Anda di halaman 1dari 42

TUGAS RADIOLOGI

Oleh :
Ni Made Shanti
1618012036

Perceptor :
dr. Karyanto, Sp.Rad.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RSUD DR H ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
PERTANYAAN

1. Gambar skematis terjadinya sinar x sampai menjadi foto siap baca!


2. Sebutkan diagnosis banding dan ciri-ciri radiologis bayangan opak pada foto thoraks!
3. Sebutkan diagnosis banding dan ciri-ciri radiologis bayangan radiolusen pada foto thoraks!
4. Sebutkan klasifikasi TB!
5. Patofisiologi dan gambaran ciri-ciri radiologis TB pada anak!
6. Gambaran radiologis pada penyakit jantung bawaan sianaotik dan asianotik!
7. Sebutkan organ-organ intra dan retroperitoneal abdomen!
8. Patofisiologi dan macam-macam gambaran radiologis pada kasus hirschprung disease!
9. Cara pemeriksaan, cara pemotretan, penilaian dan gambaran radiologis dari atresia ani!
10. Sebutkan diagnosis banding dan gambaran radiologi distribusi udara usus yang berlebih!

JAWABAN
1.Proses terjadinya Sinar-X hingga foto siap baca

Syarat-syarat terbentuknya sinar-X didalam tabung sinar-X yaitu sumber elektron, gaya
pemercepat, ruang yang hampa udara, alat pemusat berkas elektron, dan benda penghenti
gerakan elektron/target. Komponen-komponen utama tabung sinar-X adalah katoda/
elektroda negatif (sumber elektron). Katoda ini terbuat dari nikel murni dimana celah antara
2 batang katoda disisipi kawat pijar (filamen) yang menjadi sumber elektron pada tabung
sinar-X. Filamen terbuat dari kawat wolfram (tungsten) digulung 13 dalam bentuk spiral.
Bagian yang mengubah energi kinetik elektron yang berasal dari katoda adalah sekeping
logam wolfram yang ditanam pada permukaan anoda. Arus yang diberikan pada tabung
sinar-X pada kisaran milliampere (mA) berfungsi untuk memijarkan filamen sehingga
terbentuk awan elektron pada filamen. Selanjutnya beda potensial dalam kisaran kilovolt
(kV) berfungsi untuk memeberikan energi kinetik pada elektron- elektron tersebut.

Anoda atau elektroda positif biasa disebut sebagai target, jadi anoda disini berfungsi sebagai
tempat tumbukan elektron. Focussing cup ini terdapat pada katoda yang berfungsi sebagai
alat untuk mengarahkan elektron secara konvergen ke target agar elektron tidak terpancar
kemana- mana. Rotor atau stator terdapat pada bagian aoda yang berfungsi sebagai alat
untuk memutar anoda. Glass metal envelope (vacum tube) adalah tabung yang gunanya
membungkus komponen-komponen penghasil sinar- X agar menjadi vacum atau
menjadikan ruang hampa udara. Oil adalah komponen yang cukup penting karena saat
elektron-elektron menabrak target pada anoda, energi kinetik yang berubah menjadi sinar-
X hanyalah 1% selebihnya berubah menjadi panas mencapai 20000C, jadi peran oil ini
sebagai pendingin tabung sinar-X. Window atau jendela adalah tempat keluarnya sinar-X,
window ini terletak dibagian bawah tabung. Tabung bagian bawah dibuat lebih tipis dari
tabung bagian atas, dikarenakan agar sinar-X dapat keluar melalui window tersebut tanpa
mempengaruhi komponen-komponen lain.

Pada gambar menunjukkan proses pembentukan sinar-X yang terjadi didalam tabung sinar-
X yaitu didalam tabung sinar-X terdapat katoda dan anoda (sebagai filamen) dan tabung
tersebut merupakan tabung hampa udara. Filamen merupakan bagian yang berfungsi
sebagai penghasil elektron. Untuk menghasilkan elektron, filamen harus dipanaskan dengan
cara mengalirkan arus listrik pada filamen tersebut. Setelah filamen berpijar, maka akan
terbentuk awan-awan elektron disekitar filamen tersebut. Setelah eleketron terbentuk,
elektron siap ditembakkan ke anoda dengan kecepatan yang tinggi. Untuk menembakkan
elektron ke anoda diperlukan suatu tegangan yang tinggi hingga ribuan volt (kilovolt).
Elektron-elektron yang ditembakkan akan menumbuk target dan akan berinteraksi dengan
atom-atom dari target tersebut. Setelah itu, sinar-X akan keluar melalui jendela tabung yang
terletak dibagian bawah tabung.

Arus (mA) berpengaruh pada filamen agar filamen tersebut panas sehingga menghasilkan
elektron. Semakin besar arus yang diberikan semakin banyak elektron yang dihasilkan.
Semakin besar arus filamen semakin tinggi suhu filamen dan berakibat semakin banyak
elektron dibebaskan persatuan waktu. Sedangkan tegangan (kV) berpengaruh pada katoda,
sehingga semakin besar tegangan (kV) yang diberikan semakin cepat elektron ditembakkan
ke target (anoda). Tegangan dan arus ini saling berhubungan dalam menghasilkan sinar-X.
Tegangan dibutuhkan untuk menghasilkan sumber elektron, arus dibutuhkan untuk
memanaskan filamen.

Perlengkapan pembuatan radiografi

a. Film Roentgen (film X-Ray)


Film rontgen terbagi menjadi tiga, screen film yang pengunaannya selalu dalam
intensifying screen, nonscreen film yang penggunaannya tanpa intensifying screen dan
dari sensivitas, ada yang blue sensitive dan green sensitive.
b. Intensifying screen
Intensifying screen adalah alat yang terbuat dari kardus khusus yang mengandung
lapisan tipis emulsi fosfor dengan bahan pengikat yang sesuai. Yang banyak digunakan
adalah kalsium tungstat.
c. Kaset
Kaset adalah suatu tabung (container) tahan cahaya yang berisi 2 buah intensifying
screen yang memungkinkan untuk dimasukkan film rontgen di antara keduanya dengan
mudah. Kaset dapat diperinci sebagai berikut :
- Bakelit : bakelit ini tahan cahaya tetapi secara relative radiolusen dan terbuat dari
aluminium
- Intensifying screen atas dengan lapisan fosfor yang lebih tipis.
- Tempat meletakkan film rontgen
- Intensifying screen bawah
- Lapisan timah yang akan menyerap sinar X yang menembus lapisan screen paling
luar
- Per dari baja yang membuat film dan screen berhubungan dengan rapat
d. Grid (kisi-kisi)
Grid adalah alat untuk mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar tidak
sampai ke film rontgen. Gris terdiri atas lajur-lajur tipis timbale yang disusun tegak di
antara bahan-bahan yang tembus radiasi.

Prosesing

Siklus Manual Processing

a. Paket film yang terpapar dibuka dan dijepit pada penggantung.


b. Film dicelup pada cdeveloper dan dikebut beberapa kali dalam larutan untuk
menyingkirkan gelembung udara dan dibiarkan selama kira-kira 5 menit pada suhu 20
derajat celcius.
c. Sisa-sisa developer dibilas dengan air selama lebih kurang 10 detik.
d. Film dicelup pada fixer ± 8-10 menit.
e. Film dibilas dengan air yang mengalir selama 10-20 menit untuk menghilangkan sisa-sisa
fixer.
f. Film dibiarkan kering pada lingkungan yang bebas debu.

Siklus Automatic Processing:

Siklusnya sama dengan proses manual hanya terdapat perbedaan pada pemerasan dari
kelebihan larutan developing sebelum memasuki fixer, mengurangi kebutuhan pencucian
dengan air antara dua larutan ini.

Self developing films

Self developing films adalah alternatif lain selain manual processing. Film x-ray dalam bentuk
sachet spesial yang mengandung developer dan fixer. Setelah pemaparan, label developer
ditarik, larutan developer diperah pada film, dan dipijat disekitarnya. Setelah sekitar 15 detik,
label (tab) fixer ditarik dan diperah dan film dibilas hingga bersih dengan air mengalir selama
10 menit.

Tahap prosesing

Developing

Developer dapat berupa bubuk atau cairan. Di bagian bawah tangki pembangkit diletakkan
bubuk pembangkit lalu ditaruh cairannya kemudian diaduk. Fil dicelupkan selama 4 menit.
Kristal halida perak pada emulsi diubah jadi hitam metal keperakan untuk menghasilkan bagian
hitam atau abu-abu pada gambar.

Rinsing

Film dicuci dengan air untuk membersihkan sisa larutan developer.


Fixing

Cairan penetap ini berbentuk garam. Setelah dibilas selama 10 menit kemudian dimasukkan ke
dalam tangki penetap selama 10 menit.

Fixation Kristal halida perak yg tidak sensitif pada emulsi disingkirkan tuk menampakkan
bagian putih atau transparan pada gambar dan emulsi dikeraskan.

Washing

Film dicuci dengan air mengalir tuk menghilangkan sisa2 larutan fixer.

Drying

Hasil reaksi hitam/putih/abu-abu pada radiograf dikeringkan.

Proses terjadinya gambaran radiografi

1. Gambaran laten (pada film rontgent)


a. Apabila objek yang kerapatannya tinggi, bila ditembus sinar X maka intensifying
screen memendarkan fluoresensi sedikit sekali bahkan hampir tidak ada. Akibatnya
perak halogen hampir tidak mengalami perubahan.
b. Apabila objek yang kerapatannya rendah, fluoresensi tinggi, maka terjadi perubahan
pada perak halogen

2. Gambaran tampak
Gambaran tampak terjadi setelah film sinar X dibangkitkan pada larutan pembangkit.
Gambaran laten setelah masuk pembangkit (cairan developer) akan menghasilkan
gambaran radioopak. Gambaran laten (1b) bila diproses pada cairan pembangkit akan
menimbulkan gambaran radiolusen. Setelah sinar-x yang keluar dari tabung mengenai
dan menembus obyek yang akan difoto. Bagian yang mudah ditembusi sinar x (seperti
otot, lemak, dan jaringan lunak) meneruskan banyak sinar x sehingga film menjadi
hitam. Sedangkan bagian yang sulit ditembus sinar x (seperti tulang) dapat menahan
seluruh atau sebagian besar sinar x akibatnya tidak ada atau sedikit sinar x yang keluar
sehingga pada film berwarna putih. Bagian yang sulit ditembus sinar x
mengalami ateonasi yaitu berkurangnya energi yang menembus sinar x, yang
tergantung pada nomor atom, jenis obyek, dan ketebalan. Adapun bagian tubuh yang
mudah ditembus sinar x disebut Radiolusen yang menyebabkan warna hitam pada film.
Sedangkan bagian yang sulit ditembus sinar x disebut Radioopaque sehingga film
berwarna putih. Telah diketahui bahwa panjang gelombang yang besar yang dihasilkan
oleh kV rendah akan mengakibatkan sinar-x nya mudah diserap. Semakin pendek
panjang gelombang sinar-x (yang dihasilkan oleh kV yang lebih tinggi) akan membuat
sinar-x mudah untuk menembus bahan.

2. Diagnosis banding dan ciri-ciri radiologis bayangan opak pada foto thoraks
NO. DIAGNOSA Interpretasi Hasil Gambaran Radiologis
BANDING

1. Tuberkulosis paru Bercak berawan pada kedua


lama aktif lapangan paru atas yang disertai
kavitas, bintik-bintik kalsifikasi,
garis fibrosis yang menyebabkan
retraksi hilus ke atas.

2. Tuberkulosis Bercak-bercak granuler pada


miliar seluruh lapangan kedua paru
3. Tuberkulosis paru Bercak berawan disertai kavitas
aktif pada kedua lapangan paru.

4. Bronkopneumonia Bercak infiltrat pada lapangan


bawah/tengah paru.

5. Bronkitis kronik Bronkitis kronis golongan ringan:


corakan peribronkial yang
ramai/bertambah di bagian basal
paru oleh penebalan dinding
bronkus dan peribronkus.

Bronkitis kronis golongan sedang


juga disertai emfisema.

Bronkitis kronis golongan berat


ditemukan hal-hal tersebut diatas
dan disertai cor pulmonale
(komplikasi bronkitis kronis).
6. Pneumonia Bayangan perselubungan
alveolar homogen berdensitas tinggi pada
non segmental atau segmental,
lobus paru, atau pada sekumpulan
segmen lobus yang berdekatan,
berbatas tegas. Air bronchogram
biasanya ditemukan diantara
daerah konsolidasi.

7. Pneumonia Gambaran bronchial cuffing, yaitu


interstitial penebalan dan edema pada dinding
bronkiolus. Corakan
bronkovaskular meningkat,
hiperaerasi, bercak-bercak infiltrat
dan efusi pleura juga dapat
ditemukan.

8. Abses paru Satu atau multi kavitas berdinding


tebal, dapat pula ditemukan
permukaan udara dan cairan di
dalamnya.Bayangan dengan batas
tidak tegas (irreguler), dinding
granulomatous/radang/jaringan
atelektasis, bila berhubungan
dengan bronkus air fluid level (+),
sering dekat dengan permukaan
pleura (fistula bronchopleura).
9. Efusi pleura Perselubungan homogen menutupi
struktur paru bawah yang biasanya
relative radioopak dengan
permukaan atas cekung ,berjalan
dari lateral atas kearah medial
bawah. Jaringan paru akan
terdorong kearah sentral/hilus dan
kadang mendorong mediastinum
kearah kontralateral.

10. Atelektasis Bayangan lebih suram (densitas


tinggi) pada bagian paru, baik
lobaris, segmental, atau seluruh
paru, dengan penarikan
mediastinum kearah atelektasis,
sedangkan diafragma tertarik
keatas dan sela iga menyempit.

11. Tumor paru Perselubungan homogen yang


berbatas tegas pada daerah paru.
12. Metastasis paru Gambaran bayangan bulat
berukuran beberapa milimeter
sampai beberapa centimeter,
tunggal (soliter) atau ganda
(multiple), batas tegas yang sering
disebut coin lesion pada kedua
lapangan paru. Bayangan tersebut
dapat mengandung bercak
kalsifikasi. Dapat juga terdapat
pembesaran kelenjar mediastinum,
penekanan trakea, bronkovaskular
kasar unilateral atau bilateral atau
gambaran garis-garis berdensitas
tinggi halus seperti rambut.

13. Edema paru Perselubungan atau perbercakan di


2/3 medial (perihilar) kedua paru
(bilateral) yang memberikan
gambaran “bat wings
appearance”.

14. Hyalin membran Lesi granuler yang merata di


disease (HMD) seluruh paru, ukuran paru
mengecil, batas pembuluh darah
tidak jelas, dan toraks berbentuk
bel. Pada kasus lebih berat
didapatkan bayangan paru lebih
radioopak, adanya air
bronkogram, dan batas jantung dan
mediastinum yang tidak jelas,
kadang-kadang diperoleh
gambaran ground glass
appearance. Pada keadaan paling
berat ditemukan gambaran white
lung.
15. Sindrom aspirasi Bercak-bercak tersebar di kedua
mekonium paru, kadang disertai atelektasis.

3. Diagnosis banding dan ciri-ciri radiologis bayangan radiolusen pada foto thoraks

NO DIAGNOSA Interpretasi Hasil Gambaran Radiologis


BANDING

1. Pneumothorax Tampak hiperlusen avaskuler


pada lapangan paru
dextra/sinistra; adanya gambaran
paru dextra / sinistra kolaps
dengan bayangan pleura
visceralis yang jelas terlihat
sesuai gambaran pleural white
line, dengan shift mediastinum ke
arah berlawanan (tidak selalu
ada). Lapangan paru luar terlihat
hitam

2. Tension Pada foto inspirasi, paru yang


Pneumothorax terkena seluruhnya kolaps tetapi
mediastinum ditengah. Pada foto
ekspirasi, udara terjebak di
hemithorax yang terkena di
bawah tekanan positif, jantung,
dan paru kontralateral tertekan ke
arah yang sehat
3. Emfisema Toraks berbentuk silindrik.
Bayangan paru lebih radiolusen
pada seluruh paru atau lobaris
ataupun segmental, corakan
jaringan paru tampak lebih jelas,
vascular paru yang relative
jarang. Diafragma letak rendah
dengan bentuk yang datar dan
peranjakan yang berkurang.
Jantung ramping, sela iga
melebar.

4. Pulmonary Tampak fissura horizontal pada


embolus paru kanan atas dimana daerah
tersebut terlihat lebih hitam
dibandingkan bagian
kontralateral pada tinggi yang
sama (Westermark’s sign) dari
perfusi yang berkurang pada
daerah paru yang
mengindikasikan bahwa arteri
pada daerah ini mengandung
gumpalan besar. Daerah
konsolidasi dibawah fissura
horisontal, merupakan titik kecil
dari infarksi.

5. Bronkiektasis Bronkovaskular yang kasar yang


umumnya terdapat di lapangan
bawah paru, atau gambaran garis-
garis translusen yang panjang
menuju ke hilus dengan
bayangan konsolidasi sekitarnya
akibat peradangan sekunder,
kadang-kadang juga bisa berupa
bulatan-bulat antranslusen yang
sering dikenal sebagai gambaran
sarang tawon (honey comb
appearance). Bulatan-bulatan
ini dapat berukuran besar
(diameter 1-10cm) yang berupa
kista-kista translusen dan
kadang-kadang berisi cairan (air
fluid level) akibat peradangan
sekunder.

6. Chronic Kedua lapangan paru terlihat


obstructive lebih hitam dan lebih besar secara
pulmonary volume dibandingkan dengan
disease gambaran normal.
(COPD)
Hemidiafragma terlihat rata.
Lebih sedikit pembuluh darah
yang terlihat secara peripheral
terutama di bagian atas dan
tengah namun arteri pulmonari
terlihat besar di pertengahan

7. Flail chest Bayangan udara yang terlihat


akibat kontusio paru. Gambaran
fraktur kosta yang multipel.

8. Stenosis pulmo Bayangan radiolusen pada


bagian aorta karena terjadinya
ppengecilan aorta serta arteri
pulmonalis menonjol. Pembuluh
darah paru-paru berkurang dan
tampak kecil-kecil.
9. Kista Paru Tampak hilus normal, corakan
paru bertambah,
rongaluscen/opak berdinding
tipis reguler, soliter/multipel di
kedua lapang paru

10. Bula Terdapat area fokal dengan


emfisematus gambaran radioluscent yang
dapat dilihat dengan jelas karena
dilapisi oleh sebuah dinding tipis.
Fluid level memungkinkan
adanya infeksi di dalam bula.
Karakteristik dalam foto thoraks
lain ialah paru yang
hiperekspansi dengan pendataran
kedua hemidiafragma.

11. Emfisema Bayangan radiolusen pada


lobaris bagian paru yang bersangkutan
dengan pendorongan
mediastinum ke arah
kontralateral.

12. Emfisema Tampak toraks lebih radiolusen,


senilis corakan bronkovaskular yang
jarang dan diafragma yang
normal akibat atrofi septa
alveolar dan jaringan paru
berkurang yang diisi oleh udara
4. Klasifikasi TB

Berdasarkan Internasional (American Tuberculosis Association)

a. Tuberkulosis primer : dapat berlokasi dimana saja dalam paru, namun sarang dalam
parenkim paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks primer)
 Tidak disertai gejala klinis
 Lokasi kelainan biasanya pada satu lobus, terutama lobus kanan bagian bawah,
tengah, dan lingula serta segmen anterior lobus atas
 15% pada foto thoraks terlihat normal
 Pada paru dijumpai infiltrat dan kavitas
 Kelainan: limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura
b. Tuberkulosis sekunder : sarang biasanya di lapangana atas dan segmen apikal lobus
bawah, walaupun kadang dapat terjadi juga di lapangan bawah, biasanya disertai
pleuritis.
Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association :
1. Tuberkulosis minimal : yaitu luas sarang-sarang yang terlihat tidak melebihi
daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan; sarang soliter
dapat berada di mana saja tidak harus berada di kavitas atas. Tidak ditemukan
adanya lubang.
2. Tuberkulosis lanjut sedang : luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak
tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak
melebihi 4 cm. Jika sifat bayangan sarang-sarang berupa awan yang
menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh
melebihi luas satu lobus.
3. Tuberkulosis sangat lanjut : luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang
lebih daripada klasifikasi kedua diatas, atau bila ada lubang-lubang, maka
diameter keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto Roentgen.
Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan, yaitu :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya tidak tegas
dengan densitas rendah
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan
densitasnya sedang
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis, atau pita tebal,
berbatas tegas dengan densitas tinggi.
4. Kavitas (lubang)
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)


1. Tuberkulosis paru BTA(+) adalah:
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkolosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.
2. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis.

Berdasarkan tipe pasien


a. Kasus baru: pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps): adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahah BTA positif atau biakan positif.Bila
BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan
dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
 TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus drop out: pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil
obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal: pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik: pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f. Kasus bekas
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan
gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada
foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

Berdasarkan WHO didasarkan pada terapi yang terbagi menjadi 4 kategori:


a. Kategori I, ditujukan terhadap:
 Kasus baru dengan dahak positif
 Kasus baru dengan bentuk TB berat
b. Kategori II, ditujukan terhadap:
 Kasus kambuh
 Kasus gagal dengan dahak BTA positif
c. Kategori II, ditujukan terhadap:
 Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
 Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. Kategori IV, ditujukan terhadap: TB kronik

Berdasarkan Depkes: klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena


a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura dan kelenjar
hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru
5. Patofisiologi dan gambaran ciri-ciri radiologis TB pada anak

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik
renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 mikrometer), akan terhirup dan dapat
mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik.
Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat
tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer (primary complex).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12 minggu,
biasanya berlangsung selama 4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman

berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selula.

Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi
kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan
adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa
inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang
berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas
selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI).

Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini,
tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di kelenjar
limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau
pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi,
akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di
segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat
menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen.
Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal,
dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif
(tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan
fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru
saat dewasa.

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut
(acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk
dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis
diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit
bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita) terutama
di bawah dua tahun.
Pemeriksaan penunjang yang cukup penting adalah pemeriksaan foto toraks. Namun
gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain.
Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis
TB, kecuali gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB
adalah sebagai berikut:
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya selain
dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Kalsifikasi dengan infiltrate
h. Tuberkuloma

Pada TB paru anak, ciri radiografi adalah berukuran relatif lebih besar dan pentingnya
limfadenopati dibandingkan dengan ukuran yang kurang signifikan pada fokus parenkim.
Adenopati selalu hadir dengan tuberkulosis pada anak, tetapi tidak dapat dilihat oleh
radiograf polos ketika temuan paru lainnya muncul. Kebanyakan kasus TB paru pada anak,
infiltrat ringan parenkim dan limfadenopati resolusi secara spontan, radiografi dada tetap
normal, dan anak tanpa gejala. Pada beberapa anak, kelenjar getah bening hilus dan
mediastinum terus membesar dan dapat segera terlihat pada rontgen dada. Sumbatan
sebagian bronkus yang disebabkan oleh kompresi eksternal dari node membesar dapat
menyebabkan terperangkapnya udara, hiperinflasi, dan bahkan emfisema. Nodus yang
menempel dan menyusup ke dinding bronkus, caseum mengisi lumen menyebabkan
obstruksi lengkap. Hal ini menyebabkan atelektasis yang biasanya melibatkan distal segmen
lobar ke lumen terhambat. Yang dihasilkan bayangan radiografi biasanya disebut
runtuhnya-konsolidasi atau lesi segmental. Temuan ini mirip dengan yang disebabkan oleh
aspirasi benda asing; pada dasarnya, kelenjar getah bening bertindak sebagai benda asing.
Beberapa lesi segmental di lobus yang berbeda dapat terlihat pada 25% anak-anak.
Gambar Chest x-ray pada anak dengan TB paru primer
Perbedaan tuberkulosis primer (TB anak) dengan tuberkulosis sekunder (TB dewasa/re-
infeksi) antara lain, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

TB primer TB sekunder
(TB anak) (TB dewasa)
Lokasi Dapat di semua bagian paru Apeks dan infra klavikuler
Kelenjar limfe regional Membesar Tidak
Penyembuhan Perkapuran Fibrosis
Penyebaran Hematogen Sering Jarang

6. Gambaran radiologis pada penyakit jantung bawaan sianaotik dan asianotik

a. ASD (Atrial Septal Defect)


Atrial Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan dimana adanya lubang
yang menghubungkan atrium kiri dan kanan yang bisa menetap sampai dewasa.

Darah mengalir dari pirau kiri ke kanan, ASD jarang berhubungan dengan terjadinya gagal
jantung atau hipertensi pulmonal pada anak-anak dan lansia. Jarang juga ASD dengan
defek yang besar menyebabkan gagal jantung pada anak bayi. Konsekuensi hemodinamik
ASD dengan defek yang besar biasanya muncul pada pasien dewasa pada dekade ketiga
atau keempat, dimana gejalanya mirip dengan gagal jantung karena ventrikel kanan
mempunyai beban yang berlebihan, aritmia atrium karena peregangan atrium yang kronik
dan juga hipertensi pulmonal (Fulton, 2008). Riwayat ASD ditemukan hampir 6% dari
anak-anak yg menderita penyakit jantung bawaan yang bertahan hidup dalam satu tahun
pertama.ASD merupakan penyakit jantung bawaan yang sering didiagnosa pada orang
dewasa (Bender et al., 2011). ASD mempunyai rasio perbandingan wanita dan laki-laki
2:1

Rontgen dada biasanya menunjukkan temuan non spesifik, seperti pembesaran atrium
kanan, ventrikel kanan, pembuluh darah paru, atrium kiri, dan segmen proksimal
SVC.ASD dapat memberikan gambaran foto thorax normal dalam tahap awal ketika
ASD kecil. Dapat juga memberikan gambaran tanda-tanda peningkatan aliran paru
(peningkatan aliran paru atau vaskularisasi shunt), pembuluh darah paru membesar,
vaskularisasi upper zone prominen, tanda-tanda akhir dari hipertensi arteri paru,
pembesaran ruang jantung : atrium kanan, ventrikel kanan dengan catatan atrium kiri
normal dalam ukuran dan arkus aorta kecil normal.

Gambar 1. Foto Thoraks PA pada ASD: sedikit peningkatan pada arteri pulmonalis
marking dengan ukuran jantung yang normal. Segmen arteri pulmonal utama adalah
convex
b. VSD (Ventricular Septal Defect)
VSD diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi atau fisiologisnya. Bila berdasarkan
klasifikasinya, VSD terjadi pada bagian membranous dan muscular pada septum
ventrikel. VSD membranous dapat dibagi menjadi VSD defek suprakristal,
perimembranous, dan malalignment. VSD muscular dapat terjadi di region inlet atau
outlet atau dalam bagian trabekular septum. VSD secara fisiologinya dibagi berdasarkan
ukuran defek dan resistensi vaskuler relatif dalam sirkulasi sistemik dan pulmonal.
Sebanyak 40% VSD dapat menutup sendiri sebelum usia 3 tahun. Tiga komplikasi VSD
antara lain:

1. Regurgitasi trikuspid karena daun katup septal pada katup trikuspid rusak oleh
aneurisma septum ventrikel yang menyebabkan penutupan sendiri pada VSD
perimembranous.
2. Regurgitasi aorta karena herniasi sinus aorta kanan ke arah defek.
3. Infundibular pulmonal stenosis dari hipertrofi ventrikel kanan sehingga ventrikel kanan
terbagi menjadi segmen jalur keluar dan jalur masuk (double-chambered right
ventricle)

Gambar 2. Foto thorax PA pada pasien VSD


c. PDA (Patent Ductus Arteriosus)
Ductus arteriosus adalah struktur anatomik normal yang menghubungkan sirkulasi
sistematis dan pulmonal. Hubungan tersebut normalnya menutup segera setelah lahir.
Apabila duktus tetap terbuka, maka terjadi keseimbangan antara aorta dan arteri
pulmonalis, apabila resistensi vaskular paru terus menurun maka pirau dari aorta ke arah
arteri pulmonalis makin meningkat.

Tingkat I
Umumnya pasien PDA tingkat I tidak bergejala. Pertumbuhan dan perkembangan fisik
berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan EKG dan foto polos dada tidak ditemukan
pembesaran jantung.
Tingkat II
Pasien sering menderita infeksi saluran napas, tetapi pertumbuhan fisik masih sesuai
dengan umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi sehingga
timbul hipertensi pulmonal ringan. Umumnya pada pasien yang tidak tertangani dengan
baik pada tingkat ini PDA akan berkembang menjadi tahap III atau IV.
Tingkat III
Infeksi saluran napas makin sering terjadi. Pertumbuhan anak biasanya terlambat; pada
pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan gejala-gejala gagal jantung.
Nadi memiliki amplitudo yang lebar. Jika melakukan aktivitas, pasien akan mengalami
sesak napas yang disertai dengan sianosis ringan. Pada pasien dengan duktus berukuran
besar, gagal jantung dapat terjadi pada minggu pertama kehidupan. Pada foto polos dada
dan EKG ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri serta hipertrofi ventrikel
kanan ringan. Suara bising jantung dapat didengar di antara sela iga 3 dan 4.
Tingkat IV
Keluhan sesak napas dan sianosis semakin nyata. Tahanan sirkulasi paru lebih tinggi
daripada tahanan sistemik sehingga aliran darah di duktus berbalik dari kanan ke kiri.
Foto polos dada dan EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri, atrium kiri, dan
ventrikel kanan. Kondisi pasin ini disebut sindrom Eisenmenger.

Gambaran foto toraks PDA tergantung besar kecilnya PDA yang terjadi.
- Bila PDA kecil sekali, gambaran jantung dan pembuluh darah paru normal

Gambar 3. Foto Thorak pada pasien dengan PDA kecil


- Bila PDA cukup besar, maka gambaran radiologinya:
• Aorta descedens dan arkus tampak normal atau membesar sedikit dan nampak menonjol
pada proyeksi PA
• A. pulmonalis tampak menonjol lebar di samping aorta
• Pembuluh darah paru dan hilus nampak melebar, karena volume darah yang bertambah
• Pembesaran atrium kiri
• Pembesaran ventrikel kanan dan kiri. Pada orang dewasa, gambaran radiologi ini tampak
jelas, tetapi pada anakanak tidak khas dan sulit dinilai, karena biasanya jantung anak-anak
masilh berbentuk bulat. Pelebaran pembuluh darah paru untuk sebagian radiografi PA tidak
nampak karena tertutup oleh jantung, terutama di bagian sentral

Gambar 4. Gambaran radiologi pada pasien dengan PDA cukup besar. Tampak adanya
penonjolan aorta, pembesaran atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri
- Bila keadaan telah lanjut dan timbul tanda hipertensi pulmonal, gambaran radiologinya:
• Pembuluh darah paru bagian sentral melebar.
• Hilus melebar. Pembuluh darah paru perifer berkurang.
• Ventrikel kanan semakin besar karena adanya hipertrofi dan dilatasi.
• Arteri pulmonalis menonjol.
• Aorta descendens lebar dengan arkus yang menonjol.
• Atrium kiri nampak normal kembali. Pembesaran dari arkus aorta di samping
pembesaran a. pulmonalis adalah khas dan dapat dipakai untuk membedakan PDA dari
ASD atau VSD.

Gambar 5. Gambaran PDA dengan hipertensi pulmonal. Tampak gambaran khas hipertensi
pulmonal, yaitu pulmonary tree (Hilus melebar, pembuluh darah paru perifer berkurang)
Gambar 6. Kardiomegali dengan dilatasi Arteri Pulmonal. Terlihat pleothora pulmonal
bilateral/dilatasi pembuluh darah paru/pulmonary tree

Gambar 7. Terlihat gambaran PDA closure device, terletak pada tempat yang tepat,
kardiomegaly, penebalan kontur arteri pulmonal dan pleothora bilateral
d. TOF (Tetralogy of Fallot)
Tetralogi Fallot adalah lesi jantung sianotik paling sering. Tanpa intervensi bedah,
kebanyakan penderita TOF meninggal pada usia anak-anak. Penderita TOF tanpa
sianotik dengan pulmonal stenosis ringan-sedang dan pirau kanan ke kiri kadang
dijumpai dan disebut pink TOF. TOF ditandai dengan adanya VSD subaorta besar,
overriding aorta sehingga dikaitkan dengan ventrikel kanan dan kiri, obstruksi alur keluar
ventrikel kanan, biasanya infundibular dengan pulmonal stenosis, dan hipertrofi ventrikel
kanan, namun yang berperan dalam patofisiologi hanya tanda VSD nonrestriktif dan
pulmonal stenosis.
Gambar 8. Foto thorax PA pada pasien TOF
e. COA (Coarctation of Aorta)

Koartasio aorta adalah suatu penyakit jantung bawaan berupa penyempitan pada arkus
aorta distal atau pangkal aorta desendens torakalis, baik diatas duktus arteriosus (pre-
ductal), di depan duktus arteriosus (juxta ductal) atau dibawah duktus arteriosus (post
ductal). Gejalanya mungkin baru timbul pada masa remaja, tetapi bisa juga muncul pada
saat bayi, tergantung kepada beratnya tahanan terhadap aliran darah. Gejalanya berupa
pusing, pingsan, kram tungkai pada saat melakukan aktivitas, tekanan darah tinggi yang
terlokalisir (hanya pada tubuh bagian atas), kaki atau tungkai teraba dingin , kekurangan
tenaga , sakit kepala berdenyut, perdarahan hidung, dan nyeri tungkai selama
melakukan aktivitas.

Gambar 9. Foto thoraks PA pada pasien koartasio aorta

Gambaran radiologik yang ditemukan pada pasien koartasio aorta termasuklah


pembesaran jantung kiri (hipertrofi ventrikel kiri) yang dinilai dari peningkatan batas
jantung kiri (gambar A). Kardiomegali dinilai dari peningkatan Cardiothoracic Index
yang lebih dari 0.5. Ditemukan juga dilatasi arteri subklavika kiri (anak panah). Di
gambar B, terlihat gambaran penyempitan di aspek inferior tulang iga akibat dilatasi
arteri interkosta (inferior rib notching: Roesler sign).

7. Organ-organ intra dan retroperitoneal abdomen

Pembagian organ di cavum abdomen berdasarkan letaknya terhadap peritoneum

a. Organ intraperitoneal
Merupakan organ yang berada di dalam cavum abdomen yang sebagian besar (>2/3
permukaan organnya) diliputi oleh peritoneum visceral dan biasanya memiliki
penggantung. Organ tersebut adalah:
1) Gaster
2) Vessica fellea
3) Lien
4) Duodenum pars superior
5) Hepar
6) Jejunum
7) Ileum
8) Colon transversum
9) Colon sigmoid
10) Caecum
11) Appendix vermiformis
12) Cauda pancreas

b. Organ retroperitoneal
Organ yang berada di dalam cavum abdomen dan sebagian kecil (hanya 1/3 bagian
organnya) ditutupi oleh peritoneum visceral sejak lahir hingga dewasa, meliputi traktur
urinarius dan vascular besar, antara lain:
1) Renal
2) Ureter
3) Vesica urinaria
4) Vena cava inferior
5) Aorta abdominalis
6) Ductus thoracicus
Organ retroperitoneal sekunder
Organ yang berada di dalam cavum abdomen yang awalnya terletak intraperitoneal
kemudian menjadi retroperitoneal, yaitu:
1) Colon ascendens
2) Colon descendens
3) Rectum
4) Pancreas (caput, collum, corpus)
5) Duodenum (pars descendens, transversum, dan descendens)

8. Patofisiologi dan macam-macam gambaran radiologis pada kasus hirschprung disease

Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama perkembangan normal,
neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke
kolon pada minggu ke 12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah
adanya defek pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi
neuroblast yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast dalam bertahan,
berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen yang
tidak proporsional untuk pertumbuhan dan perkembangan neuronal telah terjadi pada usus yang
aganglionik. Komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule,
dan faktor neurotrophic.

Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner),
Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan
dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah.
Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini
mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi. Fungsi usus
telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik
dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik
menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak
ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan kontrol persarafan
ekstrinsik. Innervasi dari sistem kolinergik dan adrenergik meningkat 2-3 kali dibandingkan
innervasi normal. Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan
peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus
tidak diimbangi dan mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik
yang tidak terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fugsional.

Tidak adanya ganglion yang meliputi pleksus Auerbach yang terletak pada lapisan otot dan
pleksus Meisneri pada submukosa. Serabut syaraf mengalami hipertrofi dan didapatkan
kenaikan kadar asetilkolinesterase pada segmen yang aganglionik. ganguan inervasi
parasimpatis akan menyebabkan kegagalan peristaltik sehingga mengganggu propulsi isi usus.
obstruksi yang terjadi secara kronik akan menyebabkan distensi abdomen yang sangat besar

Hirschprung Disease diklasifikasikan berdasarkan keluasan segmen aganglionnya, yaitu:

1. Hirschprung disesase (HD) klasik (75%), segmen aganglionik tidak melewati bagian
atas segmen sigmoid.

2. Long segment HD (20%)

3. Total colonic aganglionosis (3-12%). Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu:


Total intestinal aganglionosis dan ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal
dibawah lantai pelvis dan anus).

Pemeriksaan Radiologi

1. Foto Polos Abdomen dapat menunjukkan adanya loop usus yang distensi dengan adanya
udara dalam rectum
2. Barium enema. Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum
memasukkan kontras enema karena hal ini akan mengaburkan gambar pada daerah zona
transisi. Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan balon, untuk menghindari
kaburnya zona transisi dan beresiko terjadinya perforasi. Foto segera diambil setelah injeksi
kontras, dan diambil lagi 24 jam kemudian. Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian
proksimal yang mengalami dilatasi merupakan gambaran klasik penyakit Hirschsprung. Akan
tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit diinterpretasi dan sering kali gagal
memperlihatkan zona transisi. Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit
Hirschsprung adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium enema dilakukan

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada HD. Pada foto polos
abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk
membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standar dalam
menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya


bervariasi

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah


dilatasi. Daerah transisi merupakan regio dimana ditandai dengan terjadinya perubahan
kaliber dimana kolon yang berdilatasi normal diatas dan kolon aganglionik yang
menyempit dibawah.

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD, maka dapat dilanjutkan
dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan
feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah
proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan
obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid
9. Cara pemeriksaan, cara pemotretan, penilaian dan gambaran radiologis dari atresia ani
Atresia ani di klasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria antara lain :
1. Menurut Berdon, membagi atresia ani berdasarkan tinggi rendahnya kelainan, yakni :
a. Atresia ani letak tinggi : bagian distal rectum berakhir di atas muskulus levator ani (> 1,5cm
dengan kulit luar).
b. Atresia ani letak rendah: distal rectum melewati musculus levator ani ( jarak <1,5cm dari
kulit luar).

2. Menurut Stephen, membagi atresia ani berdasarkan pada garis pubococcygeal.


a. Atresia ani letak tinggi : bagian distal rectum terletak di atas garis pubococcygeal.
b. Atresia ani letak rendah: bila bagian distal rectum terletak di bawah garis pubococcygeal.
3. Ladd dan Gross, membagi menjadi 4 type jenis atresia ani:
a. Stenosis ani : anus dan rectum ada tetapi menyempit.
b. Imperforatus anus: anus berupa membran.
c. Imperforatus anus dengan kantong rectum berakhir agak tinggi dari kulit peritoneum.
d. Atresia rectum, rectum berakhir buntu dan terpisah dari bagian anal oleh suatu membrane
atau jaringan, disini lubang anus ada sehingga dari luar anus tampak normal.

PERSIAPAN PASIEN

Tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan tetapi untuk mendapatkan gambaran yang
baik maka sebelum dilakukan proyeksi bayi di letakkan dengan posisikepala berada di bawah
dan kaki berada di atas selama +_ 5mnt dengan tetap menjaga kenyamanan pasien.

Tujuan Persiapan
Tujuannya adalah agar udara dalam kolon dapat mencapai rectum bagian distal anal yang di
pasang marker sehingga pada foto daerah antara marker dengan bayangan udara yang tertinggi
dapat diukur.

PROYEKSI PEMERIKSAAN

1. Proyeksi Wangesteen Rice


A. Posisi AP
Untuk melihat ada tidaknya atresia ani dan untuk melihat beratnya distensi atau peregangan
usus.
 Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala di bawah, kaki di
atas) di depan standart kaset yang telah di siapkan. Kedua tungkai difleksikan 90
terhadap badan untuk menghindari superposisi antara trokanter mayor paha dengan
ischii. MSP tubuh tegak lurus kaset.
 Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk dalam
film., Pada daerah anus di pasang marker.
 CR: Horisontal tegak lurus kaset.
 CP: Pertengahan garis yang menghubungkan kedua trokhanter mayor.
 FFD: 90cm
 Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.

B. Posisi Lateral
Untuk melihat ketinggian atresia ani.
 Posisi Pasien : Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala di bawah, kaki di
atas) dengan salah satu sisi tubuh bagian kiri atau kanan menempel kaset. Kedua paha
di tekuk semaksimal mungkin ke arah perut agar bayangan udara pada radiograf tidak
tertutup oleh gambaran paha. MSP (mid sagital plane) tubuh sejajar terhadap garis
pertengahan film, MCP (mid coronal plane) tubuh diatur tegak lurus terhadap film.
 Posisi Objek : Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk dalam
film. Pada daerah anus di pasang marker.
 CR: Horisontal tegak lurus kaset.
 CP: Pada trokhanter mayor.
 FFD: 90cm
 Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.

2. Lateral Prone Cross Table

Alternatif pemeriksaan invertogram pada kasus atresia ani untuk memperlihatkan bayangan
udara di dalam colon mencapai batas maksimal tinggi/ naik di daerah rectum bagian distal.
 Posisi Pasien : Pasien diposisikan prone.
 Posisi Objek : kedua paha ditekuk (hip fleksi), angkat bagian punggung bayi sehingga
letak pelvis lebih tinggi dan kepala/wajah lebih rendah. Kaset pada salah satu sisi lateral
dengan trokhanter mayor pada pertengahan kaset.

Ilustrasi posisi pasien pada Lateral cross table


 CP: pada trochanter mayor menuju pertengahan kaset.
 CR: Horisontal, tegak lurus film/kaset.
 FFD: 90 cm
 Ekspose dilakukan saat bayi tidak bergerak.

Keuntungan posisi ini :


 Posisi lebih mudah.
 Waktu untuk memposisikan lebih singkat.
 Pasien lebih tenang dan nyaman.
 Udara pada rectum tampak naik dan lebih tinggi sehingga posisi ini lebih baik.
10. Diagnosis banding dan gambaran radiologi distribusi udara usus yang berlebih

Meteorismus atau perut kembung adalah peningkatan volume udara padasaluran cerna dan /
atau dalam rongga peritonium. Tampak sebagai perut yang kembung pada bayi / anak yang
terbaring telentang.

Adapun meteorismus dapat disebabkan antara lain oleh:

1. Aerofagi

Akibat dari banyaknya udara yang tertelan.

2. Sindrom malabsorpsi

Absorpsi yang buruk dapat spesifik pada satu nutrien tertentu atau secara umum. Malabsorsi
dengan steatore biasanya disebabkan oleh penyakit seliaka atau fibrosis kistik. Tinja berlemak,
bau, pucat dan banyak, sertasering. Sang ibu mungkin melaporkan kesulitan dalam menyiram
tinja di toilet karena tinja cenderung mengambang. Distensi abdomen karena gasdan cairan
dalam usus yang mengalami distensi diikuti oleh turunnya berat badan dan atrofi otot.

3. Ileus paralitik

Suatu keadaan dimana peristaltik usus berhenti sehingga terjadi akumulasi udara dan cairan di
dalam usus yang berdilatasi. Penyebab paling sering antara lain peritonitis dan pasca operasi.
Pada gambaran radiologis didapatkan dilatasi usus halus dan usus besar, multipel air fluid level,
tidak ada/sedikit step ladder, terkadang dapat sangat sulit membedakan ileus paralitik dari
obstruksi usus besar.
4. Ileus obstruktif

Penyebab obstruksi usus bervariasi sesuai usia. Malformasi gastrointestinal biasanya


terjadi pada janin atau bayi baru lahir. Pada bayi yang lebih besar atau anak, penyebab tunggal
tersering adalah hernia inguinalis. Pada anak yang lebih kecil, kehilangan cairan dan elektrolit
dengan cepat akan menyebabkan dehidrasi dan kegagalan sirkulasi. Gejala utama
obstruksi usus antara lain muntah (dengan atau tanpa bercampur empedu), nyeri,
konstipasi dan juga distensi abdomen. Pada ileus obstruktif didapatkan gambaran
radiologis berupa dilatasi usus foto polos posisi supine, air fluid level multipel pada foto tegak,
step ladder appearance, usus halus dapat seperti bentuksosis, oval, atau bulat dengan densitas
jaringan lunak, string of bead (adanya sedikit udara yang terperangkap diantara valvula
koniventes pada posisi tegak dimana usus halus hampir seluruhnya terisi cairan).

Obstruksi dapat pula disebabkan antara lain oleh penyakit Hirschprung yang disebabkan oleh
tidak adanya pleksus mesenterika pada satu segmen usus besar, tersering pada daerah
rektosigmoid. Pasase mekonium yang terlambat diikuti oleh konstipasi dan distensi. Pada foto
polos abdomen didapatkan gambaran obstruksi usus dan tidak ada udara di rektum, sementara
pada pemeriksaan barium enema ditemukan penyempitan lumen usus segment distal, adanya
zona transisiratio rectosigmoid < 1, retensi barium dan ascending bariumdalam 24 jam.
5. Enterokolitis Nekrotikan
Paling sering di ICU anak, suatu kegawatdaruratan bedah yang paling sering pada
kedokteran neonatal, pembedahan biasanya diperlukan, dengan mortalitas sekitar
20%. Biasa pada bayi prematur. Etiologinya tidak diketahui, tetapi imaturitas, infeksi,
iskemia usus, dan pemberian susu enteral berperan pada patogenesis penyakit ini.
Dengan gejala berupa diare berdarah dan sepsis. Pada foto polos abdomen didapatkan
gambaran ileus (dilatasi usus), dengan karakteristik pnematosis intestinalis, yaitu
gambaran udara berupa garis atau bubble kecil di dinding usus, dan udara di vena
porta.

Anda mungkin juga menyukai