Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil
faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk
cincin Waldayer. Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan
akut/subakut yang terjadi berulang-ulang dengan kuman penyebab nonspesifik. 1

Berdasarkan data di Indonesia, tonsilitis kronis menjadi salah satu penyakit


THT yang paling banyak dijumpai pada anak. Penelitian yang dilakukan Sapitri
tentang karakteristik penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi di
RSUD Raden Mattaher Jambi, dari 30 sampel ditemukan usia 5-14 tahun (50%), jenis
kelamin perempuan (56,7%) dan keluhan nyeri pada tenggorok atau sakit menelan
(100%). 2

Terapi tonsilitis kronik terdiri atas terapi konservatif dan terapi operatif.
Terapi konservatif dilakukan dengan pemberian obat-obatan simptomatik dan obat
kumur yang mengandung desinfektan. Terapi operatif melibatkan tindakan
tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi.3 Terapi konservatif dilakukan untuk
mengeliminasi kausa, yaitu infeksi, dan mengatasi keluhan yang mengganggu.
Apabila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan jalan napas, disfagia berat,
gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan pengobatan
kon'ensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan.4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tonsil


2.1.1 Anatomi
Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil
faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk
cincin Waldayer. Tonsil palatina (disebut tonsil saja) terletak di dalam fosa tonsil.
Pada kutub atas tonsil seringkali terdapat celah intratonsil yang merupakan sisa
kantong faring kedua. Kutub bawah tonsil melekat pada dasar lidah.1
Permukaan medial tonsil mempunyai celah yang disebut kriptus dan
bentuknya beraneka ragam. Epitel yang melapisi tonsil dan juga kriptus adalah
epitel skuamosa. Di dalam kriptus terdapat leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang
sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomI karena tidak melekat erat pada otot faring. 1

Gambar 1. Anatomi Tonsil

2
Vaskularisasi tonsil adalah a. palatina minor, a. palatina asendens, cabang
tonsil a. maksila eksterna, a. faring asendens dan a. lingualis dorsal.1

Gambar 2. Vaskularisasi Tonsil

2.1.2 Fisiologi
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2
fungsi utama yaitu : 1) menangkap dan mengumpulkan benda asing dengan efektif
2) Tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang berasal dari
diferensiasi limfosit B.5

3
Limfosit terbanyak ditemukan dalam tonsil adalah limfosit B. Bersama-sama
dengan adenoid limfosit B berkisar 50-65% dari seluruh limfosit pada kedua organ
tersebut. Limfosit T berkisar 40% dari seluruh limfosit tonsil dan adenoid. Tonsil
berfungsi mematangkan sel limfosit B dan kemudian menyebarkan sel limfosit
terstimulus menuju mukosa dan kelenjar sekretori di seluruh tubuh.5
Aktivitas tonsil paling maksimal antara usia 4-10 tahun. Tonsil mulai
mengalami involusi pada saat pubertas, sehingga produksi sel B menurun dan rasio
sel T terhadap sel B relatif meningkat. Pada tonsilitis yang berulang dan inflamasi
epitel kripta retikuler terjadi perubahan epitel skuamosa stratifikatum yang
mengakibatkan rusaknya aktivitas sel imun dan menurunkan fungsi transport
antigen. Perubahan ini mengakibatkan penurunan aktivitas lokal sel B dan
menurunkan produksi antibodi.5

2.2 Tonsilitis Kronis

2.3.1 Definisi
Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan
akut/subakut yang terjadi berulang-ulang dengan kuman penyebab nonspesifik.
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak
jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan
terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan
apabila tonsil ditekan keluar detritus.6

2.3.2 Epidemiologi
Di Indonesia, tonsilitis kronis menjadi salah satu penyakit THT yang paling
banyak dijumpai pada anak. Penelitian yang dilakukan Sapitri tentang karakteristik
penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher
Jambi, dari 30 sampel ditemukan usia 5-14 tahun (50%), jenis kelamin perempuan
(56,7%) dan keluhan nyeri pada tenggorok atau sakit menelan (100%).2

4
Tarasov dan Morozov juga melakukan pemeriksaan kesehatan pada anak dan
dewasa, mendapatkan total penyakit THT berjumlah 190-230 per 1.000 penduduk,
dan 38,4% di antaranya menderita penyakit tonsilitis kronis.7, 8

2.3.3 Etiologi
Etiologinya sama dengan tonsilitis akut. Virus Eipstein Barr, Hemofilus
Influenza, bakteri grup A Streptokokus β hemolitikus yang dikenal sebagai strept
throat, pneumokokus, Streptokokus viridan, dan Streptokokus piogenes. 1

2.3.4 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang menyebabkan tonsilitis kronis adalah sebagai
berikut:1
 Rangsangan menahun dari merokok
 Higiene mulut yang buruk
 Pengaruh cuaca
 Beberapa jenis makanan
 Kelelahan fisik
 Pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat

2.3.5 Patogenesis
Proses radang yang berulang timbul sehingga epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengkerutan sehingga kripta melebar. Kripta
biasanya tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan timbul perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada
anak-anak biasanya disertai dnegan pembesaran kelenjar limfa submandibula.1

5
2.3.6 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan mengenai keluhan lokal dan keluhan sistemik.
Untuk keluhan lokal diantaranya :6
- Nyeri menelan
- Nyeri tenggorok
- Rasa mengganjal di tenggorok
- Mulut berbau
- Demam
- Mendengkur
- Gangguan bernapas
- Hidung tersumbat
- Batuk pilek berulang
Dapat pula disertai keluhan sistemik seperti :
- Rasa lemah
- Nafsu makan berkurang
- Sakit kepala
- Nyeri sendi

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tonsil dilakukan dengan bantuan spatula lidah dengan
menilai warna, besar, pelebaran muara kripta, ada tidaknya detritus, nyeri
tekan, dan hiperemis pada arkus anterior. Besar tonsil dinyatakan dalam T0,
T1, T2, T3, dan T4. T0 apabila tonsil berada di dalam fossa tonsil atau telah
diangkat. T1 apabila besar tonsil 1/4 jarak arkus anterior dan uvula, dimana
tonsil tersembunyi di dalam pilar tonsilar. T2 apabila besar tonsil 2/4 jarak
arkus anterior dan uvula, dimana tonsil membesar ke arah pilar tonsilar. T3
apabila besar tonsil 3/4 jarak arkus anterior dan uvula, atau terlihat mencapai

6
luar pilar tonsilar. T4 apabila besar tonsil mencapai arkus anterior atau lebih,
dimana tonsil mencapai garis tengah.3

Gambar 3. Pembesaran Tonsil

Pada tonsilitis kronis dapat dijumpai :6


- Pembesaran tonsil
- Permukaan kripta tonsil melebar
- Detritus pada penekanan kripta
- Arkus anterior atau posterior hiperemis
- Pembesaran kelenjar submandibula

7
Gambar 4. Tonsilitis Kronis

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya: 6
- Bila diperlukan dilakukan kultur resistensi dari swab tenggorok dan ASTO
- Rinofaringolaringoskopi (RFL), foto polos nasofaring, polisomnografi bila
diperlukan
- Pasca operasi : pemeriksaan histopatologi jaringan tonsil dan atau adenoid
(bila dicurigai keganasan)
Untuk kriteria diagnosisnya adalah satu atau lebih keluhan dari anamnesis
yang berulang disertai dengan pembesaran ukuran tonsil dan atau pemeriksaan
fisik lainnya.6
Beberapa penelitian berusaha untuk membedakan antara infeksi group A
beta-hemolytic streptococcal (GABHS) dan virus berdasarkan gejala dan tanda.
Skor Centor dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi tenggorok akibat infeksi
streptokokus grup A.3
Skor Centor merupakan acuan tervalidasi untuk prediksi klinis pada
infeksi streptokokus pada pasien lebih dari 15 tahun. Hal ini dikarenakan pada

8
pasien anak, terutama satu tahun awal, memiliki manifestasi nyeri tenggorok yang
berbeda. Skor Centor dapat digunakan pada pasien anak, tetapi tidak dianjurkan
pemakaiannya pada anak usia kurang dari 3 tahun.3
Tabel 1. Skor Centor

Kriteria Nilai
Suhu >38 derajat celcius 1
tidak ada batuk 1
Limfadenopati servikal anterior 1
Pembesaran tonsil atau eksudat 1

Tabel 2. Risiko Infeksi Streptokokus grup A

Jumlah gejala dan tanda Risiko Infeksi Streptokokus grup A (%)


4 56
3 32
2 15
1 6,5
0 2,5

Terdapat modifikasi dari skor centor, oleh karena penelitian yang


dilakukan oleh Centor dkk hanya pada pasien dewasa, maka penelitian yang
dilakukan di Kanada mencoba memodifikasi skor Centor dengan menambahkan
usia pada penelitiannya.3

9
Tabel 3. Skor Centor Modifikasi

Kriteria Nilai
Suhu >38 derajat celcius 1
tidak ada batuk 1
Limfadenopati servikal anterior 1
Pembesaran tonsil atau eksudat 1

Usia 3-14 tahun 1


Usia 15-44 tahun 0
Usia >44 tahun -1

Tabel 4. Risiko Infeksi Stretokokus grup A Skor Centor Modifikasi

Skor total Risiko Infeksi Stretokokus grup A (%)


≥4 51-53
3 28-35
2 11-17
1 5-10
≤0 1-2,5

2.3.7 Tatalaksana

Terapi tonsilitis kronik terdiri atas terapi konservatif dan terapi operatif.
Terapi konservatif dilakukan dengan pemberian obat-obatan simptomatik dan obat
kumur yang mengandung desinfektan. Terapi operatif melibatkan tindakan
tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi.3 Terapi konservatif dilakukan untuk
mengeliminasi kausa, yaitu infeksi, dan mengatasi keluhan yang mengganggu.

10
Apabila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan jalan napas, disfagia berat,
gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan pengobatan
konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan.4

Tonsilektomi didefinisikan sebagai suatu tindakan bedah yang


mengangkat keseluruhan jaringan tonsil palatina, termasuk kapsulnya dengan
melakukan diseksi ruang peritonsiler di antara kapsula tonsil dan dinding muskuler
tonsil. Tindakan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa adenoidektomi.
Adenoidektomi juga dilakukan bersama tonsilektomi terutama apabila terdapat
gangguan bernafas saat tidur.3

Indikasi tonsilektomi beradasarkan The American Academy of


Otolaryngology- Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun
1995 menetapkan :1

1. Serangan tonsilitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan


terapi yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor
pulmonale.
4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil dengan pengobatan.
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsilitis beulang yang disebabkan oleh grup A streptococcus β hemoliticus.
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusa/ otitis media supuratif.

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,


namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap

11
memperhitungkan dengan imbang antara “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut
adalah:3
1. Gangguan perdarahan.
2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat.
3. Anemia.
4. Infeksi akut yang berat
5. Palatoskizis

2.3.8 Prognosis

Adapun prognosis dari tonsilitis kronis adalah dubia ad bonam. 6

2.3.9 Komplikasi

Peradangan kronik tonsil daat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya


berupa rinitis kronik, sinusitis, otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi
jauh dapat terjadi secara limfogen atau hematogen dan dapat menimbulkan artritis,
furunkulosis, urtikatia, pruritus, dermatitis, iridosiklitis, uveitis, nefritis, miositis dan
endokarditis.1

12
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : SIH
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Selagalas, Sandubaya, Mataram
Pekerjaan : Siswa
No. RM : 0457**
Tanggal Pemeriksaan : 30 Desember 2022

3.2 Anamnesis
a. Keluhan utama :
Rasa mengganjal di tenggorokan sejak 3 bulan yang lalu
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD membawa rujukan dari poliklinik THT RS Risa
Sentra Medika dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorokan sejak 3 bulan
yang lalu. Keluhan mengganjal sangat mengganggu dan terkadang dirsertai
nyeri menelan, dan demam. Keluhan tersebut dirasakan kumat-kumatan.
Pasien mengatakan keluhan muncul dua hingga tiga kali dalam sebulan,
terakhir kambuh sekitar 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya
batuk, pilek serta merasakan nafasnya berbau. Nyeri pada telinga, rasa
mendengung, dan terasa penuh di telinga disangkal oleh pasien. Pasien
mengatakan suka mengonsumsi minuman dingin, makanan yang digoreng dan
berminyak serta makanan yang pedas. Saat ini tidak ada keluhan

13
c. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat penyakit berat, rhinitis, sinusitis, otitis, asma, riwayat trauma pada
tenggorokan disangkal oleh pasien.
d. Riwayat penyakit keluarga :
Keluhan serupa pada keluarga disangkal.
e. Riwayat alergi :
Pasien tdak memiliki alergi
f. Riwayat Pengobatan :
Saat keluhan pasien kambuh sekitar 2 minggu yang lalu, pasien minum
antibiotik yang diberikan oleh dokter THT dan disarankan untuk operasi.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Tanda vital
TD : 120/70 mmHg
HR : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC

Status Lokalis

14
Pemeriksaan telinga
No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-) nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-), Serumen (-), hiperemis (+),
furunkel (-), edema (-), furunkel (-), edema (-),
sekret (-) secret (-)

4. Membran Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),


timpani warna membran timpani warna membran timpani
putih keabuan, cone of light putih keabuan, cone of light
(+), Perforasi (-) (+), Perforasi (-)

15
Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri


Bentuk (dbn), inflamasi (-), Bentuk (dbn), inflamasi (-),
Hidung luar
nyeri tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi dbn, ulkus (-) dbn, ulkus (-)
Bentuk (dbn), mukosa Bentuk (dbn), mukosa
Cavum nasi
hiperemia (-) hiperemia (-)
Mukosa hiperemia (-) , sekret Mukosa hiperemia (-) , sekret
Meatus nasi media
(-), massa (-) (-), massa (-)
Edema (-), mukosa hiperemi Edema (-), mukosa hiperemi
Konka nasi inferior
(-), sekret (-), livide (-) (-), sekret (-), livide (-)
Deviasi (-), benda asing (-), Deviasi (-), benda asing(-),
Septum nasi
perdarahan (-), ulkus (-) perdarahan (-), ulkus (-)
Palpasi sinus
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
maksila dan frontal

Pemeriksaan Tenggorokan

16
Mukosa Bukal Berwarna merah muda, hiperemia (-)
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembran (-)
Geligi Normal
Uvula Normal
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), membran (-), granul (-)
Tonsila Kanan Kiri
palatina
Ukuran T2, Hiperemis (-), permukaan Ukuran T2, Hiperemis (-),
tidak rata, kripta melebar (+), detritus permukaan tidak rata, kripta
(-) melebar (+), detritus (-)

3.4 Assessment

Tonsilitis kronis

3.5 Planning
3.5.1 Pemeriksaan Penunjang
- Kultur swab tenggorokan dan uji resistensi dari swab tonsil untuk
mengetahui mikroorganisme penyebab dan antibiotik yang sesuai.
- Pemeriksaan ASTO

3.5.2 Terapi
- Medikamentosa
a. Obat kumur dengan desinfektan atau larutan garam : tiap 4 jam, @
selama ± 30 detik.

17
b. antibiotik : inj ceftriaxone 500mg/12 jam
c. Injeksi sanexon 62,5 mg/ 8 jam
- Operatif
a. Pro tonsilektomi
b. Untuk kepentingan operasi : pro cek DL, pro foto thorax AP, dan pro
konsul dokter anestesi
3.5.3 KIE
- Pada saat ini, tonsil tidak dalam masa eksaserbasi atau meradang
sehingga untuk mencegah eksaserbasinya perlu dihindari makanan yang
berminyak, minuman yang dingin, serta makanan yang dapat membuat
iritasi tenggorokan.
- Menjaga kebersihan mulut dengan sering kumur
- Menjelaskan keada keluarga pasien bahwa tindakan yang paling baik
adalah dengan tindakan operatif. Hal ini didasarkan pada beberapa
indikasi yaitu riwayat kekambuhan lebih dari 3 kali dalam 6 bulan
terakhir, adanya keluhan terasa mengganjal, nyeri menelan, dan nafas
yang berbau.
- Berikan edukasi kepada orang tua untuk mengambil keputusan tindakan
operatif untuk mencegah kekambuhan dan apabila setuju dilakukan
pemeriksaan yang lengkap untuk persiapan operasi.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien adanya risiko kekambuhan yang
tinggi jika tidak dilakukan tindakan operasi dan juga dapat menimbulkan
komplikasi yang dapat terjadi.

3.6 Prognosis
Dubia ad bonam

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Terdapat kasus dengan diagnosis tonsilitis kronis yang ditegakkan berdasarkan


hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Seorang perempuan berusia 10 tahun datang
ke IGD membawa rujukan dari poli THT RS Risa Sentra Medika dengan keluhan
terasa mengganjal ditenggorokan sejak 3 bulan yang lalu dan dirasakan mengganggu
serta sering kumat-kumatan yakni 2-3 kali dalam sebulan. Keluhan ini disertai dengan
nyeri menelan, batuk, dan demam. Pada pemeriksaan fisik tenggorokan didapatkan
pembesaran pada daerah tonsil (tonsil palatina), dengan ukuran pembesaran T 2
(kanan)- T2 (kiri), tampak adanya kripta yang melebar dan tidak dijumpai adanya
detritus didalamnya. Hal tersebut sudah menegakkan diagnosis dari tonsilitis kronis,
dimana terdapat lebih dari satu keluhan dari anamnesis yang berulang yaitu terasa
mengganjal ditenggorokan, rasa nyeri menelan, demam, dan batuk serta disertai
dengan pembesaran ukuran tonsil dan atau pemeriksaan fisik lainnya.

Untuk mendukung diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan


pemeriksaan kultur bakteri dan uji sensitifitas dari usap tenggorok atau fine needle
aspiration. Jika berdasarkan dari skor centor, total nilai dari pasien adalah :

Tabel 5. Skor Centor Pasien


Kriteria Nilai PX
Suhu >38 derajat celcius 1 -

tidak ada batuk 1 -

Limfadenopati servikal anterior 1 -

Pembesaran tonsil atau eksudat 1 +

19
Total nilai 1

Jadi risiko infeksi yang disebabkan oleh streptokokus grup A adaah 6,5%.

Terapi yang direncanakan untuk pasien ini adalah tonsilektomi. Hal tersebut
sudah sesuai dengan indikasi pasien dilakukan tonsilektomi yaitu adanya serangan
tonsilitis lebih dari 3 kali dalam setahun serta adanya napas yang berbau.
Tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi dilakukan dalam usaha untuk
mengendalikan penyakit faring berulang, otitis media kronis, dan obstruksi jalan
napas.

Namun, sebelum dilakukan tonsilektomi, perlu dinilai kontraindikasi dari


tonsilektomi kepada pasien antara lain: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang
besar atau penyakit berat, anemia, infeksi akut yang berat, dan palatoskizis. KIE
kepada keluarga dan pasien juga diperlukan dalam tindakan operatif ini.

20
BAB V

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dalam kasus
ini di diagnosis mengalami tonsilitis kronis. Dari anamnesis didapatkan keluhan
terasa mengganjal ditenggorokan sejak 3 bulan yang lalu dan dirasakan mengganggu
serta sering kumat-kumatan yakni 2-3 kali dalam sebulan. Keluhan ini disertai dengan
nyeri menelan, batuk, dan demam. Pada pemeriksaan fisik tenggorokan didapatkan
pembesaran pada daerah tonsil (tonsil palatina), dengan ukuran pembesaran T 2
(kanan)- T2 (kiri), tampak adanya kripta yang melebar dan tidak dijumpai adanya
detritus didalamnya.

Tatalaksana yang direncanakan untuk pasien adalah tatalaksana konservatif


dan tatalaksana operatif yaitu tonsilektomi yang sudah sesuai dengan indikasi
tindakan ini. Perlu juga diberikan KIE kepada pasien dan keluarga mengenai
tatalaksana ini. Untuk prognosis dari tonsilitis kronis ialah dubia ad bonam.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, and Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
2. Sapitri V. Karakteristik penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan
tonsilektomi Di RSUD Raden Mattaher Jambi (skripsi). Jambi: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi; 2013
3. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tatalaksana Tonsilitis. Jakarta: Menkes RI; 2015
4. Moore KL, Agur AMR. Essential Clinical Anatomy. 2nd Edition. New York:
Lippincott Williams and Wilkins; 2002.
5. Wiatrak BJ, Woolley AL. Pharyngitis and Adenotonsilar Disease. Dalam:
Cummings CW editor. Otolaryngology Head & Neck Surgery. 4th ed.
Philadelphia Elsevier Mosby. 2007: Hal. 4136-65
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Hidung Tenggorok Bedah KL Indonesia.
Panduan Praktik Klinis Panduan, Praktik Klinis Prosedur Tindakan, Clinical
Pathways. Jakarta: PERHATI-KL; 2015
7. Khan AR, Khan SA, Arif AU, Waheed R. Analysis of ENT diseases at
Khyber teaching hospital, Peshawar. J. Med. Sci. 2013;21(1):7-9.
8. Tarasov DI, Morozov AB. Frequency and structure of chronic disease of ear,
throat and nose among population and their dinamycs. Vestn Otorino
laryngology.1991; 2:12-4.

22

Anda mungkin juga menyukai