menyebabkan terjadinya halusinasi akibat otak mulai terlalu ‘panas’ dan kerjanya menjadi

tidak terkontrol; 10%, terjadi heat stroke (keadaan dimana suhu tubuh terlalu tinggi dan

kerja organ tubuh menjadi kacau). Rasa haus dan bibir kering merupakan indikasi dehidrasi

yang terlambat. Oleh karena itu, sebaiknya atlet minum tidak hanya saat atlet merasa haus

(Kraemer, dkk, 2012: 235).

A. Tanda-tanda dehidrasi

1. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145

mEq/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dan 285 mosmol/liter).

2. Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145

mEq/L) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter).


3. Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari

135 mq/L) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter)

B. Klasifikasi Dehidrasi

1. Dehidrasi ringan/sedang

2. Dehidrasi berat

C. Macam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe/jenis-jenis dehidrasi

1. Dehidrasi

Perdarahan, Muntah, Diare, Hipersalivasi, Fistula, Ileustomy (pemotongan usus),

Diaporesis (keringat bedebihan), Luka bakar, Puasa, Terapi hipotonik, Suction

gastrointestinal (cuci lambung).

2. Dehidrasi hipotonik

Penyakit DM, Rehidrasi cairan berlebih, Malnutrisi berat dan kronis

3. Dehidrasi hipertonik

Hiperventilasi, Diare air, Diabetes Insipedus ( hormon ADH menurun ), Rehidrasi

cairan berlebihan, Disfagia, Gangguan rasa haus, kesadaran, Infeksi sistemik : suhu

tubuh meningkat.

D. PENATALAKSANAAN

Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan


yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan
hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat dehidrasi, penangananjuga
ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas pasien.
1. Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang
Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui

pemberian cairan ORS (oral rehydration solution) untuk mengembalikan volume

intravaskuler dan mengoreksi asidosis.12 Selama terjadi gastroenteritis, mukosa usus

tetap mempertahankan kemampuan absorbsinya. Kandungan natrium dan sodium

dalam proporsi tepat dapat secara pasif dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke

dalam sirkulasi. Jenis ORS yang diterima sebagai cairan rehidrasi adalah dengan

kandungan glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90 mEq/L, basa 30 mEq/L, kalium 20-25

mEq/L, dan osmolalitas 200-310 mOsm/L.


2. Dehidrasi Derajat Berat

Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi

intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik. Penanganan

kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:

a) Tahap Pertama

berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu syok hipovolemia

yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat diberikan cairan

kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9% sebesar 20 mL/kgBB.

Perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi, denyut nadi,

produksi urin, dan status mental pasien. Apabila perbaikan belum terjadi setelah

cairan diberikan dengan kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka etiologi lain syok

harus dipikirkan (misalnya anafi laksis, sepsis, syok kardiogenik). Pengawasan

hemodinamik dan golongan inotropik dapat diindikasikan.

b) Tahap Kedua

Berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan pemeliharaan dan

penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan cairan pemeliharaan

diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah IWL. Jumlah IWL adalah

antara 400-500 mL/m2 luas permukaan tubuh dan dapat meningkat pada kondisi

demam dan takipnea. Secara kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat badan

adalah: Berat badan < 10 kg = 100 mL/ kgBB Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50

mL/ kg BB untuk setiap kilogram berat badan diatas 10 kg Berat badan > 20 kg =

1500 + 20 mL/ kg BB untuk setiap kilogram berat badan diatas 20 kg.

 Derajat dehidrasi berdasarkan persentase kehilangan air dari berat badan

Derajat dehidrasi Dewasa Bayi dan Anak


Dehidrasi Ringan 4% dari berat badan 5% dari berat badan
Dehidrasi Sedang 6% dari berat badan 10% dari berat badan
Dehidrasi Berat 8% dari berat badan 15% dari berat badan
 Tanda klinis dehidrasi

Ringan Sedang Berat

Defi Sit Cairan 3-5% 6-8% >10%


Hemodinamik Takikardi Takikardi Takikardi
Nadi Lemah Nadi Sangat Nadi Tak Teraba

Lemah Akral Dingin,

Volume Kolaps Sianosis

Hipotensi

Ortostatik
Jaringan Lidah Kering Lidah Keriput Atonia

Turgor Turun Turgor Kurang Turgor Buruk


Urin Pekat Jumlah Turun Oliguria
SSP Mengantuk Apatis Koma
C. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Standart diagnosa Standart luaran keperawatan indonesia Standart intervensi keperawatan
keperawatan Keperawatan (SLKI) indinesia (SIKI)
Indonesia (SDKI)
1 Diare  Defekasi lebih 1) Fungsi gastrointestinal 1) Manajemen diare
berhubungan dari tiga kali 24 Indikator 1 2 3 4 5 a) Identifikasi penyebab diare
dengan jam Nafsu makan (mis, inflamasi,
inflamasi  Feses lembek Mual gastrointestinal,proses infeksi)
gastrointestinal atau cair Muntah b) Monitor jumlah pengeluaran
 Gastritis Nyeri diare
abdomen c) Monitor warna volume,
frekuensi,dan konsistensi tinja
2) Manajemen eliminasi fekal

1) Tingkat nyeri a) Monitor buangair besar (mis,

Indikator 1 2 3 4 5 warna, frekuensi, konsistensi,


Keluhan nyeri volume)
Meringis
b) Monitor tanda gejala
Gelisah
Kesulitan tidur diare,konstipasi, impaksi
c) Sediakan makanan tinggi serat
3) Manajemen nutrisi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi makanan yang
2) Keseimbangan cairan disukai
Indikator 1 2 3 4 5 c) Monitorberat badan
Asupan cairan
Asupan
makanan
Mata cekung
Berat badan
2 1. Nyeri akut  Tampak meringis 1) Manajemen nyeri
berhubunga  Gelisah 1) Tingkat nyeri a) Identifikasi lokasi, karakteristik,
n dengan  Pola nafsu Indikator 1 2 3 4 5 durasi,frekuensi,kualitas,intensita
agens makan berubah Keluhan nyeri s nyeri
cedera Meringis b) Identifikasi skala nyeri
fisiologis Gelisah c) Kontrol lingkungan yang
1) Kesulitan memperberat rasa nyeri
tidur d) Berikan tekhnik non farmakologi
2) Edukasi proses penyakit
a) Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informsi
b) Sediakan materi dan
pendidikankesehatan
c) Jelaskan penyebab dan faktor
2) Pola tidur risiko penyakit
3) Pengatursn posisi
Indikator 1 2 3 4 5 a) Atur posisi yang disukai
b) Hindari menempatkan pada posisi
Keluhan sulit yang meningkatkan nyeri
tidur c) Tempatkan pada posisi terapeutik
Keluhan pola
tidur berubah
Keluhan sering
terjaga
Kemampuan
beraktifitas

3) Kontrol nyeri
Indikator 1 2 3 4 5
Melaporkan
nyeri terkontrol
Dukungan
orang terdekat
Kemampuan
mengenali
penyebab
nyeri
3 Defisit nutrisi 1) Nafmbran Indikator 1 2 3 4 5 1) Manajemen nutrisi
berhubungan mukosa pucat Nyeri abdomen a) Identifikasi status nutrisi
dengan 2) Diare Diare b) Identifikasi makanan yang
ketidakmampua Berat badan disukai
n mencerna c) Monitorberat badan
makanan Porsi makan yang 2) Konseling nutrisi
di habiskan a) Monitor intake, dan output
Membran mukosa cairan nilai hemoglobin,
1) Status nutrisi tekanan darah, kenaikan berat
badan, kebasaan membeli
2) Eliminasi fekal makanan.
Indikator 1 2 3 4 5 b) Identifikaasi kebiasaan makan
Kontrol dan perilaku makan yang
pengeluaran feses diubah
Nyeri abdomen c) Bina hubungan terapeutik
Frekuensi defekasi 3) Manajemen gangguan makan
a) Monitor asupan dan keluarnya
3) Nafsu makan makanan dan cairan serta
Indikator 1 2 3 4 5 kebutuhan kalori
Asupan makanan b) Dampingi kekamar mandi
untuk pengamatan perilaku
Asupan nutrisi memuntahkan makanan
Energi untuk kembali
c) Timbang berat badan
makan
DAFTAR PUSTAKA

Barrett J. Fhogartaigh CN. Gastroenteritis bakteri, Medicine (2017). Bacterial


gastroenteritis. Elsivier

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI

Muttaqin,Arif dan Sari,Kumala. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan


Keperawatan medical bedah. Jakarta :Selembang Medikal.

Nancy S. Graves. 2013. Acute Gastroenteritis. Department of Family and Community


Medicine, Milton S. Hershey Medical Center, Penn State Hershey, 500 University
Drive, Hershey, PA 17033, USA. http://dx.doi.org/10.1016/j.pop.2013.05.006. Elsevier
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi : Kurikulum berbasis kompotensi Untuk keperawatan dan
kebidanan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai