Anda di halaman 1dari 23

Referat

Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)

Fatimatuzzahara binti Haji Othman

NIM 11.2016.192

Pembimbing:

dr. Arsanto Triwidodo, Sp. OT, FICS (K-Spine), MHKes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

RSUD Koja

Periode 2 April 2018 – 10 Juni 2018


BAB I: PENDAHULUAN

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) merupakan kelainan bawaan pada kaki
yang sering dijumpai pada bayi dimana kaki berubah atau bengkok dari keadaan atau posisi
normal dengan deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai,
adduksi dari kaki depan, dan rotasi medial dari tibia. Penatalaksanaan fisioterapi pada CTEV
bertujuan untuk mengembalikan dan memelihara bentuk kaki secara normal, meningkatkan
kekuatan otot tungkai bawah dan meningkatkan aktivitas fungsional pada tungkai bawah.
CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan
deformitas umum dimana kaki berubah atau bengkok dari keadaan atau posisi normal.
Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal
dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Congenital talipes
equinovarus (CTEV) merupakan abnormalitas kongenital pada kaki yang paling sering
dijumpai. Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka
kejadian yang paling tinggi adalah tipe Talipes Equinovarus (TEV) dimana kaki posisinya
melengkung ke bawah dan ke dalam dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot
lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang
berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasikromosomal, artrogriposis (imobilitas
umum dari persendian), cerebral palsy atau spina bifida. Deformitas ini memerlukan terapi
dan penanganan sedini mungkin. Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan
bagian luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas.1,2
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

 DEFINISI

Clubfoot, juga dikenal sebagai Congenital Talipes Equinovarus, adalah kelainan bentuk
kaki yang kompleks dan kongenital, yang jika tidak ditangani dapat membatasi mobilitas
seseorang dengan membuatnya sulit dan menyakitkan untuk berjalan. Didefinisikan sebagai
kelainan bentuk yang ditandai dengan kaki kompleks dan malalignment yang melibatkan
struktur lunak dan tulang di hindfoot, midfoot dan forefoot. Deformitas mempengaruhi
struktur dan posisi kaki, menampilkan sebagai adductus dan cavus (pengalihan ke dalam)
dari midfoot dan varus hindfoot. Pada sendi subtalar, kaki tetap dalam equinus, atau posisi
penunjuk ke bawa. Kaki dengan clubfoot adalah lebih pendek, dan lingkar betisnya lebih
kecil berbanding kaki normal yang tidak terpengaruh. Pada presentasi, deformitas kaki
dengan clubfoot tidak dapat diperbaiki secara pasif dan muncul dengan berbagai tingkat
rigiditas clubfoot dapat terjadi pada satu atau kedua kaki dengan 50% kasus bersifat bilateral.
Ini mempengaruhi laki-laki lebih sering daripada perempuan. Ini adalah salah satu kelainan
kongenital serius yang paling umum untuk mempengaruhi kaki. Paling sering itu adalah
kelainan terisolasi, tetapi kadang-kadang dikaitkan dengan malformasi atau sindrom
kongenital lainnya.3

Talipes Equinovarus berasal dari berikut ini:

 "Tali" berarti Pergelangan Kaki


 “Pes” berarti Kaki
 "Equinus" berarti kaki menunjuk ke bawah (seperti kaki kuda)
 "Varus" berarti berdeviasi ke arah garis tengah

Kaki terdiri dari 26 tulang. Yang paling relevan untuk kelainan bawaan ini adalah Talus,
Calcaneus, dan Navicular. Kelainan dasar clubfoot dapat paling mudah dipahami jika dibagi
menjadi empat komponen, yaitu Cavus, Adductus, Varus, dan Equinus. Deformitas cavus dan
adductus terjadi di midfoot, sementara deformitas varus dan equinus terjadi di hindfoot.4

Cavus di midfoot adalah bagian pertama dari deformitas clubfoot. Lengkungan kaki lebih
tinggi dari normal akibat hasil dari metatarsal pertama yang plantarfleksi dan terkait dengan
calcaneum dan hindfoot. 4
Adductus adalah gerakan menuju garis tengah. Kaki depan beradduksi menuju garis
tengah. Ini adalah bagian kedua dari deformitas clubfoot. Gerakan navicular secara medial
dan mulai terlepas dari talus. Calcaneum juga berotasi medial di bawah talus sebagai bagian
dari deformitas adductus. 4

Varus berarti gerakan ke arah garis tengah. Varus dari hindfoot adalah bagian ketiga dari
deformitas clubfoot. Tumit dalam posisi varus dan berkait dengan tibia.

Equinus berarti peningkatan plantarfleksi kaki. Seluruh kaki menunjuk ke bawah dan
berhubungan dengan tibia. Equinus dari hindfoot adalah bagian keempat dari deformitas
clubfoot.

Deformitas terdiri dari equinus / plantarflexion pada pergelangan kaki dikombinasikan


dengan adduksi dan inversi pada sendi tarsal subtalar, midtarsal dan anterior. Clubfoot dapat
digambarkan sebagai "dislokasi kongenital dari Talo-Calcaneal-Navicular (TCN) Joint". Pada
clubfoot, navicular bergerak medial di talus sementara calcaneum berputar di bawah talus.

Kaki dalam posisi adduksi dan inversi oleh ligamen dan otot. Otot yang terkontraksi
adalah triceps surae, tibialis posterior, fleksor digitorum longus dan fleksor hallucis longus.
Lebih lanjut ada ketidakseimbangan antara otot inverter-plantarflexor dan otot everer-
dorsiflexor. Otot betis dan peroneal biasanya berkembang dengan buruk. Otot peroneal yang
lemah memungkinkan kaki untuk dibolak-balik. Ligamen dari aspek posterior dan medial
pergelangan kaki adalah tebal dan tegang. 4
Gambar 1.Clubfoot equinus Gambar 2. Clubfoot adductus

Gambar 3. Clubfoot cavus Gambar 4. Clubfoot varus


 ANATOMI

Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah tulang yang dapat
menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan mampu memindahkan tubuh pada
semua keadaan tempat berpijak. Ke-26 tulang itu terdiri dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7
tarsal. Kaki dapat dibagi menjadi 3 segmen fungsional:3,5

a. Hindfoot (segmen posterior)

Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai penyangganya. Terdiri
dari:

- Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi pergelangan kaki
- Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan tanah

b. Midfoot (segmen tengah)

Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:

- 3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral


- Cuboid
- Navikulare ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan dasar medial
dan apeks lateral. 3 cuneiforme dan bagian anterior cuboid serta naviculare dan bagian
belakang tulang cuboid membentuk suatu garis.

c. Forefoot (segmen anterior)

Bagian ini terdiri dari:

- 5 metatarsal: I, II, III, IV, V


- 14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan setiap jari lainnya 3
falang
Gambar 5. Anatomi kaki

Struktur Persendian dan Ligamen tulang-tulang tersebut diatas membentuk persendian-


persendian sebagai berikut:

a. Artikulatio talocrurali

Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus. Sendi ini distabilkan oleh
ligamen-ligamen:

- Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:


o Lig. Tibionavikularis, Lig. Calcaneotibialis, Lig. talotibialis anterior dan posterior
- Sisi Lateral:
o Lig. talofibularis anterior dan posterior, Lig. Calcaneofibularis
- Gerak sendi ini:
o Plantar fleksi, dorsofleksi, sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki

b. Artikulatio talotarsalis

Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi keduanya merupakan 1
kesatuan, yaitu:

- Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar. Ligamen yang memperkuat adalah:


Lig. Talocalcanearis anterior, posterior, medial dan lateral
- Bagian depan: artikulatio talocalcaneonaviculari. Ligamen yang memperkuat adalah: Lig.
Tibionavikularis, Lig. Calcaneonaviculare plantaris, Lig. bifurcatum: pars
calcaneonavicularis (medial) dan pars calcaneocuboid (lateral) berbentuk huruf V

Gerak sendi ini:

Inversi pergelangan kaki, eversi pergelangan kaki

c. Articulatio tarsotransversa

Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering menjadi tempat
amputasi kaki. Terdiri dari 2 sendi, yaitu:

- Articulatio talonavicularis
- Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:
o Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial
o Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal
o Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar
o Gerak sendi ini:
 Rotasi kaki sekeliling aksis, memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis

d. Artikulatio tarsometatarsal (Lisfranc)

Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi distal pada
oscuneiformis I-III. Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:

- Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I


- Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III
- Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid
- Ligamentum pengikatnya adalah:
o Lig. Tarsi plantaris, Lig. Tarsi dorsalis, Ligg. Basium os metatarsal dorsalis,
interosea dan plantaris

e. Articulatio metacarpofalangeal

- Ligamen pengikatnya adalah lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi
- Gerak sendi ini:
o Fleksi-ekstensi sendi metacarpal, abduksi-adduksi sendi metacarpal
f. Artculatio interfalangea

- Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis


- Gerak sendi ini:
o Fleksi-ekstensi interfalang, abduksi-adduksi interfalang

Gambar 6. Lateral kaki kanan

Gambar 7. Regio kaki


 EPIDEMIOLOGI

Clubfoot lebih sering terjadi pada pria dengan rasio 2,5-2,8:1= pria:wanita. Berbagai
insiden telah dicatat antara negara dan wilayah mulai dari 1-1,5 per 1.000 kelahiran hidup,
naik hingga 3 per 1.000 kelahiran hidup. Seringnya kasus bilateral dalam 50% kasus nmaun
sekiranya unilateral, yang lebih sering terkena adalah kaki kanan. Demikian pula, perbedaan
etnis dalam kejadian telah dilaporkan dengan insiden terendah (0,6%) di antara populasi cina,
sedangkan insiden tertinggi (6,8%) di Wilayah Polinesia. Insiden akumulatif adalah sekitar 1
per 1.000 kelahiran hidup di antara orang Kaukasia. Di seluruh dunia, 80% anak-anak yang
lahir dengan clubfoot berada di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Insidensi akan semakin meningkat (pada 25% kasus) bila ada riwayat keluarga yang
menderita CTEV. Kemungkinan munculnya CTEV bila ada riwayat keluarga yaitu sekitar
1:35 kasus, dan sekitar 1:3 (33%) bila anak terlahir kembar identik.3

 ETIOPATOGENESIS

Meskipun banyak teori telah diajukan sejauh ini, etiologi clubfoot tidak diketahui.
Komponen genetik tampaknya signifikan, seperti yang disarankan oleh variasi kejadian di
antara populasi yang berbeda: 1-2: 1.000 di Kaukasia dan lebih tinggi di Polinesia. Teori-
teori lain terkait dengan perkembangan abnormal jaringan ikat dan tulang atau anomali
neurologis atau vaskular. Ibu merokok dan amniosentesis awal hingga menyebabkan
gangguan vaskular meningkatkan risiko untuk clubfoot. Modifikasi patologis clubfoot
meliputi: perkembangan abnormal dan malposisi tulang kaki; kontraktur dan fibrosis jaringan
lunak (ligamen, tendon, otot); anomali vaskular; innervasi abnormal dari otot-otot peroneal.
Semua dari mereka dapat hadir dalam berbagai derajat pada pasien dengan clubfoot. 3,4

1. Faktor mekanik in utero

Teori mekanis, yang dijelaskan di masa lalu oleh Hippocrates, mengatakan bahwa deformitas
terjadi karena peningkatan tekanan intrauterin selama perkembangan, tetapi tidak diterima
lagi karena clubfoot tetap muncul pada 14 minggu kehamilan di kavitas uterus dengan cairan
ketuban yang mencukupi. Teori ini merupakan yang pertama dan tertua, diutarakan oleh
Hippocrates.3 Dia juga percaya bahwa kaki tertahan pada posisi equinovarus akibat adanya
kompresi dari luar uterus. Namun Parker pada 1824 dan Browne pada 1939 mengatakan
bahwa keadaan dimana berkurangnya cairan amnion, seperti oligohidramnion, mencegah
pergerakan janin dan rentan terhadap kompresi dari luar. Selain itu, amniocentesis dini juga
diperkirakan dapat memicu deformitas ini.

2. Defek neuromuskuler

Beberapa peneliti masih berpendapat bahwa equinovarus adalah akibat dari adanya defek
neuromuskuler, walaupun ada beberapa studi yang menemukan gambaran histologis normal.
Peneliti menemukan adanya jaringan fibrosis pada otot, fascia, ligament dan tendon sheath
pada clubfoot, hal ini diperkirakan mengakibatkan kelainan pada tulang. Adanya jaringan
fibrosis ini ditandai dengan terekspresinya TGF-beta dan PDGF pada pemeriksaan
histopatologis, keadaan ini juga berperan dalam kasus-kasus resisten.

3. Primary germ plasma defect

Irani dan Sherman telah melakukan diseksi pada 11 kaki equinovarus dan 14 kaki normal,
mereka menemukan neck talus selalu pendek dengan rotasi ke medial dan plantar. Mereka
berpendapat hal ini karena adanya defek pada primary germ plasma.

4. Arrested fetal development

i) Intrauterina

Heuter dan Von Volkman pada 1863 mengemukakan bahwa adanya gangguan perkembangan
dini pada usia awal embrio adalah penyebab clubfoot kongenital.

ii) Pengaruh lingkungan

Beberapa zat seperti agen teratogenik (rubella dan thalidomide) serta asap rokok memiliki
peran dalam terbentuknya CTEV, dimana terjadi temporary growth arrest pada janin.

5. Herediter

Pada janin perkembangan kaki terbagi menjadi dua fase, yaitu fase fibula (6,5 – 7 minggu
kehamilan) dan fase tibia (8-9 minggu kehamilan). Ketika terjadi gangguan perkembangan
saat kedua fase tersebut, maka kemungkinan terjadinya CTEV akan meningkat. Semua teori
di atas belum dapat menjelaskan secara pasti etiologi dari CTEV, namun kita dapat
menyimpulkan bahwa penyebab CTEV adalah multifactorial dan proses kelainan telah
dimulai sejak limb bud development.
 KLASIFIKASI 3,4
a) Positional Clubfoot

Positional clubfoot adalah kaki fleksibel pada posisi abnormal di utero untuk seberapa waktu.
Ketika anak lahir, karena posisi yang lama, mereka dapat hadir dengan satu atau kedua kaki
dalam posisi istirahat atipikal. Anak-anak dengan positional clubfoot biasanya menunjukkan
rentang pasif gerak kaki depan dan pergelangan kaki yang tidak terbatas. Saat lahir, terjadi
deformitas pada kaki namun penjajaran tulang tidak terpengaruh dan posisi kaki
kemungkinan dikoreksi melalui perawatan konservatif yang melibatkan program peregangan,
rentang gerak, dan bantalan berat. Dalam sejumlah kecil kasus pasca pengobatan konservatif,
kaki membutuhkan 1 atau 2 gips untuk memastikan bahwa kaki dipertahankan dalam posisi
yang dikoreksi meskipun dalam sebagian besar kasus kaki-kaki ini biasanya mengoreksi
dengan baik dan tidak menyebabkan gangguan yang bertahan lama dan signifikan.

b) Idiopathic Clubfoot

Paling umum, clubfoot diklasifikasikan sebagai "Idiopathic Clubfoot" yang berarti tidak ada
penyebab yang diketahui untuk kelainan tersebut. Pada idiopathic clubfoot, bisa juga ada
pengaruh herediter yang pasti, bahwa jika seseorang memiliki saudara, orang tua, atau
saudara kandung yang memiliki kaki pengkor, maka mereka lebih mungkin memiliki kaki
pengkor atau memiliki anak dengannya (kemungkinan 3-10%). Dalam kelompok idiopathic
clubfoot ada spektrum luas gangguan tergantung pada keparahan, serta apakah kaki pengkor
telah tidak diobati, sebagian dirawat, diperlakukan dengan buruk, atau berhasil diobati. Ini
diuraikan oleh Arica Clubfoot Training sebagai berikut:

i. Clubfoot yang tidak diobati - semua clubfoot sejak lahir hingga usia 2 tahun yang
memiliki sangat sedikit atau tidak ada perawatan dapat dianggap sebagai clubfoot yang
tidak diobati.
ii. Treated Clubfoot - clubfoot yang tidak diobati yang telah diperbaiki dengan pengobatan
Ponseti disebut "Treated Clubfoot". Treated Clubfoot yang diobati biasanya diberi waktu
penuh selama 3 bulan dan pada malam hari hingga usia 4 atau 5 tahun.
iii. Recurrent Clubfoot - ini adalah kaki pengkor yang telah mencapai hasil yang baik dengan
pengobatan Ponseti, tetapi deformitas telah berulang. Alasan paling umum adalah karena
meninggalkan kawat kaki lebih awal.
iv. Neglected Clubfoot- kaki pengkor yang terabaikan adalah kaki pengkor pada anak yang
lebih tua dari 2 tahun, di mana sedikit atau tidak ada perawatan yang dilakukan. Kaki
pengkor yang terabaikan dapat merespon pengobatan Ponseti, tetapi juga mungkin
memiliki kelainan bentuk tulang yang memerlukan koreksi pembedahan.
v. Kompleks Clubfoot - setiap kaki dengan kelainan bentuk yang telah menerima semua
jenis perawatan selain metode Ponseti mungkin telah menambah kerumitan karena
patologi tambahan atau jaringan parut dari pembedahan.
vi. Resistant Clubfoot - ini adalah kaki pengkor di mana perawatan Ponseti telah dilakukan
dengan benar tetapi tidak ada peningkatan yang signifikan. Sering ditemukan bahwa jenis
kaki pengkor ini pada kenyataannya tidak idiopatik dan bersifat sekunder atau sindromik.
vii. Clubfoot “Atypical” - Ini melibatkan kaki yang sering bengkak, memiliki metatarsal
pertama yang plantarfleksi dan jempol kaki yang besar. Dapat terjadi secara spontan
tetapi paling sering terjadi setelah selip dari gips.

c) Clubfoot Sekunder

Kaki pengkor sekunder, di sisi lain, terjadi ketika ada penyakit atau kondisi lain yang
menyebabkan atau terkait dengan perkembangan kaki pengkor. Kondisi seperti itu biasanya
Neurologis seperti Spina Bifida yang berhubungan dengan gangguan sensorik dan atau
motorik atau Gangguan Syndromic seperti Arthrogryposis terkait dengan temuan global dan
keterlibatan masalah muskuloskeletal lainnya.

 CARA DIAGNOSIS

Diagnosis secara ultrasonografi dapat ditetapkan pada rata-rata usia kehamilan 22 minggu
dengan nilai prediksi positif sebesar 83%, tetapi tingkat akurasi bervariasi dalam studi yang
berbeda dan kebutuhan untuk kariotyping masih diperdebatkan. Saat ini, diagnosis masih
bersifat klinis, berdasarkan pada keberadaan empat deformitas tipikal yaitu varus, equinus,
adductus dan cavus. Tingkat keparahan dan rigiditas patologis ini bervariasi dari satu pasien
ke yang lain. Dalam kasus yang sangat parah, kehadiran plantar medial dan lipatan
retrocalcaneal posterior dapat dicatat. Lingkar betis dan panjang kaki juga harus dicatat
karena hipotrofi betis selalu ada pada sisi yang terkena. 4-6

Evaluasi radiologi digunakan sebagai metode penilaian preoperative dan postoperative


ketika perawatan dari clubfoot adalah bedah. Saat ini, pemeriksaan radiologis tidak secara
rutin dilakukan pada bayi baru lahir karena tidak adanya ossifikasi tulang kaki pada usia itu.
Selain itu, Ippolito dkk menunjukkan bahwa sudut talocalcaneal, parameter radiologi umum
digunakan untuk menilai hindfoot, menyesatkan di 75% dari pasien yang diselidiki, dan itu
tidak mencerminkan hubungan sebenarnya antara dua tulang. Masalah lainnya adalah
paparan radiasi bayi. Menurut Radler dkk., tidak direkomendasikan pengambilan radiografi
saat menggunakan metode Ponseti setelah mengukur dosis radiasi yang digunakan dalam
penilaian kaki dengan clubfoot. Dipertimbangkan fakta bahwa radiografi dilakukan di dekat
organ radiosensitif dan bahwa perawatan sekarang seringnya secara konservatif, bergantung
sebagian besar pada palpasi tulang di kaki.

Kaki pengkor paling sering didiagnosis postnatal selama pemeriksaan rutin bayi. Kaki
mengarah ke bawah pada pergelangan kaki (equinus), tumit berputar ke dalam (varus),
midfoot menyimpang ke arah garis tengah (adductus), dan titik metatarsal pertama ke arah
bawah (plantar fleksi). Kerutan dalam mungkin ada di belakang tumit atau di sisi medial kaki.
Deformitas tidak dapat diperbaiki secara pasif oleh pemeriksa. Otot kaki dan betis lebih kecil
dari sisi yang tidak terpengaruh pada kaki pengkor unilateral. Pencitraan, seperti radiografi,
tidak diperlukan. Ini mungkin bingung dengan kelainan bentuk kaki bawaan lainnya yang
lebih umum.

Terdapat dua sistem penilaian umum yang sering digunakan untuk mendiagnosa clubfoot
yaitu skor Pirani dan nilai Dimeglio. Sebuah korelasi telah ditunjukkan antara skor Pirani dan
kebutuhan selanjutnya untuk tenotomi Achilles. Untuk skor Pirani, terdapat enam
karakteristik deformitas yang memberikan total skor dari 0-6 yang menunjukkan semakin
tinggi skor, semakin parah deformitas kaki. Skor ini mencatat derajat keparahan deformitas
dan skor-skor yang berurutan merupakan cara yang sangat baik untuk memonitor
perkembangan. Tiap komponen deformitas diukur 0 (normal), 0,5 (abnormal ringan) atau 1
(abnormal berat). Jumlah skor dicatat pada tiap kunjungan klinik yang menunjukkan apakah
koreksi berjalan normal atau apakah ada masalah, serta derajat koreksi dari tiap komponen
kaki pengkor. Skor juga membantu dalam menentukan kapan untuk dilakukan pemanjangan
tendo Achilles. Antara karakteristiknya adalah pada hindfoot: lipatan tumit, equinus dan
kelembutan tumit. Pada forefoot: bentuk perbatasan lateral, kerutan perbatasan medial dan
penutup kepala talus. Clubfoot sering dideteksi pada scan pranatal dengan nilai prediksi
positif sekitar 85%.4-9

Skor Dimeglio memberikan cara tambahan untuk menilai setiap komponen deformitas
kaki pengkor. Setiap komponen mayor dari clubfoot (equinus, heel cavus, medial, rotasi
calcaneopedal block, forefoot adduction) dikategorikan dari I – IV. Poin tambahan
ditambahkan untuk deep posterior dan medial creases, cavus dan kondisi otot yang buruk
Dimeglio pada tahun 1991 membagi CTEV menjadi empat kategori berdasarkan pergerakan
sendi dan kemampuan untuk mereduksi deformitas: 9

1. Soft foot; dapat disebut juga sebagai postural foot dan dikoreksi dengan standard casting
atau fisioterapi.

2. Soft > Stiff foot; terdapat pada 33% kasus. Biasanya lebih dari 50% kasus dapat dikoreksi,
namun bila lebih dari 7 atau 8 tidak didapatkan koreksi maka tindakan operatif harus
dilakukan.

3. Stiff > Soft foot; terdapat pada 61% kasus. Kurang dari 50% kasus terkoreksi dan setelah
casting dan fisioterapi, kategori ini akan dilakukan tindakan operatif.

4. Stiff foot; merupakan kategori paling parah, sering kali bilateral dan memerlukan tindakan
koreksi secara operatif.

Gambar 8. Kriteria Pirani Score


Gambar 9. Klasifikasi Dimeglio
 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki empat jenis deformitas dan untuk
mendapatkan kaki yang plantigrade, fungsional dan bebas nyeri yang memungkinkan untuk
berdiri dan berjalan normal. Banyak metode perawatan yang telah digunakan sejauh ini dan
mereka dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu bedah dan konservatif. Meskipun teknik
bedah disukai dalam beberapa dekade terakhir, namun sekarang perawatan clubfoot hampir
sepenuhnya diganti oleh perawatan konservatif. Namun, dalam kasus-kasus tertentu seperti
bentuk-bentuk yang resisten, tipe-tipe clubfeet atau sisa deformitas yang sangat kaku
perawatan dengan bedah tetap merupakan satu-satunya opsi yang tersedia. Kebiasaanya
didahului oleh mobilisasi pasif atau sesi peregangan diikuti imobilisasi, untuk meningkatkan
fleksibilitas kaki dan memperbaiki sebanyak mungkin deviasi kaki. Jika hasilnya tidak
memuaskan dan progresnya hanya kecil, perawatan bedah diindikasikan. Usia yang tepat
untuk operasi adalah bervariasi dari ahli bedah ke ahli bedah yang lain, tergantung pada usia
dan dimensi kaki.

Intervensi bedah yang digunakan untuk pengobatan clubfoot dapat dibagi menjadi tiga
jenis yaitu pelepasan jaringan lunak, transfer tendon dan prosedur tulang yang diperuntukkan
bagi anak-anak yang lebih tua. Yang paling sering digunakan adalah pendekatan
posteromedial (Turco), pendekatan posterolateral (Metaizeau) dan pendekatan
circumferential (Cincinnati), yang terakhir memungkinkan visualisasi yang sangat baik.
Operasi jaringan lunak termasuk: pemanjangan tendon Achilles, capsulotomi posterior
pergelangan kaki dan pelepasan sendi subtalar, pemanjangan fleksor hallucis longus, fleksor
digitorum longus, tendon posterior tibialis, capsulotomi sendi talonavicular, pelepasan
sebagian atau total dari ligamentum interoseus, pelepasan sendi calcaneocuboid dan
ligamentum calcaneofibular. Tingkat pelepasan yang digunakan bervariasi di antara ahli
bedah. Posisi kaki yang dikoreksi kemudian dipertahankan sementara oleh beberapa bentuk
fiksasi internal, biasanya kawat Kirschner melewati sendi talonavicular, diikuti oleh
imobilisasi dalam gips untuk 6 hingga 12 minggu.

Terdapat beberapa teknik yang tersedia untuk tatalaksana clubfoot namun yang paing
sering digunakan adalah metode Ponseti, metode Kite dan metode French.
a) Metode Ponseti:

Semenjak Ponseti menjelaskan metodenya, metode ini telah menjadi metode pengobatan
yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Metode ini terdiri dari dua fase yaitu fase
koreksi awal dan fase pemeliharaan (maintenance) Fase koreksi terutama konservatif dan
terdiri dari sesi mingguan manipulasi dan imobilisasi kaki untuk secara bertahap
memperbaiki masing-masing dari empat deformitas (cavus, varus, adductus dan equinus). Ini
memiliki durasi rata-rata 5 hingga 7 minggu tergantung pada kekakuan clubfoot dan
pengalaman dokter. Cavus adalah deformitas pertama yang dikoreksi dengan menumpukan
kaki dan memberi tekanan pada kepala metatarsal pertama untuk meluruskan kembali
forefoot dengan hindfoot. Adductus dan deformitas varus diperbaiki bersama-sama dengan
melakukan abduksi progresif, sambil menerapkan counterpressure di atas kepala talus.
Equinus adalah deformitas terakhir yang harus dikoreksi yaitu tenotomi Achilles perkutan di
bawah anestesi lokal dilakukan setelah kaki dapat diabduksi lebih dari 60º dan jika
dorsofleksi kurang dari 15º-20º. Prosedur ini diikuti oleh imobilisasi pada gips kaki panjang
selama 3 minggu. Pengangkatan plester terakhir menandai awal fase pemeliharaan, yang
terdiri dari memakai foot abduction orthosis (FAO) selama 4 tahun ke depan (waktu penuh
selama 3 bulan pertama dan 14 hingga 16 jam sehari sampai usia 4-5 tahun). FAO
mempertahankan kaki yang terkena dalam abduksi 60˚-70º dan dorsofleksi 10º-15º.
Ketidakpatuhan dengan memakai FAO menyebabkan terjadi kekambuhan. Faktor yang
terkait dengan ketidakpatuhan adalah ketidaknyamanan saat menggunakan penjepit, tingkat
pendidikan rendah orang tua dan pendapatan keluarga rendah.3,7-9

Gambar 9. Foot abduction orthosis (FOA)


b) Metode Kite

Teknik ini adalah metode konservatif merawat kaki pengkor, yang sekarang tidak lagi
digunakan secara luas atau diterima di komunitas ortopedi. Metode Kite dikembangkan oleh
Dr Kite di Amerika Serikat pada tahun 1930.Kite berusaha untuk menemukan strategi
pengobatan non-invasif untuk kaki pengkor setelah ia menjadi tidak puas dengan hasil yang
buruk dari perawatan bedah dan hasil yang sering traumatis setelah manipulasi paksa
deformitas kaki pengkor menggunakan Thomas Wrench, yang populer pada saat itu. Metode
perawatan terdiri dari siri manipulasi dan memakai cast serta dilanjutkan dengan pemakaian
bidai pada kaki yang diposisikan secara dorsofleksi dan abduksi.

Kite melaporkan hasil yang baik dengan pengobatan non-invasif dalam 800 kasus kaki
pengkor. Hasil ini tidak dapat direproduksi dalam penelitian lebih lanjut, namun, hingga 90%
anak yang diobati menggunakan metode Kite membutuhkan pembedahan tambahan yaitu
pelepasan jaringan lunak. Hasil yang tidak memuaskan ini dikaitkan dengan dua faktor utama
yaitu manipulasi kaki yang tidak akurat secara anatomi yang mencegah perbaikan deformitas
dan penggunaan cast pada tungkai kaki yang terlalu pendek (di bawah lutut) yang tidak
memadai untuk menahan posisi kaki yang dikoreksi. Metode Kite juga membutuhkan jumlah
cast yang tinggi dan mungkin mengambil waktu selama dua tahun sebelum deformitas
diperbaiki.4

c) Metode French

Metode French juga dikenali sebagai French Functional (Terapi fisikal) dan jarang
digunakan. Metode French terdiri dari manipulasi harian kaki pengkor bayi, merangsang otot-
otot yang bekerja pada kaki untuk mempertahankan reduksi yang dicapai melalui manipulasi,
dan mengimmobilisasi kaki menggunakan pengikat perekat non-elastis. Perawatan biasanya
berlangsung selama sekitar dua bulan dan kemudian berkurang secara bertahap. Perbaikan
biasanya terjadi dalam tiga bulan pertama namun dicapai pada tingkat yang lebih lambat bila
dibandingkan dengan Metode Ponseti.

Richards et al (2008) membandingkan Metode Ponseti dan French, dan menemukan


setelah 51,4 bulan rata-rata tindak lanjut bahwa kaki yang dikelola dengan Metode Ponseti
menunjukkan kecenderungan menuju hasil klinis yang lebih baik dibandingkan dengan yang
dikelola dengan Metode French. Menurut studi, ini mungkin dikarenakan jumlah upaya besar
yang diperlukan untuk melatih orang tua dan penerapan teknik ini secara konsisten (yaitu
melakukan peregangan, perekatan, dan splinting setiap hari) hingga dua tahun. 4

 PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada waktu pengobatan dan keparahan penyakit. Asalkan terapi
dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar dapat diperbaiki. Namun walaupun demikian,
keadaan ini sering tidak sembuh secara sempurna dan sering kambuh kembali, terutama pada
bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskuler. Kurang lebih
50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan operatif. Teknik Ponseti
(termasuk tenotomi tendon Achilles) dilaporkan memiliki tingkat kesuksesan sebesar 89%.
Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus
melaporkan tingkat kepuasan 75-90%, baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.
Beberapa kasus menunjukkan respon yang positif terhadap penanganan, sedangkan beberapa
kasus lainnya menunjukkan respon yang lama atau tidak berespon sama sekali terhadap
treatment. Orang tua harus diberikan informasi bahwa hasil dari treatment tidak selalu dapat
diprediksi dan tergantung pada tingkat keparahan dari deformatis, umur anak saat rawatan,
perkembangan tulang, otot dan syaraf.4,7

 DISKUSI JURNAL

Hasil yang memuaskan diperoleh dalam jangka pendek setelah pembedahan clubfoot,
tetapi laporan pada studi jangka panjang melaporkan terjadinya kaku kaki dan fungsi yang
tidak sempurna hingga memerlukan operasi tambahan. Dalam studi selama 17 tahun, setelah
mengevaluasi fungsi kaki dan kepuasan pasien, Symeonidis dkk. menyimpulkan bahwa
bahkan setelah dikoreksi awal dengan pembedahan yang berhasil, gejala sisa setelah
perawatan bedah mengubah kemampuan berjalan dan kualitas hidup. Metode pengobatan
Ponseti mencapai tingkat koreksi tertinggi pada sekitar 90% kasus seperti yang dilaporkan
oleh Pusat Ortopedi Pediatri. Komplikasi adalah mungkin dengan kedua metode pengobatan.
Pada pasien yang menjalani pembedahan, komplikasi yang paling sering adalah: peningkatan
kekakuan pada pergelangan kaki, sendi subtalar dan midfoot, residual deformitas (adduksi
kaki depan, cavus yang bertahan, equinus atau kelainan hindfoot), talar yang rata dan
avaskular nekrosis talus, koreksi berlebihan, dalam toeing gait, kelemahan plantar fleksor,
nyeri dan arthritis. Namun, setelah pengobatan Ponseti, kekambuhan salah satu dari keempat
deformitas (seringnya adductus kaki depan dengan supinasi dinamis) adalah komplikasi yang
paling sering timbul dan itu berkorelasi dengan penggunaan yang tidak memadai dari foot
abduction orthosis.

Pengobatan konservatif yang terdiri dari manipulasi dan imobilisasi pada gips plester kaki
diikuti dengan penguat (bracing) setelah deformitas dikoreksi biasanya adalah efektif, tetapi
dapat gagal karena pertumbuhan anak-anak tidak mentolerir foot abduction braces. Transfer
tendon anterior tibialis ke bagian lateral kaki lebih digemari dalam kasus ini karena dapat
mempertahankan posisi dan menghilangkan kebutuhan untuk menggunakan brace. Hal
tentang kaki pengkor adalah kecenderungan alamiahnya untuk kambuh meskipun telah
dikoreksi secara bedah atau non-bedah. Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa
modifikasi dan kontraktur patologis masih ada di aspek posterior dan medial dari betis,
pergelangan kaki dan kaki. Relaps ini dapat terjadi sampai usia empat atau lima tahun, dan
jarang terjadi setelah usia tersebut. Ini adalah alasan utama untuk indikasi mengenakan FAO
untuk usia empat tahun berikutnya. Dalam sebuah penelitian prospektif yang
membandingkan pengobatan bedah dengan metode pengobatan Ponseti, Halanski dkk
menemukan bahwa meskipun tingkat kekambuhan tinggi pada kedua-dua kelompok, pasien
yang diobati dengan metode Ponseti membutuhkan lebih sedikit intervensi untuk
mengkoreksi deformitas dan lebih sedikit operasi revisi. Meskipun metode ini memiliki
tingkat koreksi awal yang tinggi (90%), operasi ekstensif masih akan dibutuhkan di bagian
kaki yang lain yang tidak berespon pada pengobatan.
BAB III: KESIMPULAN

Congenital talipes equinovarus atau CTEV merupakan salah satu deformitas pada
bayi yang paling sering ditemui, dengan insidensi 1-2:1000 per kelahiran. Sampai saat ini
masih belum dapat dipastikan apa yang menjadi penyebab terjadinya CTEV, walaupun sudah
banyak teori yang diajukan namun belum ada satu pun yang dapat menjelaskan dengan
sempurna. Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis, diamana terdapat supinasi dan adduksi
forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar, equinus pada sendi ankle, dan
deviasi pedis ke medial terhadap lutut. Tidak diperlukan bantuan pemeriksaan radiologis
sebagai penunjang karena tidak memberikan informasi yang berarti. Biasanya CTEV muncul
sebagai kelainan tersendiri, namun tidak jarang merupakan bagian dari suatu sindrom.
Penatalaksanaan CTEV meliputi dua aspek, yaitu non operatif dan operatif. Para ahli setuju
bahwa terapi non operatif haruslah menjadi pilihan utama terapi. Metode Ponseti telah
banyak digunakan di berbagai belahan dunia dan memiliki hasil akhir yang memuaskan.
Tindakan operatif diperlukan hanya bila terapi non operatif gagal, hal ini dikarenakan
komplikasi jangka panjang yang lebih buruk dibandingkan terapi non operatif.3,4
DAFTAR PUSTAKA

1. Maranho DAC, Volpon JB. Congenital Clubfoot. Acta Ortop Bras. [online ].
2011;19(3):163-9. Available from URL:http://www.scielo.br/aob.
2. Singh A.K. et al. Children’s Orthopaedics. Outpatient Taping In The Treatment Of
Idiopathic Congenital Talipes Equinovarus. 2013; 95(2).
3. Corbu A. et al. Congenital Idiopathic Talipes Equinovarus: Current Concepts and
Treatment. 2017;121(4):p.745-51.
4. Introduction to Clubfoot [Internet]. Physiopedia; 2017 [cited 29 April 2018]. Available
from: https://www.physiopedia.com/index.php?title=Introduction_to_Clubfoot&oldid=
180749
5. Bridgens J, Kiely N, Jones R, Hunt A. Current Management of clubfoot (congenital
talipes equinovarus).BMJ.2010;340(6): p.1-7.
6. Faldini C. et al. Prenatal Diagnosis of Clubfoot: A review of Current Available
Methodology. Folia Medica.2017; 59(3). p. 247-54.
7. Harnett P, Freeman R., Harrison W.J., Brown LC,Beckles V. An accelerated Ponseti
versus the standard Ponseti method. The Journal of Bone ; Joint Surgery. 2011; p.
404-408.
8. Staheli L. Kaki Pengkor: Penanganan Dengan Metode Ponseti. Edisi Ke-3. Global HELP.
2010; h 10-30.
9. Meena S, Sharma P, Gangary SK, Lohia LK. Congenital Clubfoot. Journal of
Orthopaedics & Allied Science. 2014;2(2).p. 34-9.

Anda mungkin juga menyukai