Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

OSTEOARTHRITIS
Diajukan dalam rangka memenuhi persyratan co-assisten
SMF Radiologi Dr. Sardjito Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh :
Abshari Ainisabila
10/304664/KU/14083

Pendidikan Profesi Kedokteran


SMF Radiologi RSUP dr. Sardjito
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2015
BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Osteoartritis (OA) adalah penyakit kronik sendi sinovial dimana terjadi perlembutan
dan disintergrasi kartilago di sendi diikuti dengan pertumbuhan kartilago dan tulang pada
tepi sendi, pembentukan kista, dan sklerosis di tulang subchondrial, sinovitis ringan dan
fibrosis capsular.
OA merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling umum dijumpai secara
global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24
juta jiwa di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2004).
Prevalensi dan beratnya OA juga terus meningkat secara dramatis mengikuti
pertambahan usia penderita. OA hampir tidak pernah ada di anak-anak. Pada umur < 55
tahun, distribusi OA antara wanita dan laki-laki relatif sama. Penderita yang lebih tua, lakilaki paling sering menderita OA di pinggul sedangkan OA di sendi interphalangeal, jempol
distal, lutut paling sering terjadi di wanita. OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu aktivitas.
Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus hingga dapat menggaggu
mobilitas penderita. Diperkirakan juga bahwa satu sampai dua juta lanjut usia di Indonesia
menjadi cacat karena OA. Sehingga OA memiliki dampak sosio-ekonomik yang besar baik di
negara maju maupun negara berkembang. Pada abad yang akan datang, tantangan terhadap
OA akan semakin besar karena penanganan terhadap penyakit semakin baik sehingga
populasi yang berumur tua akan semakin meningkat (Soeroso, 2006).
Berdasarkan data di atas, menjadi suatu keharusan bagi para calon dokter umum yang
nantinya juga akan terjun ke masyarakat untuk memahami dan mengenali gejala awal,
pemeriksanaan fisik,

gambaran radiologis dari OA sehingga dapat melakukan tindakan

sesegera mungkin untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.


I.2. Tujuan
Tujuan penyusunana makalah ini adalah untuk memperoleh pengetahuan mengenai
definisi, klasifikasi, gejala dan tanda, gambaran radiologis, penatalaksanaan, dan perbedaan
dengan penyakit sendi lain (reumatoid arthritis dan gout artritis).

I.3 Manfaat
2

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan ilmu dan kepustakaan
mengenai gambaran radiologis dari invaginasi.

BAB II
3

PEMBAHASAN
II.1 Definisi Osteoarthritis
Osteoartitis (OA) merupakan suatu

penyakit degeneratif yang berkaitan dengan

kerusakan biokimia kartilago sendi di sendi sinovial. Hal ini ditandai dengan kerusakan
tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari tulang di
dekat persendian tersebut, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula
sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otototot yang menghubungkan sendi.
Osteoarthritis adalah suatu kelainan pada kartilago yang ditandai dengan perubahan
klinis, histologi, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada komponen sistemik.
(Parjoto, 2000).
II.2 Insidensi
Osteoarthritis penyakit sendi yang sering terjadi pada manusia. Diketahui bahwa OA
diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia. Di Amerika OA diderita lebih dari 20 juta orang
yang dilihat dari gejala dan atau gambaran radiologi. Di kawasan Asia Tenggara penderita
OA mencapai 24 juta jiwa (WHO, 2004). Prevalensi OA juga terus meningkat secara dramatis
mengikuti pertambahan usia penderita. Berdasarkan temuan radiologis, didapati bahwa 8090% dari pasien yang berumur lebih dari 65 tahun menderita OA. Gejala biasanya baru
muncul setelah umur 50 tahun. Hal ini nampaknya berhubungan dengan perubahan kolagen
dan proteoglikan berakibat pada berkurangnya kekuatan elastisitas pada kartilago sendi dan
berkurangnya nutrisi pada kartilago.
OA hampir tidak pernah ada di anak-anak. Individu >55 tahun memiliki prevalensi OA
lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Laki-laki paling sering menderita OA di
pinggul sedangkan OA di sendi interphalangeal (DIP joint), jempol distal, lutut paling sering
terjadi di wanita. OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu aktivitas. Pada derajat yang lebih
berat nyeri dapat dirasakan terus menerus hingga dapat menggaggu mobilitas penderita. 80%
penderita OA memiliki keterbatasan gerak dan 25% lainnya tidak bisa melakukan kegiatan
sehari-hari.
Prevalensi OA lebih sering pada Amerika native. OA pada panggul lebih jarang terjadi
pada orang Chin, akantetapi gejala OA lutut sangat sering di China. Pada orang >65tahun, OA
lebih sering pada orang berkulit putih dibanding orang berkulit hitam. OA lutut lebih sering
pada orang berkulit hitam.

II.3 Etiologi dan Klasifikasi


Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti
(tidak diketahui) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal pada sendi. OA sekunder merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan
sistem endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi
yang terlalu lama. Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari
dibandingkan dengan OA sekunder (Soeroso, 2006).

IDIOPATIK

SEKUNDER

A. OA Terlokalisasi

A. Trauma

1. Tangan
Heberdens and Bouchards nodes (nodal)
Erosi interphalangeal arthritis (nonnodal)
Sendi pertama carpometacarpal joint
2. Kaki
Hallux valgus
Hallux rigidus
Contracted toes (hammer/cock-up toes)
Talonavicular
3. Lutut:
a. Kompartemen medial
b.Kompartemen lateral
c.Kompartemen patellofemoral
4. Pinggul:
a. Eccentric (superior)
b. Concentric (axial, medial)
c. Diffuse (coxae senilis)
5. Spina:
a. Sendi Apophyseal
b. Sendi Intervertebral (diskus)
c. Spondylosis (osteophytes)
d. Ligamentous (hyperostosis, Forestiers
disease,
diffuse idiopathic skeletal hyperstosis)
6. Other single sites, e.g., glenohumoral,
acromioclavicular,
tibiotalar, sacroiliac, temporomandibular

1. Akut
2. Kronik (pekerjaan, olahraga)
B. Kongenital atau pertumbuhan
1. Penyakit lokalosasi: Legg-Calve-Perthes,
dislokasi
pinggul kongenital, slipped epiphysis
2. Faktor mekanis: ekstremitas bawah tidak sama
panjang,
valgus/varus deformity, sindrom hipermobilitas
3. Displasia tulang: displasia epifisis,
spondyloepiphyseal
dysplasia, osteonychondystrophy
C. Metabolik
1. Ochronosis (alkaptonuria)
2. Hemochromatosis
3. Wilsons disease
4. Gauchers disease
D. Endokrin
1. Akromegali
2. Hiperparathyroidism
3. Diabetes mellitus
4. Obesitas
5. Hipothyroidism
E. Penyakit penumpukan kalsium
1. Penumpukan kalsium piroposfat dihidrat
2. Apatite arthropathy
F. Penyakit tulang dan sendi lain
1. Lokalisasi: frakture, avascular necrosis, infeksi,
gout
2. Diffuse: rheumatoid (inflammatory) arthritis,
Pagets
disease, osteopetrosis, osteochondritis
G. Neuropati (Charcot joints)
H. Endemik
1. Kashin-Beck
2. Mseleni
I. Miscellaneous
1. Frostbite
2. Caissons disease
3. Hemoglobinopathies

B. Generalisasi
Meliputi lebih dari 1 area diatas (Kellgren-Moore)

II.4 Faktor Risiko Osteoarthritis


5

Hal-hal yang dapat menjadi faktor risiko timbulnya OA antara lain :

Usia. Semakin lanjut usia seseorang, pada umumnya semakin besar faktor resiko

terjadinya osteoarthritis.
Trauma, yaitu patah tulang yang mengenai permukaan sendi.
Pekerjaan yang menimbulkan beban berulang pada sendi.
Obesitas (kegemukan), yang menyebabkan peningkatan beban pada sendi, terutama

sendi lutut.
Riwayat OA pada keluarga.
Densitas (kepadatan) tulang yang rendah

II.5 Patofisiologi Osteoarthritis


Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat
dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas
diketahui (Soeroso, 2006). Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme
perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya
menimbulkan cedera (Felson, 2006).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula dan
ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan ligamenligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion) sendi (Felson,
2006).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi
sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut
dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas.
Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi
(Felson, 2006).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekano reseptor
yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya
memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titiktitik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2006).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi.
Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang
cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut
meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi
tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan
6

sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi
untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2006).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi
sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak.
Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang
diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago
sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2006).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan
Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul molekul aggrekan di
antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan
asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2006).
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruha elemen yang
terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin
{ Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik
yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan
membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga
keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2006).
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe
dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit.
Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian
permukaan (superficial) dari kartilago (Felson, 2006).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF
menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein
lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan
mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis
aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung
pada proses awal timbulnya OA (Felson, 2006).
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang
lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi Namun, pada fase
awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif (Felson,
2006).
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrekan
dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada
7

kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur (Felson,
2006). Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2006).
II.6 Diagnosis
Menentukan diagnosis OA didapatkan dari keluhan klinis dan juga gambaran
radiologi.
II.6.1 Tanda dan Gejala Klinis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakannya
telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan atau bersifat progresif. Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang
dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan
meski OA masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan
semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur,
hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah
gerakan saja). Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum
tulang (Felson, 2006).
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh,
inervasi neurovaskular menembus bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke
osteofit yang sedang berkembang. Hal ini menimbulkan nyeri (Felson, 2006). Nyeri dapat
timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di
lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band (Felson, 2006).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertambahan rasa nyeri, bahkan pada stadium/grade 4 bisa menyebabkan pergerakan
minimal.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak melakukan
banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan
setelah bangun tidur di pagi hari <30 menit.
8

d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemertak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum
dijumpai pada pasien OA genu. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu
yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan
perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.
e. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya
tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi
berubah.
f. Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis.
Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih
jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA Genu.
g. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang
besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu
berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA Genu.
II.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, sendi yg terkena osteoartritis akan terasa nyeri tekan yg
terlokalisasi dan pembengkakan dari tulang atau jaringan lunak. Jika di gerakkan maka akan
terdengar bunyi krepitasi. Akan terasa hangat pada sendi. Atrofi otot periarticular dikarenakan
otot-otot yang tidak digunakan atau penghambatan reflek kontraksi otot. Pada OA tahap
lanjut, maka akan terlihat deformitas dan hipertrofi tulang, subluksasi, dan hilangnya
pergerakan sendi.

OA pada tangan paling sering terjadi di


sendi distal interphalang (DIP) dan sendi
distal jempol. Nodus heberden ialah
osteofit yang teraba pada sendi
DIP. Lebih sering pada wanita
dibanding pria.

II.6.3 Pemeriksaan Penunjang


II.6.3.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak digunakan sebagai penentu diagnosis OA akan tetapi
bisa membantu dalam menentukan penyebab dari OA sekunder. Pada OA primer, laju endap
darah, kimia darah, hitung darah, dan urinanalisis akan normal karena tidak terjadi secara
sistemik. Pada pemeriksaan cairan sinovial (arthrocentesis), akan di dapatkan peningkatan
sedikit lekosit dengan dominansi sel mononuklear (<2000/uL).
II.6.3.2 Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis untuk menentukan diagnosis OA cukup dengan foto polos
karena lebih cost-effective dibanding modalitas lain. Selain itu juga lebih mudah dibaca dan
prosesnya cepat.
Selain foto polos dapat juga dilakukan CT, MRI untuk masalah tertentu seperti deteksi
awal fraktur osteocartilaginous, edema tulang, atau nekrosis avaskular. Selain itu bisa juga
digunakan untuk menentukan tingkat keparahan dalam percobaan klinis. Pada pemeriksaan
MRI yang bisa dilihat ialah penyempitan sendi, perubahan tulang subchondral, dan osteofita.
Keuntungan dari MRI ini ialah bisa langsung memvisualisasi sendi kartilago dan jaringan
sendi (meniscus, tendon, otot, atau efusi). CT scan jarang sekali digunakan untuk diagnosis
OA primer. CT scan dapat digunakan untuk mendiagnosa sendi patellofemoral atau sendi kaki
dan pergelangan kaki.
Bone scanning membantu dalam diagnosis OA di tangan. Bone scan dapat membantu
membedakan dari osteomyelitis dan metastase tulang.
II.7 Gambaran Radiologis
Kriteria diagnosis dari OA lutut berdasarkan American College of Rheumatology
yaitu adanya nyeri pada lutut dan pada foto rontgen ditemukan adanya gambaran osteofit

10

serta sekurang kurangnya satu dari usia > 50 tahun, kaku sendi pada pagi hari < 30 menit dan
adanya krepitasi.
Diagnosis OA selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan pada hasil radiologi.
Namun pada awal penyakit , radiografi sendi seringkali masih normal. Gambaran
radiologis

sendi

yang

merupakan

tanda

kardinal OA adalah :
Penyempitan celah sendi yang sering kali
asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban, seringnya pada Genu)
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang
subkondral
Kista tulang subchondral
Osteofit pada pinggir sendi (marginal)
Perubahan struktur anatomi sendi.

Grading Osterarthritis
Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis Osteoartritis di klafikasikan
menjasi:
1. Grade 1

: Gambaran celah sendi seringnya normal dan jarang ada penyempitan,

2. Grade 2

terdapat osteofit minim (lipping).


: Minimal/mild, osteofit tervisualisasi dengan jelas dan permukaan sendi

3.

menyempit asimetris.
: Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa tempat/tepi tulang,

Grade 3

permukaan sendi menyempit, tampak sklerosis subkondral, dan mungkin


4.

Grade 4

akan terlihat adanya deformitas pada kontur tulang.


: Severe, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi menyempit (marked
narrowing), sklerosis subkondral berat, dan kerusakan permukaan sendi.

11

Gambar 1: Grading Osteoarthritis Kellgren dan Lawrence


II.8 Penatalaksanaan Osteoartritis
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang
diderita ( Soeroso, 2006 ). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat mengetahui
serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak
bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai ( Soeroso, 2006 ).
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan
untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk
melindungi sendi yang sakit. ( Soeroso, 2006 ).
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena itu,
berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan
penurunan berat badan apabila berat badan berlebih ( Soeroso, 2006 ).

12

Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari
ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan
Asetaminofen.
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan
Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena
risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi
obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi
dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan
menggunakan inhibitor COX-2 ( Felson, 2006 ).
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau merangsang
perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat obatan yang termasuk dalam kelompok obat
ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan
sebagainya ( Felson, 2006 ).
Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit
dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu
aktivitas sehari hari.

13

II.9 Perbedaan antara OA, RA dan GA

Perbedaan :
Lokasi
1. OA : sendi-sendi besar (yang menanggung beban/berat badan kita), contohnya lutut,
tulang belakang, panggul.
2. RA : biasanya sendi-sendi kecil (dan biasanya 1 sendi), contohnya sendi jari
tangan/kaki, pergelangan tangan/kaki, siku, lutut.
3. GA : sendi yang terserang pada GA biasanya tidak spesifik, namun biasanya pada
sendi kaki, dan apabila keluhan terletak pada sendi pangkal ibu jari kaki biasanya
meningkatkan kemungkinan terjadinya GA.
Gejala (paling penting mengetahui kapan biasanya nyeri terjadi) :
1. OA : waktu nyeri biasanya saat dipakai berjalan/aktivitas lain, bisa pagi, siang, atau
malam hari. Biasanya nyeri akan membaik bila diistirahatkan.
2. RA : biasanya nyeri sendi terjadi pada pagi hari. Nyeri berlangsung lebih dari 1 jam
dan berangsur-angsur sembuh. Ada gejala tambahan yang biasanya meningkatkan
kecurigaan RA, yaitu bila adanya kaku sendi, disamping nyeri sendi itu sendiri, serta
adanya tonjolan-tonjolan. Pasien juga dapat mengalami gejala sistemik seperti
demam, lemah, atau nafsu makan yang menurun. Bila didiamkan atau berlangsung
secara kronis maka dapat terjadi suatu deformitas atau perubahan bentuk pada tangan
atau jari.
3. GA : biasanya nyeri sendi terjadi malam hari atau menjelang pagi hari. Nyeri pada GA
bersifat sangat nyeri dan semakin nyeri dengan sedikit saja pergerakan. Nyeri
14

mencapai puncaknya dalam 24 jam,


dan hilang spontan dalam waktu 14
hari.
Beberapa

contoh

gambaran

radiologis

Osteoarthritis
1. Pasien Ny.RN, wanita, 60 tahun.

Uraian Hasil Pemeriksaan:


Foto Genu dekstra et sinistra, AP dan lateral
view, kondisi cukup, hasil:
-

Tak tampak soft tissue swelling

Trabekulasi tulang baik

Tak tampak diskontinuitas

Fascies articularis licin

Tak tampak osteofit di condilus lateralis os tibia

dekstra
- Eminentia intercondilaris meruncing
- Joint space menyempit
Kesan : OA Genu Bilateral terutama dekstra.

2. Pasien Ny. F, wanita, 73 tahun

15

Foto Genu AP dan lateral sinistra, kondisi cukup, hasil:


- Tak tampak soft tissue swelling
- Trabekulasi tulang baik
- Tak tampak diskontinuitas
- Fascies articularis irreguler
- Tampak kalsifikasi pada soft tissue
- Joint space menyempit
- Pada os patella sinistra tampak fascies articularis irreguler dan joint space menyempit.
Kesan : OA Genu Sinistra

BAB III
KESIMPULAN
III.1 Kesimpulan

16

Osteoartitis (OA) merupakan suatu

penyakit degeneratif yang berkaitan dengan

kerusakan biokimia kartilago sendi di sendi sinovial. Hal ini ditandai dengan kerusakan
tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari tulang di
dekat persendian tersebut, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula
sendi, timbulnya peradangan, dan

melemahnya otototot yang menghubungkan send.

Resikonya meningkat seiring dengan pertambahan usia. OA primer terjadi lebih sering
daripada OA sekunder, dan penyebab tersering dari OA ini adalah idiopatik.
Mekanisme yang diduga sebagai penyebab dari OA ini dikenal dengan istilah wear
and tear mechanism dimana OA terjadi akibat adanya penggunaan sendi tersebut selama
bertahun-tahun menyebabkan kerusakan di sana, Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan
mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada
akhirnya menimbulkan cedera. Derajat keparahan OA dapat ditentukan dengan melihat
gambaran radiologis dan menggunakan Kellgren and Lawrence Grading.
Penanganan Osteoarthritis dapat dilakukan dengan 3 cara yakni secara nonfarmakologis yang meliputi edukasi, rehabilitasi, dan penurunan berat badan. Selain itu bisa
juga dengan cara memberikan terapi medika mentosa, dimana yang sering digunakan adalah
analgesik, dan agen kondroprotektor. Sedangkan cara yang terakhir adalah dengan dilakukan
pembedahan dan pengkoreksian apabila sudah terjadi suatu deformitas.

DAFTAR PUSTAKA
Felson, D. T. 2006. Osteoarthritis of the knee. New England Journal of Medicine, 354(8),
841-848.
Joewono, Soeroso, Harry Isbagio, Handono Kalim, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu
Dalam Bab Osteoartritis. FK-UI:Jakarta.

Penyakit

Kellgren JH, Lawrence JS. Radiological Assessment of Osteoarthrosis. Ann Rheum Dis 1957;
16:494-501

17

Lane, N. E. 2007. Osteoarthritis of the hip. New England Journal of Medicine,357(14), 14131421.
Longo, D., Fauci, A., Kasper, D., Hauser, S., Jameson, J., & Loscalzo, J. 2012. Harrison's
Principles of Internal Medicine 18Ed. McGraw Hill Professional:US
Parjoto, S. 2000. Assesment Fisioterapi Pada Osteoartritis Sendi Lutut, TITAFI
XV:Semarang.
Solomon, L., Warwick, D., & Nayagam, S. (Eds.). 2010. Apley's system of orthopaedics and
fractures. CRC Press: US

18

Anda mungkin juga menyukai