Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Angka mortalitas dan morbiditas perforasi peritoneum terus meningkat

kejadiannya ang berkaitan dengan komplikasinya yaitu peritonitis. Kasus

peritonitis ini juga berkaitan dengan kejadian trauma abdomen bertanggung

jawab atas sebagian besar kasus trauma. Prinsip utama dalam penatalaksanaan

kasus perforasi organ abdomen yaitu tindakan pembedahan yang segera. Dalam

penentuan tindakan diperlukan penegakan diagnosis yang cepat dan tepat sebagai

modal utama dalam penentuan tatalaksana berikutnya.1

Penegakan diagnosis kasus perforasi organ abdomen dapat dibantu dengan

pemeriksaan penunjang lain seperti radiologi yang dimana hasil fotonya

memperlihatkan adanya pneumoperitoneum. Pneumoperitoneum merupakaan

keadaan adanya udara bebas dalam kavum peritoneum. Pencitraan radiologi yang

digunakan untuk mendeteksi pneumoperioneum meliputi foto polos abdomen,

USG, MTI, CT scan yang dapat dilakukan dengan kontras. Foto polos abdomen

menjadi pencitraan utama pada aku abdomen. Gambaran radiologi foto polos

tergantung posisi, dimana posisi terbaik adalah posisi lateral dekubitus kiri yang
menunjukkan gambaran radiolusen antara batas laeral kanan hepar dan permukaan

peritoneum.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pneumoperitoneum

Pneumoperitoneum merupakan suatu keadaan dimana terdapat udara bebas

di dalam ruang peritoneal. Pneumoperitoneum terbagi menjadi

pneumoperitoneum jinak dan tension pneumoperitoneum. Pneumoperitoneum

jinak dimana hanya terdapat udara bebas dalam kavum peritoneum, dengan pasien

tidak memiliki keluhan atau gejala. Tension pneumoperitoneum ditandai dengan

adanya udara intraperitoneum berada dibawah tekanan sehingga dapat

mengganggu fungsi organ dan aliran darah. Sehingga pasien biasanya memiliki

gejala berat seperti nyeri perut hebat dan distensi abdomen berat hingga syok. 3

2.2. Epidemiologi Pneumoperitoneum

Pneumoperitoneum terlihat pada foto rontgen abdomen pada 85% kasus

perforasi organ viseral, sedangkan CT scan 95% ditemukan pada kasus perforasi

organ viseral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa foto polos thoraks dengan

posisi erect memiliki sensitivitas 71% hingga 98% dalam mendiagnosis

2
pneumoperitoneum. Sensitivitas yang lebih besar untuk mendeteksi udara bebas

pada pencitraan adalah dengan menggunakan foto polos abdomen dengan posisi

lateral dekubitus (98%). Namun, terdapat faktor lain yang mempengaruhi

keberhasilan mendeteksi udara bebas pada pemeriksaan pencitraan yaitu penyebab

dan lokasi perforasi bila ada. Sensitivitas pemeriksaan radiologi dengan CT-scan

lebih tinggi dibanding foto polos thoraks dan dapat membantu dalam menentukan

lokasi sumber pneumoperitoneum. Pada pasien yang keadaan umumnya stabil dan

menunjukkan gejala yang konsisten dengan perforasi di rongga perut dimana

menjadikan CT scan sebagai modalitas yang baik untuk diagnosis kasus

pneumoperitoneum. Temuan sebuah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan

temuan radiologis yang paling umum pada foto polos abdomen dan thoraks posisi

supinasi adalah adanya udara bebas ekstraluminal di ruang sub-frenik, tanda oval

superior anterior dan radiolusen sub-frenik. 4,5

2.3. Etiologi Pneumoperitoneum

Ada banyak penyebab untuk pneumoperitoneum dan bervariasi tergantung

pada usia. Pada neonatus, penyebab yang paling mungkin adalah perforasi

lambung sekunder enterocolitis necrotizing atau obstruksi usus.. Selain itu,

mungkin ada penyebab iatrogenik, seperti perforasi dari tabung nasogastrik atau

dari ventilasi mekanis.6,7

Pada bayi yang lebih tua dan anak-anak, penyebabnya banyak dan

mungkin termasuk: trauma tumpul dengan pecahnya viskus berongga, trauma

penetrasi, perforasi saluran pencernaan (dari ulkus lambung atau duodenum, ulkus

3
stres, kolitis ulserativa dengan megakolon toksik, Crohns penyakit, obstruksi

usus), pengobatan steroid, infeksi pada peritoneum dengan organisme gas

membentuk atau pecahnya abses, atau mungkin karena masalah dada seperti

pneumomediastinum.6,7

Penyebab utama terjadinya pneumoperitoneum meliputi perforasi organ

viseral (perforasi ulkus peptikum, necrotizing enterocolitis, megakolon toksik,

penyakit usus inflamasi), faktor iatrogenik (pembedahan abdomen, trauma

abdomen, perforasi endoskopi, dialisis peritoneal, parasentesis), infeksi rongga

peritoneum dengan organisme membentuk gas dan atau pecahnya abses yang

berdekatan, dan pneumatosis intestinalis. Penyebab-penyebab tersebut kemudian

dapat dikelompokkan menjadi pneumoperitoneum surgical dan non-surgical (tabel

1). Pada pneumoperitoneum surgical umumnya udara bebas ada karena terdapat

perforasi organ viseral sehingga tentu diperlukan tatalaksana pembedahan.

Sementara pneumoperitoneum non-surgical atau misleading atau spontan

merupakan suatu keadaan adanya udara bebas dalam ruang peritoneal yang

umumnya tidak disebabkan oleh perforasi organ viseral, bahkan dikatakan dapat

secara fisiologis terjadi, sehingga tidak memerlukan tatalaksana pembedahan.

Kedua pneumoperitoneum tersbeut memang sulit untuk dibedakan yang mana

terkadang baru dapat diketahui setelah dilakukan tindakan pembedahan dimana

pada pneumoperitoneum non-surgical tidak akan ditemukan adanya perforasi

organ visera yang memerlukan pembedahan sehingga tindakan pembedahan

tersebut akhirnya justru menjadi sesuatu yang sia-sia.5,6

Tabel1: Penyebab pneumoperitoneum 5,6

4
Pneumoperitoneum - Perforated viskus

dengan peritonitis - Necrotizing enterocolitis

- Infark usus

- Cedera perut
Pneumoperitoneum 1. Thoracic

tanpa peritonitis - Ventilasi tekanan positif

- Pneumomediastinum/pneumotoraks

- Penyakit saluran napas obstruktif kronik

- Asma

2. Abdomen

- Pasca laparotomy

- Pneumatosis cystoides coli/ intestinalis

- Divertikulosis jejunum

- Endoskopi

- Paracentesis/peritoneal dialisis /

laparoskopi

- Transplantasi sumsum tulang

3. Female pelvis

- Instrumentasi

(mishysterosalpingography,Uji Rubin)

- Pemeriksaan panggul (esp. post-partum)

- Post-partum

- Oro-genital intercourse

- Vagina douching

5
- Senggama

2.4. Manifestasi Klinis Pneumoperitoneum

Manifestasi klinis pneumoperitoneum biasanya tergantung pada penyakit

atau kondisi yang mendasarinya. Pasien mungkin dapat menjadi asimtomatik dan

hanya mengeluhkan nyeri perut yang samar. Pada perkembangan selanjutnya

dapat terjadi peritonitis sehingga akan muncul tanda dan gejala peritonitis. Tanda

dan gejala berbagai penyebab pneumoperitoneum, terutama perforasi organ

viseral, mungkin meliputi perut terasa kaku, nyeri pada daerah epigastrium, bising

usus menghilang, bahkan dapat jatuh pada kondisi syok yang parah. Gambaran

udara bebas dalam ruang peritoneum yang terlihat pada foto polos dapat

diklasifikasikan menjadi pneumoperitoneum dalam jumlah kecil dan

pneumoperitoneum masif dengan lebih dari 1000 mL udara bebas. 6,7 (9,13)

2.5. Penegakan Diagnosis Pneumoperitoneum

Dalam mendiagnosis pneumoperitoneum selain berdasarkan tandan dan

gejala klinis berdasarkan penyakit dasarnya yaitu penting dengan pemeriksaan

radiologi. Pada foto polos sebenarnya sudah menjadi modal dalam menentukan

adanya udara bebas dengan jumlah yang minimal, namun hal tersebut perlu

dengan teknik pemeriksaan yang benar dan tepat. Teknik minimal yang dapat

dipilih adalah foto polos abdomen posisi supinasi dan foto polos thoraks posisi

erect atau left lateral decubitus. Sebelum pemeriksaan dimulai, pasien dianjurkan

6
untuk tetap berada dalam posisi tersebut selama 5 hingga 10 menit sebelum foto

diambil.

1. Foto Polos

a. Foto Polos Thoraks

Foto polos thoraks menjadi modal diagnosis yang cukup sensitif dalam

mendeteksi adanya udara bebas intraperitoneal, namun kekurangannya

adalah apabila terjadi pneumoperitoneum masif biasana menjadi lebih sulit

terlihat karena tertumpuk dengan udara paru-paru. Pada foto polos thoraks

dapat ditemukan beberapa tanda yang menunjukkan adanya

pneumoperitoneum:

- Udara bebas subdiafragma: yaitu gambaran udara radiolusen yang

berbentuk bulan sabit (semilunar shadow) diantara diafragma kiri dan

lien.

7
- Leaping dolphin sign: merupakan gambaran otot diafragma yang

tampak tergelincir oleh udara bebas intraperitoneal sehingga biasanya

akan tampak pada pneumoperitoneum yang masif. Tanda ini juga

tampak pada foto polos abdomen posisi supine.

8
- Cupola sign : merupakan gambaran adanya akumulasi udara yang

terletak di bawah tendon sentral diafragma. Tanda ini terlihat sebagai

gambaran radiolusen yang menutupi corpus vertebra torakal bagian

bawah dengan margo superior terlihat dengan baik, tetapi margin yang

lebih rendah tidak. Tanda ini terlihat pada foto polos dada posisi

supine dan foto polos abdomen.

9
- Continuous diaphragm sign: biasanya bagian tengah diafragma tidak

divisualisasikan secara terpisah pada radiografi dada karena menyatu

dengan siluet jantung. Jika diafragma dapat dilihat secara kontinu

melintasi garis tengah maka ini sangat menunjukkan adanya udara

bebas di dalam mediastinum, perikardium, atau ruang peritoneum.

10
11
b. Foto Polos Abdomen

Adanya udara bebas di dalam ruang peritoneum dideteksi dengan foto

polos abdomen. Terdapat beberapa tanda adanya udara bebas

intraperitoneal, diantaranya yaitu:

- Rigler sign : dinding terluar lingkaran usus menjadi lebih jelas terlihat

karena adanya udara di luar lingkaran usus dan udara normal

intralumen. Biasanya akan terlihat pada pneumoperitoneum masif.

False double wall sign dapat terlihat pada saat dua dinding loop usus

saling berdekatan sehingga ketebalan dindingnya menjadi lebih tebal.

12
- Telltale triangle sign : menggambarkan area radiolusen berbentuk

segitiga diantara tiga lingkaran usus atau di antara dua lingkaran usus

dan dinding abdomen. Biasanya akan terlihat pada posisi supine atau

lateral dekubitus.

13
- Football sign : menggambarkan pengumpulan udara dalam jumlah

besar sehingga udara tampak seakan-akan membungkus seluruh

kavum abdomen dan mengelilingi ligamen falciform sehingga

memberi gambaran seperti bola kaki

14
15
- Falciform ligament sign/Silver sign : ditandai dengan ligamentum

falciform yang terlihat dengan jelas karena adanya udara bebas

intraperitoneal dalam kasus pneumoperitoneum masif. Biasanya

ligamentum falciform tidak pernah terlihat sehingga jika ada udara

bebas yang cukup untuk membuat ligamentum falciform tersebut

menjadi terlihat, maka biasanya ada udara bebas yang cukup untuk

juga memberikan setidaknya tanda Rigler. Ligamentum falciform

menghubungkan dinding perut anterior ke liver. Biasanya terlihat pada

foto polos posisi supine.

16
- Lateral umbilical ligament sign/inverted “V” sign : Ligamen

umbilikal lateral yang mengandung pembuluh darah epigastrik

inferior pada orang dewasa dan mengandung arteri umbilikal pada

bayi akan tampak sebagai huruf ‘V’ terbalik di daerah pelvis pada

kondisi pneumoperitoneum masif.

17
- Urachus sign : urachus atau ligamentum umbilikal medial biasanya

tidak tampak pada foto polos abdomen karena memiliki opasitas yang

sama dengan struktur jaringan lunak intraabdomen lainnya, namun

apabila terjadi pneumoperitoneum maka udara bebas tersebut akan

tampak melapisi urachus sehingga urachus akan tampak seperti garis

tipis linier di tengah bagian bawah abdomen yang berjalan dari kubah

vesika urinaria ke arah kepala dengan bagian dasar urachus tampak

sedikit lebih tebal dibandingkan dengan bagian apeksnya.

18
- Decubitus abdomen sign : pada foto polos abdomen posisi left lateral

decubitus tampak gambaran lusensi pada bagian atas diantara dinding

abdomen dan liver serta tampak cairan bebas peritoneal.

19
2. CT-scan

CT scan merupakan modalitas lain untuk mendeteksi adanya

pneumoperitoneum dan termasuk lebih sensitif dibandingkan dengan foto

polos sehingga menjadi pemeriksaan standar untuk mendeteksi

pneumoperitoneum. Meskipun begitu, CT scan tidak selalu dilakukan karena

lebih mahal dan memiliki efek radiasi yang besar. CT scan dapat

mengidentifikasi udara intraluminal walau dalam jumlah yang minimal

sekalipun, terutama apabila hasil foto polos abdomen tidak spesifik. CT scan

tidak dipengaruhi oleh posisi pasien pada saat pemeriksaan dilakukan dan

pemilihan teknik yang digunakan. Namun, CT scan memiliki kelemahan yaitu

sulit untuk melokalisasi perforasi karena adanya udara bebas pada peritoneum

20
merupakan temuan yang nonspesifik dan dapat disebabkan oleh berbagai

kondisi antara lain dapat disebabkan oleh perforasi usus, paska operasi, atau

dialisis peritoneal. Pada CT scan, kontras oral digunakan untuk

mengopasitaskan lumen saluran pencernaan sehingga 29 dapat mendeteksi

adanya perforasi dengan melihat ada tidaknya ekstravasasi kontras.

21
3. MRI

Pada pemeriksaan magnetic resonance imaging atau MRI

pneumoperitoneum akan terlihat sebagai area dengan gambaran hipointens. MRI

bukan merupakan modalitas pemeriksaan radiologis yang utama dalam kasus

pneumoperitoneum. Oleh karena itu, biasanya pneumoperitoneum merupakan

gambaran radiologis yang tidak sengaja ditemukan pada saat dilakukan

pemeriksaan MRI untuk alasan lainnya.

22
4. USG

Pada pemeriksaan USG, pneumoperitoneum akan tampak sebagai daerah

peningkatan ekogenisitas berbentuk linier dengan artefak reverberasi dari paru

yang terisi udara atau Distal Ring Down, bayangan costae, dan dapat tampak

udara kolon yang berhimpitan dengan hepar. Udara di kuadran kanan atas

abdomen dapat keliru dengan kolesistitis emfisematosa, kalsifikasi mural,

kalsifikasi vesika fellea, vesika fellea porselen, adenomiosis, udara di dalam

abses, tumor, udara bilier, atau udara di dalam vena porta. Udara intraperitoneal

seringkali sulit dideteksi, namun sebenarnya udara bebas dalam jumlah kecil pun

dapat dideteksi dengan pemeriksaan yang tepat, yaitu dari anterior atau

anterolateral di antara dinding abdomen dan di dekat liver 31 dimana loop usus

biasanya tidak ditemukan.

Pada pemeriksaan ini biasanya sulit untuk membedakan udara ekstralumen

dengan udara intramural atau intraluminal.14 USG memiliki beberapa kelebihan

seperti mampu mendeteksi kelainan lain, seperti cairan bebas intraabdomen dan

massa inflamasi, tersedia hampir di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, lebih

murah dibandingkan dengan CT scan, dan aman digunakan pada anak-anak,

wanita hamil, dan usia reproduktif. Namun, USG sangat dipengaruhi keahlian

operator, dan terbatas penggunaannya pada individu dengan obesitas dan udara

bebas dalam jumlah besar. USG bukan merupakan pemeriksaan definitif untuk

menyingkirkan pneumoperitoneum.

23
2.6. Tatalaksana Pneumoperitoneum

Tatalaksana Tatalaksana pneumoperitoneum tergantung dari penyebab

yang mendasarinya sehingga langkah pertama dalam penatalaksanaan adalah

mencari tahu penyebabnya agar dapat menentukan pendekatan terapi yang tepat.

Oleh karena itu, umumnya memerlukan pemeriksaan diagnostik penunjang selain

anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien. Pada beberapa kasus, tatalaksana

konservatif merupakan yang terbaik sembari melihat apakah tubuh pasien mampu

menghilangkan udara bebas tersebut sendiri. Jika disebabkan oleh perforasi organ

viseral atau karena komplikasi dari infeksi, maka diperlukan tindakan

pembedahan sesegera mungkin karena perforasi organ dan infeksi dapat

menyebabkan kematian dengan cepat.

24
BAB III

KESIMPULAN

Pneumoperitoneum adalah keadaan dimana terdapat udara bebas dalam

intraperitoneum. Penyebabnya berbeda berdasarkan usia, namun paling umum

oleh karena perforasi organ viseral. Pneumoperitoneum lebih mudah dideteksi dan

terdiagnosis dengan pemeriksaan radiologi, dimana yang paling tinggi

sensitivitasnya adalah foto polos thoraks dan abdomen, kemudian dapat juga

dilakukan pemeriksaan lain seperti CT-scan, MRI, dan USG. Tatalaksana

pneumoperitoneum disesuaikan berdasarkan kelainan yang mendasarinya.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Devi, P. S., Manikantan, G., dan Chisthi, M. M. Gastrointestinal

perforations: a tertiary care center experience. International Surgery

Journal. 2017. Vol. 4 (2); pp. 709-713. 2.

2. Sureka, B., Bansal, K., dan Arora, A. Pneumoperitoneum: What to look

for in a radiograph?. Journal of Family Medicine and Primary Care. 2015.

Vol. 4 (3); pp. 477-478.

3. Ramponi, D. R.. Pneumoperitoneum. Advanced Emergency Nursing

Journal. 2018. Vol. 40 (2); pp. 87-93.

4. Sambursky, J. A., Kumar, S., Orban, M., dkk. Non-surgical

Pneumoperitoneum in the Setting of Gram-negative Sepsis. Cureus. 2018.

Vol. 10 (4).

5. Cecka, F., Sotona, O., dan Subrt, Z. How to distinguish between surgical

and nonsurgical pneumoperitoneum?. Signa Vitae. 2014. Vol. 9 (1); pp. 9-

15.

6. Churchill, J. D. B. Abdominal X-rays Made Easy. 2nd Ed. Elsevier. 2006.

7. El-Feky, M., dan Jones, J. Pneumoperitoneum. Radiopaedia.

8. Khan, A. N. Pneumoperitoneum Imaging. Medscape. 2016. Tersedia di :

< https://emedicine.medscape.com/article/372053-overview>

9. Fuller, M. J. Pneumoperitoneum. Wikiradiography. 2011. Tersedia di : <

http://www.wikiradiography.net/page/Pneumoperitoneum>

10. Wang, H dan Batra V., 2018. Massive Pneumoperitoneum Presenting as

Incidental Finding.

26

Anda mungkin juga menyukai