Anda di halaman 1dari 29

INTERNATIONAL STANDART FOR TB

CARE (ISTC) 2013, edisi 3

Dr. Efriadi Ismail, Sp.P


SMF PARU RSUD TARAKAN
KALIMANTAN UTARA
RESUME (21 standar)
A. STANDAR DIAGNOSIS
Standar 1-6
B. STANDAR PENGOBATAN
Standar 7-17
C. STANDAR UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT
DAN PENCEGAHAN
Standar 18-21
Standar 1
Untuk memastikan diagnosis dini,
pemberi pelayanan kesehatan harus
mengetahui faktor risiko tuberkulosis (TB)
untuk individu dan kelompok serta
melakukan evaluasi cepat dan uji
diagnostik yang tepat untuk orang dengan
gejala dan temuan yang mendukung TB
Standar 2
Semua pasien, termasuk anak-anak,
dengan batuk-batuk yang tidak diketahui
penyebabnya yang berlangsung 2
minggu atau lebih atau dengan temuan
lain pada foto toraks yang tidak diketahui
penyebabnya yang mendukung ke arah
TB harus dievaluasi untuk TB
Standar 3
Semua pasien termasuk anak-anak yang dicurigai
memiliki TB paru dan mampu mengeluarkan dahak,
harus memberikan minimal 2 spesimen dahak untuk
pemeriksaan mikroskopis atau spesimen dahak untuk
pemeriksaan XpertMTB/RIF di laboratorium yang
sudah teruji kualitasnya.
Pasien dengan risiko resistensi obat, dengan HIV, atau
yang sangat sakit, harus diperiksa XpertMTB/RIF
sebagai pemeriksaan diagnostik awal
Uji serologi darah dan interferon-gamma releasing
assay (IGRA) tidak boleh digunakan untuk diagnosis TB
aktif
Standar 4
Untuk semua pasien, termasuk anak-anak, yang
diduga memiliki Tb ekstraparu, spesimen yang
tepat dari bagian tubuh yang sakit harus diambil
untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologi
Mengingat pentingnya diagnosis cepat pada
terduga TB meningitis maka pemeriksaan
XpertMTB/RIF direkomendasikan sebagai uji
mikrobiologi awal untuk pasien yang diduga TB
meningitis.
Standar 5
Pada pasien yang diduga memiliki TB paru
dengan BTA negatif, perlu dilakukan pemeriksaan
XpertMTB/RIF dan/atau biakan dahak
Pada pasien dengan BTA negatif dan
XpertMTB/RIF negatif tetapi bukti-bukti klinis
mendukung kuat kearah TB, maka pengobatan
dengan OAT harus dimulai setelah dilakukan
pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan
biakan
Standar 6
Untuk semua anak-anak yang diduga
menderita TB intratoraks (misalnya paru,
pleura, kelenjar, dan kelenjar getah bening
mediastinum atau hilus) KONFIRMASI
bakteriologis perlu dilakukan melalui
pemeriksaan sekret saluran napas (dahak
ekspektorasi, hasil induksi, bilas lambung)
untuk pemeriksaan mikrokopis,
XpertMTB/RIF dan/atau biakan dahak.
Standar 7
Untuk memenuhi kewajiban terhadap kesehatan
masyarakat dan kewajibannya pada pasien,
pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan
paduan pengobatan yang tepat, memantau
kepatuhan terhadap obat dan jika diperlukan
mengatasi berbagai faktor yang menyebabkan
putus atau terhentinya pengobatan
Untuk memenuhi kewajiban ini diperlukan
koordinasi dengan dinas kesehatan setempat
dan/atau organisasi lainnya
Standar 8
Semua pasien yang belum pernah diobati sebelumnya dan
tidak memiliki faktor risiko untuk resistensi obat harus
mendapatkan pengobatan lini pertama yang sudah
disetujui WHO dengan menggunakan obat yang terjamin
kualitasnya.
Fase intensif harus mencakup 2 bulan pengobatan dengan
menggunakan isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan
etambutol*.
Fase lanjutan harus diberikan isoniazid dan Rifampisin
selama 4 bulan. Dosis harus mengikuti rekomendasi WHO.
Penggunaan kombinasi dosis tetap dapat mempermudah
pemberian obat

*etambutol dapat tidak digunakan pada anak dengan status


HIV negatif dan memiliki TB tanpa Kavitas
Standar 9
Pada pengobatan semua pasien, perlu
dibangun pendekatan yang beorientasi pada
pasien dalam rangka mendorong kepatuhan,
meningkatkan kualitas hidup, dan
meringankan penderitaan
Pendekatan ini dilakukan berdasarkan
kebutuhan pasien dan rasa saling
menghormati antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan
Standar 10
Respons terhadap pengobatan pada pasien TB paru
(termasuk pada pasien yang didiagnosis dengan
pemeriksaan molekuler cepat) harus dimonitor dengan
pemeriksaan mikroskopis lanjutan pada saat
selesainya fase intensif (2 bulan)
Jika apusan dahak masih positif di akhir intensif,
pemeriksaan mikroskopis dilakukan lagi pada akhir
bulan ketiga, dan jika pemeriksaan tetap positif,
pemeriksaan kepekaan obat molekuler cepat (line
probe assay (LPA) atau XpertMTB/RIF) atau biakan
dengan uji kepekaan obat harus dilakukan.
Pada pasien dengan TB ekstraparu dan pada anak-
anak, respons pengobatan dinilai secara klinis
Standar 11
Penilaian untuk kemungkinan resistensi obat
berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya atau
pajanan dari kasus yang mungkin merupakan sumber
penularan organisme resisten obat, dan survei
prevalens resistensi obat di komunitas (jika diketahui),
perlu dilakukan untuk semua pasien.
Uji resistens obat perlu dilakukan saat pengobatan
dimulai untuk semua pasien dengan risiko memiliki TB
resisten obat. Pasien dengan BTA tetap positif setelah
meyelesaikan 3 bulan pengobatan, pasien dengan
pengobatan gagal, dan pasien yang putus pengobatan
atau kambuh setelah menyelesaikan satu atau lebih
pengobatan harus diperiksa untuk kemungkinan
resistensi obat
(Lanjutan) Standar 11
Pada pasien yang diduga memliki resistensi obat,
pemeriksaan dengan XpertMTB/RIF perlu
dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostik awal.
Jika ditemukan resistensi terhadap rifampisin,
biakan dan uji kepekaan terhadap isoniazid,
Flourokuinolon, dan obat-obatan suntik lini kedua
harus segera dilakukan
Konseling dan edukasi pasien dan pengobatan
empirik dengan paduan lini kedua harus segera
dimulai untuk meminimalisasi potensi penularan
Perlu dilaksanakan tindakan yang sesuai kondisi
untuk pengendalian infeksi
Standar 12
Pasien dengan atau yang sangat mungkin memiliki TB yang
disebabkan oleh organisme resisten obat (terutama MDR/XDR)
harus diobati dengan paduan khusus yang mengandung obat
OAT lini kedua yang terjamin kualitasnya. Dosis obat harus
sesuai dengan rekomendasi WHO.
Paduan yang dipilih dapat distandarkan atau berdasarkan
dugaan atau hasil konfirmasi pola kepekaan obat. Sedikitnya
diberikan 5 jenis OAT termasuk pirazinamid dan empat obat
lainnya yang organismenya diketahui atau diduga masih peka
termasuk obat suntik, harus digunakan pada 6-8 bulan fase
intensif dan gunakan setidaknya 3 jenis obat yang organismenya
diketahui atau diduga masih peka pada fase lanjutan
Standar 12 (lanjutan)
Terapi harus diberikan 18-24 bulan setelah
terjadinya konversi biakan dahak. Berbagai
tindakan yang berorientasi pada pasien
termasuk observasi pengobatan diperlukan
untuk memastikan kepatuhan
Konsultasi dengan dokter spesialis yang
berpengalaman dalam pengobatan MDR/XDR
harus dilakukan.
Standar 13
Untuk semua pasien perlu dibuat catatan yang
mudah diakses dan disusun secara sistematis
mengenai :
- obat-obatan yang diberikan
- Respons bakterilogik
- Hasil akhir pengobatan dan
- Efek samping
Implementasi Standar 13
DOTS DAN FASYANKES pemerintah dan swasta
Kegiatan public private mix (PPM)
Programmatic Management of Drug Resistant TB
(PMDT) atau pelaksanaan pengobatan untuk pasien TB
MDR serta penguatan jejaring
Pelibatan Non Government Organization (NGO) untuk
penapisan, penemuan kasus dan pengobatan sebagai
penunjang keberhasilan program TB
Pemakaian XpertMTB/RIF untuk kasus curiga TB MDR
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi TB
Standar 14
Konseling dan Tes HIV perlu dilakukan untuk semua
pasien dengan atau yang diduga TB kecuali sudah ada
konfirmasi hasil tes negatif dalam 2 bulan terakhir.
Karena hubungan erat antara TB dan HIV, pendekatan
terintegrasi untuk pencegahan, diagnosis, dan
pengobatan baik infeksi TB maupun HIV
direkomendasikan pada daerah dengan prevalens HIV
yang tinggi.
Pemeriksaan HIV terutama penting sebagai bagian dari
penatalaksanaan rutin didaerah dengan prevalens HIV
tinggi pada populasi umum, pada pasien yang memiliki
risiko tinggi terpajan HIV
Standar 15
Pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang
menderita imunosupresi berat (hitung CD 4< 50
sel/mm3), ART harus dimulai dalam waktu 2
minggu setelah dimulainya pengobatan TB kecuali
jika ada meningitis TB
Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, terlepas
dari hitung CD4, terapi ART harus dimulai dalam 8
minggu semenjak awal pengobatan TB.
Pasien dengan infeksi TB dan HIV harus diberikan
kotrimoksazol untuk pencegahan infeksi lain
Standar 16

Pasien dengan infeksi HIV yang


setelah dievaluasi secara seksama
TIDAK memiliki TB aktif harus
diobati sebagai sebagai infeksi TB
laten dengan isoniazid selama
setidaknya 6 bulan.
Standar 17
Semua pemberi pelayanan kesehatan harus
melakukan penilaian yang menyeluruh untuk
mencari kondisi komorbid dan berbagai faktor
lainnya yang mempengaruhi respons atau hasil
akhir pengobatan TB dan mengidentifikasi
pelayanan tambahan yang dapat mendukung
hasil akhir pengobatan yang optimal bagi masing
masing pasien
Berbagai pelayanan ini harus digabungkan untuk
rencana pelayanan individual yang mencakup
penilaian dan rujukan untuk pengobatan penyakit
lainnya
Standar 17 (lanjutan)
Perlu diberikan perhatian khusus pada
penyakit penyakit atau kondisi yang diketahui
dapat mempengaruhi hasil akhir pengobatan
seperti diabetes diabetes melitus,
penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol,
nutrisi yang buruk, dan pengguna rokok.
Rujukan untuk dukungan psikososial lainnya
atau pelayanan seperti pelayanan antenatal
atau perawatan bayi juga perlu disediakan
IMPLEMENTASI :
-Penerapan kolaborasi TB-HIV
-Penanganan TB yang komprehensif masih
terpusat di RS
-Isoniazid Preventive Therapy (IPT) sudah
dilaksanakan di beberapa RS vertikal
-Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS)
Standar 18
Semua pemberi pelayanan kesehatan harus
memastikan bahwa kontak erat dari pasien
dengan TB yang menular harus dievaluasi dan
ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi
internasional
Prioritas tertinggi kontak adalah :
- Orang dengan gejala yang mendukung ke arah TB
- Anak usia < 5 tahun
- Kontak dengan kondisi atau diduga memiliki
kondisi imunokompromis, khususnya infeksi HIV
- Kontak dengan pasien TB MDR/XDR
Standar 19
Anak dibawah 5 tahun dan semua individu
berapapun umurnya yang terinfeksi HIV dan
merupakan kontak erat pasien dengan TB yang
menular dan setelah pemeriksaan secara
cermat tidak memiliki TB aktif harus diobati
sebagai terduga infeksi laten dengan Isoniazid
selama sekurang kurangnya 6 bulan
Standar 20
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang
merawat pasien yang menderita atau
diduga menderita TB harus harus
mengembangkan dan menerapkan
program pengendalian infeksi TB yang
tepat untuk meminimalisasi
kemungkinan penularan M. tuberculosis
ke pasien dan tenaga kesehatan
Standar 21
Semua penyelenggara kesehatan harus
melaporkan kasus TB baik berat maupun kasus
pengobatan ulang serta hasil pengobatan uang
serta hasil pengobatannya ke Dinas Kesehatan
setempat sesuai dengan peraturan hukum dan
kebijakan yang berlaku
Imlementasi :
- INH profilaksis sudah diterapkan pada pada anak
- Pemakaian masker
- Pencaraian kontak belum optimal
- PPM terutama pencatatan dan pelaporan
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai