Anda di halaman 1dari 38

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(Case Report)

Oleh:
Meriska Cesia Putri
Nabila Luthfiana
Triola Fitria

Perseptor
dr. Adang Azhar, Sp.F
dr. Muhammad Galih Irianto, Sp. F

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


RSUD DR. Hi. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
Identitas Pasien
Nama : TN. SA
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Sultan Hj.1 GG Dahlia nomor 31
Rejomulyo

Tanggal Pemeriksaan : 14 Maret 2018


Anamnesis
Korban (TN. SA) datang dengan kesadaran penuh ditemani oleh satu
orang anaknya pada hari Rabu 14 Maret 2018 ke ruang Forensik RS
Abdul Moeloek pukul 10.17 WIB, meminta dilakukan pemeriksaan
terhadap dirinya. Korban datang tanpa membawa Surat Permintaan
Visum dari kepolisian. Korban mengaku mendapat kekerasan dari istri
ke-2 dengan cara memukul dengan menggunakan tangan. Kejadian ini
terjadi pada hari Minggu 11 Maret 2018 di penginapan di daerah Teluk
Betung.
Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36.5 °C
Status Lokalis Luka
PADA DAHI 3 CM DARI BATAS ATAS ALIS KIRI 4CM PADA BAHU KANAN 6 CM DARI PUNCAK
DARI GARIS TENGAH DAHI TERDAPAT LUKA BAHU TERDAPAT LUKA LECET BERUKURAN
LECET SEPANJANG 1 CM BERWARNA
KEMERAHAN 1,5X3CM BERWARNA KEMERAHAN
PADA LENGAN ATAS KANAN 12CM DI ATAS LIPAT PADA LENGAN ATAS KANAN 3 CM DARI
LENGAN TERDAPAT MEMAR BERWARNA KEBIRUAN LIPAT LENGAN TERDAPAT MEMAR
BERUKURAN 1,5 X 1 CM BERUKURAN 1 X 2CM DAN 1X1,5CM
PADA LENGAN ATAS KANAN 1,5CM DI ATAS LIPAT PADA LENGAN BAWAH KANAN 9CM DARI LIPAT
LENGAN TERDAPAT LUKA LECET SEPANJANG 1 LENGAN TERDAPAT LUKA LECET BERUKURAN 0,5
CM BERWARNA KEMERAHAN X 0,3CM BERWARNA KEMERAHAN.
PADA LENGAN BAWAH KIRI 13 CM DI BAWAH PADA LENGAN ATAS KIRI 5 CM DIATAS
LIPAT LENGAN TERDAPAT LUKA LECET UKURAN LIPAT LENGAN TERDAPAT LUKA LECET
0,5CM X 0,2 CM DAN 0,2 X 0,2 CM BERWARNA
KEMERAHAN 0,2 X0,1 CM BERWARNA KEMERAHAN
Tindakan/Pengobatan
Pembuatan visum et repertum
Kesimpulan
Pada Pria berusia 55 tahun ini ditemukan luka memar dan luka lecet
akibat kekerasan tumpul. Luka-luka tersebut tidak menimbulkan peyakit
atau halangan dalam menjalankan pekerjaan, jabatan, atau
pencaharian.
Berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
pelaku diancam dengan hukuman maksimal 4 tahun penjara atau denda
paling banyak 5 juta rupiah.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Menurut Undang-Undang no. 23 tahun 2004, kekerasan Dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan yang melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
Insidensi
Komisi Nasional Anti
• Tahun 2003 telah terjadi 5.934 kasus kekerasan terhadap
Kekerasan Terhadap perempuan
Perempuan (Komnas • Sebanyak 2.703 di antaranya adalah kasus KDRT
Perempuan)

• Sepanjang tahun 2005 86,81% kasus kekerasan yang


Lembaga non dialami perempuan adalah KDRT dan 77,36% dari kasus
itu pelakunya adalah para suami.
pemerintah (Mitra • Pelaku lain : mantan suami (3,08%), orang tua atau
Perempuan) mertua serta saudara (6,15%), majikan (0,22%), dan
pacar/teman dekat (9,01%).
Bentuk-bentuk KDRT
Menurut UU No 23 tahun 2004, ada beberapa bentuk kekerasan dalam
rumah tangga, yaitu:
Kekerasan fisik
Kekerasan psikis
Kekerasan seksual
Kekerasan seksual meliputi:
◦ Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut.
◦ Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu.
Penelantaran rumah tangga
Pemeriksaan Fisik pada Korban
KDRT
Karakteristik luka yang disebabkan oleh adanya KDRT, biasanya
menunjukkan gambaran sebagai berikut :
◦ Luka bilateral, terutama pada ekstremitas.
◦ Luka pada banyak tempat.
◦ Kuku yang tergores, luka bekas sundutan rokok yang terbakar, atau bekas tali
yang terbakar.
◦ Luka lecet, luka gores minimal, bilur.
◦ Perdarahan subkonjungtiva yang diduga karena adanya perlawanan yang
kuat antara korban dengan pelaku.
Bentuk-Bentuk Luka
Kekerasan tumpul, berupa luka memar, lecet dan luka goresan
Bekas gigitan
Bekas kuku
◦ Ada 3 macam tanda bekas kuku yang mungkin terjadi, bisa tunggal atau
kombinasi, yaitu sebagai berikut :
◦ Impression marks
◦ Scratch marks
◦ Claw marks

Strangulasi
Distribusi Luka
Luka-luka pada KDRT biasanya mempunyai distribusi tertentu, sebagai
berikut:
Luka pada domestic violence biasanya sentral.
Tempat luka yang umum adalah daerah yang biasanya tertutup oleh pakaian
(misalnya dada, payudara dan perut).
Wajah, leher, tenggorokan dan genitalia juga tempat yang sering mengalami
perlukaan.
Lebih dari 50% luka disebabkan karena kekerasan pada kepala dan leher.
Pelaku laki-laki menghindari untuk menyerang wajah, tetapi kemudian
memukul kepala bagian belakang.
Luka pada wajah dilaporkan pada 94% korban domestic violence.
Trauma pada maxillofacial termasuk luka pada mata dan telinga, luka pada
jaringan lunak, kehilangan pendengaran, dan patah pada mandibula, patah
tulang hidung, orbita dan zygomaticomaxillary complex.
Akibat Kekerasan
Akibat Fisik
◦ Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri.
◦ Trauma fisik berat: memar berat luar/dalam, patah tulang, kecacatan.
◦ Trauma fisik dalam kehamilan, yang beresiko terhadap ibu dan janin
(abortus, kenaikan berat badan ibu tidak memadai, infeksi, anemia, BBLR).
◦ Kehamilan yang tak diinginkan dan kehamilan dini akibat perkosaan atau
kebebasan dalam mengikuti KB, yang dapat diikuti dengan tindakan aborsi,
tertular PMS, HIV/AIDS atau komplikasi kehamilan, termasuk sepsis, aborsi
spontan, dan kehamilan prematur.
◦ Meningkatnya resiko terhadap kesakitan, misalnya gangguan ginekologis,
perdarahan pervaginam berat, PMS, infeksi saluran kencing, dan gangguan
pencernaan.
Akibat Nonfisik
◦ Gangguan mental, misalnya depresi, ketakutan dan cemas, rasa rendah diri,
kelelahan kronis, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, gangguan makan,
ketagihan alkohol dan obat, atau mengisolasikan dan menarik diri.
◦ Pengaruh psikologis terhadap anak karena menyaksikan kekerasan, misalnya kelak
cenderung melakukan kekerasan terhadap pasangannya.

Pengaruh Terhadap Masyarakat


◦ Bertambahnya biaya pemeliharaan kesehatan untuk akibat fisik/nonfisik dari
kekerasan terhadap perempuan.
◦ Efek terhadap produktivitas, misalnya mengakibatkan berkurangnya kontribusi
kepada masyarakat, kemampuan realisasi dan cuti sakit bertambah.
◦ Kekerasan terhadap perempuan di lingkungan sekolah dapat mengakibatkan putus
pendidikan karena terpaksa keluar sekolah.
Dasar Hukum
Undang-Undang No.23 tahun tahun 2004 mengenai Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56
pasal
Ketentuan pidana penjara atau denda diatur dalam BAB VIII mulai dari
pasal 44 – 53
Pasal 44
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban
mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami
terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling
banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 45
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah).
Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah)

Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya
melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp
12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal
47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau
kejiwaan sekurangkurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus
atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam
kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling
sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
◦ a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1);
◦ b. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).

Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan
pidana tambahan berupa :
◦ a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari
pelaku;
◦ b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga
tertentu.
Pasal 51
Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4)
merupakan delik aduan.

Pasal 52
Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2)
merupakan delik aduan.

Pasal 53
Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 yang
dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik aduan.
Pelaku KDRT dapat juga dijerat dengan KUHP terutama tentang
penganiayaan.
Korban dengan luka ringan dapat merupakan hasil dari tindak pidana
penganiayaan ringan (pasal 352 KUHP), sedangkan korban dengan luka
sedang dapat merupakan hasil dari tindak penganiayaan (pasal 351 (1)
atau 353 (1)). Korban dengan luka berat (pasal 90 KUHP) dapat
merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan dengan akibat luka
berat (pasal 351 (2) atau 353 (2)) atau akibat penganiayaan berat (pasal
354 (1) atau 355 (1)).
Pembuktian Kasus KDRT
Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban
saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah,
apabila disertai dengan suatu alat yang sah lainnya. Adapun alat-alat
bukti yang sah menurut KUHAP, yang diatur dalam pasal 184 adalah
sebagai berikut :
◦ Keterangan saksi
◦ Keterangan ahli
◦ Surat
◦ Petunjuk
◦ Keterangan terdakwa
Pembahasan
Anamnesis
Korban (TN. SA) datang dengan kesadaran penuh ditemani oleh satu
orang anaknya pada hari Rabu 14 Maret 2018 ke ruang Forensik RS
Abdul Moeloek pukul 10.17 WIB, meminta dilakukan pemeriksaan
terhadap dirinya. Korban datang tanpa membawa Surat Permintaan
Visum dari kepolisian. Korban mengaku mendapat kekerasan dari istri
ke-2 dengan cara memukul dengan menggunakan tangan. Kejadian ini
terjadi pada hari Minggu 11 Maret 2018 di penginapan di daerah Teluk
Betung.
Korban datang dengan kesadaran baik, penampilan bersih, sikap selama
pemeriksaan kooperatif. Keadaan umum jasmaniah baik, denyut nadi 84 kali
permenit, dan pernafasan 20 kali permenit. Gambaran keadaan pasien saat
pertama kali datang tampak tenang. Saat korban datang mengenakan kemeja
motif batik berwarna hitam putih lengan pendek, memakai kacamata
berwarna hitam dan celana panjang berwarna hitam.

Pasien datang tanpa membawa Surat Permintaan Visum dari pihak kepolisian
sehingga pasien hanya berhak mendapat keterangan berupa Surat Keterangan
Medis.
Hal tersebut dibenarkan oleh pasal 133 KUHAP dimana permintaan keterangan
ahli dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan/atau pemeriksaan
bedah mayat. Surat Keterangan Medis yang diperoleh korban tidak memiliki
kekuatan untuk digunakan dalam proses peradilan sebab tanpa disertai
jaminan hukum.
Status Lokalis
Pada dahi 3 cm dari batas atas alis kiri 4cm dari garis tengah dahi terdapat luka 1x 0,2cm
berwarna kemerahan
Pada bahu kanan terdapat luka 1,5x3cm berwarna kemerahan
Pada lengan atas kanan 12cm dari atas lipat lengan terdapat memar berwarna kebiruan
berukuran 1,5 x 1 cm
Pada lengan atas kanan 3 cm dari lipat lengan terdapat memar berukuran 1 x 2cm dan
1x1,5cm
Pada lengan atas kanan 1,5cm dari lipat lengan terdapat luka lecet 1,02 cm berwarna
kemerahan
Pada lengan bawah kanan 9cm dari lipat lengan terdapat luka lecet 0,5 x 0,3cm berwarna
kemerahan.
Pada lengan bawah kiri 13 cm di bawah lipat lengan terdapat luka lecet ukuran 0,5cm x 0,2
cm dan 0,2 x 0,2 cm berwarna kemerahan
Pada lengan atas kiri 5 cm diatas lipat lengan terdapat luka lecet 0,2 x0,1 cm berwarna
kemerahan
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kekerasan dalam
rumah tangga paling banyak terjadi dalam bentuk kekerasan tumpul
yang salah satunya dapat berupa luka memar. Luka pada kekerasan
dalam rumah tangga biasanya memiliki distribusi sentral. Wajah, leher,
tenggorokan dan genitalia juga tempat yang sering mengalami
perlukaan. Lebih dari 50% luka disebabkan karena kekerasan pada
kepala dan leher. Luka pada wajah dilaporkan pada 94% korban
kekerasan rumah tangga.
Dasar Hukum
Sesuai dengan pasal 352 KUHP, korban termasuk dalam penganiayaan
ringan. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada korban berupa memar
dan bengkak, yang tidak mengakibatkan penurunan fungsi organ
tertentu, serta tidak mengakibatkan hambatan dalam melakukan
pekerjaan maupun jabatan atau mata pencahariannya. Pelaku dapat
dijerat dengan pasal 352 (1) KUHP dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.
Berdasarkan UU No.23 Tahun 2004 Bab III Larangan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, Pasal 5 menjelaskan “setiap orang dilarang melakukan kekerasan
dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan
cara :
◦ a. Kekerasan Fisik
◦ b. Kekerasan Psikis
◦ c. Kekerasan Seksual
◦ d. Penelantaran rumah tangga.

Pasal 6 menjelaskan “kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5


huruf a, adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat”
Dalam kasus ini, sesuai dengan UU No. 23 tahun 2004, dapat dimasukkan
dalam kekerasan dalam rumah tangga yang berupa kekerasan fisik. Atas
tindakan pelaku terhadap korban yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan atau mata pencaharian atau kegiatan
sehari-hari, dipidana dengan pidana paling lama 4 tahun atau denda paling
banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai