Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS


(CTEV)

Disusun oleh :
Dessy Nurlita
Intan Damaya Antika
Tarrini Inastyrikusuma

Perceptor :

dr. E Marudut S, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD Dr H ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan
merupakan suatu seleksi alamu terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya
akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi
kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan
diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi
pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu
misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.

Sejumlah deformitas kaki yang ditemukan pada saat lahir dikelompokkan dalam
istilah umum yaitu clubfoot. Terdapat varietas yang berbeda sesuai dengan arah
deformitas kaki. Kebanyakan diantaranya bersifat ringan, sedangkan beberapa
cacat bawaan lain pada akhirnya akan menyebabkan cacat melumpuhkan kaki
parah jika tidak diobati. Clubfoot yang ditangani dengan baik dapat meringankan,
terutama mencegah terjadinya kelumpuhan. baik terjadi dengan cara yang
terisolasi atau sekunder untuk membatalkan penyakit. Adapun macam-macam
clubfoot antara lain talipes varus dengan gambaran berupa inversi; talipes valgus
tampak eversi; talipes equinus, plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah
daripada tumit; talipes calcaneus, dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi
daripada tumit. Diantara kelainaan clubfoot, yang paling sering ditemukan adalah
talipes varus.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari referat ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi, prevalensi, etiologi dan klasifikasi CTEV

2. Untuk mengetahui gambaran klinis dan diagnosis CTEV

3. Untuk mengetahui tatalaksana dan prognosis CTEV

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau biasa disebut dengan clubfoot adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan kelainan deformitas
kongenital pada ekstremitas bawah yang sering dijumpai. Talipes berasal dari kata
talus yang berarti ankle (mata kaki) dan pes yang berarti adanya kelainan pada
kaki sehingga mengakibatkan penderita berjalan menggunakan mata kakinya,
sedangkan equino berarti seperti kuda, varus adalah bengkok kedalam. Sehingga
pasien CTEV digambarkan memiliki keadaan yang meliputi kaki depan tertarik
kedalam (adduction) sehingga telapak kaki menghadap ke atas (supination), tumit
kedalam (inversion), pergelangan kaki atau ankle dalam keadaan bengkok ke
dalam (plantar flexion).

2.2 Prevalensi

Insiden congenital talipes equinovarus yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran di


Amerika Serikat. Rasio lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki dibandingkan
perempuan (2:1). Bersifat bilateral atau mengenai kedua kaki pada 30-50% kasus.
Pada orang tua yang sebelumnya melahirkan anak dengan keadaan CTEV,
memiliki kemungkinan 10% lebih besar untuk memiliki anak dengan CTEV pada
kelahiran selanjutnya. Jika salah satu orangtua mempunyai kelainan ini, maka
terdapat kemungkinan 3-4% anak mereka mengalami kelainan ini dan jika kedua
orang tua mempunyai kelainan ini, maka terdapat 15% kemungkinan anak mereka
mengalami kelainan ini. Dari studi terhadap 346 bayi dengan CTEV dan 3029
kelahiran kontrol, didapatkan hubungan CTEV dengan kehamilan ibu yang
merokok.
2.3 Etiologi

Etiologi CTEV masih belum diketahui secara pasti atau idiopatik. Banyak teori
telah diajukan sebagai penyebab deformitas ini, antara lain:
1. Faktor mekanik intra uteri
Hoffa (1902) mengajukan hipotesis yang mengatakan bahwa keterbatasan
gerakan kaki fetus karena retriksi uterus menyebabkan CTEV. Ia
berpendapat bahwa CTEV timbul karena oligohidramnion, pengurangan
volume cairan aminon mempermudah terjadinya penekanan dari luar serta
menyebabkan terjadinya retriksi uterus sehingga kaki janin mengalami
keterbatasan dalam bergerak.
2. Defek Neruomuskular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek
neuromuskular, tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya
kelainan histologis dan elektromiografik.
3. Defek sel plasma primer
Primary germ plasma defect Irani dan Sherman telah melakukan diseksi
pada 11 kaki equinovarus dan 14
kaki normal, mereka menemukan neck talus selalu pendek dengan rotasi
ke medial dan plantar. Mereka berpendapat hal ini karena adanya defek
pada primary germ plasma.
4. Herediter
Pada janin perkembangan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase fibula
(6,5-7 minggu kehamilan) dan fase tibia (8-9 minggu kehamilan). Ketika
terjadi gangguan perkembangan saat kedua fase tersebut, maka
kemungkinan terjadinya CTEV akan meningkat

5
2.4 Klasifikasi

Klasifikasi CTEV dibagi berdasarkan jenisnya, antara lain:


1) Tipe kaku
Disebut sebagai tipe intrinsik atau tipe resisten, pada CTEV tipe ini keadaan
pasien tidak dapat dikoreksi dengan manipulasi. Tumit kecil, equinus, dan
inversi. Kulit dorsolateral pergelangan kaki tipis dan teregang, sedangkan
kulit medial terlipat.
2) Type fleksibel
Tipe ini disebut dengan tipe ekstrinsik atau tipe easy, pada tipe ini keadaan
pasien dapat dimanipulasii. Tumit normal dan terdapat lipatan kulit pada
bagian dorsolateral pergelangan kaki.

Dimeglio pada tahun 1991 membagi CTEV menjadi empat kategori berdasarkan
pergerakan sendi dan kemampuan untuk mereduksi deformitas (Nordin et al,
2002):
1. Soft foot; dapat disebut juga sebagai postural foot dan dikoreksi dengan
standard casting atau fisioterapi.
2. Soft > Stiff foot; terdapat pada 33% kasus. Biasanya lebih dari 50% kasus
dapat dikoreksi, namun bila lebih dari 7 atau 8 tidak didapatkan koreksi maka
tindakan operatif harus dilakukan.
3. Stiff > Soft foot; terdapat pada 61% kasus. Kurang dari 50% kasus terkoreksi
dan setelah casting dan fisioterapi, kategori ini akan dilakukan tindakan
operatif
4. Stiff foot
merupakan kategori paling parah, sering kali bilateral dan
memerlukan tindakan koreksi secara operatif

6
7
2.5 Gambaran klinis

Gambaran klinisnya dapat dibagi menjadi dua terdiri dari:


Tipe rigid (intrinsic) (resistent)
Tidak dapat dikoreksi dengan manipulasi. Tumit kecil, equinus, dan
inversi. Kulit dorsolateral pergelangan kaki tipis dan teregang, sedangkan
kulit medial terlipat.
Tipe fleksibel (extrinsic) (easy)
Dapat dimanipulasi. Tumit normal dan terdapat lipatan kulit pada bagian
dorsolateral pergelangan kaki.

Tanda lain :
1. Betis seperti tangkai pipa (pipe stem colf)
2. Tendo archiles pendek
3. Bagian distal fibula menonjol
4. Kaki lebar dan pendek
5. Metatarsal I pendek

8
Perubahan patologis yang terjadi:
1. Midfoot cavus (tight intrinsic, FHL, FDL)

2. Forefoor adductus (tight tibialis posterior)

9
3. Hindfoot varus (tight tendoachilles, tibialis posterior)

4. Hindfoot equines (tight tendoachiles)

10
2.6 Diagnosis

Hind Foot
Equinus Varus

Fore foot
Adduction, supination, cavus

11
Pemeriksaan penunjang
Radiologi
Hal yang dinilai pada radiografi:
Sudut tibiocalcaneal pada dorsofleksi makksimal untuk menukur
equines. Normal range adalah sudut harus >100 dari sudut
normalnya
Sudut talocalcaneal lateral untuk mengukur varus. Parallelisme
adalah tanda dari varus tumit
Alignment lateral calcaneocuboid yang menyediakan pemeriksaan
untuk mengetahui keparahan adduksi kaki tengah dan vars
Posisi navikular, yaitu displacement dorsal dari navikular
merupakan tanda kesalahan alignment dari sendi midtarsal

Radiograpfi AP
Normal CTEV

Sudut AP Talocalcaneal 20-50 derajat Kurang dari 20 derajat

Sudut Tarsal-MT 1 Sampai 30 derajat Angulais varus


valgus

Cuboid os center wrt Medial displacement


calcaneal axis

12
Kaki normal 20-50 derajat CTEV < 20 derajat

Talusfirst metatarsal angle


Anteroposterior view: 5-15 derajat

13
Lateral view
Normal CTEV

Sudut AP Talocalcaneal 20-50 derajat Kurang dari 25 derajat

Sudut Tarsal-MT 1 Hiperfleksi

Kaki Normal CTEV < 25 derajat


25-50 derajat

Tibiocalcaneal angle
Stress lateral view: 60-90 derajat

14
2.7 Tatalaksana
Tata laksana CTEV sebaiknya dimulai pada beberapa hari awal kehidupan sang
bayi. Tujuannya adalah mendapatkan kaki yang estetik, fungsional, bebas nyeri
dan plantigrade. Prinsip terapi meliputi koreksi pasif yang gentle,
mempertahankan koreksi untul periode waktu yang lama, dan pengawasan anak
hingga usai masa pertumbuhan. Pengawasan diperlukan karena walaupun telah
terkoreksi, 50% kasus akan terjadi rekurensi dan adanya kontraktur soft tissue
dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan sendi. Tata laksana non-operatif lebih
disukai di berbagai belahan dunia karena extensive surgery memiliki hasil yang
buruk dalam jangka panjang.

Konservatif
Dilakukan manipulasi terhadap bagian kaki yang adduksi, equinus, varus
dan mempertahankannya dengan menggunakan gips. Dilakukan
peregangan pada jaringan yang mengerut secara bertahap tanpa kekerasan,
dipertahankan 10 hitungan. Dilakukan berulang selama 10-15 menit. Hasil
akhirnya dipertahankan dengan gips. Pada saat pemasangan gips,
perhatikan sirkulasi darah. Koreksi dapat diulang 1 minggu kemudian.
Bila konservatif berhasil, pengobatan dapat dilakukan dengan Denis
Brown Splint dan dikontrol sampai anak dewasa. Bila 3 bulan konservatif
gagal, maka lakukan operatif.
Operatif
Indikasi :
1. Gagal terapi konservatif
2. Kambuh setelah konservatif berhasil
3. Anak sudah besar dan belum mendapat pengobatan

Operatif dapat dilakukan pada:


1. Jaringan lunak (hanya untuk usia < 5 tahun)
2. Terhadap tulang

15
Metode Ponseti
Metode ini diperkenalkan oleh Ignacio Ponseti pada akhir tahun 1940an sebagai
jawaban atas terapi operatif yang sedang popular namun masih menimbulkan
nyeri dan deformitas residu. Komponen dari metode ini meliputi serial manipulasi
yang gentle dan casting setiap minggunya, diikuti Achilles tenotomy. Terkadang
digunakan juga foot abduction brace untuk mencegah dan mengatasi relaps.
Ponseti memberikan sebuah akronim CAVE sebagai panduan untuk tahapan
koreksi CTEV. Pada metode ini terjadi relaksasi kolagen dan atraumatik
remodeling pada permukaan sendi dan menghindari fibrosis, seperti yang terjadi
bila dilakukan operasi release. Dibutuhkan komitmen dan kerjasama yang baik
dengan orang tua pasien, dikarenakan metode ini setidaknya butuh waktu selama
4 tahun. Terapi dapat dimulai dalam beberapa hari setelah kelahiran. Batas akhir
usia belum ditentukan dikarenakan adanya keberhasilan metode ini saat
diterapkan pada anak usia lebih dari 1 tahun. Tercatat sekitar 95% kasus yang
ditangani dengan metode ini tidak memerlukan posterior medial dan laterat
release. Terkadang diperlukan sedasi pada anak-anak usia lebih dari 15 bulan
karena nyeri yang ditimbulkan saat manipulasi. Dalam setiap sesi manipulasi,
disarankan bersamaan dengan waktu memberi makan anak. Hal ini bertujuan agar
sang anak lebih relaks sehingga lebih mudah saat pemasangan cast. Serial casting
dapat menggunakan bahan plaster atau fiberglass dan tidak ditemukan perbedaan
hasil diantara kedua bahan tersebut. Cast terpasang dipasang dari jari kaki hingga
1/3 atas paha dengan lutut fleksi 90o dan akan diganti setiap 5-7 hari. Biasanya
diperlukan 5-6 kali penggantian cast untuk mendapatkan koreksi yang baik.
Walaupun biasanya metode Ponseti digunakan pada idiopathic clubfoot, pada
beberapa kasus dapat juga digunakan pada non-idiopathic clubfoot (yang disertai
dengan arthrogryposis, myelomeningocele, berbagai syndrome genetic, dan
kelainan neuromuskuler. Metode Ponseti juga digunakan pada complex clubfoot
dan kasus relaps meski telah menjalani extensive soft tissue release surgery.
Deformitas cavus dikoreksi terlebih dahulu dengan cara supinasi forefoot relatif
terhadap hindfoot melalui penekanan pada metatarsal I. Pada kebanyakan kasus,

16
deformitas cavus akan terkoreksi dengan satu kali pemasangan long leg cast.
Forefoot adduction, hindfoot varus, dan hindfoot equinus akan dikoreksi pada
pemasangan cast ke 2-4. Koreksi aduksi forefoot dan hindfoot varus dilakukan
secara simultan dengan supinasi pedis dan counterpressure pada head of talus.
Dengan teknik ini calcaneus, navicular dan cuboid akan displace secara gradual
ke lateral. Manuver penting ini mengoreksi mayoritas deformitas dari clubfoot
dan harus dilakukan pada setiap sesi dengan memperhatikan tiga hal:
Abduksi forefoot harus dilakukan dengan dengan sedikit supinasi pedis,
sehingga koreksi pada deformitas cavus tetap terjaga dan colinearity dari
metatarsal tetap terjaga.
Jangan melakukan dorsofleksi premature terhadap tumit, hal ini bertujuan
agar calcaneus dapat terabduksi secara bebas dibawah talus dan eversi ke
posisi pedis netral, serta mencegah rocker bottom deformity.
Berikan counterpressure pada pada sisi lateral head of talus. Koreksi
hindfoot varus dan calcaneal inversion akan sulit bila counterpressure
diberikan pada sisi lateral pedis, bukan pada sisi lateral head of talus.
Secara umum diperlukan 3-4 minggu manipulasi dan casting untuk melonggarkan
sisi medial struktur ligamen pada tulang tarsal dan molding parsial dari
persendiannya.

17
Metode French

Selain metode Ponseti, terdapat satu metode populer lain sebagai alternative
menghindari tindakan operasi, yaitu French atau functional method. Metode ini
memerlukan manipulasi setiap harinya dan diikuti dengan pemakaian adhesive
tapping untuk menjaga posisi kaki yang telah dikoreksi dengan peregangan
(stretching). Pemakaian taping akan tetap memberikan beberapa pergerakan,
berbeda dengan Ponseti. Metode ini juga focus pada penguatan otot peroneus
sebagai cara untuk menjaga hasil koreksi. Terapi harian berlangsung selama dua
bulan, lalu menjadi 3 kali seminggu selama enam bulan. Saat kaki telah berhasil
terkoreksi, tetap dilakukan home exercise dan night splint hingga sang anak
mencapai usia berjalan, kira-kira usia 2-3 tahun. Tujuan dari terapi ini adalah
mereduksi talonavicular joint, stretch out dari medial tissue, dan secara berurutan
mengoreksi forefoot adduction, hindfoot varus, dan calcaneus equines.

Pada tahap pertama, os navicular di-release secara progresif dari malleolus medial
dan dari posisi medialnya pada head talus. Awalnya, relaksasi ini akan belum
sempurna karena talus masih pada posisi patologis, namun akan membaik seiring
waktu. Tahap kedua adalah mengoreksi forefoot adduction dengan stabilisasi dari
adduksi menyeluruh calcaneus-forefoot block. Manuver ini meregangkan semua
sendi (naviculocuneiform, cuneiform-metatarsal, dan MTP). Setelah semua sendi
teregang, forefoot adduction akan terus berkurang dengan melanjutkan
peregangan medial skin crease. Untuk menjaga pasif ROM yang baru, ekstensor
ibu jari dan peroneal harus dikuatkan. Untuk itu, terapis merangsang reflek
kutaneus dengan memijat halus bagian lateral pedis. Tahap ketiga adalah reduksi
progresif dari hindfoot varus. Diawali setelah talonavicular joint tereduksi dan
dapat dilakukan bersamaan dengan koreksi forefoot adduction. Calcaneus
bergerak secara gradual kearah posisi netral dan akhirnya menjadi valgus. Ankle
tereksternal rotasi bersamaan saat calcaneus diposisikan menjadi valgus. Lutut
dijaga tetap 90 derajat selama maneuver. Tahap akhir dari program ini adalah

18
mengoreksi equinus dari calcaneus, dimana sering sulit karena kontraktur dari
posterior sof tissue yang tidak mudah diregangkan dengan manipulasi. Calcaneus
dibawa secara progresif dari plantar fleksi ke dorsofleksi sementara lutut tetap
dalam fleksi. Lalu lutut diekstensikan dengan hati-hati. Manuver ini dilakukan
berulang-ulang. Lateral arch ditopang dengan baik untuk melindungi midfoot
teregang (midfoot break). Walaupun dikatakan menyebabkan inflamasi, fibrosis
dan kekakuan, metode ini memberikan keseimbangan otot dan suasana
biomekanik yang mengubah pola pertumbuhan strukutr osteokondral dari pedis.

19
Operatif
Tindakan operatif sebaiknya dihindari dan dibatasi hanya sebagai terapi
tambahan terapi konservatif. Indikasi tindakan operatif adalah pada kasus
resisten, kasus yang berkaitan dengan sindroma dan neurogenic, kasus
rekuren, dan adanya deformitas residu setelah tindakan extensive soft tissue
release. Operasi berulang sebaiknya dihindari karena haya akan
mengakibatkan kekakuan sendi, luka operasi, pengerasan jaringan dan
bahkan atrofi karena imobilisasi dalam waktu lama. Salah satu penyebab
operasi berulang biasanya adalah koreksi yang tidak adekuat, sehingga
memerlukan koreksi berikutnya.

Beberapa teknik operasi dan prosedur telah dikemukakan untuk


mengembalikan clubfoot kembali ke posisi anatomis, beberapa diantaranya
adalah:
1. Turco : One stage posteromedial release Koreksi terhadap calcaneus
dengan dilakukan subtalar release (lateral, posterior, medial) dan juga
calcaneofibular ligament.
2. Carrol : Plantar fascial release dan capsulotomy dari calcaneocuboid
joint
3. Goldner : Koreksi dari rotasi talus dan tibiotalar joint release
4. McKay dan Simons : Prosedurnya lebih ekstensif, mayoritas struktur
peritalar dibebaskan.

Komplikasi pasca operasi dapat ditemui bila tidak dilakukan pengawasan


yang baik, meliputi beberapa hal diantaranya:
1. Hilangnya koreksi
Penyebabnya adalah setelah minggu ke 4 pasca operasi, cast menjadi
terlalu longgar dan tidak diganti sehingga posisi kaki akan berubah. Bila
terjadi infeksi luka operasi, posisi kaki harus tetap dipertahankan saat
perawatan luka. Walaupun terjadi infeksi pada pin tract, sangat penting
untuk tetap dipertahankan mengingat risiko hilangnya koreksi dan

20
navicular dorsal subluxation bila pin dilepas secara premature. Perawatan
luka dan pemberian antibiotic dapat diberikan hingga waktu pelepasan
pin sesuai waktunya.
2. Navicular dorsal subluxation
Hal ini menyebabkan kaki cavovarus yang memendek. Dikatakan sering
terjadi setelah prosedur Turco dan Carrol, serta pelepasan pin yang
premature. Terjadi rotasi subluksasi, dimana bagian medial navicular
terputar ke superior. Operasi revisi dilakukan untuk mereduksi navicular
dan sebaiknya pada anak <6 tahun.
3. Valgus overcorrection
Gejalanya berupa nyeri pada bagian medial kaki dan memerlukan operasi
revisi untuk memperbaikinya.
4. Dorsal bunion
Pada clubfoot, hal ini terjadi karena overpull otot fleksor ibu jari pada
kaki yang lemah untuk plantar fleksi (kelemahan triceps). Dikoreksi
dengan kapsulotomi sendo MTP yang terfleksi, pemanjangan flexor
hallucis longus tendon, dan release atau transfer flexor hallucis brevis
untuk menjadi ekstensor.

2.8 Prognosis
Tergantung jenis kelainan (rigid atau fleksibel) dan tergantung usia saat
ditatalaksana. Semakin Fleksibel dan semakin muda ditatalaksana, maka
prognosis akan semakin baik.

21
BAB III

KESIMPULAN

Congenital talipes equinovarus atau CTEV merupakan salah satu deformitas pada
bayi yang paling sering ditemui, dengan insidensi 1-2:1000 per kelahiran. Sampai
saat ini masih belum dapat dipastikan apa yang menjadi penyebab terjadinya CTEV,
walaupun sudah banyak teori yang diajukan namun belum ada satu pun yang dapat
menjelaskan dengan sempurna. Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis, diamana
terdapat supinasi dan adduksi forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi
subtalar, equinus pada sendi ankle, dan deviasi pedis ke medial terhadap lutut. Tidak
diperlukan bantuan pemeriksaan radiologis sebagai penunjang karena tidak
memberikan informasi yang berarti. Biasanya CTEV muncul sebagai kelaianan
tersendiri, namun tidak jarang merupakan bagian dari suatu sindrom. Penatalaksanaan
CTEV meliputi dua aspek, yaitu non operatif dan operatif. Para ahli setuju bahwa
terapi non operatif haruslah menjadi pilihan utama terapi. Metode Ponseti dan French
method telah banyak digunakan di berbagai belahan dunia dan memiliki hasil akhir
yang memuaskan. Tindakan operatif diperlukan hanya bila terapi non operatif gagal,
hal ini dikarenakan komplikasi jangka panjang yang lebih buruk dibandingkan terapi
non operatif.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Clubfoot deformity [Internet]. 2005. Available from: www.dubaibone.com

Bacino CA, Height JT. 2014. Etiopathhogenesis of equinovarus foot malformations.


Eur J Med Genet. 2014 Aug;57(8):473-9.

Miedzybrodzka Z.2003. Congenital talipes equinovarus (clubfoot): a disorder of the


food but not the hand. J anat. 2003 Jan; 202(1): 3742.

Nordin S. Controversies in congenital clubfoot: literature review [Internet]. 2002.


Available from: www.mjm.com

Patel M. Clubfoot [Internet]. 2007. Available from: www.emedicine.com

Soule RE. Treatment of congenital talipes equinovarus in infancy and early childhood
[Internet]. 2008. Available from: www.jbjs.com

23

Anda mungkin juga menyukai