Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


“Analisa Sperma dalam Membantu Identifikasi Forensik pada
Kasus Kejahatan Seksual”

Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat dalam Menempuh Program
Pendidikan Profesi Dokter

Disusun oleh :
Ryan Gustomo 112014291 FK UKRIDA
Citra Purnama Pratiwi 0861050102 FK UKI
Greysia Manarisip 1161050154 FK UKI
Gladly Veranita M. Kadang 1161050254 FK UKI
Gharin Persada 1261050247 FK UKI
Raharjeng Cahyapuri 1261050052 FK UKI
Valentine Seftiana Soesanto 112014119 FK UKRIDA

Dosen Pembimbing :
dr. Intarniati Nur Rohmah, Sp.KF
Residen Pembimbing :
dr. Tuntas Dhanardhono

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR . KARIADI SEMARANG
PERIODE 03 OKTOBER 2015 –29 OKTOBER 2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang universal, kejahatan ini dapat
ditemukan diseluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang usia
maupun jenis kelamin. Besarnya insiden yang dilaporkan disetiap negara berbeda–beda.

Di Indonesia menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan


(Komnas Perempuan) jenis kekerasan terhadap perempuan tertinggi adalah kekerasan
seksual (61%). Untuk tahun ini jenis dari bentuk kekerasan ini adalah perkosaan (1.657
kasus), pencabulan (1.064 kasus), pelecehan seksual (268 kasus), kekerasan seksual lain
(130 kasus), melarikan anak perempuan (49 kasus), dan percobaan perkosaan (6 kasus).

Pemeriksaan forensik kasus kejahatan seksual berikut mempunyai 2 tujuan utama


yaitu menyediakan pelayanan kesehatan dan mengumpulkan bukti. Tugas pokok
seorang dokter dalam membantu pengusutan tindak pidana terhadap kesehatan dan
nyawa manusia dengan pembuatan Visum Et Repertum dengan mengumpulkan
kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk
kemudian mengambil kesimpulan.

Salah satu bukti biologis yang dapat dan sering digunakan ialah cairan sperma yang
terdapat di sekitar liang vagina. Sperma masih dapat bergerak atau motil dalam waktu
4-5 jam post-coital; sperma juga masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar
24-36 jam postcoital, dan pada wanita mati masih dapat ditemukan sampai 7-8 hari.

Pendeteksian ada tidaknya sel sperma secara mikroskopik merupakan teknik


pemeriksaan untuk konfirmasi pasti bahwa terdapat ejakulat sperma pada korban
kejahatan seksual. Pemeriksaan dilakukan terhadap ekstrak atau dengan pembuatan
preparat tipis hapusan vagina, yang kemudian diwarnai dengan pewarna malachite
green. Apabila ditemukan sel sperma pada pemeriksaan (hasil positif), hal tersebut
merupakan tanda pasti adanya aksi persetubuhan diamana ada penetrasi dan ejakulasi.

Bila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka memperkirakan saat
terjadinya kekerasan seksual yang mendekati ketepatan mempunyai arti penting,
khususnya bila dikaitkan dengan proses penyidikan. Oleh karena itu penyidik dapat
lebih terarah dan selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka pelaku
tindak pidana. Hal ini menyangkut benar tidaknya alibi seseorang yang diduga
mempunyai hubungan dengan sebab terjadinya tindak kekerasan seksual tersebut, dapat
diperkirakan melalui saat kematian.

1.2. RumusanMasalah
• Bagaimanakah peran analisa sperma dalam membantu identifikasi forensik pada
kasus kejahatan seksual?

1.3. Tujuan Penelitian


1.1.1. Tujuan Umum
• Untuk mengetahui apa yang didapatkan dari analisa sperma dalam membantu
identifikasi forensik pada kasus kejahatan seksual.

1.1.2. Tujuan Khusus


• Mengetahui definisi kejahatan seksual

• Mengetahui jenis –jenis kejahatan seksual

• Mengetahui dasar hukum mengenai kejahatan seksual

• Mengetahui bagaimana pembuktian adanya tindakan kejahatan seksual dari


pemeriksaan tubuh korban

• Mengetahui cara melakukan pemeriksaan ada tidaknya sperma, usia,


morfologi, motilitas dan jumlah sperma yang didapat.

1.4. Manfaat Penelitian


• Meningkatkan kemampuan dan penalaran dalam penyusunan dan penulisan karya
tulis dari berbagai sumber.

• Melatih kerjasama tim dalam penyusunan suatu karya tulis penelitian.

• Meningkatkan pengetahuan ilmu kedokteran forensic tentang cara


mengidentifikasi adanya tindak pemerkosaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kejahatan Seksual


2.1.1 Definisi
Kejahatan seksual adalah tindakan seksual apa pun yang dilakukan seseorang
pada yang lain tanpa persetujuan dari orang tersebut. Kejahatan seksual terdiri dari
penetrasi genital, oral, atau anal oleh bagian tubuh pelaku atau oleh sebuah objek benda.
Kejahatan terhadap kesusilaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan seseorang
yang menimbulkan kepuasan seksual dan di sisi lain perbuatan tersebut mengganggu
kehormatan orang lain. Kejahatan seksual adalah kejahatan yang timbul diperoleh
melalui persetubuhan.
2.1.2 Jenis –jenis Kejahatan Seksual
Kejahatan seksual berdasarkan tingkat keparahannya dibagi menjadi ringan dan
berat.
1. Macam-macam kejahatan seksual ringan :
• Gurauan porno
• Siulan , ejekan dan julukan
• Tulisan / gambar
• Gerakan tubuh
• Perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban ,melecehkan
dan atau menghina korban
• Melakukan repetisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam
jenis kekerasan seksual berat
2. Macam-macam kejahatan seksual berat: (Syaulia, et al.2008)
• Pelecehan , kontak fisik : raba , sentuh organ seksual ,cium paksa ,rangkul
• Perbuatan yang rasa jijik ,terteror, terhina
• Pemaksaan hubungan seksual
• Hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
menyakitkan
• Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain , pelacuran tertentu .
• Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan / lemahnya
korban
• Tindakan seksual dan kekerasan fisik , dengan atau tanpa bantuan alat
yang menimbulkan sakit,luka, atau cedera.

2.2 Pemeriksaan pada Tubuh Korban Kejahatan Seksual


Wawancara dengan korban meliputi empat elemen: Wawancara teraupetik,
wawancara investigasi, wawancara medis dan wawancara medico-legal. Walaupun isi
dari masing- masing wawancara bisa saling tumpang tindih dan perbedaan wawancara
dalam beberapa hal dapat dilakukan oleh orang yang sama, dengan tujuan dan fungsi
masing-masing berbeda. Wawancara dapat dilakukan tersendiri, bersahabat dan
lingkungan yang mendukung.
Penginterview akan membangun suatu hubungan dengan korban dan mulai
dengan pertanyaan umum yang tidak berhubungan dengan kekerasan seksual yang
dialami, seperti riwayat medis. Jika diperlukan dapat digunakan penerjemah. Bahasa
dan nama penerjemah yang digunakan dapat dicatat dalam laporan. Pada kasus remaja,
mereka diijinkan untuk didampingi oleh orang tua bila mereka mau. Mereka juga
diperlakukan dengan cara yang sama seperti orang dewasa.
Pada kasus kekerasan seksual perlu ditanyakan tentang hal-hal sebagai berikut:
a) Waktu dan lokasi kejadian, ada tidaknya kekerasan sebelum kejadian,
segala bentuk kegiatan seksual yang terjadi, termasuk bagian-bagian tubuh
yang mengalami kekerasan, ada tidaknya penetrasi, dengan apa penetrasi
dilakukan.
b) Adanya rasa nyeri, perdarahan dan atau keluarnya cairan dari vagina.
c) Adanya rasa nyeri dan gangguan pengendalian buang air besar dan/atau buang
air kecil.
d) Apa yang dilakukan korban setelah kejadian kekerasan seksual tersebut,
apakah korban mengganti pakaian, buang air kecil, membersihkan
bagian kelamin dan dubur, mandi atau gosok gigi.
e) Khusus untuk kasus kekerasan seksual pada remaja, tanyakan
kemungkinan adanya hubungan seksual dua minggu sebelumnya.
Yang perlu diperiksa oleh dokter terhadap korban/tersangka korban kekerasan
seksual sedapat mungkin memenuhi tuntutan yang digunakan dalam undang-undang
hukum pidana.
Pemeriksaan fisik juga didasarkan pada kebijakan juridiksional, dan dilakukan
oleh dokter dengan pemeriksaan meliputi:
• Umum:
1. Rambut, wajah, emosi secara keseluruhan
2. Apakah korban pernah pingsan sebelumnya, mabuk atau tanda-tanda
pemakaian narkotik.
3. Tanda-tanda kekerasan diperiksa di seluruh tubuh korban.
4. Alat bukti yang menempel ditubuh korban yang diduga milik pelaku.
5. Memeriksa perkembangan seks sekunder untuk menentukan umur
korban.
6. Pemeriksaan antropometri; tinggi badan dan berat badan
7. Pemeriksaan rutin lain
Trauma fisik adalah pembuktian terbaik adanya kekerasan dan harus selalu
didokumentasikan melalui foto, dideskripsikan melalui gambar dan dalam bentuk
laporan tertulis. Bukti trauma dapat juga menguatkan pernyataan korban akan
kejadian tersebut. Peneliti forensik harus banyak mengetahui tentang pola trauma yang
terjadi karena kekerasan seksual, untuk dapat menanyakan pertanyaan yang tepat dan
lokasi trauma berdasarkan cerita korban.
Tempat yang paling sering mengalami trauma pada korban kekerasan seksual,
termasuk:
• Memar pada tungkai atas dan paha
• Memar pada leher karena cekikan
• Memar pukulan pada lengan atas
• Memar karena postur bertahan pada sisi lengan luar
• Memar pada payudara (korban wanita)
Juga yang sering adalah:
• Trauma menyerupai cambuk atau tali pada punggung korban
• Trauma pukulan atau gigitan pada payudara dan puting susu
• Trauma pukulan pada abdomen
• Trauma Pukulan dan tendangan pada paha
• Memar, lecet, dan laserasi pada wajah
- Pemeriksaan khusus:
1. Genitalia: pemeriksaan akibat-akibat langsung dari kekerasan seksual
yang dialami korban, meliputi:
a. Kulit genital apakah terdapat eritema, iritasi, robekan atau tanda-
tanda kekerasan lainnya.
b. Eritema vestibulum atau jaringan sekitar
c. Perdarahan dari vagina.
d. Kelainan lain dari vagina yang mungkin disebabkan oleh infeksi atau
penyebab lain.
e. Pemeriksaan hymen meliputi bentuk hymen, elastisitas hymen,
diameter penis. Robekan penis bisa jadi tidak terjadi pada kekerasan
seksual penetrasi karena bentuk, elastisitas dan diameter penis.
f. Untuk yang pernah bersetubuh, dicari robekan baru pada wanita yang
belum melahirkan
g. Pemeriksaan ada tidaknya ejakulasio dalam vagina dengan
mencari spermatozoa dalam sediaan hapus cairan dalam vagina
2. Pemeriksaan anal
a. Kemungkinan bila terjadi hubungan seksual secara anal akan
menyebabkan luka pada anal berupa robekan, ireugaritas, keadaan
fissura.
3. Pemeriksaan laboratorium, seperti:
• Darah
Dari berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena
merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk
golongan manusia tertentu. Tujuan utama pemeriksaan darah forensik
sebenarnya adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut,
dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada obyek-
obyek tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata, dsb), manusia dan
pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan.
Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut penting untuk menunjang atau
menyingkirkan keterlibatan seseorang dengan TKP dengan catatan,
walaupun dengan uji yang modern dan dengan peralatan yang canggih
sekalipun masih sulit untuk memastikan bahwa darah tersebut berasal dari
individu tertentu, kecuali dengan pemeriksaan DNA.
Pemeriksaan darah memiliki berbagai kepentingan baik kepentingan sipil
maupun kepentingan kriminal.Salah satu contoh kasus kepentingan sipil
adalah masalah perdebatan ayah dan ibu atas anaknya.Pada kasus kriminal
pemeriksaan darah penting untuk identifikasi korban atau tersangka,
penyebab kematian (contohnya mendeteksi adanya racun dalam darah),
waktu kematian, kasus kriminal aborsi, investigasi kasus penyerangan
seksual, dan kasus berpura-pura sakit.
Selain itu pemeriksaan darah juga berguna untuk membantu
menyelesaikan kasus-kasus bayi yang tertukar, penculikan anak, ragu ayah
(disputed paternity) dan lain-lain.
Bentuk noda darah pada pemeriksaan TKP mempunyai arti yang penting
yang harus mendapat perhatian sepenuhnya. Dari bentuk darah dapat
diambil kesimpulan apakah korban berbaring, berdiri, atau berjalan pada
waktu terluka dan vena atau arteri yang terputus.
Selain itu, bila pemeriksa menemukan adanya bercak darah, maka bercak
darah yang dicurigai tersebut harus dibuktikan bahwa apakah:
a. Bentuk darah tersebut adalah benar darah
b. Darah tersebut berasal dari manusia
c. Jenis golongan darah
d. Darah menstruasi atau bukan
Substansi golongan darah terdapat dalam cairan tubuh orang golongan
sekretor. Bila golongan darah wanita dan pria sama jenisnya, maka kita
harus melihat titernya. Kelemahan tes ini adalah hasil akan kacau bila darah
tersebut > 36 jam dan bila pelaku lebih dari 1, tidak dapat diketahui jumlah
pelaku.
• Rambut
Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut meliputi pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik.
a. Jenis Pemeriksaan Rambut
b. Struktur Rambut
c. Pemeriksaan Asal Rambut
d. Identitas Rambut
Data–data penting yang dapat dikumpulkan untuk maksud identifikasi
rambut termasuk :
a. Suku bangsa (race)
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Lokasi rambut
e. Hal penting lainnya
f. Pemeriksaan mikroskopis
g. Rambut sebagai barang bukti kriminal

• Air Liur
Air liur merupakan c airan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur
(saliva) terdiri dari air, enzim ptialin (alfa amylase), protein, lipid, ion-ion
anorganik seperti tiosinat, klorida, dll.
Dalam bidang kedokteran forensik pemeriksaan air liur penting untuk
kasus-kasus dengan jejak gigitan untuk menentukan golongan darah
penggigitnya. Golongan darah penggigit yang termasuk dalam golongan
sekretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi.
Basahkan bercak air liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan
tempatkan air liur dalam salin tadi dalam tabung reaksi, lalu panaskan dalam
air selama 10 menit. Pusingkan, dan supernatan diambil dan boleh disimpan
pada suhu 20 0 C. Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur
yang telah diketahui golongan sekretor atau non sekretornya.
Dalam tabung reaksi 1 ml air liur ditambahkan 1 ml anti serum.
Campuran tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk
proses absorpsi. Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H
yang digunakan. Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut
ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan cara yang sama. SDM yang
digunakan adalah suspensi 4% yang berumur kurang dari 24
jam.Bandingkan titer antiserum yang digunakan dengan titer campuran
antiserum + air liur. Hasil positif, bila titer berkurang lebih dari 2 kali. 9
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan air liur :
1. Untuk mengkonfirmasi bahwa suatu bercak adalah air liur dapat dilihat
dari :
a. Adaya sel epitel squamous pada pemeriksaan mikroskopik.
b. Deteksi adanya enzim amylase. Amylase sangat tinggi kadarnya pada
air liur, sehingga dapat digunakan sebagai identifikasi air liur.
Amylase tidak hanya terdapat pada air liur, namun juga diumpai pada
cairan tubuh lainnya. Berikut kadar amylase dalam cairan tubuh :
• Saliva : 263.000 to 376.000 IU/L
• Urine : 263 to 940 IU/L
• Blood : 110 IU/L
• Semen : 35 IU/L
• Nasal secretion : tdak terukur
• Sweat : tidak terukur.
Test untuk mengetahui adanya amylase, bercak tersebut dicampurkan
larutan kanji dan diinkubasi dalam suhu 370 C selama setengah jam. Lalu
diberikan pewarnaan iodine. Seandainya air liur maka tidak akan terjadi
warna kebiru-biruan akibat enzim amylase mencerna air liur menjadi
dextrine dan maltose. Seandainya bukan air liur, maka akan terjadi
perubahan warna kebiru-biruan.
2. Dari sel mukosa pipi yang terdapat pada air liur, jenis kelamin dapat
dibedakan (Barr bodies).
3. Beberapa racun dapat disekresikan melalui sputum.
• DNA
Pemeriksaan sidik jari DNA, mulai ditemukan oleh Jeffreys dkk pada
tahun 1985, dimana dengan pemeriksaan tersebut, era bioteknologi dalam
bidang forensik dimulai.
Setiap cairan tubuh yang mengandung sel bernukleus dapat digunakan
untuk melacak DNA (Deoxiribo Nukleid Acid). Darah manusia yang
mempunyai nukleus hanyalah sel – sel darah putih, sementara sel-sel darah
merah tidak mempunyai nukleus dan oleh karena itu tidak dapat digunakan
selama uji pemeriksaan DNA.
Sampel lain yang digunakan dalam pemeriksaan DNA selain darah
adalah air liur, air mani, akar rambut, otot dan sebagainya. Bagi air mani
yang telah bercampur dengan cairan vagina, teknik pemecahan sel
dilakukan secara bertahap, ini berguna untuk memisahkan sel-sel vagina
korban dengan pelaku. Oleh karena itu, identifikasi DNA dari spermatozoa
pelaku dapat dilakukan dengan baik. Adanya pencemaran DNA oleh
bakteri, kuman atau parasit pada sampel yang duji dapat dianalisa melalui
DNA mitokondria, untuk memastikan bahwa DNA berasal dari manusia
atau mikroorganisme lainnya.
Pemeriksaan DNA memiliki banyak kelebihan, misalnya bahwa
polimorfisme DNA menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi
sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak sistem, DNA jauh
lebih stabil dibandingkan protein, memeriksa DNA masih dimungkinkan
pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mummfikasi atau bahkan
pada jaringan yang tinggal kerangka. Demikian pula dengan distribusi DNA
yang luas meliputi seluruh tubuh, sehingga berbagai badan mungkin untuk
digunakan sebagai bahan pemeriksaan dan dengan ditemukannya metode
PCR (Polymerase Chain Reaction), bahan DNA yang kurang segar dan
sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisa.
Untuk melakukan identifikasi seperti halnya yang terdapat dalam
makalah ini sangat sulit untuk dilakukan.Sebab di Indonesia sendiri, dokter
jarang ikut dan diundang ke tempat kejadian perkara. Sehingga untuk
melakukan identifikasi darah, rambut, semen dan air liur cenderung sulit
dilakukan.
Tes kimia untuk darah hanya uji penyaringan untuk darah. Tes akan
menjadi positif dengan bahan organik yang mengandung peroksida atau
yang dapat membebaskan oksigen dari hidrogen peroksida. Dengan
demikian, false posotif dapat terjadi ketika bahan diperoleh dari sputum,
pus, atau cairan tubuh lainnya, sayur hijau dan bahan pengoksidasi seperti
karat besi.
Dekomposisi atau bercak darah yang sudah sangat lama atau darah yang
terkomtaminasi dengan zat kimia dapat merusak struktur sel darah dan tes
mikroskopik untuk sampel begini dapat menjadi negatif.
Tes benzidine sangat sensitif tetapi bubuk benzidine bersifat
karsinogenik. Phenophthalein dan leucomalachite green test lebih spesifik
untuk darah daripada tes benzidine tetapi kurang sensitif. Dalam
pertimbangan seperti yang dikemukakan diatas, bila sampel dari ekstrak
bercak melalui tes benzidine menunjukkan hasil positif, maka ekstrak
bercak dapat digunakan untuk pemeriksaan spektroskopik untuk konfirmasi.
Mengingat banyaknya perkawinan antar suku bangsa, sehingga
identifikasi rambut misalnya, dalam hal menentukan suku bangsa seseorang
tidak lagi memberikan gambaran yang khas. Demikian dalam hal
membedakan rambut manusia dan hewan, pada hewan-hewan yang
memiliki penggolongan genus yang dekat dengan manusia cenderung
memiliki struktur yang mirip manusia.
Ketika terjadi kasus persetubuhan, ketika tidak ditemukan sperma, belum
berarti tidak terjadi persetubuhan. Kondisi ini dapat terjadi pada pelaku yang
azoospermia atau pria yang telah mengalami vasektomi. Oleh karena itu,
diperlukan pemeriksaan yang lain selain pemeriksaan untuk melihat adanya
spermatozoa seperti Tes fosfatase asam, Tes Florence (uji choline), Tes
Barbario (Uji Spermin).
• Cairan Mani
Sedangkan pada pemeriksaan cairan semen memiliki beberapa
kepentingan diantaranya :
a. kompensasi dari kasus strerilisasi yang didapat
b. perdebatan ayah dan ibu atas anaknya.
c. Legitimasi
d. Inseminasi buatan
e. Kompensasi dari kegagalan vasektomi yang menyebabkan hamilnya
istri
f. Kasus perceraian
g. Kasus penyerangan seksual
h. Identifikasi dari penyerang seksual.
Ketika masih segar dan dikumpulkan dalam wadah gelas, semen
berwarna putih pucat atau putih keabu–abuan, tebal, kental dan memiliki
bau yang khas. Bila dipanjangkan cairannya menjadi kurang kental dan
menjadi tipis.Ketika kering di pakaian, daerah tersebut menjadi sedikit
berkilau, keras seperti bertepung bila dipegang, ireguler dalam bentuk dan
distribusi, berwarna putih pada baju yang berwarna gelap, dan berpendar
bila diperiksa dibawah sinar ultraviolet pada ruang gelap.
Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan
adanya suatu persetubuhan perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina
dan dilakukan pemeriksaan–pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
a. Penentuan spermatozoa
• Tanpa Pewarna.
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat
spermatozoa yang bergerak. Spermatozoa manusia memiliki panjang ±
50 mikron yang terdiri dari 5 mikron panjang kepala dan lebar 3
mikron, badannya pendek, ekornya panjang, kepala berwarna biru
tua, badan dan ekor berwarna merah (dengan pewarnaan hemaktosilin
dan eosin). Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna
untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.Umumnya
disepakati bahwa dalam 2–3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan
memperpanjang waktu ini menjadi 3–4 jam. Setelah itu spermatozoa
tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis)
sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan.

Gambar 1. Spermatozoa

Cara pemeriksaan : 1 tetes lendir vagina diletakan pada kaca objek,


dilihat dengan pembesaran 500x serta kondensor diturunkan.
Perhatikan gerakan sperma. Menurut Voight, sperma masih bergerak
kira–kira 4 jam pasca persetubuhan. Menurut Gonzales, sperma masih
bergerak 30–60 menit pasca persetubuhan. Menurut Ponzold kurang
dari 5 jam pasca persetubuhan, tapi kadang–kadang bila ovulasi atau
terdapat sekret serviks, dapat bertahan sampai 20 jam.Pada orang yang
mati setelah persetubuhan, sperma masih dapat ditemukan sampai 2
minggu pasca persetubuhan bahkan mungkin lebih lama lagi.
Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa spermatozoa
masih dapat ditemukan sampai 3 hari pasca persetubuhan, kadang-
kadang sampai 6 hari pasca persetubuhan.
Bila sperma tidak ditemukan belum tentu dalam vagina tidak ada
ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi
sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.

• Dengan pewarnaan.
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan
apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE (Hemaktosilin-Eosin),
Methylene Blue atau Malachite Green. Cara pewarnaan yang mudah
dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan Malachite
Green yang prosedurnya berikut ini.
Cara pemeriksaan: Warnai dengan larutan Malachite Green 1%selama
10-15 menit, lalu cuci dengan air mengalir dan setelah itu lakukan
counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1% selama 1 menit,
terakhir cuci lagi dengan air.
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit
tidak terdifferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan
leukosit tidak terwarnai. Kepala sperma tampak merah dan lehernya
merah mudah, ekornya berwarna hijau.
b. Penentuan Cairan Mani Kimiawi
Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu
dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan
pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
Dasar reaksi : adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang
dihasilkan oleh kelenjar prostat. Aktivitas enzim fosfatase asam rata-rata
adalah sebesar 2500 U.K.A (Kaye). Dalam sekret vagina setelah 3 hari
abstinensi seksualitas ditemukan aktivitas 0-6 unit (Risfeld). Dengan
menentukan secara kuantitatif aktivitas fosfatase asam/ 2 cm2 bercak
dapat ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan.
Aktifitas 25 U.K.A. per 1 cc ekstrak yang diperoleh dari 1 cm2 bercak
dianggap spesifik sebagai bercak mani.
Reangens untuk pemeriksaan ini adalah :
Larutan A :
1. Brentamin Fast Blue1 g
2. Natrium Acetat Trihyrate 20 g
3. Glacial Acetat Acid10 ml
4. Aquades 100 ml
Larutan (ii) dan (iii) dilarutkan dalam (iv) untuk menghasilkan larutan
penyangga dengan pH 5, kemudian (i) dilarutkan dalam larutan
penyangga tersebut .
Larutan B :
1. Natrium Alfa Naphtyl phospate 800 mg
2. Aquadest 10 ml
Sebanyak 89 ml larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu disaring
cepat kedalam botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es
reagen ini dapat bertahan berminggu – minggu dan adanya endapan tidak
akan mengganggu reaksi.
Prinsipnya adalah enzim fosfatase asam menghidrolisis Na-alfa
naftil fosfat, alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan
brentamin menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu
Cara pemeriksaan adalah dengan bahan yang dicurigai ditempel pada
kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi dengan aquadest selama
beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprot dengan
reagen.Ditentukan waktu reaksi saat penyemprotan sampai timbul warna
ungu.
Perlu diperhatikan bahwa intensitas warna maksimal tercapai
berangsur– angsur dan tes ini tidak spesifik.Hasil positif semu bisa terjadi
dengan intensitasnya tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim
fosfatase memberikan intensitas warna secara berangsur–angsur.
Selain pemeriksaan Malachite green untuk melihat spermatozoa, untuk
membuktikan adanya persetubuhan dapat dilakukan pemeriksaan:
1. Tes fosfatase asam.
Daerah ternoda dilembabkan dengan kertas saring.Kertas saring
disemprotkan dengan alpha–naphthylfosfat dan pewarna K yang cepat
menghitam.Asam fosfat dihasilkan oleh prostat.Hasil positif berupa
warna merah ungu terjadi dalam waktu < 30 detik.

2. Tes Florence (uji choline)


Ekstrak bercak pada objek gelas ditutup dengan dek gelas dan ditetesi
dengan larutan kalium triiodida.Iodine dalam 30 ml air suling
ditambahkan pada sisi dari dek gelas. Hasil positif : terdapat kristal
choline periodida yang berwarna coklat .
3. Tes barbario (uji spermin)
Ekstrak bercak kering pada objek gelas ditutup dengan dek gelas dan
diteteskan setetes air saturasi atau larutan alkohol pada sisi dek gelas.
Hasil positif: terdapat berupa kristal spermin flavinat berwarna kuning
kehijauan.
c. Pemeriksaan Bercak Mani pada Pakaian
Pemeriksaan inspeksi bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap
dari sekitarnya. Bercak yang sudah agak tua berwarna agak kekuning–
kuningan. Pada bahan sutera / nylon batasnya sering tidak jelas tetapi
selalu lebih gelap dari sekitarnya. Pada tekstil yang tidak menyerap,
bercak yang segar akan menunjukkan permukaan mengkilat dan
transulen, kemudian akan mengering. Dalam waktu kira – kira 1 bulan
akan berwarna kuning.
Dibawah sinar ultraviolet tampak bercak semen akan menunjukkan
fluoresensi putih. Fluoresensi terlihat jelas pada bercak mani yang
melekat dibahan tekstil yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan,
urin, sekret vagina, dan serbuk detergen yang tersisa pada pakaian sering
menunjukkan fluoresensi juga.
Secara taktil (perabaan) bercak mani teraba memberi kesan kaku
seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap bila tidak teraba kaku kita
masih dapat mengenalinya karena permukaan bercak akan teraba kasar.
d. Pemeriksaan Pria Tersangka
Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan
persetubuhan dengan seorang wanita dilakukan pemeriksaan
laboratorium dengan cara Lugol, yaitu kaca objek ditempelkan dan
ditekankan pada glans penis terutama pada bagian kolum, korona serta
frenulum. Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah
diatas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap yodium
akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil positif akan menunjukkan sel-sel
epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung
banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita,
perlu ditentukan adanya kromatin seks (Barr Bodies) pada inti. Dengan
pembesaran besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari Barr
Bodies. Ciri-cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran
inti dengan diameter kira-kira 1  yang berbatas jelas dengan tepi tajam
dan terletak pada satu dataran fokus dengan inti.
2.3 Aspek Hukum dalam Kejahatan Seksual
Agar kesaksian seorang dokter pada perkara pidana mencapai
sasarannya yaitu membantu pengadilan dengan sebaik-baiknya, dia harus
mengenal undang-undang yang bersangkutan dengan tindak pidana itu,
seharusnya ia mengetahui unsur-unsur mana yang dibuktikan secara medik
atau yang memerlukan pendapat medik.
A. Pasal 284 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: 1a.
seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel),
padahal diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku
baginya.
1b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak
(overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk
Wetboek) berlaku baginya.
2a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin.
2b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan
perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah
kawin dan pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri
yang tercemar, dan bila bagi mereka berlaku pasal 27 BW (Burgerlyk
Wetboek), dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan
bercerai atau pisah meja dan pisah ranjang karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang
peradilan belum dimulai.
(5) Jika bagi suami-isteri berlaku pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek),
pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan
karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja
dan tempat tidur menjadi tetap.
a) Pasal 27 BW
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan
mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan
hanya satu orang laki sebagai suaminya.
B. Pasal 285 KUHP
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan
dan telah terjadi paksaan dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan.Dokter dapat menentukan apakah persetubuhan telah terjadi
atau tidak, apakah terdapat tanda-tanda kekerasan.Tetapi ini tidak dapat
menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana ini.
Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu
merupakan akibat paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain
yang tak ada hubungannya dengan paksaan.Demikian pula bila tidak
ditemukan tanda-tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan bukti
bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tak dapat
menentukan unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan;
sehingga ia juga tidak mungkin menentukan apakah perkosaan telah
terjadi.
C. Pasal 286 KUHP
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan,
padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak
berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa korban berada dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya.Dokter perlu mencari tahu apakah
korban sadar waktu persetubuhan terjadi, adakah penyakit yang diderita
korban yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban pingsan atau
tidak berdaya. Jika korban mengatakan ia menjadi pingsan, maka perlu
diketahui bagaimana terjadinya pingsan itu, apakah terjadi setelah korban
diberi minuman atau makanan.
Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan
tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran, atau tanda-tanda telah berada di
bawah pengaruh obat-obatan. Jika terbukti bahwa si pelaku telah telah
sengaja membuat korban pingsan atau tidak berdaya, ia dapat dituntut telah
melakukan tindak pidana perkosaan, karena dengan membuat korban
pingsan atau tidak berdaya ia telah melakukan kekerasan.
a) Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan. Kejahatan seksual yang dimaksud dalam KUHP
pasal 286 adalah pelaku tidak melakukan upaya apapun; pingsan atau tidak
berdayanya korban bukan diakibatkan oleh perbuatan si pelaku kejahatan
seksual.
D. Pasal 287 KUHP
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan,
padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umumnya belum
lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa mampu
dikawin, diancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.
E. Pasal 288 KUHP
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita didalam perkawinan,
yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu
dikawin, diancam, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara
paling lama delapan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua
belas tahun. Jika suami melakukan pemaksaan seksual terhadap istri,
maka tidak termasuk dalam hukum undang-undang perkosaan, tetapi
termasuk dalam kekerasan dalam rumah tangga seperti undang-undang
sebagai berikut:
Undang undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga:
• Pasal 5

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga


terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik
b. kekerasan psikis
c. kekerasan seksual
d. penelantaran rumah tangga
Dengan demikian dari Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter
diharapkan dapat membuktikan bahwa korban memang belum pantas
dikawin, memang terdapat tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda
kekerasan dan dapat menjelaskan perihal sebab kematiannya.
Dalam upaya menentukan bahwa seseorang belum mampu dikawin dapat
timbul permasalahan bagi dokter karena penentuan tersebut mencakup dua
pengertian, yaitu pengertian secara biologis dan pengertian menurut
undang-undang. Secara biologis seorang perempuan dikatakan mampu
untuk dikawin bila ia telah siap untuk dapat memberikan keturunan,
dimana hal ini dapat diketahui dari menstruasi, apakah ia belum pernah
mendapat menstruasi atau sudah pernah.
Sedangkan menurut undang-undang perkawinan, maka batas umur
termuda bagi seorang perempuan yang diperkenankan untuk
melangsungkan perkawinan adalah 16 tahun. Dengan demikian dokter
diharapkan dapat menentukan berapa umur dari perempuan yang diduga
merupakan korban seperti yang dimaksud dalam pasal 288 KUHP.
F. Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seseorang pada hal
diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
(2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang pada hal
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas
tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin;
(3) Barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus
diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak
ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar
perkawinan dengan orang lain.
G. Pasal 291 KUHP
(1) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289 dan
290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama
12 tahun.
(2) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287 dan
290 itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
BAB III
HASIL PENELITIAN

1. ALAT DAN BAHAN

Prinsip: Sperma dengan pewarnaan atau tidak dilihat pergerakannya dan


morfologinya dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x40 dan pembesaran
10x100 dan diulang setelah1 jam, 8 jam dan 24 jam setelah sperma dikeluarkan.

• Alat:

o Mikroskop

o Pipet tetes

o Objek glass

o Tabung spesimen

o Kamera

o Handscoon

o Masker

o Tissue

• Bahan :

o Semen

o Air liur

o Alkohol 70%

o Malachite green

2. CARA KERJA

• Pengambilan sampel dilakukan dengan cara masturbasi tanpa


menggunakan sabun, gel atau pelicin lainnya.
• Sampel ejakulat dimasukkan kedalam tabung spesimen yang diberikan
label. tabung specimen ditutup rapat.

Persiapan Penelitian

1. Menggunakan handscoon dan masker

2. Penyiapan sampel, yang terdiri dari tiga tabung,

a. 3 Spesimen

i. Spesimen 1: sperma

ii. Spesimen 2: air liur

iii. Spesimen 3: sperma+airliur

b. 2 objek glass

i. objek glass A: specimen tanpa pewarnaan

ii. objek glass B: specimen dengan diwarnai

• Pemeriksaan Mikroskopis

o Motilitas dan morfologi Sperma

⎯ Dilakukan dengan cara:

1. Meneteskan spesimen (1), (2), dan (3) pada masing-masing keobjek


glass (A) dan (B) sebanyak 10 - 15 mikroliter. Objek glass (B)
difiksasi hingga kering dengan didiamkan pada suhu kamar hingga
kering (15-20 menit).
2. Amati setiap objek glass (A) dibawah mikroskop dengan
pembesaran 400x.

3. Sedangkansetelahobjek glass (B) keringteteskan 3-5 tetes malacyt


green pada masing-masing objek glass (B). Diamkan beberapa
menit (10-15 menit).

4. Kemudian objek glass dimiringkan dan objek glass dibiarkan kering


pada suhu kamar.

5. Memeriksa objek glass dibawah mikroskop dengan pembesaran


400x-1000x, kondensor diturunkan dan cahaya minimal.

6. Mengamati motilitas dan morfologi sperma dibawah mikroskop,


kemudian didokumentasikan menggunakan kamera.

7. Diulang pada jam ke 8 dan jam ke 24 setelah sperma dikeluarkan.

8. Melepas handcoon dan cuci tangan

9. Dicatat dan dilaporkan.

3.HASIL PENELITIAN

TABEL 1. ANALISIS MAKROSKOPIS SPERMA

SPESIMEN Pukul 08.00 Pukul 14.00 Pukul 07.00


(15 Oktober 2016) (16 Oktober 2016)

Sperma Bau seperti bayclin Bau seperti bayclin Tidak ada bau
berkurang
Warna putih keabuan Warna putih Warna putih
keabuan kekuningan

Air liur Tidak ada bau Tidak ada bau Tidak ada bau
Warna putih Warna putih Warna putih
Sperma+airliur Bau seperti bayclin Bau seperti bayclin Tidak ada bau
berkurang
Warna putih keabuan Warna putih Warna putih
keabuan kekuningan

TABEL 2. ANALISIS MOTILITAS SPERMA

SPESIMEN Pukul 08.00 Pukul 14.00 Pukul 07.00


(15 Oktober 2016) Pembesaran10x40 (16 Oktober 2016)
Pembesaran10x40 Pembesaran10x40

Sperma Gerak (+) Gerak (+) Gerak (-)

Air liur Epitel (+) Epitel (+) Epitel (+)

Sperma+airliur Gerak (+), epitel (+) Gerak (-), epitel (+) Gerak (-), epitel (-)

TABEL 3. ANALISIS MORFOLOGI SPERMA

SPESIMEN Pukul 08.00 Pukul 14.00 Pukul 07.00


(15 Oktober 2016) (16 Oktober 2016)
Sperma Kepala (+) warna Kepala (+) warna Kepala (+) warna hijau,
hijau, ekor (+) hijau, ekor (+) ekor (+)

Pembesaran10x100 Pembesaran10x100 Pembesaran10x100

Air liur Inti sel bulat besar di Intisel bulat besar di Inti sel bulat besar di
tengah, sitoplasma tengah, sitoplasma tengah, sitoplasma jernih
jernih jernih

Pembesaran10x100

Pembesaran10x100
Pembesaran10x100
Sperma+air Kepala (+) warna Kepala (+) warna Kepala (+) warna hijau,
liur hijau, ekor (+), hijau, ekor (+), ekor (-), gambaran epitel
gambaran epitel gambaran epitel selapis kubus
selapis kubus selapis kubus

Pembesaran10x100
Pembesaran10x100
Pembesaran10x100
BAB IV

PEMBAHASAN

Analisis sperma yang dilakukan pada pemeriksaan adalah analisis secara


mikroskopis. Hal-hal yang diperhatikan pada pemeriksaan makroskopis adalah
warna dan bau, pada pemeriksaan mikroskopis dilakukan pengamatan motilitas
dan morfologi sperma.

Warna sperma normal berwarna putih atau kekuning-kuningan dan terlihat


keruh seperti air kanji, kadang-kadang juga berwarna agak keabuan. Adanya
leukosit yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan sperma
menjadi putih kekuningan. Adanya perdarahan dapat menyebabkan sperma
berwarna kemerahan. Pada pemeriksaan makroskopis yang dilakukan, spesimen
sperma pada pukul 08.00 WIB dan 14.00 WIB yang diperiksa berwarna putih
keabuan. Hal ini menunjukkan bahwa warna sperma dalam keadaan normal.
Sperma berubah warna menjadi putih kekuningan pada 24 jam setelah
pengeluaran di hari pertama. Perubahan warna yang terjadi masih dalam batas
normal.

Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik
seperti bunga akasia atau berbau seperti bayclin. Bau sperma yang khas tersebut
disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliaminalifatik) yang dikeluarkan oleh
kelenjar prostat. Pada penelitian, spesimen yang baru saja dikeluarkan pada pukul
07.00 WIB mempunyai bau yang khas seperti bau pemutih (bayclin), namun pada
jam ke-8 (pukul 14.00 WIB) dan jam ke-24 (pukul 07.00 WIB) bau khas tersebut
sudah tidak terlalu tercium dari spesimen tersebut.

Secara normal, sperma akan bergerak untuk sampai ke alat reproduksi


wanita sehingga terjadi pembuahan. Sperma yang berada pada suhu lingkungan
dapat bergerak secara aktif selama 6-8 jam. Sehingga pada analisis sperma penting
untuk mengetahui apakah sperma yang menjadi sampel masih bergerak atau tidak.
Pada pemeriksaan di bawah mikroskop, sperma bergerak lurus kedepan, lincah,
cepat dengan beat ekor yang berirama. Pada penelitian tanggal 15 Oktober 2016
pukul 08.00 WIB didapatkan pergerakan sperma lurus kedepan, lincah dan cepat
dengan beat ekor yang berirama. Kemudian, pada hari yang sama, 6 jam (pukul
14.00 WIB) setelah pemeriksaan yang pertama, masih didapatkan pergerakan
sperma. Tetapi, sudah ada beberapa sperma yang sudah tidak bergerak lagi dan
pergerakan sperma lebih lambat dibandingkan dengan spesimen sperma pukul
08.00. Pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2016 pukul 07.00
(24 jam dari pengeluaran sperma di hari pertama), tidak didapatkan lagi sperma
yang bergerak.

Evaluasi yang dilakukan pada analisis sperma adalah morfologi sperma


meliputi : kepala, midpiece, dan ekor. Kriteria morfologi sperma disebut normal
bila:

1) Kepala : berbentuk oval, akrosom menutupi 1/3nya, lebar ½ s/d 2/3


panjangnya.

2) Leher : langsing (< ½ lebar kepala), panjang 2x panjang kepala, dan


berada dalam satu garis lengan sumbu panjang kepala.

3) Ekor : batas tegas, berupa garis panjang 9 x panjang kepala.

Pada penelitian objek glass (A) pada pukul 08.00 hari ke-1 dengan
spesimen sperma, didapatkan gambaran kepalasperma yang berbentuk oval, serta
bagian leher yang utuh dan lurus, didapatkan gambaran ekor berupa garis lurus
dan berbatas tegas. Hal ini menunjukkan bahwa sampel dalam keadaan normal.
Pada objek glass (A) yang berisi sampel sperma dicampur dengan air liur,
memberikan gambaran sperma dengan kepala berbentuk oval, dan reguler. Leher
sperma berbentuk utuh dan lurus, serta gambaran ekor berupa garis lurus dengan
batas yang tegas. Hal ini menunjukkan bahwa sampel sperma yang dicampur
dengan air liur juga memberi gambaran sperma yang normal.
BAB V

KESIMPULAN

Dari kasus kekerasan seksual pemeriksaan forensik sangat penting


dilakukan. Pemeriksaan sperma dapat dilakukan dengan menilai bau, warna,
motilitas dan morfologi yang bisa dijumpai dengan rentang waktu yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, S., Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan VI. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro: 2008.

Abdelhak M, Grostik S, Hanken MA. 2001. Health Information Management of a


Strategic Resource. Sydney : W B Saunders Company.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 2006. Peningkatan


Sistem Registerasi Kematian di Indonesia. Pedoman Pewawancara Autopsi
Verbal. Jakarta : Depkes RI.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 2006. Peningkatan


Sistem Registerasi Kematian di Indonesia. Pedoman Penentuan Penyebab
Kematian oleh dokter dengan Autopsi Verbal. Jakarta : Depkes RI.

National Centre for Classification in Health. Refresher Training ICD-10 Mortality


Coding Workbook. Queensland: Queensland University of Technology.

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono, 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Soleman N, Chandramohan D, Shibuya K. 2006. Verbal Autopsy : Current


Practices and Challenges. Bulletin WHO 84:239-245.

World Health Organization. 2006. MMDS Decision Tables. Vital Statistics ICD10
ACME Decision Tables for Classifying Underlying Causes of Death Book 1-3.
WHO.

World Health Organization. 2007. Verbal Autopsy Standards. Ascertaining and


Atributing Cause of Death. Geneva: WHO Press.

Wibawa S, Wirawan W, Purnama C, Hasanbasri M. 2007. Otopsi Verbal


Kematian Maternal-Perinatal Stufdi Kasus Menindaklanjuti Temuan-Temuan
Lapangan di Pesisir Selatan Sumatera Utara. Jurnal Working Paper Series No.9
Juli 2007, first draft. Yogyakarta : KPMK Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai