Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

Disusun oleh :

Amrina Nur Rosyada

SN221010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2022/2023
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Gusty, 2014).
Sedangkan menurut Insani (2014) Fraktur adalah patah atau gangguan
kontinuitas tulang.

Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang disebabkan


oleh trauma, tenaga fisik, kekuatan, sudut, keadaan tulang dan jaringan
lunak disekitar tulang yang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap. Gangguan kesehatan yang
banyak dijumpai dan menjadi salah satu masalah dipusatpusat pelayanan
kesehatan di seluruh duniasalah satunya adalah fraktur (Budhiartha, 2013).

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang


bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah
pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang dapat disebabkan trauma lansung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur yaitu:
a. Fraktur Intra kapsuler: femur yang terjadi di dala tulang sendi,panggul,
dan kapsula.
- Melalui kepala femur (capital fraktur)
- Hanya dibawah kepala femur
- Melalui leher dari femur
b.Fraktur Ekstra kapsuler:
- Terjadi di luar sendi dan kapsul melalui trokhanter femur yang lebi
besar atau yang lebih kecil / pada daerah intertrokhanter.
- Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebi dari 2
inci di bawah trokhanter kecil.
2. Patofisiologi dan Pathway
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem dan juga kondisi
patologis layaknya osteoporosis. Fragmen tulang yang bergeser/rusak
akibat fraktur dapat menimbulkan nyeri (akut). Hal ini juga mengakibatkan
tekanan sum-sum tulang lebih tinggi di kapiler lalu melepaskan
katekolamin yang mengakibatkan metabolisme asam lemak yang pada
akhirnya dapat menyebabkan emboli dan penyumbatan pembuluh darah.
Spasme otot juga menyebabkan protein plasma hilang karena dilepasnya
histamine akibat peningkatkan tekanan kapiler yang pada akhirnya
menyebabkan edema. Fragmen tulang yang rusak bergeser juga
mengakibatkan gangguan fungsi eksermitas. Laserasi kulit atau luka
terbuka dapat menimbulkan infeksi, karena hilang bagian pelindung tubuh
paling luar (kulit).
3. Manifestasi Klinis
Menurut Hurst,(2015) klien yang mengalami fraktur femur pada
awalnya memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Nyeri yang kontinu dan meningkat saat bergerak, dan spasme otot
terjadi segera setelah fraktur.
b. Kehilangan fungsi : sokongan terhadap otot hilang ketika tulang
patah.Nyeri juga berkontribusi terhadap kehilangan fungsi.

c. Deformitas : ekstremitas atau bagiannya dapat membengkok atau


berotasi secara abnormal karena pergeseran lokasi akibat spasme otot
dan edema.

d. Pemendekan ekstremitas : spasme otot menarik tulang dari posisi


kesejajarannya dan fragmen tulang dapat menjadi dari sisi ke sisi,
bukan sejajar ujung ke ujung.
e. Krepitus : krepitus merupakan sensasi patahan atau suara yang
berkaitan dengan pergerakan fragmen tulang ketika saling bergesekan, yang
bahkan dapat menimbulkan trauma lebih besar pada jaringan, pembuluh darah,
dan saraf.
f. Edema dan diskolorasi : kondisi tersebut dapat terjadi sekunder
akibat trauma jaringan pada cedera.
4. Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1) Syok Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi.
2) Kerusakan arteri 16 Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai
oleh tidak adanya nadi; CRT (Capillary Refill Time ) menurun;
sianosis bagian distal; hematoma yang lebar; serta dingin pada
ekstremitas yangdisebabkab oleh tindakan emergency pembidaian,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
3) Sindrom kompartemen Kondisi sindrom kompartemen akibat
komoplikasi fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan
persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang.
4) Infeksi Pada trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit
(superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau plat.
5) Avaskular nekrosis Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena
aliran darah ke tulang rusuk atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosistulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6) Sindrom emboli lemak Sindrom emboli lemka (fat embolism
syndrom-FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
frakturtulang panjang.
b. Komplikasi Lanjutan
1) Delayed Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karna
penurunan suplai darah ke tulang.
2) Non-unioin
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap,kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebihan pada sisi fraktur yang
membentk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
3) Mal-union
Merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).Mal-union
dilakukan dengan pembedahan dan re imobilisasi yang baik.

5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges (2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
pasien fraktur antara lain:

1. Pemeriksaan roentgen: untuk menentukan lokasi, luas dan jenis


fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT – scan/MRI : memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah
putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati.

6. Penatalaksanaan Fraktur
a. Menurut Muttaqin, (2011) prinsip penatalaksanaan fraktur 4 (R) adalah:
1) Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur) 14 Prinsip pertama
adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan; lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik
yang sesuai untuk pengobatan dan menghindari komplikasi yang
mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2) Reduction (restorasi fragmen fraktur sehingga posisi yang paling
optimal didapatkan) Reduksi fraktur apabila perlu. Pada fraktur
intra- artikular diperlukan reduksi anatomis, sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal, dan mencegah komplikasi, seperti
kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian
hari.
3) Retention (imobilisasi fraktur) Secara umum, teknik
penatalaksanaan yang digunakan adalah mengistirahatkan tulang
yang mengalami fraktur dengan tujuan penyatuan yang lebih cepat
antara kedua fragmentulang yang mengalami fraktur.
4) Rehabilitation (mengembalikan aktivitas fungsional
semaksimal mungkin) Program rehabilitasi dilakukan dengan
mengoptimalkan seluruh keadaan klien pada fungsinya agar aktivitas
dapat dilakukan kembali. Misalnya, pada klien pasca amputasi cruris,
program rehabilitasi yang dijalankan adalah bagaimana klien dapat
melanjutkan hidup dan melakukan aktivasi dengan memaksimalkan organ
lain yangtidak mengalami masalah.
b. Penatalaksanaan konservatif
1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan
mitela pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah.
2) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi. Biasanya
menggunakan gips atau dengan bermacam-macam bidai dari
plastik atau metal.
3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal. Reposisi yang dilakukan
melawan 15 kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk
imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
4) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi.
Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu beberapa reduksi
yang bertahap dan imobilisasi
c. Penatalaksanaan pembedahan Penatalaksanaan pembedahan pada
klien fraktur meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang
bersifat tidak stabil, reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-
Wireperkutan (Muttaqin, 2018).
2) Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang,
yaitu ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Fiksasi interna
yang dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup. Keuntungan ORIF
adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh
sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan
mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya
risiko infeksi tulang (Eka, 2019).
3) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal OREF (Open Reduction
External Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Pemasangan
OREF akan memerlukan waktu yang lama dengan masa
penyembuhan antara 6-8 bulan. Setelah dilakukan pembedahan
dengan pemasangan OREF sering didapatkan komplikasi baik
yang bersifat segera maupun komplikasi tahap lanjut (Muttaqin,
2011).

7. Terapi yang di lakukan

- Terapi cairan infus

- Analgetik

- Antibiotik

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah- masalah pasien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, Pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no register, tanggal MRS,
diagnose medis
2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bias akut atau kronik tergantung
dari lamanya serangan. Untuk memeperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan :
a) Provoking incident: apakah ada pristiwa yang menjadi factor
presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,
atau menusuk.

c) Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah


rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya. 20
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan
untuk menetukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu
rencana tindakan terhadap pasien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
4) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan
penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung.
5) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit tulang merupakan salah satu factor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis, yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cendrung
diturunkansecara genetik.
6) Riwayat Psikososial Merupakan respon emosi pasien terhadap
penyakit yang dideritanya dan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
haribaik dalam keluarga ataupun masyaakat.
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakuatan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup pasien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, dan apakah pasien berolahraga atau tidak.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.
C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan.
c) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak,
maka semua bentuk kegiatan pasien menjadi berkurang dan
kebutuhan pasien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan pasien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya
fraktur.
d) Pola Hubungan dan Peran : Pasien akan kehilangan peran
dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena pasien harus
menjalani rawat inap.
e) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada pasien
fraktur yaitu timbul ketidakuatan akan kecacatan akibat frakturnya,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan atau melakukan aktivitas secara
optimal dan pandangan terhadap dirinya salah.
f) Pola Sensori dan kognitif Pada pasien fraktur daya rabanya
berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada
indra yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada
kognitifnya tidakmengalami gangguan.
g) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk pasien fraktur tidak dapat
melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri danketerbataan gerak pasien.
2. Masalah Keperawatan

- Ansietas

- Nyeri akut

- Gangguan/Hambatan mobilitas fisik

- Kerusakan integritas kulit/jaringan

- Resiko infeksi

- Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

- Resiko perdarahan

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas b.d kurang terpapar informasi di tandai dengan klien tanpak
menunjukan perilaku tidak sesuai dengan anjuran dan menunjukan
perilaku berlebihan.

b. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di tandai dengan pasien tampak
meringgis,gelisah.

c. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang di


tandai dengan pasien nyeri saat bergerak.
d. Kerusakan integritas kulit/jaringan b.d kelembapan di tantai dengan
klien tampak nyeri, perdarahan, kemerahan
e. Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit.
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d fraktur, penekanan klinis
(balutan)
g. Resiko pedarahan b.d trauma dan tindakan pembedahan
4. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan (SIKI)
Keperawatan Hasil (LKI)
(SDKI)
1 Setelah dilakukan Observasi
Ansietas b.d - Identifikasi penurunan tingkat
tindakan
kurang terpapar energi ,ketidakmampuan
keperawatan selama berkonsentrasi atau gejala lain
informasi di yang mengganggu kognitif
1x 24 jam maka
tandai dengan - Identifikasi teknik relaksasi
ansietas menurun . yang efektif digunakan
klien tanpak - Periksa ketegangan
KH :
menunjukan otot,frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
prilaku tidak - Verbalitas
sesudah latihan
sesuai dengan kebingungan - Monitor respon terhadap terapi
relaksasi
anjuran dan menurun (5)
menunjukan Terapeutik
- Verbalitas
- Ciptakan lingkungan tenang
perilaku
khawatir akibat tanpa gangguan dengan
berlebihan pencahayaan dan suhu ruang
kondisi yang
yang nyaman, jika
dihadapi memungkinkan
- Gunakan pakaian longgar
menurun (5)
- Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
- Perilaku gelisah
analgetik atau tindakan medis
menurun(5) lain,jika sesuai
Edukasi
- Perilaku tegang
- Jelaskan tujuan, manfaat,
menurun(5)
batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis.
- Konsentrasi
Musik,meditasi,napas
membaik (5) dalam,relaksasi otot profresif)
- Anjurkan mengambil posisi
- Pola tidur
nyaman
membaik(5)
- Demonstasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
- Kontak mata
dalam,peregangan,atau
membaik (5) imajinasi terbimbing)
2 Nyeri Akut b.d Kontrol Nyeri Observasi
Agen cedera fisik - Kemampuan - Identifikasi local,
di buktikan mengunakan karakteristik,durasi,frekuensi,
dengan pasien teknik non- kualitas, intensitas nyeri,.
tampak farmakologis - Identifikasi nyeri.
meringgis, meningkat (5) - Identifikasi respon nyeri non
gelisah - Dukungan verbal.
orang terdekat - Identifikasi factor yang
meningkat (5) memperberat dan
- Pengunaan memperingan nyeri.
analgetik - Monitor efek samping
menurun (5) penggunaan analgetik.
Penyembuhan luka Terapeutik
- Pembentukan - Berikan teknik
jaringan parut nonfarmakologis untuk
menurun. mengurangi rasa nyeri
- Peradangan luka (mis.tarik napas dalam,
menurun (5) kompres hanagat/dingin).
- Peningkatan - Kontrol lingkungan yang
suhu kulit memperberat rasa nyeri .
menurun (5). - Fasilitasi istirahat dan tidur.
- Infeksi menurun - Pertimbangkan jenis dan
(5) sumber nyeri dalam pemilihan
strategy meredakan nyeri.
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
- Anjurkan mengunakan
analgetik secara tepat.
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri.
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

3 Gangguan Setelah dilakukan Observasi


Mobilitas Fisik tindakan - Identifikasi adanya nyeri atau
b.d kerusakan keperawatan selama keluhan fisik lainnya.
integritas 1x 24 jam maka - Identifikasi toleransi fisik
struktur tulang mobilitas disik melakukan pergerakan
dibuktikan meninggkat. KH : - Monitor frekuensi jantung
dengan pasien - Pergerakan dan tekanan darah sebelum

tanpak nyeri saat eksremitas melakukan mobilisasi

bergerak. meningkat (5) - Monitor kondsi umum selama

- Nyeri menurun melakukan mobilisasi


Terapeutik
(5) Kecemasan
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
menurun (5)
dengan alat bantu (mis, pasar
- Gerakan
tempat tidur)
terbatas
- Fasilitasi melakukan
menurun (5)
pergerakan , jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalm
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisai
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisai sederhana
yang harus diakukan ( mis,
duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)

4 Kerusakan Setelah dilakukan Observasi


Integritas tindakan - Monitor karakteristik luka
Kulit/Jaringan keperawatan selama (dranase, warna, ukuran, bau)
b.d kelembapan 1x 24 jam - Monitor tanda-tanda infeksi.
di buktikan kerusakan integritas Terapeutik
pasien dengan kulit menurun: KH : - Lepaskan balutan dan plaster
kerusakan - Integritas Kulit secara perlahan.
jaringan / lapisan dan Jaringan - Cukur rambut di sekitar luka,
kulit nyeri, - Perfusi jaringan jika perlu
pendarahan, meningkat (5) - Bersihkan dengan NACL atau
hematoma - Kerusakan pembersih nontoksik, sesuai
jaringan kebutuhan
menurun (5) - Bersihkan jaringan nekrotik
- Kerusakan - Berikan salep yang sesuai
lapisan kulit dengan luka / lesi, jika perlu
menurun (5) - Bersihkan jaringan nekrotik.
- Nyeri menurun - Pasang balutan sesuai jenis
(5) luka.
- Pedarahan - Pertahankan teknik steril saat
menurun (5) perawatan luka.
- Kemerahan - Ganti balutan sesuai dengan
jumlah eksudat dan drenase.
menurun (5)
- Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai
- Nekrosis
dengan kondisi pasien.
menurun (5)
- Berikan diet dengan kalori 30-
- Suhu kulit
35 kkl/kg / hari dan protein
membaik (5)
1,25-1,5 g/kgBB/hari.
Penyembuhan luka.
- Berikan suplemen vitamin dan
- Penyatuan kulit
mineral , sesuai indikasi.
meningkat (5)
- Berikan terapi TENS , jika
- Penyatuan tepi
perlu
luka meningkat
Edukasi
(5)
- Jelaskan tanda dan gejala
- Pembentukan
infeksi.
jaringan parut
- Anjurkan mengkonsumsi
menurun (1)
makanan tinggi kalori dan
- Edema pada sisi
protein.
luka menurun
- Ajarkan perawatan luka secara
(5) Peradangan
mandiri.
menurun (5)
Kolaborasi
- Nyeri menurun
- Kolaborasi prosedur
(5)
debridement (mis, enzimatik,
- Infeksi biologis, mekanis)
menurun(5)
- Kolaborasi pemberian
antibiotik jika perlu
5 Resiko Infeksi Setelah dilakukan Observasi
berhubungan
dengan integritas tintdakan - Monitor tanda dan gejala
kulit keperawatan selama infeksi local dan sistemik.
1x 24 jam maka Terapeutik
integritas kulit - Batasi jumlah pengunjung.
meningkat KH : - Berikan perawatan kulit pada
Tingkat Nyeri area edema.
- Nyeri menurun - Cuci tangan sebelum dan
(5) sesudah kontak dengan pasien
- Kemerahan dan lingkungan pasien.
menurun (5) - Pemberian teknik aseptik pada
pasien beresiko tinggi.
- Bengkak
menurun(5) Edukasi
Integritas kulit dan - Jelaskan tanda dan gejala
jaringan infeksi.
- Perfusi jaringan - Ajarkan cara mencuci tangan
meningkat (5) dengan benar.
- Kerusakan - Ajarkan etika batuk.
jaringan - Ajarkan cara memeriksa
menurun (5) kondisi luka atau luka operasi.
- Kerusakan - Anjurkan meningkatkan
lapisan kulit asupan nutrisi.
menurun (5) - Anjurkan meningkatkan
- Nyeri menurun asupan cairan.
(5) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
- Suhu kulit imunisasi, jika perlu
membaik(5)
6 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Observasi
perfusi jaringan tindakan - Periksa sirkulasi perifer secara
perifer b.d keperawatan selama menyeluruh (mis, pulsasi
fraktur, 1x 24 jam maka perifer, edema, warna, dan
penekanan klinis resiko disfungsi suhu eksremitas)
(balutan) perfusi perifer - Monitor nyeri pada daerah
menurun. KH yang terkena .
: Perfusi perifer - Monitor tanda - tanda
- Penyembuhan penurunan sirkulasi vena
(mis,bengkak,nyeri,
luka membaik
peningkatan nyeri pada posisi
(5)
tergantung, nyeri menetap saat
- Edema perifer
hangat, mati rasa, pembesaran
menurun (5)
vena superfesial, merah,
- Nyeri
hangat, perubahan warna
eksremitas
kulit).
menurun (5)
Terapeutik
- Nekrosis
menurun (5) - Tinggikan daerah yang cidera
20 derjat di atas jantung.
- Lakukan rentang gerak aktif
dan pasif.
- Ubah posisi setiap 2 jam.
- Hindari akses intravena
antekubiti.
- Hindari memijat atau
mengompres otot yang cidera.
Edukasi
- Jelaskann mekanisme
terjadinya embili perifer.
- Anjurkan menghindari
maneuver valsava.
- Ajarkan cara mencegah
emboli perifer. (mis, hindari
imobilisasi jangka panjang).
- Ajarkan pentingnya
antikoagulan selama 3 bulan.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antikoagulan.
- Kolaborasi pemberian
prometazim intravena dalam
NaCL 0,9% 25-50 secara
lambat dan hindari
pengenceran kurang dari 10 cc

7 Resiko Setelah dilakukan Observasi


pedarahan b.d tindakan - Monitor tanda dan gejala
trauma dan keperawatan selama pendarahan.
tindakan 1x 24 jam maka - Monitor hematokrik/
pembedahan penyembuhan luka hemoglobin sebelum dan
meningkat. KH: setelah kehilangan darah.
Penyembuhan luka - Monitor tanda-tanda vital
- Penyembuhan ortostatik.
kulit meningkat - Monitor koagulasi.
(5) Terapeutik
- Penyatuan tepi - Pertahankan bed rest selama
luka meningkat pedarahan.
(5) - Batasi tindakan infasif.
- Nyeri menurun - Gunakan kasue pencegah
(5) decubitus.
- Infeksi menurun - Hindari pengukuran suhu
(5) rektal
Tingkat luka Edukasi
- Kelembapan - Jelaskan tanda dan gejala
kulit menurun pedarahan.
(1) - Anjurkan mengunakan kaus
- Pedarahan pasca kaki saat ambulasi.
operasi - Anjurkan meningkatkan
menurun (1)
asupan cairan untuk
- Tekanan darah
menghindari konstipasi.
membaik (5)
- Anjurkan menghindari aspirin
- Suhu tubuh
atau antikuagula
membaik (5)
- Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan vitamin
k.
- Anjurkan segera melapor jika
terjadi pedarahan.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan.
5. Implementasi
Keperawatan Implementasi adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah
kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan
hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan
teknikpsikomotor, kemampuan melakukan observasi sistemis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan
kemampaun evaluasi (Eka, 2019).
Pasien post operasi fraktur femur, selama periode pasca operatif
proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kembali equilibrium
fisiologis pasien, menghilangkan rasa nyeri dan terjadinya komplikasi
(Wicaksono, 2016). Teknik relaksasi napas dalam sangat efektif dalam
menurunkan nyeri post operasi. Teknik relaksasi napas dalam dapat
mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam
sistem saraf otonom (Saputro, 2016).

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap standart atau
kriteria yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada
tahap evaluasi proses keperawatan yaitu terdapat jam melakukan tindakan,
data perkembangan pasien yang mengacu pada tujuan, keputusan pakah
tujuan tercapai atau tidak, serta ada tanda tanga atau paraf. Kegiatan yang
dilakukan meliputi menggunakan standart keperawatan yang tepat,
mengumpulkan dan mengorganisasi data, membandingkan data dengan
kriteria dan menyimpulkan hasil yang kemudian ditulis dalam daftar
masalah (Eka, 2019). Hasil evaluasi dapat dikatakan berhasil jika kriteria
hasil dari suatu intervensi keperawatan sudah tercapai, seperti menyatakan
nyeri mereda, menunjukkan sikap yang relaks, mampu berpartisipasi
dalam aktivitas, dan tidur serta istirahat dengan baik (Yasmara, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Eka, Putri Khoirunisa., 2019. Asuhan Keperawatan Post Op Fraktur Cruris Pada
Sdr. L Dan Tn. N Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di Ruang
Kenanga Rsud Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2019. Universitas Jember

Gusty, R.P., 2014. Pemberian Latuhan Rentang Gerak Terhadap Fleksibilitas


Sendi Anggota Gerak Bawah Pasien Fraktur Femur Terpasang Fiksasi
Interna Di RSUP Dr.M. Djamil Padang. Jurnal Keperawatan, 10, pp.176-
96

Helmi, Z.N., 2012. Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi. Jakarta:
Salemba Medika

Helmi, Z.N., 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal Ed.2. Jakarta : Salemba
Medika.

Hurst, M., 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Muttaqin, A., 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal : Aplikasi pada


Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
DifinisiDan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperwatan Indonesia


Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai