Anda di halaman 1dari 51

UNIVERSITAS PGRI

ADI BUANA
SURABAYA

TUGAS AKHIR

PROTOTYPE MESIN PENGERING GABAH DENGAN


PENGADUK OTOMATIS BERBASIS ARDUINO

MOHAMAD BAGUS RAHMAN


153600044

Program Studi Teknik Elektro


Fakultas Teknologi Industri
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, dengan limpahan


rahmat dan ridhoNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Studi
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Elektro Pada Fakultas Teknologi Industri Universitas PGRI
Adi Buana Surabaya.
Ucapan terima kasih dan penghargaan perlu penulis sampaikan kepada
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan, arahan,
dukungan dan kemudahan sejak awal sampai akhir penyusunan tugas akhir ini.
Tidak lupa ucapkan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, terima kasih atas dukungan moral dan materinya
2. Eka wulandari pasangan tersayang, terimakasih atas dukungan dan
motivasinya.
3. Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
4. Ketua Program Studi Teknik Elektro
5. Dosen Pembimbing Drs. Budi Prijo Sembodo, ST .,M.Kom
6. Seluruh Dosen beserta Staff di Program Studi Teknik Elektro dan Fakultas
Teknologi Industri
7. Teman – teman Prodi Teknik Elektro Seangkatan atas kekompakannya.

Harapan peneliti, semoga hasil penelitian ini dapat digunakan bagi para akademis
dan yang membutuhkan.
Surabaya,24 Juni 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN PROPOSAL ............................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA PENGUJIAN .............. iv
SURAT PERNYATAAN ........................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................... x
ABSTRAK ........................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 2
C. Tujuan Penelitian ..…….……………..................................... 2
D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 2
E. Ruang Lingkup ........................................................................ 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Teknik Pengerigan ................................................................ 3
1. Pengeringan Manual ......................................................... 3
2. Pengeringan Mesin ............................................................ 5
3. Gabah ................................................................................ 5
B. Komponen ............................................................................. 8
1. Arduino ............................................................................ 8
2. Time Delay Relay .............................................................. 10
3. Sensor Ultrasonik .............................................................. 13
4. Motor DC ......................................................................... 11
5. Selenoid Valve .................................................................. 14

iii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Produk ...................................................................... 16
B. Uji Produk .................................................................................. 18
C. Variabel dan Definisi Operasional Variabel .................................. 18
D. Metode Analisa Data .................................................................. 19
E. Metode Analisa Data .................................................................. 19
BAB IV HASIL ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Evaluasi Produk ............................................................ 20
B. Penyajian Data ............................................................................. 20
C. Analisa Dan Pembahasan ............................................................. 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 26
B. Saran ............................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 28

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Pengeringan Manual .......................................................... 4

Gambar 2. Gabah (Bulog,2011) ............................................................ 6

Gambar 3. Arduino Uno ........................................................................ 9

Gambar 4. Timer Delay Relay ............................................................... 11

Gambar 5. Sensor Ultrasonik HC-SR04 ................................................. 12

Gambar 6. Driver IC ULN dan Motor Steper .......................................... 13

Gambar 7. Selenoid Valve ..................................................................... 15

Gambar 8. Cara Kerja Selenoid Valve ..................................................... 15

Gambar 9. Sketsa Mesin Pengering Gabah Dengan Pengaduk Otomatis ....... 16

Gambar 10. Diagram Blok Rangkaian Pengaduk Otomatis ........................... 18

Gambar 11. Diagram Blok Rangkaian Mesin Pengering Otomatis ................. 19

Gambar 12. Foto mesin pengering gabah ………………………………… 24

Gambar 13. Grafik Hasil perbandingan thermostat dan thermometer ...... 26

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Hasil pengukuran jarak menggunakan sensor ultrasonic ……...... 21
Tabel 2. Hasil pengujian motor dc dengan driver motor l293d ………… 21
Tabel 3. Hasil pengujian Timer ………………………………………..… 22
Tabel 4. Hasil Penujian Thermostat …………………………………..… 23
Tabel 5. Hasil perbandingan pengeringan gabah ………………………… 23

vi
ABSTRAK

Mohamad Bagus Rahman, 2019, Prototype Mesin Pengering Gabah Dengan


Pengaduk Otomatis Berbasis Arduino, Tugas Akhir, Program Studi: Teknik
Elektro Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Dosen Pembimbing: Drs. Budi
Prijo Sembodo, ST .,M.Kom.

Indonesia merupakan negara agraris, namun sayangnya Indonesia masih


mengimpor beras dari negara lain. Salah satu alasan dilakukannya impor tersebut
adalah karena hasil beras yang dihasilkan para petani Indonesia kurang maksimal
jumlahnya untuk dijadikan cadangan kebutuhan nasional. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah merancang dan membuat sistem mesin pengering gabah
dengan pengaduk otomatis dengan memfatkan sistem arduino sehingga
memudahkan dan mempercepat proses pengeringan untuk menghasilkan beras
berkualitas baik.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan
metode eksperimental. Hasil dari penelitian ini adalah alat pengering gabah
dengan pengaduk otomatis berbasis arduino. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
dari beberapa sampel yang telah diuji maka didapatkan kadar air pada gabah atau
jagung sebesar 14 %. yang telah sesuai dengan standar.

Kata kunci: agraris, beras, gabah, pengering.

vii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat padat ditambah dengan


jumlah pengangguran yang sangat banyak. Sulitnya mencari pekerjaan serta
persaingan yang sangat ketat merupakan suatu kombinasi yang dapat
memunculkan potensi kejahatan kemudian akan menjadi kriminalitas. Dengan
munculnya kriminalitas maka bertambahlah masalah yang harus dihadapi.
Kriminalitas merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang” dalam
kehidupan masyarakat. Pada dasarnya masalah kejahatan berkaitan dengan
masalah-masalah lain seperti sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang mana hal
tersebut saling mempengaruhi satu sama lan. Semakin hari kejahatan
dimasyarakat semakin merajalela misalkan penganiayaan, baik itu berupa
penganiayaan ringan ataupun berat yang mengakibatkan luka berat bahkan
berujung pada kematian. Tindak pidana penganiayaan yang senantiasa dihadapi
oleh masyarakat tidak mungkin dapat dihapuskan sampai tuntas selama kehidupan
berjalan sehingga usaha yang harus dilakukan dalam menghadapi kejahatan
haruslah bersifat penanggulangan. Secara garis besar dapat dilakukan dengan dua
cara yakni upaya penal (Hukum Pidana) dan non penal (Luar Hukum Pidana).

Pesatnya arus globalisasi banyak memberikan pengaruh besar bagi


kehidupan sosial masyarakat indonesia. Semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin banyak pula masyarakat yang
memanfaatkannya untuk melakukan berbagai motif kejahatan. Oleh karena itu,
untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan pendekatan metode SCI ( Scientific
Crimeil Investigation) atau dikenal sebagai “Penyidikan Secara Ilmiah”. Dalam
suatu penyidikan serta penyelesaian masalah hingga pemutusan perkara
dipengadilan diperlukan berbagai pihak guna mempermudah proses penyelesaian
suatu perkara. Scientific Crimeil Investigation (SCI) adalah proses penyidikan
yang mana dalam sistem pembuktiannya memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi salah satunya fungsi forensik yakni identifikasi forensik, laboratorium
forensik, psikologi forensik, kedokteran forensik, dan ahli forensik lainnya.

1
Pembuktian dalam proses penyidikan kasus tindak pidana merupakan alat bukti
yang dapat diandalkan dalam proses peradilan pidana terutama pada
pengungkapan perkara atau tersangka dalam proses penyidikan. Apabila dalam
pembuktian tidak ditemukan saksi maka hasil pemeriksaan pada barang bukti
menjadi suatu alat bukti yang utama. Dengan menggunakan metode SCI
(Scientific Crimeil Investigation), pengakuan tersangka ditempatkan pada urutan
terakhir dari alat bukti yang akan diajukan ke pengadilan. Hal ini dikarenakan
metode SCI (Scientific Crimeil Investigation) menitikberatkan pada analisis yang
melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan guna mengungkapkan suatu
tindak kejahatan. Untuk menganalisis barang bukti (benda mati) atau tempat
kejadian perkara (TKP) tentang suatu tindak kejahatan merupakan tugas dari
forensik.

Forensik adalah berbagai ilmu yang digunakan untuk penegakan hukum


dan menyajikan berbagai bukti ilmiah untuk dipresentasikan di persidangan. Ilmu
forensik memiliki peran penting dalam mengungkap suatu kasus tindak pidana.
Sebagian besar tugas dari Laboratorium Forensik adalah membantu pencarian dan
pengumpulan barang bukti dalam proses penyidikan. Dalam investigasi kasus
kriminal, penyelidik akan mengumpulkan material bukti dari tempat kejadian
perkara (TKP), korban, dan tersangka. Ilmuwan frensik akan memeriksa material
ini dengan seksama menggunakan prinsip-prinsip sains. Hasil dari pemeriksaan
trersebut akan dijadikan bahan pendukung proses penyidikan polisi dan
persidangan.

Dalam pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di


Laboratorium Forensik Cabang Surabaya pada Sub Bidang Kimia, Biologi, dan
Toksikologi Forensik (Kimbiofor) dilakukan berbagai analisis barang bukti yakni:

1. Analisis serologi untuk mengetahui golongan darah.

2. Analisis toksikologi secara kualitatif pada organ tubuh manusia


(lambung) untuk mengetahui adanya senyawa kimia beracun dan pada
barang bukti berupa zat kimia berbahaya lainnya misalnya air keras.

2
3. Penentuan kadar alkohol baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada
barang bukti berupa darah, urine, dan minuman keras.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana cara identifikasi sperma terhadap barang bukti pada kasus kejahatan
seksual?

2. Bagaimana cara identifikasi darah terhadap barang bukti pada kasus


pembunuhan ?

3. Bagaimana cara penentuan golongan darah terhadap sampel berupa noda bercak
darah yang terdapat pada barang bukti maupun sampel berupa kuku dan rambut?

4. Bagaimana cara analisis toksikologi secara kualitatif dan kuantitatif pada


barang bukti berupa lambung, darah, dan urine?

5. Bagaimana cara analisis kadar alkohol secara kuantitatif pada barang bukti
berupa darah, urine, dan minuman keras (miras)?

6. Bagaimana cara analisis adanya kandungan zat kimia berbahaya pada barang
bukti berupa anak panah maupun barang bukti yang diduga air keras?

1.3 Tujuan

1. Mampu mengetahui identifikasi darah terhadap barang bukti pada kasus


pembunuhan.

2. Mampu mengetahui identifikasi sperma terhadap barang bukti pada kasus


kejahatan seksual.

3. Mampu mengetahui penentuan golongan darah terhadap sampel berupa noda


bercak darah yang terdapat pada barang bukti maupun sampel berupa kuku dan
rambut.

4. Mampu mengetahui analisis toksikologi secara kualitatif dan kuantitatif pada


barang bukti berupa lambung, darah, dan urine.

3
5. Mampu mengetahui analisis kadar alkohol secara kuantitatif pada barang bukti
berupa darah, urine, dan minuman keras (miras).

6. Mampu mengetahui analisis adanya kandungan zat kimia berbahaya pada


barang bukti berupa anak panah maupun barang bukti yang diduga air keras

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari praktik kerja lapangan (PKL) di


Subbidang Kimia Biologi Forensik (Kimbiofor) Laboratorium Forensik Cabang
Surabaya adalah:

a. Bagi Mahasiswa

1. Dapat meningkatkan wawasan serta keterampilan didalam proses analisis


pemeriksaaan dan penyidikan di Laboratorium Forensik.

2. Dapat meningatkan keterampilan leadership dan managerial sebelum


memasuki dunia kerja.

3. Dapat memahami proses pemeriksaan secara kimia di Laboratorium Forensik


Cabang Surabaya dan mendapatkan pengalaman profesional untuk bekerja
secara nyata di laboratorium.

4. Dapat memperdalam dan menigkatkan kualitas, keterampilan, dan kreatifitas


pribadi mahasiswa dalam analisis suatu penyidikan dan bekerja sama dengan
pengembang Laboratorium Forensik Cabang Surabaya.

b. Bagi Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

1. Dapat menyelesaikan pekerjaan lebih mudah dengan bantuan mahasiswa PKL.

2. Sebagai sarana hubungan kerja sama antara Laboratorium Forensik Cabang


Surabaya dengan Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang mengenai
pengembangan R & D (Research and Development) dalam bidang kimia.

3. Sebagai sarana untuk mengetahui kualitas sarjana S1 Kimia Universitas Negeri


Malang.

4
c. Bagi Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang (UM)

1. Sebagai sarana untuk melatih mahasiswa lulusan Jurusan Kimia FMIPA


Universitas Negeri Malang (UM) sebagai calon tenaga kerja untuk dapat
bekerja dengan terampil dan jujur serta senantiasa bertanggung jawab dalam
menjalankan tugas.

2. Sebagai bahan untuk mengevaluasi kurikulum yang telah diterapkan untuk


mencetak lulusan yang memenuhi kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan
instansi atau perusahaan.

3. Sebagai sarana untuk memperkenalkan lulusan Jurusan Kimia Fakultas MIPA


Universitas Negeri Malang (UM) kepada instansi atau perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja.

4. Sebagai sarana pengenalan instansi pendidikan Universitas Negeri Malang


(UM) khususnya Jurusan Kimia pada Laboratorium Forensik yang
membutuhkan tenaga kerja fresh graduate.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Laboratorium Forensik Polri Cabang Surabaya

2.1.1 Profil Institusi

Laboratorium Forensik Cabang Surabaya merupakan salah satu cabang


dari Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri (Puslabfor) yang terletak di
gedung “TAN SATRISNA” Polda Jawa Timur Jl. Ahmad Yani 116 Wonocolo,
Surabaya. Laboratorium Forensik Polri Cabang Surabaya resmi didirikan dengan
surat keputusan Kepala Kepolisian Negara No: 26/LAB/1957 pada tanggal 16
April 1957 secara adminitratif dibawah kantor polisi komisaris Jawa Timur yang
dibantu oleh Farmasi Departemen Kesehatan Surabaya dan kamar mayat RSUD
Dr. Soetomo Surabaya dengan inisial “Laboratorium Kriminil Cabang Surabaya”.
Pada tahun 1998 insial tersebut diganti menjadi “Laboratorium Forensik Polri
Cabang Surabaya”.

2.1.2 Sejarah Institusi

Berdasarkan Order Kepala Kepolisian Negara No.1/VII/1954 pada tanggal


15 Januari 1954 dibentuk seksi Interpol dan seksi Laboratorium dibawah Dinas
Reserse Kriminal. Tujuan didirikannya Laboratorium Forensik adalah sebagai
berikut:

1. Pembuktian proses tindak pidana dengan dasar ilmu forensik.

2. Pembuktian secara ilmiah setiap kasus melalui pemriksaan tingkat


laboratorium.

3. Meningkatkan kinerja dan keahlian para ahli untuk menggali dan menerapkan
ilmu forensik terhadap berbagai kasus kriminalitas secara empiris untuk
membantu kepentingan menegakkan hukum.

Berikut adalah sejarah berdirinya Laboratorium Forensik berdasarkan


beberapa periode:

6
1. Periode 1959-1963

Tahun 1959 Laboratorium Kriminil dipisahkan dari Dinas Reserse


Kriminil Mabes Polri Negara Indonesia.

2. Periode 1963-1964

Setelah berpisah dari Dinas Reserse Kriminil Mabes Polri Negara


Indonesia, pada tanggal 25 Januari 1963 bergabung menjadi Lembaga
Laboratorium dan Identifikasi Dep. Kepolisian.

3. Periode 1964-1970

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Panglima Angkatan Bersenjata


(Menpangab) No.11/SK/MK/1964, pada tanggal 14 Februari 1964 dipecah
menjadi Direktorat Labkrim & Direktorat Identifikasi.

4. Periode 1970-1977

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan Pangab


No. Skep/A/385/VIII/1970 berubah menjadi Labkrim Konserse dibawah
Komando Utaama Pusat Reserse.

5. Periode 1977-1984

Pada tahun 1984 Labkrim Pol memiliki kedudukan didalam Direktorat


Reserse.

6. Periode 1984-1992

Kedudukan Labkrim Pol didalam Direkorat Reserse diubah menjadi Badan


Pelaksana Pusat pada tingkat Mabes Polri berdasarkan Surat Keputusan
Kapolri No.Pol: Kep/09C/X/1984.

7. Periode 1992-1997

7
Pada tanggal 5 Oktober 1992 julukan Labkrim Pol diubah menjadi Puslab
Polri berdasarkan dengan Keputusan Panglima Angkatan Bersenjata No.
Kep/11/X/1992.

8. Periode 1997-2001

Pada tanggal 7 Juli 1997 julukan Puslab Polri menjadi Puslabfor


berdasarkan dengan Keputusan Panglima Angkatan Bersenjata No.
Kep/10/VII/1997.

9. Periode 2001-2002

Pada tanggal 25 Mei 2001 Puslabfor berada dibawah Koserse Polri sesuai
dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/9/V/2001.

10. Periode 2002-2010

Pada tanggal 17 Oktober 2002 Puslabfor adalah pelaksana teknis


Bareskrim Polri sesuai dengan Keputusan Kapolri No.Pol: Kep/53/X/2002.

11. Periode 2010-Sekarang

Pada tahun 2010 hingga sekarang, Puslabfor tetap berada dibawah struktur
Bareskrim Polri bersama Pusinafis dan Pusiknas sesuai dengan Peraturan
Kapolri nomor 21 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Mabes Polri.
Ada beberapa perubahan dan penambahan pada Organisai dan Tata Kerja
Mabes Polri antara lain terdapat penambahan bidang baru yaitu SubBidang
Narkobafor, SubBidang Komputer Forensik serta beberapa perubahan
nomeklaur dan titelaturnya.

2.1.3 Motto, Fungsi, dan Tugas Institusi

8
Motto dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) adalah “Sanyata
Karya Dharma” yang memiliki arti “Kami nyatakan kepada masyarakat bahwa
yang benar itu benar adanya dan yang salah itu salah adanya”.

Fungsi dari Laboratorium Forensik Cabang Surabaya adalah membina dan


menyelenggarakan fungsi laboratorium forensik guna mendukung penyelidikan
dan penyidikan yang dilaksanakan oleh kepolisian wilayah sesuai wilayah
pelayanan.

Tugas dari Laboratorium Forensik Polri Cabang Surabaya adalah sebagai


berikut:

1. Pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris


kriminalistik barang bukti sesuai degan bidang ilmu forensik.

2. Pembinaan dan pengembangan sumber daya Laboratorium Forensik Cabang


Surabaya meliputi: sistem dan metode, sumber daya manusia, material,
fasilitas, dan jasa termasuk instrumen anaisis, serta pengembangan aplikasi
ilmu forensik dalam rangka menjamin mutu pemeriksaan.

3. Pembinaan teknis fungsi laboratorim forensik kepada kepolisian kewilayahan


sesuai dengan wilayah pelayanannya, dan pelayan umum fungsi laboratorium
forensik kepada masyarakat.

2.1.4 Visi dan Misi Institusi

Visi dari Laboratorium forensik Cabang Surabaya adalah Laboratorium


Forensik Cabang Surabaya sebagai fungsi forensik yang mendukung
pelaksanaan penegakan hukum dengan berbasis sains dan teknologi melalui
sinergi komunitas forensik untuk memberikan kepastian hukum serta
mewujudkan aparat penegak hukum dan masyarakat yang berwawasan
forensik.

Misi dari Laboratorium Forensik Cabang Surabaya adalah sebagai berikut:

9
1. Melaksanakan pemeriksaan Laboratoris kriminalistik tempat kejadian perkara
(TKP) dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti sesuai dengan
bidang ilmu forensik, sehingga tercipta kepastian hukum untuk masyarakat.

2. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan sumber daya Laboratorium


Forensik Cabang Surabaya yang meliputi: sistem dan metode, sumber daya
manusia, material, fasilitas, dan jasa termasuk instrumen anaisis, serta
pengembangan aplikasi ilmu forensik dalam rangka menjamin mutu
pemeriksaan.

3. Menyelenggarakan pembinaan teknis fungsi laboratorium forensik kepada


Kepolisian kewilayahan sesuai dengan wilayah pelayanannya, dan pelayanan
umum fungsi laboratorium forensik kepada masyarakat guna mendukung Polri
menuju “strive excellent”.

4. Menyelenggarakan kerjasama dengan institusi terkait dalam rangka


pemeriksaan barang bukti dan olah tempat kejadian perkara (TKP).

2.1.5 Wilayah Pelayanan

. Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol.:


SKEP/1176/X/1999, berikut adalah wilayah pelayanan Laboratorium
Forensik yang tersebar dalam beberapa wilayah hukum:
1. Labfor Cabang Medan meliputi Polda NAD, Sumatra Utara, Sumatra
Barat, dan Riau
2. Labfor Cabang Palembang meliputi Polda Jambi, Sumatra Selatan,
Lampung, dan Bengkulu.
3. Labfor Pusat meliputi Polda Metro Jaya, Jawa Barat, dan Kalimantan
Barat.
4. Labfor Cabang Semarang meliputi Polda Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta.

10
5. Labfor Cabang Surabaya meliputi Polda Jawa Timur, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
6. Labfor Cabang Denpasar meliputi Polda Bali, Nusa Tenggara Barat,
dan Nusa Tenggara Timur.
7. Labfor Cabang Kalimantan Utara
8. Labfor Cabang Ujung Pandang meliputi Polda Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan

Irian Jaya.

Gambar 2.1 Wilayah Pelayanan Puslabfor di Indonesia


http://www.labfor.polri.go.id

2.1.6 Struktur Organisasi dan Pelaksanaan Tugas

Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2010 tentang susunan


organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

11
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Laboratorium Cabang Surabaya

2.1.7 Bidang-Bidang Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

1. Sub Bidang Kimia Biologi Forensik (Kimbiofor)

Sub bidang Kimbiofor melayani pemeriksaan biologi yakni serologi (darah,


sperma, urine, saliva, keringat, jaringan tubuh seperti kuku, rambut, tulang, dan
gigi); DNA; bahan kimia (pemalsuan produk industri, pemeriksaan miras);
toksikologi (keracunan/peracunan, pencemaran lingkungan).

2. Sub Bidang Narkotika, Psikotropika, dan Obat Berbahaya Forensik


(Narkobafor)

Sub bidang Narkobafor melayani pemeriksaan narkotika, psikotropika, dan


obat berbahaya lainnya.

3. Sub Bidang Balistik dan Metalurgi Forensik (Balmetfor)

Sub bidang Balmetfor melayani pemeriksaan berupa senjata api, bahan


peledak, peluru, logam palsu, pemalsuan nomor mesin, nomor rangka kendaraan
bermotor, nomor mesin kendaraan.

12
4. Sub Bidang Dokumen Palsu Forensik (Dokupalfor)

Sub bidang Dokupalfor melayani pemeriksaan teknis TKP serta analisis


laboratorium barang bukti berupa dokumen palsu, produk cetak, tanda tangan dan
tulisan tangan, sampel, ijazah, kartu kredit, keping CD, dan fotografi untuk
membantu proses penyelidikan tindak pidana.

5. Sub Bidang Fisika Komputer Forensik (Fiskomfor)

Sub bidang Fiskomfor melayani pemeriksaan berupa tool mark, kendaraan


dan pembakaran, laka lantas dan laka kerja, kebohongan (lie detector), serta
komputer forensik.

2.1.8 Legalitas dan Sertifikasi Institusi

Dibawah ini merupakan legalitas dan sertifikasi Laboratorium Forensik Cabang


Surabaya:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum


Acara Pidana (KUHP).

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian


Republik Indonesia.

3. Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Satuan ada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesi.

4. Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara Permintaan


Pemeriksaan TKP dan Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Polri.

2.1.9 Jenis Pelayanan Pemeriksaan Laboratorium Forensik

1. Kepentingan Peradilan (Pro Justica)

Pelayanan dilakukan atas dasar permintaan dari aparat penegak hukum


(Polri, Jaksa, Hakim, TNI, PNS, dan lain-lain) dalam rangka proses
penyidikan, penuntutan atau peradilan untuk suatu perkara pidana dalam

13
bentuk berita acara pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan
laboratoris kriminalistik barang bukti

2. Kepentingan Non Peradilan

Pelayanan ini dilakukan atas dasar masyarakat dalam rangka proses


penegakkan aturan dari suatu masyarakat untuk meredam suatu permasalahan
yang terjadi di kehidupan bermasyarakat atau untuk kepentingan terapi bukan
kepentingan penegakkan hukum.

2.1.10 Tata Cara Pemeriksaan Barang Bukti di Laboratorium Forensik

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pemeriksaan barang


bukti:

a. Surat permintaan yang jelas

b. Lampiran surat-surat formal/yuridis/otentik;

a.) Laporan Kejadian / Laporan Polisi / Berita Acara Pemeriksaan (BAP) /


Laporan Kemajuan.

b.) Berita Acara Penyitaan Barang Bukti.

c.) Berita Acara Penyisihan Barang Bukti.

d.) Berita Acara Pembungkusan dan Penyegelan.

e.) Bila hasil otopsi, sertakan visum et repertum, seperti bahan pengawet
dalam kasus yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia.

f.) Berita acara / surat mengenai keaslian bahan pembanding dalam kasus
pemalsuan hasil industri, pemalsuan dokumen.

g.) Surat-surat lain yang dianggap perlu.

h.) Ketentuan ini berlaku untuk semua jenis barang bukti tetapi ketentuan
tersebut dikhususkan berdasarkan jenis barang buktinya.

14
2.2 Serologi Forensik

Serologi forensik adalah studi dan pemeriksaan yang bertujuan untuk


menganalisis darah dan cairan tubuh dalam berbagai tindak pidana. Ilmu serologi
mmemungkinkan para ilmuwan forensik untuk membedakan cairamn tubuh yang
ditemui di tempat kejadian dan kemudian melakukan berbagai tes untuk
mengidentifikasi darimana cairan itu berasal. Analisis DNA dan sidik jari adalah
lebih akurat untuk mengidentifikasi seorang indvidu, namun pemeriksaan serologi
dapat dilakukan dengan cepat dan murah disamping memberikan data akurat.

Terdapat banyak benih cairan yang dihasilkan dalam tubuh manusia


dan tetap ada didalam tubuh pada setiap waktu. Cairan ini sangat berguna untuk
membantu ahli forensik dalam mengumpulkan bukti, menentukan bagaimana
kematian seseorang dapat terjadi, dan dapat juga mengidentifikasi pelaku tindak
pidana.

2.2.1 Golongan Darah

Tipe golongan darah yang disebut tipe A-B-O telah ditemukan tahun
1901. Pada tahun 1937, reaksi antigen-antibodi dalam darah ditemukan yakni
faktor ABH , Mn, Rh, dan Gm (diantara lebih dari 100 antigen yang ada).
Terdapat lebih 256 antigen dan 23 sistem penggolongan darah yang didasrarkan
pada antigen tersebut. Antigen adalah struktur kimia yang melekat pada
permukaan sel darah merah. Sedangkan antibodi adalah protein yang
mengambang pada cairan darah (Booman dan Barbara, 1966)

Golongan darah menurut sistem A-B-O apat diwariskan dari orang tua
kepada anaknya. Menurut (Landsteiner, 2001; Suryo, 2010), menyatakan bahwa
membedakan darah manusia ke dalam emapat golongan yaitu A, B, AB dan O.
Penggologan darah ini disebabkan oleh macam-macam antigen yang dikandung
oleh eritosit (sel darah marah). Dua jenis penggolongan darah yang paling penting
adalah penggolongan A-B-O dan Rhesus (Rh). Sebagaian besar gen yang ada
dalam populasi hadir lebih dari dua bentuk alel. Golongan darah ABO pada
manusia merupakan satu contoh alel ganda dari sebuah gen tunggal. Ada empat
kemungkinan fenotip untuk karakter ini yakni: golongan darah seseorang yang

15
mungkin A, B, AB dan O. Huruf-huruf ini menunjukkan dua karbohidrat,
substansi A dan substansi B yang mungkin mempunyai sebuah substansi (tipe A
atau B), kedua-duanya (tipe AB) atau tidak sama sekali (tipe O) (Kimbal, 1990).
Golongan darah yang berbeda yaitu A, B, AB dan O, ditentukan oleh sepasang
alel yang diwarisi dari kedua orang tua. Setiap golongan darah dapat dikenal dari
zat kimia yang disebut antigen, yang terletak dipermukaan sel darah merah.

Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan


mempersingkat waktu dalam identifikasi Pendeteksian golongan darah adalah
salah satu metode identifikasi material biologi dalam penyelidikan forensik yang
telah digunakan secara luas pada berbagai laboratorium forensik. Salah satunya
dalam penentuan golongan darah yang dilakukan dengan metode elusi-absorpsi.
Penyerapan elusi tergantung pada mendeteksi antibodi yang telah terikat oleh
antigen A dan B pada fragmen bergerak dari permukaan sel segaris. Antibodi ini
kemudian dielusi dan dideteksi dengan A atau B sel indikator. Karena golongan
darah O memiliki antigen, maka tidak akan ada antibodi terikat untuk mengelusi
atau mendeteksi. Hal ini berarti bahwa hampir setengah dari sampel yang diuji
akan menghasilkan tidak adanya hasil yang terdeteksi. Namun golongan darah O
pada kenyataannya memiliki antigen pada permukaannya. Ini adalah perkusor dari
Antigen A dan B yang ditujukan untuk substansi H.

Tabel 2.1 karakteristik golongan darah ABO

Golongan Antigen Gula Spesifik Antibodi Frekuensi


Darah Populasi
A H,A N-asetilgalaktosa Anti-B 40%
amina
B H,B D-galaktosa Anti-A 10%
AB H,A,B D-galaktosa dan N- Tidak ada 45%
asetilgalaktosa
amina
O H L-fukosa Anti-A dan 5%
Anti-B

16
2.2.2 Antisera O atau H-Lektin

Lektin pertama kali diperoleh dari ekstrak biji Ulex europaeus yang
bertindak seperti antibodi. Ekstrak tersebut bereaksi sebagai zat anti-AB untuk
mengaglutinasi golongan darah O. Ekstrak ini kemudian disebut H-Lektin sebagai
zat anti pada penggolongan darah O (pengganti zat anti-AB). H-lektin berfungsi
untuk mengidentifikasi golongan darah O. H-Lektin adalah perekusor dari antigen
A dan B karena penyerapan elusi sangat sensitif, maka golongan darah A dan B
biasanya juga menunjukkan aktivitas dari H-Lektin (Kind, 1960). Namun saat ini,
lektin dapat dibuat dari ekstrak biji kacang merah. Untuk 5 gram kacang merah
ditambahkan dengan larutan NaCl 0.9% sebanyak 50 mL. Kacang merah
ditumbuk menggunakan mortar alu dan ditambahkan larutan NaCl 0.9% sedikit
demi sedikit hingga volume 50 mL. Setelah kacang merah halus, mortar ditutup
menggunakan gelas arloji dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu 4⁰ C. Setelah 3
hari, Lektin-H disaring untuk diambil filtratnya sedangkan residunya dibuang.
Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kapas yang terlebih dahulu dibasahi
dengan larutan NaCl 0.9%. Kapas diletakkan pada corong kaca dan tabung flakon
sebagai wadah untuk filtrat yang dihasilkan. Filtrat yang diperoleh di water bath
selama 30 menit dengan suhu 60 ⁰C lalu didinginkan pada suhu ruang. Apabila
telah dingin, disentrifuge selama 60 detik lalu diambil supernatannya. Supernatan
yang telah diperoleh dipindahkan pada botol berwarna gelap dan ditambahkan
dengan padatan NaN3 secukupnya kemudian dihomogenkan. Penambahan padatan
NaN3 bertujuan untuk mengawetkan Lektin-H.

2.2.3 Larutan eritrosit A, B, O

Eritrosit A,B,O merupakan darah segar yang diperoleh dari individu


sesuai dengan golongan darah A,B,O. Darah diambil sebanyak 1 cc kemudian
disimpan dalam tabung EDTA dan dikocok pelan. Pembuatan larutan suspensi
eritrosit A,B,O dilakukan dengan cara mengambil darah secukupnya pada tabung
EDTA kemudian dimasukkan pada tabung kecil untuk dilakukan pencucian
menggunakan larutan NaCl 0.9%. Darah yang telah ditambahkan dengan larutan
NaCl 0.9% disentrifuge selama 60 detik. Pencucian ini dilakukan untuk
menghilangkan zat-zat pengotor dalam darah. Setelah disentrifuge diambil

17
supernatannya dan dibuang. Ditambahkan kembali dengan larutan NaCl 0.9 %
secukupnya dan dihomogenkan hingga tampak terdapat serat-serat halus berwarna
putih pada suspensi eritrosit tersebut. Untuk mengetahui pencucian darah yang
dilakukan telah bersih dapat dilihat dari supernatannya. Apabila supernatan
setelah disentrifuge berupa larutan tidak berwarna atau jernih maka darah tersebut
telah bersih. Namun untuk darah eritrosit yang telah disimpan lebih dari 3 hari
kualitas darah kurang segar, supernatan yang dihasilkan pada proses pencucian
berupa larutan jernih kekuningan sehingga pencucian dapat dilakukan 2-3 kali
hingga supernatan yang dihasilkan berupa larutan tidak berwarna.

2.3 Toksikologi Forensik

2.3.1 Sampel

2.3.1.1 Darah

Darah adalah cairan serologis yang terdiri dari beberapa jenis sel
disuspensikan dalam larutan berair disebut plasma. Warna darah berasal dari sel-
sel darah merah (RBC) atau eritrosit. Sel darah merah membuat sekitar 40% dari
darah (berdasarkan volume). Hal ini mudah terlihat dalam tes sentrifugal
sederhana. Setiap sel darah merah terdapat hemoglobin, protein yang membawa
oksigen ke jaringan dan membawa karbondioksida dari jaringan. Pada ilmu
forensik, darah selalu dijadikan sebagai barang bukti dimana kekuatan barang
bukti adalah tipe golongan darah individu. Saat ini darah dapat dijadikan barang
bukti yang kuat untuk memperkirakan hubungan antara orang tertentu dengan
orang lain.

Konsentrasi racun dalam darah sering berkolerasi lebih dekat dengan


konsnetrasi yang mematikan daripada konsentrasi dalam specimen lain sehingga

18
darah adalah specimen yang paling penting dalam toksikologi postmortem. Dua
specimen darah lazim dikumpulkan dalam studi postmortem yakni darah yang
diambil dari jantung dan dari sisi perifer. Untuk volume pengambilan sebesar 50
hingga 100 mL (James dan Nordby, 2009)

Gambar 2.3 Sel darah merah

2.3.1.2 Urine

Untuk korban hidup, urine diambil pada bagian pancar tengah kemudian
disimpan pada botol plastik steril yang diberi pengawet natrium florida. Sampel
urine bersifat lebih stabil dibandingkan darah. Penyimpanan disuhu ruang masih
memungkinkan, tetapi lebih baik jika disimpan pada kulkas dengan suhu 4 ̊C.
Pengambilan sampel urine pada korban hidup sebaiknya diambil urine porsi
tengah sebanyak 20-25 mL untuk mencegah penampungan yang terlalu penuh.

Pada pasien postmortem, pengambilan urine dilakukan dengan cara


mengambil semua urine yang ada pada vesica urinaria. Sebaiknya sampel diambil
menggunakan spoit steril secara langsung pada vesica urinaria untuk mencegah
kontaminasi. Urine yang akan dianalisis terlebih dahulu diekstrasksi dengan
klorofom dalam suasana basa (penambahan 1 mL amoniak 10%) kemudian
diambil fasa organiknya.

2.3.1.3 Isi Lambung

Pengujian isi lambung bertujuan untuk mengetahui beberapa penyebab


kematian seseorang apakah terdapat suatu zat kimia yang menjadi penyebab
kematian seseorang tersebut. Untuk zat yang sangat beracun, dengan konsentrasi

19
yang sangat rendah dapat juga berada dalam darah. Jika cara kematian seseorang
adalah bunuh diri, maka sejumlah besar obat di perut dapat membantu untuk
proses identifikasi (James dan Nordby, 2009).

2.3.1.4 Minuman Beralkohol

Alkohol adalah suatu jenis zat yang dapat melemahkan dan memperlambat
fungsi-fungsi kerja tubuh. Alkohol merupakan bahan alami yang dihasilkan dari
proses fermentasi yang banyak ditemui dalam bentuk bir, anggur, spirtus, dan
sebagainya. Minuman beralkohol dihasilkan dari cairan yang mengandung gula
dengan fermentasi alkohol. Gula dapat difermentasi oleh ragi baik dalam bentuk
gula atau yang dihasilkan dari bahan baku dengan pengolahan terlebih dahulu.
(Belitz et al., 2009).

Fermentasi alkohol merupakan suatu reaksi pengubahan glukosa menjadi


etanol (etil alcohol) dan karbondioksida. Pada kondisi kekurangan oksigen atau
anaerobik, ragi hanya dapat mengkonversi gula menjadi karbondioksida dan
etanol (Buglass, 2011). Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada
jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa
(C6H12O6) merupakan gula yang paling sederhana. Dibawah ini adalah persamaan
reaksi fermentasi gula dengan ragi :

C6H12O6 + ragi → 2 C2H5OH + 2 CO2 + ATP ( Energi) + Kalor

Fermentasi alkohol dapat diperoleh dari jalur Entner-Doudoroff (ED).


Dalam jalur Entner-Doudoroff (ED) terbentuk suatu intermediet unit yaitu 2-keto-
3-deoksi-6-fosfoglukonat (KDFG). Komponen ini akan dipecah oleh aldolase
menjadi dua triosavat dan gliseral-dehid-3-fosfat. Komponen yang terakhir ini
kemudian dapat masuk ke jalur EMP membentuk molekul piruvat yang melepas
dua mol ATP dan satu mol NADH + H+. Reaksi ini dilakukan oleh beberapa
bakteri antara lain Pseudomonas sp yang dapat membentuk alkohol dari gula.
Pada setiap pemecahan 1 mol glukosa dihasilkan juga 1 ATP, 1 NADH2. Pada P.
lindneri 2 asam piruvat dipecah menjadi 2 etanol dan 2 CO2. Sedangkan pada
Pseudomonas yang lain 2 asam piruvat diubah menjadi 1 etanol, 1 asam laktat dan

20
1 CO2. Berikut adalah mekanisme reaksi fermentasi alkohol jalur Entner-
Doudoroff (ED):

Gambar 2.4 Mekanisme reaksi fermentasi alkohol jalur Entner-Doudoroff


(ED)

Fermentasi langsung tidak bisa menaikkan konsentrasi menjadi ≥ 12-15%


karena ragi akan mati. Namun destilasi dari hasil fermentasi primer dapat
menghasilkan alkohol dengan konsentrasi 40-60%. Berbagai jenis minuman
dengan presentase alkohol terdapat dalam tabel dibawah ini:

Table 2.2 Kadar alkohol pada berbagai jenis minuman

No Jenis Minuman Kadar Alkohol


1. Wine 8-15%
2. Brandy 40-60%
3. Whisky 35-50%
4. Vodka 35-60%
5. Champagne 10-13%
6. Bir, Stout, Cider 4-8%

21
2.3.2 Bahan Nonmedisinal

2.3.2.1 Alkohol

Minuman keras yang mengandung alkohol biasanya mengandung


etanol, methanol atau isopropanol. Alkohol dapat merugikan karena bersifat racun
dalam tubuh apabila penggunaannya secara berlebihan.. Metanol adalah senyawa
kimia dengan rumus kimia CH3OH (Hikmah dan Zuliyana, 2010). Metanol relatif
memiliki toksisitas rendah. Efek toksik muncul akibat hasil metabolisme metanol
di hati yaitu asam format yang bersifat toksik. Metanol diubah menjadi
formaldehid di hati oleh enzim alkohol dehidrogenase. Formaldehid dioksidasi
oleh bantuan enzim formaldehid dehidrogenase menjadi asam format.
Metabolisme asam format tergantung pada kadar tetrahidrofolat yang akan
membentuk 10-formyl tetrahydrofolate yang dapat mengubah asam format
menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) (Shindyapina et al., 2014).
Minuman yang mengandung alkohol akan masuk dalam darah melalui usus halus.
Di dalam hati, sekitar 90% etanol diubah menjadi asetaldehidaa dan asam asetat
dan sisanya dihilangkan melalui keringat atau urine. Pengujian alkohol sangat
penting dalam toksikologi forensik karena hukum telah mengatur kadar alkohol
yang diperbolehkan untuk dikonsumsi.

Gambar 2.5 Metabolisme etanol

22
Gambar 2.6 Metabolisme methanol

2.3.2.2 Sianida

Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung gugus siano C≡N. Sianida
dapat berwujud gas seperti hidrogen sianida dan klorida sianogen atau berbentuk
padatan seperti sodium sianida dan potasium sianida. Berat atau tidaknya suatu
kondisi yang disebabkan oleh keracunan sianida bergantung pada jumlah sianida
yang mengenai orang tersebut, cara seseorang terpapar sianida dan lamanya waktu
pemaparan. Gas sianida paling berbahaya daripada garam yang memiliki reaksi
lebih lambat. Di dalam industry, sianida digunakan untuk membuat kertas, tekstil
dan plastik. Garam-garam sianida banyak digunakan dalam industri logam. Jika
tidak sengaja tertelan, zat kimia yang terdapat dalam produk-produk berbasis
asetonitrit seperti yang digunakan untuk melepas kuku palsu dapat berubah
menjadi sianida setelah mengalami metabolisme dalam tubuh.

Sianida berbahaya karena mengikat ion besi di sitokrom oksidase yaitu


suatu enzim dalam system transport electron dalam mitokondria sel. Hal tersebut
mengganggu proses transport elektron yang merupakan jalur utama pembentukan
energy (James dan Nordby, 2009).

2.3.2.3 Asam Formiat

Asam Formiat atau disebut asam metanoat memiliki rumus molekul


HCOOH yang merupakan turunan pertama dari asam karboksilat yang paling kuat
dengan gugus molekul paling pendek dibandingkan dengan turunan asam
karboksilat lain. Untuk ion formiat memiliki rumus molekul HCOO-. Sifat dari
asam formiat adalah mudah terbakar, tidak berwarna, berbau tajam dan sangat
korosif. Asam formiat mempunyai bobot molekul 46,03 g/mol yang dapat

23
berfungsi sebagai reduktor. Titik leleh asam formiat adalah 8 ̊C, titik didih 101 ̊C
dan densitas sebesar 1,2 g/mL pada suhu 20 ̊C. Secara ideal struktur karbonil
senyawa asam formiat mencerminkan ikatan hidrogen yang sangat kuat antara
molekul-molekul asam karboksilat maka asam karboksilat ini sering dijumpai
dalam bentuk dimer fasa karboksilat.

Gambar 2.7 Struktur asam formiat

2.3.2.4 Arsen

Arsenik adalah unsur golongan VA dalam sistem periodik unsur. Arsenik


memiliki nomor atom 33 dengan massa atom 74,9 dan diklasifikasikan sebagai
unsur transisi. Unsur arsenik menyublim pada suhu 613 ̊C, memiliki specific
grafity 5,73, dan tekanan uap sangat rendah yaitu 1 mmHg pada 373 ̊C
(ANONIMOUS, 2011). Arsen ditemukan dalam 200 bentuk mineral, diantaranya
arsenat (60)%, sulfida dan sulfosat (20%), dan kelompok kecil berupa arsenide,
arsenat, oksida silikat, dan arsen murni (Onishi, 1969).

Arsen adalah racun yang bekerja dalam sel. Tokisisitas senyawa arsenik
sangat bervariasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa arsenik (bentuk trivalen)
memiliki tokisisitas akut yang lebih tinggi daripada arsenates (bentuk pentavalen).
Minimal dosis akut arsenik yang dapat mematikan pada seeorang diperkirakan 70-
200 mg. Mekanisme masuknya arsen dalam tubuh umumnya melalui oral dari
makanan atau minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung
dan usus halus kemudian masuk ke peredaran darah (Wijianto, 2005). Salah satu
cara analisis kandungan arsen adalah metode Gutzeit. Uji Gutzeit pada dasarnya
adalah suatu modifikasi dari uji marsc dan arsina dideteksi dengan perak nitrat
atau merkurium(II) klorida. Hasil positif dari pengujian yang dilakukan diperoleh
suatu bercak yang disebabkan oleh runutan arsenic dalam regensia. Jika terdapat
banyak arsenik maka bercak akan nampak hitam (Svehla, 1990:244).

24
2.4 Metode Analisis pada Bidang Kimia, Biologi dan Toksikologi Forensik

2.4.1 Uji Persumatif Darah

Untuk menentukan apakah suatu noda merupakan bercak darah atau


bukan adalah dengan menggunakan tes presumatif. Tes ini memberikan hasil
pemeriksaan yang berbeda yaitu mengeliminasi substansi yang didapat (bukan
darah) dan memberikan kemungkinan (positif persumatif) dari sampel yang
diteteskan (mungkin darah). Hasil ini adalah cara sederhana dan cepat untuk
membuktikan bahwa sebenarnya sampel tersebut adalah darah.

Tes persumatif merupakan tes dugaan karena adanya kemungkinan hasil


yang false-positive atau hasilnya yang terlalu meluas (sampel adalah darah tapi
belum tentu darah manusia). Tes persumatif yang umum dilakukan untuk darah
diantaranya adalah phenolphthalein, Luminol, Hemastix, Leucomalachite green
dan Leuco-crystal Violet (Blood). Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan
untuk membedakan apakah bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena
hanya yang hasilnya positif yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Salah satu reagen uji persumatif adalah leucomalachite green (LMG).


Adanya gugus heme dalam haemoglobin akan mengkatalis reaksi antara LMG dn
H2O2. Hasil positif pada reaksi ini ditandai dengan perubahan warna dari LMG
yang tidak berwarna menjadi bentuk kromatik dari malachite green berwarna
hijau tosca yang menandakan bahwa sampel tersebut adalah darah. Reaksi
reduksi-oksidasi leucomalachite green (LMG) dan malachite green:

25
Gambar 2.8 Reaksi reduksi-oksidasi leucomalachite green (LMG) dan
malachite green

2.4.2 Uji Persumatif Sperma

Cairan mani merupakan cairan berwarna putih kekuningan, keruh dan


berbau khas yang menggandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel lainnya.
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk mengetahui adanya persetubuhan
melalui penentuan adanya cairan mani pada barang bukti seperti pakaian, sprei,
tissue dan sebagainya. Pemeriksaan secara visual bercak mani berbatas tegas dan
warnanya lebih gelap daripada sekitarnya sedangkan bercak yang agak lama
berwarna kekuningan. Penentuan cairan mani secara kimiawi dapat dilakukan
dengan beberapa cara diantaranya: asam fosfatase, reaksi Florence, dan reaksi
berberio.

Prinsip pemeriksaan cairan mani dengan reagen asam fosfatase adalah


adanya enzim fosfatase dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostat.
Barang bukti yang dicurigai terdapat cairan mani diletakkan pada kertas saring
dan ditetesi dengan reagen. Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat
adanya cairan mani dengan ditandai adanya noda berwarna ungu pada kertas
saring.

2.4.3 Uji Penggolongan Darah dari Rambut dan Kuku Manusia

Rambut dapat digunakan sebagai bukti dalam suatu kasus tertentu. Beberapa
penanda genetik terdapat dalam rambut dan kuku yang dapat membantu dalam
perbandingan sampel. Penggolongan darah ABO dan analisis enzimatik secara
teoritis dimungkinkan untuk sampel rambut yang mengandung selubung akar
(Tilstone et al, 2006).

Penelitian mengenai penggolongan darah ABO dari sampel rambut dimulai


dengan penemuan zat golongan darah ABH di rambut kepala manusia. Kishi dan
Iseki melaporkan sifat imunokimia substansi golongan darah ABH rambut kepala
manusia dari seseorang secretor dan nonsekretor. Rambut dipisahkan dari fraksi
larut dan tidak larut menggunakan campuran urea/2-merkaptoetanol/asam

26
iodoasetat. Fraksi tidak larut glikolipid golongan darah A,B dan H diekstraksi
dengan methanol/etil eter kemudian diikuti dengan kloroform / methanol.
Glikolipid dari rambut golongan darah A menunjukkan penghambatan kuat untuk
anti-A dan penghambatan lemah untuk anti-H, tetapi tidak ada penghambatan
untuk glikolipid anti-B dari rambut golongan darah B dan dari rambut golongan
darah O masing-masing menunjukkan penghambatan yang kuat untuk anti-B dan
anti-H (Mukoyama et al, 1986).

Penelitian oleh Ishida et al. (2000), menemukan adanya kemaknaan analisis


DNA dalam menentukan golongan darah tipe ABO dari rambut dan kuku dari
mayat yang sudah membusuk sebagai pembanding fenotip dengan metode elusi
absorpsi. Pada penelitian tersebut ditemukan fenotip dengan metode elusi absorpsi
dan genotip dengan metode PCR-RFLP yang dapat diperiksa dengan metode
DNA adalah 88,6 % dan metode absorpsi elusi adalah 58,6% dari 70 sampel
rambut dan kuku (Ishida et al., 2000).

2.4.4 Metode Conway Microdiffusion

Metode Conway Microdiffusion dapat digunakan untuk uji kualitatif adanya


kandungan alkohol dan sianida pada sampel berupa urine, darah, atau isi lambung
yang ditandai dengan perubahan warna dari reagen yang digunakan.

Metode Conway microdiffusion menggunakan suatu cawan yang memiliki


dua atau tiga reservoir konsentris dengan sebuah penutup. Reagen pendeteksi
(trapping agent) analit diletakkan pada lingkaran dalam. Reagen akan menangkap
analit yang sesuai dengan reaksi kimia yang terjadi. Sampel biologis diletakkan
pada lingkaran luar yang telah diberi reagen pembebas (relasting reagent).
Reagen pembebas tersebut menyebabkan analit terpisah dari sampel biologis
(Houck, 2015). Pada reaksi dengan reagen pembebas, analit akan menguap dan
bereaksi dengan reagen pendeteksi menghasilkan produk berwarna yang dapat
diamati secara visual sebagai hasil kualitatif (Lappas dan Lappas, 2016).

27

S
R

Gambar 2.9 penampang Conway microdiffusion

Keterangan :

S : Sample R : reagen pembebas (relasting reagent) T : Reagen pendeteksi


(trappingagent)

2.4.5 Uji Kandungan Anion pada Sampel Berdasarkan Reaksi Pengendapan

Reaksi pengendapan adalah suatu jenis reaksi yang dapat berlangsung dalam
cairan, misalnya air. Suatu reaksi dapat dikatakan reaksi pengendapan apabila
reaksi tersebut menghasilkan endapan. Senyawa-senyawa yang sering digunakan
dalam reaksi pengendapan yaitu senyawa-senyawa ionik. Terbentuknya endapan
atau tidak dalam suatu reaksi, tergantung pada kelarutan dari zat terlarut, yaitu
jumlah maksimum zat terlarut yang akan larut dalam sejumlah tertentu pelarut
pada suhu tertentu.

2.4.5 Preparasi Sampel

2.4.5.1 Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair adalah perpisahan satu komponen bahan atau lebih


dari suatu campuran yang dipisahkan dengan bantuan pelarut (Rahayu, 2009).
Prinsipnya satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan
dengan bantuan pelarut berdasarkan “like dissolve like”. Ekstraksi cair-cair ini
bertujuan untuk memisahkan analit dari komponen pengotor atau impuritis dalam
sampel (Tarigan, 2012). Metode ekstraksi ini menggunakan pelarut kloroform
yang sudah terbebas dari metanol (Puslabfor Bareskrim Polri, 2017). Penggunaan

28
kloroform sebagai pelarut karena kloroform termasuk ke dalam pelarut organik
yang memiliki massa jenisnya lebih besar daripada air (Pizarro et al., 2011) dan
kloroform memiliki interaksi momen dipol sebesar 1,259 D (pada suhu 25 ̊C)
termasuk kedalam pelarut semipolar (Poole et al., 2010). Ekstraksi cair-cair ini
dilakukan dengan cara mengkocok dengan kuat agar memberikan hasil ekstraksi
yang maksimum.

2.4.5.2 Destilasi

Destilasi adalah teknik yang sering digunakan dalam memisahkan cairan


dalam campuran biner. Prinsip pada distilasi biasa yaitu pemisahan dua zat atau
lebih yang mempunyai perbedaan titik didih. Suatu zat yang memiliki titik didih
rendah akan lebih mudah terdistilasi daripada zat yang bertitik didih tinggi
(Simanjuntak, 2009).

Gambar 2.10 Destilasi Sederhana

Gambar di atas merupakan alat destilasi atau yang disebut destilator.


Destilator terdiri dari thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor
dan labu penampung destilat. Thermometer Biasanya digunakan untuk mengukur
suhu uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung. Pemisahan
senyawa dengan destilasi bergantung pada perbedaan tekanan uap senyawa dalam

29
campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai kecenderungan molekul dalam
permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika suhu dinaikkan, tekanan uap
cairan akan naik sampai tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer.
Pada keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada saat tekanan uap cairan sama
dengan tekanan uap atmosfer yang disebut titik didih. Cairan yang mempunyai
tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan mempunyai titik didih lebih
rendah daripada cairan yang tekanan uapnya rendah pada suhu kamar.

Jika campuran berair didihkan, komposisi uap di atas cairan tidak sama
dengan komposisi pada cairan. Uap akan kaya dengan senyawa yang lebih volatile
atau komponen dengan titik didih lebih rendah. Jika uap di atas cairan terkumpul
dan dinginkan, uap akan terembunkan dan komposisinya sama dengan komposisi
senyawa yang terdapat pada uap yaitu dengan senyawa yang mempunyai titik
didih lebih rendah. Jika suhu relative tetap, maka destilat yang terkumpul akan
mengandung senyawa murni dari salah satu komponen dalam campuran.

2.4.6 Kromatografi Gas (GC)

Kromatografi gas (GC) adalah teknik pemisahan yang didasarkan pada


perbedaan polaritas dari fase gerak berupa gas dan fase diam berupa cairan
ataupun suatu padatan. Kromatografi gas biasanya digunakan untuk analisis di
bidang industri kimia, farmasi dan klinis. Kromatogarfi gas merupakan teknik
pemisahan yang mana solute-solute yang mudah menguap (dan stabil terhadap
panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu
kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya.

Gas pembawa yang dapat digunakan pada kromatografi gas adalah Helium,
Argon atau Nitrogen dengan tekanan tertentu dialirkan secara konstan melalui
kolom yang berisi fase diam. Selanjutnya sampel diinjeksikan kedalam injector
(Injection Port) yang suhunya dapat diatur. Komponen-komponen dalam sampel
akan segera menjadi uap dan akan dibawa oleh aliran gas pembawa menuju
kolom. Komponen-komponen akan teradopsi oleh fase diam pada kolom

30
kemudian akan merambat dengan kecepatan berbeda sesuai dengan nilai Kd
masing-masing komponen sehingga terjadi pemisahan.

Komponen-komponen yang terpisah menuju detektor dan akan terbakar


menghasilkan sinyal listrik yang besarnya proporsional dengan komponen
tersebut. Sinyal tersebut diperkuat oleh amplifier dan selanjutnya oleh pencatat
(recorder) dituliskan sebagai kromatogram berupa puncak. Puncak konsentrasi
yang diperoleh menggambarkan arus detektor terhadap waktu.

Gambar 2.11 Skema Alat Kromatografi Gas

2.4.6.1 Detektor Kromatografi Gas

2.4.6.1.1 Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector, FID)

FID adalah detektor yang paling banyak digunakan karena dapat


mendeteksi hampir semua golongan senyawa. Efluen dari kolom dicampur dengan
hidrogen kemudian dibakar pada jet kecil dalam aliran udara. Arus polarisasi
diterapkan antara jet dan elektroda yang terletak di atasnya.

31
Gambar 2.12

Ketika komponen terelusi dari kolom, komponen terbakar dalam nyala api
untuk menghasilkan ion yang membawa arus diantara elektroda dan memberikan
sinyal. Gas pembawa biasanya dapat digunakan sebagai pengganti utama dalam
aliran gas tanpa adanya pengaruh. Sensitivitasnya sedang (0,1 hingga 10 ng),
dengan linearitas tinggi enam kali lipat. Respons FID tergantung pada jumlah
atom karbon dalam molekul, tetapi akan mengalami penurunan jika oksigen atau
nitrogen muncul dalam molekul. FID menanggapi semua senyawa organik yang
mengandung ikatan karbon-hidrogen dengan pengecualian asam format ( Negruzs
dan Cooper, 2013)

2.4.6.1.2 Detektor Spektrometri Massa (Mass Spectrometry Detector, MS)

Spektrometer massa bekerja dengan menghasilkan molekul bermuatan atau


fragmen molekul baik dalam ruangan hampa udara atau sebelum sampel
memasuki keadaan vakum. Selanjutnya, molekul bermuatan dalam fase gas
dimanipulasi oleh medan listrik atau medan magnet untuk penentuan masa
molekul dari setiap fragmen selama ionisasi (Negruzs dan Cooper, 2013).

Dalam spektrometer massa terjadi pengeboman (bombardir) molekul dalam


fasa uap oleh berkas elektron berenergi tinggi. Akibat pengeboman ini, molekul-
molekul tersebut menjadi tercabik-cabik (terfragmentasi) dengan berbagai
kemungkinan hasilnya. Hasil-hasil yang dimaksud antara lain, molekul tersebut
kehilangan satu elektronnya, atau terfragmentasi melalui pemutusan ikatannya
sehingga dihasilkan sekian banyak fragmen atau cabikan-cabikan molekul.

32
Fragmen-fragmen yang bermanfaat adalah yang bermuatan positif. Selanjutnya,
spectrometer massa tersebut mencatat hasil sebagai spectrum ion positif sebagai
spectrum ion positif, yang telah dipisahkan atas dasar massa/muatan (mz)
(Sutrisno, 2018).

Gambar ionisasi electron impact (EI)

Keterangan :

A : Pembentukan ion molekul dan fragmen ion

B : Penangkapan elektron

C : pembentukan ion molekul bermuatan ganda

33
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Test Spot Darah pada Barang Bukti (BB)


Uji ini dilakukan pada barang bukti (BB) berupa baju, sarung,
senjata tajam (sajam), celana, pakaian dalam, dll yang diduga terdapat
bercak darah.
3.1.1 Alat dan Bahan
Alat:
- Pipet tetes
- Kaca Arloji besar
- Gunting

Bahan :
- Kertas Saring
- LMG (Leucomalachite Green)
- H2O2 3%
3.1.2 Prosedur

Sampel

- Diletakkan kertas saring diatas kaca arloji besar.


- Dipotong kecil bagian yang diduga terdapat bercak noda
darah menggunakan gunting.
- Diletakkan potongan tersebut diatas kertas saring.
- Ditambahkan 1 tetes LMG.
- Ditambahkan 1 tetes H2O2 3 %.
- Diamati perubahan yang terjadi.

Hasil

3.2 Test Spot Sperma pada Barang Bukti (BB)

34
Uji ini dilakukan pada BB berupa sprei, tissue, pakaian dalam, baju,
celana, selimut, dll yang diduga terdapat noda sperma.

3.2.1 Alat dan Bahan


Alat:
- Pipet tetes
- Kaca Arloji besar
- Gunting

Bahan:
- Kertas Saring
- Asam Fosfato

3.2.2 Prosedur

Sampel

- Diletakkan kertas saring diatas kaca arloji besar.


- Dipotong kecil bagian yang diduga terdapat bercak noda
sperma menggunakan gunting.
- Diletakkan potongan tersebut diatas kertas saring.
- Ditambahkan 1 Asam Fosfato
- Diamati perubahan yang terjadi

Hasil

3.3 Uji Penggolongan Darah pada Barang Bukti dengan Metode Elusi-
Absorbsi
Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi golongan darah pada
barang bukti (BB) yang positif darah saat uji pendahuluan (Test Spot Darah).
Barang bukti (BB) dapat berupa baju, sarung, senjata tajam (sajam), celana,
pakaian dalam, serapan darah, dll yang diduga terdapat bercak darah. Pada

35
barang bukti (BB) yang positif sperma juga dapat dilakukan identifikasi
untuk mengetahui golongan darah. Selain itu, uji juga dapat dilakukan pada
rambut dan kuku yang terlebih dahulu harus dipreparasi.

3.3.1 Alat dan Bahan Preparasi Sampel Rambut dan Kuku


Alat:
- Beaker glass
- Batang pengaduk
- Mortar dan alu

Bahan:
- Etanol

3.3.2 Alat dan Bahan Identifikasi Golongan Darah


Alat:
- Disposable blood types
- Pipet tetes
- Sentrifuge
- Gabus
- Lemari Pendingin
- Oven

Bahan:
- Antisera A, B, dan O
- Saline 0,9%
- Saline komersial
- Suspensi eritrosit A, B, O.

3.3.3 Prosedur
 Preparasi Sampel Rambut dan Kuku

Rambut

36
- Dicuci dengan etanol sebanyak 3 kali
- Direndam dengan etanol selama 15 menit
- Dikeringkan pada suhu kamar selama 1-2 hari
- Ditumbuk hingga pipih dan berwarna abu-abu

Hasil

Kuku

- Dicuci dengan etanol sebanyak 3 kali


- Direndam dengan etanol selama 15 menit
- Dikeringkan pada suhu kamar selama 1-2 hari
- Ditumbuk hingga pipih dan transparan

Hasil

 Identifikasi Golongan Darah

Sampel

- Dipotong kecil-kecil
- Dimasukkan ke dalam tabung Disposable blood types
yang telah diberi kode A, B, dan O
- Ditambahkan 1 tetes antisera A, B, dan O sesuai dengan
kode tabung
- Ditutup dengan gabus
- Diinkubasi dalam lemari pendingin selama ± 16 jam
- Setelah diinkubasi dicuci dengan saline 0,9% dan
dibuang (pipetting)
- Ditambahkan saline 0,9% dan disentrifuge dengan
kecepatan 1000 rpm selama 90 detik
- Dilakukan pipetting
- Ditambahkan saline komersial dan disentrifuge dengan
kecepatan 1000 rpm selama 90 detik
- Dilakukan pipetting

37
- Ditambahkan 1 tetes saline komersial pada masing-
masing tabung
- Ditutup dengan gabus
- Dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 54℃ selama
12 menit
- Disiapkan 2 tetes suspensi eritrosit pada tabung reaksi
yang telah diberi kode A, B, dan O
- Diambil supernatan pada tabung gandeng dan
dimasukkan dalam suspensi eritrosit yang telah
disiapkan
- Disentrifuge 3-5 detik
- Diinkubasi dalam lemari pendingin selama 1,5-2 jam
- Diamati aglutinasinya

Hasil

3.4 Uji Toksikologi pada Lambung, Darah, dan Urine

Uji ini dilakukan pada barang bukti (BB) berupa lambung, darah, dan
urine. Untuk barang bukti (BB) lambung memiliki perlakuan pendahuluan.

3.4.1 Metode Conway – Microdiffusion


3.4.1.1 Alat dan Bahan
Alat:
- Conway microdiffusion
- Gunting
- Penjepit
- Cawan

Bahan:
- K2CO3 jenuh
- K2Cr2O7
- Asam tartrat

38
- Na2CO3
- Asam pikrat
- Potongan kertas saring

3.4.1.2 Prosedur

Lambung

- Disayat dan dikeluarkan isinya


- Diencerkan dengan akuades
- Dituang cairan lambung ke dalam cawan
- Diukur pH
- Dilakukan uji toksikologi

Hasil

 Uji Alkohol dalam sampel

Sampel

- Ditambahkan K2Cr2O7 pada inner cawan


- Ditambahkan K2CO3 jenuh pada outer cawan
- Ditambahkan sampel pada outer cawan
- Ditutup dan diamati perubahan yang terjadi
Hasil

 Uji Sianida dalam Sampel

Sampel

- Ditambahkan potongan kertas saring pada inner


cawan
- Ditambahkan Na2CO3 dan asam pikrat masing-
masing satu tetes pada kertas saring

39
- Ditambahkan asam tartrat pada outer cawan
- Ditambahkan sampel pada outer cawan
- Ditutup dan diamati perubahan yang terjadi

Hasil

3.4.2 Metode GC-MS


3.4.2.1 Alat dan Bahan
Alat:
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
- Krus porselin

Bahan:
- n-heksana
- Amoniak 10%
- CHCl3
- Metanol

3.4.2.2 Prosedur

Cairan lambung

- Dimasukkan sampel ke dalam erlenmeyer


- Ditambahkan n-heksana ± 10 mL, kemudian
dihomogenkan
- Ditunggu hingga terbentuk 2 lapisan. Bagian atas
berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah
berupa cairan sampel
- Dimasukkan larutan yang tidak berwarna ke dalam
krus porselin
- Diuapkan ± 24 jam

Hasil Penguapan

40
- Dilarutkan dengan 1 tetes metanol
- Diinjekkan ke dalam GC-MS dengan syringe steril
sebanyak ± 1 𝜇L

Hasil

Darah atau Urine

- Dimasukkan sampel ke dalam erlenmeyer


- Ditambahkan amoniak 10% sebanyak ± 1 mL,
kemudian dihomogenkan
- Ditambahkan CHCl3 secukupnya, kemudian
dihomogenkan
- Ditunggu hingga terbentuk 2 lapisan. Bagian atas
berupa larutan tidak berwarna dan bagian bawah
berupa cairan sampel
- Dimasukkan larutan yang tidak berwarna ke dalam
krus porselin
- Diuapkan ± 24 jam

Hasil Penguapan

- Dilarutkan dengan 1 tetes metanol


- Diinjekkan ke dalam GC-MS dengan syringe steril
sebanyak ± 1 𝜇L

Hasil

3.5 Uji Kuantitatif Kadar Alkohol pada Barang Bukti (BB) Minuman
Keras (Miras), Urine, dan Darah Menggunakan GC-FID
3.5.1 Alat dan Bahan
Alat:
- Labu alas bulat
- Gelas ukur

41
- Erlenmeyer
- Pemanas (Heater)
- Kondensor
- Termometer
- GC-FID

Bahan:
- 25 ml sampel minuman keras (miras)

3.5.2 Prosedur

Sampel

- Diambil 25 ml sampel minuman keras (miras)


menggunakan gelas ukur
- Dimasukkan ke dalam labu alas bulat
- Dilakukan destilasi dengan suhu ≤ 60℃ hingga diperoleh
20 tetes destilat

20 tetes destilat

- Diinjekkan sampel ke dalam GC-FID dengan syringe yang


steril sebanyak ±1μL

Hasil

3.6 Uji Kualitatif pada Barang Bukti (BB) Air Keras dengan Metode
Pengendapan (Positif Asam Formiat)
3.6.1 Alat dan Bahan
Alat:
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Rak tabung reaksi
- Lemari asam

42
Bahan:
- KMnO4
- BaCl2

3.6.2 Prosedur

Sampel

- Disiapkan 2 tabung reaksi


- Dimasukkan ±1 ml sampel ke dalam masing-masing
tabung reaksi
- Ditambahkan reagen KMnO4 pada tabung reaksi 1 dan
reagen BaCl2 pada tabung reaksi 2
- Diamati perubahan yang terjadi

Hasil

3.7 Uji Kualitatif Arsen


3.7.1 Alat dan Bahan
Alat:
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Rak tabung reaksi
- Lemari asam

Bahan:
- Kertas saring

43
- Kapas
- H2SO4
- Pb asetat
- AgNO3

3.7.2 Prosedur

Sampel

- Disiapkan tabung reaksi


- Dimasukkan ±1 ml sampel ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan ±1 ml H2SO4 pekat
- Dibasahi kapas dengan 2 tetes Pb asetat dan diletakkan
didinding tabung
- Ditutup tabung reaksi dengan kertas saring yang telah
ditetesi AgNO3
- Diamati perubahan

Hasil

44

Anda mungkin juga menyukai