Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TUTORIAL

KASUS HIDUP

DISUSUN OLEH :
Tutorial C-3

1. Noura Azmia Tabah 1610211017


2. Bella Iriani Putri 1610211025
3. Sarah Khairunnisa 1610211057
4. Sheila Azelya Fernanda 1610211068
5. Farah Elena Astrilia 1610211069
6. M. Alfansyah Dhifanra 1610211090
7. Natalia Putri Permatasari 1610211106
8. Livia Meidy Ubayid 1610211124
9. Aditya Rizqi Pratama 1610211159

Tutor : dr. Wahyu Karno


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
TAHUN AJARAN 2019/2020
KASUS

Seorang anak perempuan bernama AM yang berusia 14 tahun datang dengan ibunya yang
bernama Ny. SL usia 34 tahun ke Pusat Pelayanan Terpadu RSUD setempat dengan
membawa surat permintaan visum dari Kepala Kepolisian Sektor setempat. Surat permintaan
tersebut ditujukan ke Kepala RSUD untuk dilakukan pemeriksaan fisik dan dibuatian Visum
et Repertum untuk pasangan ibu dan anak tersebut.
Korban AM mengaku pada 1 hari yang lalu saat korban pulang sekolah, korban menemukan
pelaku yang merupakan ayah tiri korban di rumah dikelilingi botol-botol minuman keras dan
barang-barang yang tampak seperti bungkus plastik isi serbuk putih dan jarum suntik. Saat
korban AM sedang berganti baju di dalam kamar, pelaku tiba-tiba masuk dan mendorong
korban ke ranjang lalu memaksa korban untuk membuka baju. Korban mengaku pelaku
menutup mulutnya dan memasukkan alat kelamin pelaku ke alat kelamin korban, Setelah
kejadían tersebut, korban dilepaskan dan korban lari ke rumah temannya. Kejadian ini adalah
yang pertama kalinya. Saat malam hari korban menceritakan kejadian tersebut ke ibunya, Ny.
SL.
Korban SL mengaku marah saat mendengar kejadian ini dan korban SL menelkonfruntasi
pelaka yang inerupakan suami korban. Korban SL. kemudian terlibat adu mulut dengan
pelaku di dalam kamar. Korban SL mengaku pelaku mendorong korban ke ranjang dan
mencekik leher korban, lalu pelaku menarik kaki korban dan menyeretnya sehingga korban
terjatuh ke lantai. Kemudian kaki kiri korban diinjalc oleh pelaku dan disudutkan ke tembok
oleh pelaku. Korban berusaha melawan dengan berteriak, dan dilerai oleh tetangga yang
datang. Pelaku kemudian mengancam akan membakar rumah orangtua korban, akan
membunuh mereka dan anak perempuannya jika melapor polísi,
Menurut korban SL, pelaku tidak memiliki pekerjaan tetap dan mempunyai riwayat
penggunaan NAPZA dan minum alkohol oplosan. Kejadian ini adalah yang kedua kalinya.
Setahun sebelumnya korban yang sedang hamil 4 bulan didorong dan dipukuli suaminya
hingga perutnya terantuk keras ke meja. Sehingga korban mengalami keguguran, bayi dalam
kandungannya meninggal. Korban AM juga menceritakan sering kena tampar dan dipukul
oleh pelaku jika pelaku pulang dalam keadaan mabuk dan marah-marah
Pada hasil pemeriksaan fisik saat ini didapatkan keadaan umum korban AM baik, kesadaran
penuh, emosi stabil, dan kooperatif. Tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 88x/m,
frekuensi napas 20x/menit, suhu tubuh 36,9°C Pada pemeriksaan fisik korban AM didapatkan
liang vagina kemerahan dan tampak robekan pada selaput dara arah jarum jam 3 dan jam 6.
Selain itu, terdapat luka memar pada sisi dalam paha kiri korban, jarak 6 cm dari lutut kiri
bentuk tidak beraturan, warna keunguan, tidak bengkak, ada nyeri tekan, dengan ukuran luka
2x4 cm. Hasil swab vagina tidak didapatkan sperma. Korban AM diberikan rujukan ke klinik,
kandungan dan klinik psikologi anak untuk penanganan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik untuk korban SL, keadaan umum baik, kesadaran penuh, emosi stabil,
dan kooperatif. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/m, frekuensi napas
20x/menit, suhu tubuh 36,8°C. Pada punggung kaki kiri, punggung jari telunjuk, jari tengah
dan jari manis serta kelingking, jarak 11 cm dari mata kaki luar ditemukan luka memar
berbentuk tidak beraturan, batas tidak tegas, warna biru keunguan, tidak bengkak, ada nyeri
tekan, dengan ukuran luka 7x4 cm. Pada korban SL diberikan obat yang dioleskan ke luka
memarnya dan obat penghilang nyeri yang diminum jika kesakitan.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan kesimpulan, seorang perempuan mengaku berusia 14
tahun mengaku telah diperkosa oleh seorang pelaku yaitu ayah tiri korban. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan luka memar pada paha dan luka robekan pada selaput dara akibat kekerasan
tumpul. Seorang wanita mengaku berusia 34 tahun mengadu telah dianiaya oleh seorang
pelaku yaitu suami korban. Pada pemeriksaan fisik didapatkan luka memar di punggung kaki
kiri akibat kekerasan tumpul. Perlukaan ini tidak menimbulkan penyakit dan halangan
pekerjaan.
Kekerasan dalam Rumah Tangga
Epidemiologi
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Data
yang diperoleh dari Jurnal Perempuan edisi ke 45, menunjukkan bahwa dari tahun 2001
terjadi 258 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tahun 2002 terjadi sebanyak 226 kasus,
pada tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun 2004 terjadi 328 kasus dan pada tahun 2005
terjadi 455 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Jurnal Perempuan edisi 45). Kekerasan
Dalam Rumah Tangga menjadi kasus yang tak pernah habis dibahas karena meskipun
berbagai instrumen hukum, mulai dari Internasional sampai pada tingkat nasional belum
mampu menekan angka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi. Dari data di
atas dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun Kekerasan Dalam Rumah Tangga
cenderung meningkat karena kekerasan yang dihadapai perempuan juga meningkat.
Sedangkan dari sumber yang sama didapati bahwa jenis kekerasan yang paling sering
dihadapi oleh perempuan adalah kekerasan psikis (45,83 %).
Definisi
Keluarga Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang berarti
"anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang
masih memiliki hubungan darah, bersatu. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak
mereka. Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu
dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan
derajat ketiga.
Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif
maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang
merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak dikendaki oleh korban. Kekerasan
terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedan jenis kelamin yang
berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologis termasuk
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-
wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga No. 23 Tahun 2004 Pasal 1 angka 1 (UU PKDRT) memberikan pengertian bahwa:5
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.” Menurut UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 2 lingkup rumah tangga
meliputi :
a. Suami, isteri, dan anak
b.Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri, dan anak
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap
dalam rumah tangga
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

BENTUK- BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


Mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud :
1. Kekerasan Fisik
2. Kekerasan Psikis
3. Kekerasan Seksual
4. Penelantaran rumah tangga

1.Kekerasan fisik menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 6


Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
Kekerasan fisik yang dialami korban seperti: pemukulan menggunakan tangan maupun alat
seperti (kayu, parang), membenturkan kepala ke tembok, menjambak rambut, menyundut
dengan rokok atau dengan kayu yang bara apinya masih ada, menendang, mencekik leher.
2.Kekerasan psikis menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 7
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat pada seseorang. Kekerasan psikis berupa makian, ancaman cerai, tidak memberi nafkah,
hinaan, menakut-nakuti, melarang melakukan aktivitas di luar rumah.
3.Kekerasan seksual menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 8
Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun pemaksaan hubungan seksual
terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual seperti memaksa isteri melakukan
hubungan seksual walaupun isteri dalam kondisi lelah dan tidak siap termasuk saat haid,
memaksa isteri melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain.
4.Penelantaran rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 9
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang
tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak
di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Penelantaran seperti meninggalkan isteri dan anak tanpa memberikan nafkah, tidak
memberikan isteri uang dalam jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun.

ETIOLOGI
Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian rupa
dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh
karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan
suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.
2. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk menuruti
semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras
dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan
demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anakanaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh
suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.
3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik.
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun
kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan
dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini
didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras
agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan
kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah tangganya.
4. Persaingan
Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam rumah tangga
adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri. Maka di sisi lain,
perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan, penguasaan
ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan
masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat
menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau
kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.
5. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi tidak
bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi
pada pasangan yang : Masih serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada
orang tua atau mertua. Dalam kasus ini biasanya suami mencari pelarian kepada mabuk-
mabukan dan perbuatan negatif lain yang berujung pada pelampiasan terhadap istrinya
dengan memarahinya, memukulnya, membentaknya dan tindakan lain yang semacamnya.
6. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum
Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak
terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bisa jadi
laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai tindakan kriminal tapi hanya
kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP membicarakan
mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi
pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri
untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.

KETENTUAN PIDANA
Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undang-undang Republik
Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT sebagai berikut :
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(Lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,- (Lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban jatuh
sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak
Rp30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban,
dipadana penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun atau denda paling banyak
Rp45.000.000,-(Empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-harian, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,-(Lima juta
rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 45
1. Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
atau denda paling banyak Rp 9.000.000,- (Sembilanjuta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidanakan penjara paling
lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000,- (Tiga juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46 Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan
seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling
lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,- (Tiga puluh enam juta
rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 47 Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam
rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00-(dua belas juta rupiah)
atau paling banyak Rp 300.000.000,00-(tiga ratus juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 48 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 dan 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya
selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau
matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00-(dua puluh lima juta rupiah)
dan paling banyak Rp500.000.000,00- (lima ratus juta rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 49 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00-(lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1)
b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2). UU Nomor 23 Tahun
2004 Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana
tambahan berupa :
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam
jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.

Penyalahgunaan NAPZA dan aspek medikolegal


Definisi narkoba
 Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif
lainnya.

 Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum; seperti polisi
(termasuk Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas Pemasyarakatan.

 Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah Napza
yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.

 Istilah napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan
rehabilitasi

Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat/obat yg berasal dari tanaman


atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yg dapat menyebabkan
penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, & dapat menimbulkan,ketergantungan
Narkotika terdiri dari 3 golongan :
 Golongan I : narkotika yang paling berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi.

o untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dlm terapi dan
mengakibatkan ketergantungan.

o Co : Heroin, Kokain, Ganja

Heroin obat adiktif dengan sifat penghilang rasa sakit yg diproses dari morfin, sebuah zat
yg terjadi secara alami dari opium. Heroin murni adalah serbuk berwarna putih. Cara :
disuntikan tapi juga didengus, dihisap atau dihirup.Efek : melegakan ketegangan,
kegelisahan dan depresi, merasa terlepas dari kesedihan emosional dan fisik atau rasa
sakit.
Kokain serbuk kristal berwarna putih yang diperoleh dari sari tumbuhan koka
àketergantungan tinggi. Nama jalanan dari kokain adalah koka, coke, happy dust, charlie,
srepet, snow (salju putih). Cara pemakaian : dihirup dengan menggunakan penyedot spt
sedotan. Efek : pemakai merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah rasa percaya
diri, juga dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah.
Ganja.Nama jalanan : grass, Cimeng, gelek, hasish, marijuana, bhang.Terkandung tiga zat
utama yaitu tetrehidro kanabinol,kanabinol dan kanabidiol. Cara penggunaannya : dihisap
dengan cara dipadatkan mempunyai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Efek :
cenderung merasa lebih santai, rasa gembira berlebih (euforia), sering berfantasi. Aktif
berkomunikasi, selera makan tinggi, sensitif, kering pada mulut dan tenggorokan.
 Golongan II :

narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Sebagai pengobatan pilihan terakhir jika tidak ada pilihan lain.
o Contoh : benzetidin, betametadol, petidin dan turunannya

 Golongan III :

narkotika yang memiliki daya adiktif atau potensi ketergantungan ringan


o dapat dipergunakan secara luas untuk terapi atau pengobatan dan penelitian.

o Contoh : kodein dan turunannya, metadon, naltrexon

Psikotropika
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yg berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yg menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1. Golongan I : Psikotropika yg hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan.

Contoh : Ekstasi
2. Golongan II : Psikotropika yg berkhasiat pengobatan & dapat digunakan dalam terapi
dan/ untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
Contoh : Amphetamine
3. Golongan III : Psikotropika yg berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Phenobarbital

4. Golongan IV : Psikotropika yg berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan


dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Diazepam, Nitrazepam

Zat adiktif lainnya


Yaitu bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika,
meliputi :
1. Minuman alkohol

Mengandung etanol etil alkohol, yg berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering
menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu.Jika
digunakan bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh
obat / zat itu dalam tubuh manusia. Terdiri dari :
Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir )
Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman anggur )
Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker )
2. Inhalasi (gas yg dihirup) dan solven

Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa
organik, yg terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan
sebagai pelumas mesin.Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat
kuku,Bensin
3. Tembakau

Penyalahgunaan NAPZA
Merupakan penggunaan salah satu/ beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur
diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan
gangguan fungsi sosial dan Ketergantungan. Penyebabnya sangat kompleks yaitu akibat
interaksi antara factor yg terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor
tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause).
Penting diketahui bahwa tidak semua jenis narkotika dan psikotropika dilarang
penggunaannya. Karena cukup banyak pula narkotika & psikotropika yg memiliki
manfaat besar di bidang kedokteran dan untuk kepentingan pengembangan pengetahuan.
Menurut UU No.22 Tahun 1997 dan UU No.5 Tahun 1997, narkotika dan psikotropika
yang termasuk dalam Gol. I à jenis zat yang dikategorikan illegal. Siapapun yang
memiliki, memproduksi, menggunakan, mendistribusikan dan/atau mengedarkan
narkotika dan psikotropika Gol. I dapat dikenakan pidana sesuai dengan ketentuan hukum
yg berlaku.
NARKOTIKA
Menurut struktur kimia :
 Morfin dan turunannnya, co: morfin, dilaudid, heroin, nalorfin, kodein, dan naloxone
 Turunan Benzomorfan , co: pentazocine dan levor phanol
 Golongan 4-fenilpiperidin, co: petidine dan trime preidine
 Golongan difenilpropilamin dan analgesik asiklik, co : methadone dan ticarda
 Lain-lain, co: turunan fenotiazine dan benzimidazole

Street narkotik ialah narkotika yang banyak diperdagangkan dalam pasar gelap dan
biasanya mengandung heroin kadar 0-77%. Preparat murni yg lazim digunakan dalam
bidang medis à bentuk garam klorida, sulfat atau fosfat dgn kadar morfin sebesar 10
mg/ml (parenteral)

FARMAKOKINETIK NARKOTIKA
Absorpsi : sal. Cerna, selaput lendir hidung dan paru, suntikan IV, IM SC, dan kulit yang
luka. Dapat digunakan secara oral dan IV (khasiat nyata dan intensitas maksimal). Morfin
sangat cepat hilang dari darah (2,5 menit pd binatang percobaan) dan terkonsentrasi dlm
jar. Parenkim (ginjal, paru, hati, dan limpa). Metabolisme : hati, paru, otak, darah, ginjal,
dan plasenta. 90% morfin terikat dgn as. Glukoronat. Ekskresi : ginjal dan sal. Empedu,
dpt melalui keringat dan tinja. Morfin dlm jumlah kecil msh dpt ditemukan dlm urin stlh
48 jam, 90% dan ekskresi total berlangsung dalam 24 jam pertama

FARMAKODINAMIK NARKOTIKA
Cara kerja Morfin dan Heroin : belum diketahui pasti
Semua narkotikan : khasiat sama à depresi SSP à Efek : analgesia, narkose, perasaan
mengantuk, tdk dpt berkonsentrasi, sukar berpikir, , penglihatan kurang tajam, letargi,
badan terasa panas, dan muka terasa gatal, mulut terasa kering, depresi pernapasan, dan
pupil miosis, sering menimbulkan mual dan muntah

TANDA DAN GEJALA KERACUNAN


Keracunan dapat bersifat akut maupun kronik. Akut à percobaan bunuh diri atau pd takar
lajak, dpt pula kecelakaan dan pembunuhan
Gejala : eksitasi susunan saraf à disusul narkosis (datang dlm fase narkosis), Perasaan
merasa mengantuk à koma, dpt relaksasi otot, nadi kecil dan lemah, pernafasan sukar
dangkal dan lambat, irregular,dpt terjadi pernafasan Cheyne Stokes, suhu badan turun,
muka pucat, pupil miosis, TD menurun à syok

SEBAB DAN MEKANISME KEMATIAN


Penyebab tersering adalah kecelakaan, pembunuhan (suntikan atau dicampur dengan
sianida atau strichin). Mekanisme kematian : Depresi pusat pernapasan, edema paru, syok
anafilaktik, pemakaian alat suntik dan bahan yg tidak steril à infeksi : Penumonia,
Endokarditis, Hepatitis, Tetanus, AIDS, Malaria, Sepsis. dapat pula Emboli udara

PEMERIKSAAN FORENSIK
Pemeriksaan jenazah :
Bekas-bekas suntikan. Tersering lipat siku, lengan atas, punggung tangan dan tungkai,
jarang dignakan ; leher, bawah lidah, pada daerah perineum. Bekas suntikan baru à
perdarahan subkutan atau perdarahan perivena. Menentukan bekas suntikan lama atau
baru dgn menekan sekitar bekas suntikan, jika masih baru keluar darah atau serum. Bila
bekas suntikan tdk ditemukan, kemungkinan dgn cara sniffing (menghirup), ack-ack
(menghisap rokok yg dicampur heroin) atau chasing dragon (menghisap uap dari
pemanasan heroin) à perlu dilakukan nasal-swab
Pembesaran kel. Getah bening setempat terutama daerah ketiak à kronis. Lepuh kulit
(skin-blister) pada kulit daerah telapak tangan dan kaki
Kelainan lain :
Tanda asfiksia à keluar busa halus dari lubang hidung dan mulut, mula2 berwarna putih à
kehitaman (kelainan dianggap edema paru), sianosis pada ujung jari dan bibir, perdarahan
ptekie pada konjungtiva, septum nasi, kelainan paru akut. Pada perubahan awal (sampai 3
jam) à edema dan kongesti saja, atau hanya terdapat sel MN, makrofag, Maroskopik :
paru membesar, lebih berat, bagian posterior teraba krepitasi, bagian anterior emfisema
akut, dalam bronkiolus tampak benda asing, deskuamasi sel2 epithel serta mucus
Mikroskopik : kongesti dan edema disertai serbukan sel MN, kadang atelektasis,
emfisema.
Perubahan lanjut terjadi setelah 24 jam à pneumnia lobaris, berwarna coklat kemerahan,
gambaran granuler.
Kelainan paru kronik, terdapat granulomatosis vaskular paru.Kelainan hati yaitu
akumulasi sel radang, sedikit sel PMN, sel nekrotik, dan fibrosis ringan dan proliferasi
sel-sel duktus biliaris.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Bahan : urin (jika tidak adaà ginjal), cairan empedu, dan jar. Sekitar suntikan, isi lambung
(oral), hapusan mukosa (sniffing), semprit bekas pakai dan sisa obat. Kromatografi lapis
tipis (TLC), teknik GLC (Kromatografi gas), dan RIA (Radio imuno-assay).
Deteksi pecandu atau bukan : Uji Nalorfin : Midriasis dan gejala putus obat, pemeriksaan
dilakukan 30 menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin subkutan.
Gejala putus obat : terjadi bila pemakaian narkotika dihentikan scr mendadak : menggigil,
mual, kehilangan nafsu makan, kelelahan, insomnia, hiperhidrosis, lakrimasi, kedutan
otot, muntah, diare, dilatasi pupil, pada bayi : kejang2
Barang bukti bubuk : hanya dpt dilakukan dengan barang bukti preparat murni, atau
tempat suntikan
Uji Marquis dan uji Mikrokristal

PENGOBATAN
Untuk penderita akut keracunan : Nalorfin Hcl (Nalline, 0,1 mg/kg. IV atau Naloxone
Hcl (Narcan 0.005 mg/kg. IV
Pernafasan : Oksigen dan pembilasan lambung, pemberian norit dan katartik

Anda mungkin juga menyukai