Anda di halaman 1dari 16

CASE REPORT

Tonsilitis Kronis

Dosen Pembimbing:
dr. Francicus F, Sp.THT-KL

Disusun Oleh:
Hotland Sitorus
1361050205

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT


PERIODE 27 AGUSTUS – 29 SEPTEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi
dari seluruh penyakit THT. Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak.
Insiden tertinggi berada pada kelompok umur 5-10 tahun. Tonsilitis kronis
merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan terutama terjadi pada kelompok
usia muda. Data morbiditas pada anak yang menderita tonsilitis kronis menurut
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada umur 5-14 tahun menempati
urutan kelima (10,5% laki-laki dan 13,7% perempuan). Hasil pemeriksaan pada
anak-anak dan dewasa menunjukkan total penyakit pada telinga hidung dan
tenggorokan berjumlah 190-230 per 1.000 penduduk dan didapati 38,4%
diantaranya merupakan penderita penyakit tonsilitis kronis.
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil palatina atau bahasa
umumnya dikenal dengan radang amandel. Tonsilitis kronis merupakan penyakit
yang paling sering terjadi pada tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit
ini terjadi disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau
ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut. Tonsilitis
kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena anak sering
menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut yang
tidak diobati dengan tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh
bakteri yang sama yang terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering
adalah bakteri gram positif.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tonsilitis Kronik


Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatina lebih dari 3
bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi
subklinis.Terjadinya perubahan histologi pada tonsil. Dan terdapatnya jaringan
fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan
tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar serangan terlihat
membesar disertai dengan hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior dan
apabila tonsil ditekan keluar detritus.2

B. Anatomi Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsila
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-tiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini
melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada
cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid
pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada
masa pubertas. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak didalam
fossa tonsil. Pada kutub atas tonsil sering kali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong pharynx yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya
melekat pada dasar lidah.
Gambar 1. Cincin Waldeyer

Tonsil faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral


rongga mulut. Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot
palatoglosus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot
palatofaringeus. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan
mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel
skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan
leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan
lateral tonsil melekat pada fasia pharynx yang sering juga disebut kapsul tonsil.
Kapsul ini tidak melekat erat pada otot pharynx, sehingga mudah dilakukan
diseksi pada tonsilektomi.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkum valata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus
tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid
lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus.
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla
ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol
kedalam faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke
dalam cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas
permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan
lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.2

C. Etiologi Tonsilitis Kronis


Terjadinya tonsilitis dibagi berdasarkan klasifikasinya, antara lain,
penyebab dari Tonsilitis Viral adalah Epstein Barr, Hemofilus Influenza, dan
Virus Coxschakie, penyebab dari Tonsilitis Bakterial adalah Streptokokus 
hemolitikus Grup A , Streptokokus pneumonia, Stafilokokus (dengan dehidrasi,
antibiotika), dan Tuberkulosis (pada immunocompromise). Beberapa faktor
predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis kronis, yaitu rangsangan kronis (rokok,
makanan), higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu
yang berubah-ubah), alergi (iritasi kronis dari alergen), keadaan umum (gizi jelek,
kelelahan fisik), pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.3

D. Patofisiologi Tonsilitis Kronik


Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana
kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil
menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman
sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil.Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan
suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat
keadaan umum tubuh menurun. Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka
selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak
diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada
anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibularis.2,4
E. Manifestasi Klinis Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronik dapat menimbulkan gejala lokal ataupun sistemik. Gejala
yang bisa terjadi adalah mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang akibat daripada gejala sistemik
tonsilitis kronik. Gejala lokal pula termasuklah nyeri tenggorok atau merasa tidak
enak di tenggorok, nyeri telan ringan kadang-kadang seperti benda asing di
tenggorok. Pada tonsil yang mengalami infeksi kronik, akan terjadi fibrotasasi
yaitu sebagianjaringan tonsil akan rusak dan digantikan oleh jaringan ikat.
Tarikan-tarikan pada lobuli tonsil akan terjadi karena adanya fibrosis sehingga
kripta akan melebar dan menyebabkan permukaan tonsil akan menjadi tidak rata
dan berbenjol-benjol. Tonsilitis kronik akan menyebabkan sakit tenggorokan
rekuren, atau persisten dan gangguan menelan atau pernafasan, walaupun yang
terakhir disebabkan oleh kelenjar adenoid yang membesar. Tonsila akan
memperlihatkan berbagai derajat hipertrofi.5

Gambar 2. Tonsilitis Kronis


F. Diagnosis Tonsilitis Kronik
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi
kadang-kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan
detritus atau detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah.
Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan. Ukuran
tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi.
Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1– T4.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan


mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka grade pembesaran tonsil dapat dibagi
menjadi :
a. T0 (tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat).
b. T1 (<25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior-
uvula).
c. T2 (25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak
pilar anterior-uvula).
d. T3 (50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak
pilar anterior-uvula).
e. T4 (>75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula
atau lebih).4
Gambar 3. Grade Pembesaran Tonsil

a. Pemeriksaan Penunjang
Fokal infeksi pada tonsil dapat diperiksa dengan melakukan beberapa
tes. Dasar dari tes-tes ini adalah adanya kuman yang bersarang pada
tonsil dan apabila tes dilakukan, terjadi transportasi bakteri, toksin
bakteri, protein jaringan fokal, material lymphocyte yang rusak ke dalam
aliran darah ataupun dengan perkataan lain akan terjadi bakterimia yang
dapat menimbulkan kenaikan pada jumlah lekosit dan LED. Dalam
keadaan normal jumlah lekosit darah berkisar antara 5000-10000/mm3.
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil.
Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita tonsilitis
kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur
yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan
diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri tonsilitis kronis tidak dapat
dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu
Streptokokus beta hemolitikus diikuti Stafilokokus aureus.6
G. Tatalaksana Tonsilitis Kronik
Penatalaksanaan tonsilitis kronis terdiri dari terapi lokal dan terapi radikal.
Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut, dengan menggunakan obat kumur.
Antibiotik dapat diberikan bila penyebab adalah bakteri. Terapi radikal ialah
dengan melakukan operasi tonsilektomi setelah tanda-tanda infeksi hilang.
Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi
tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi
relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia
pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan
bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.
Tonsilektomi sudah sejak lama merupakan kontroversi di berbagai kalangan,
baik awam maupun profesi. Bagi yang kontra, tonsilektomi dianggap dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh.
Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,
Head and Neck Surgery : 3
 Indikasi absolut Tonsilektomi:
1) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,
disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardio-pulmoner.
2) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis
dan drainase.
3) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
4) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi
anatomi (suspek penyakit keganasan)
 Indikasi relatif Tonsilektomi :
1) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
2) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis.
3) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang
tidak membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten.
H. Diagnosa Banding
Faringitis Kronis
Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alergi, trauma, dan toksin. Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler yang dapat
menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut
karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen
antibodi. Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri
tenggorokan, sulit menelan, dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan didapatkan
pembesaran tonsil, faring dan tonsil hiperemis, dan adanya eksudat
dipermukaannya.2
BAB III
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
- Nama : An. BM
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Umur : 9 tahun
- Agama : Kristen
- Alamat : Cawang
- Pendidikan : SMP
- Pekerjaan : Pelajar
- Status : Belum menikah

2. Pemeriksaan Subyektif
- Keluhan Utama : Nyeri menelan
- Keluhan Tambahan: Demam dan batuk
- Riwayat Penyakit Sekarang:
o Pasien datang ke Poli THT RS UKI dengan keluhan nyeri pada
saat menelan sejak 1 bulan SMRS. Nyeri yang dirasakan hilang
timbul. Keluhan ini diakui pasien sangat mengganggu, makin berat
keluhan dirasakan. Keluhan juga disertai rasa gatal pada
tenggorokan dan batuk berdahak serta demam yang hilang timbul
sejak 1 bulan SMRS. Pasien sudah diberikan obat oleh dokter 1
minggu SMRS namun tak kunjung sembuh. Riwayat pilek
disangkal.
- Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien mengaku sering mengalami keluhan
seperti ini yang hilang timbul sejak pasien berusia 7 tahun.
- Riwayat Penyakit Keluarga: Di dalam keluarga tidak ada yang mengalami
keluhan serupa dengan pasien
- Riwayat Alergi: Disangkal
- Riwayat Kebiasaan: Pasien biasa makan dan jajan gorengan.

3. Pemeriksaan Obyektif
Status Generalis
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Composmentis
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- HR : 88 x/menit
- RR : 23 x/menit
- T : 36,8° C

Kepala dan Leher


- Kepala : Normocephali
- Leher anterior : KGB tidak teraba membesar
- Leher posterior : KGB tidak teraba membesar

Status Lokalis
a) Telinga
Dextra Sinistra
Auricula Normotia, Nyeri tekan (-), Normotia, Nyeri tekan (-),
Infeksi (-), Trauma (-), Infeksi (-), Trauma (-), Tumor
Tumor (-) (-)
Preauricula Fistel (-), Abses (-), Sikatriks Fistel (-), Abses (-), Sikatriks
(-), Auricula accesoris (-) (-), Auricula accesoris (-)
Retroauricula Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
Nyeri tekan (-), Sikatriks (-), Nyeri tekan (-), Sikatriks (-),
Fistel(-) Fistel(-)
Infraauricula Pembesaran (-) Pembesaran (-)
Liang Telinga Lapang, Merah Muda, Lapang, Merah Muda, Sekret
Sekret (-), Serumen (-), (-), Serumen (-), Kelainan lain
Kelainan lain (-) (-)

Membran Intak, Warna putih mutiara, Intak, Warna putih mutiara,


Timpani Refleks cahaya (+), posisi Refleks cahaya (+), posisi
tidak ada retraksi, kelainan tidak ada retraksi, kelainan
lain (-) lain (-)
Garpu tala Rhine (+), Swabach sama dengan pemeriksa,Webber tidak ada
lateralisasi

b) Hidung
Dextra Sinistra
Bentuk Bentuk normal
Deviasi, Hematoma,
Edema, Trauma, Tumor, (-)
Kelainan lain
Vestibulum nasi Furunkel (-), Hiperemis Furunkel (-), Hiperemis
(-) (-)
Cavum Nasi Lapang, Merah muda Lapang, Merah muda
Konka inferior Eutrofi, licin, merah Eutrofi, licin, merah
muda muda
Konka media Eutrofi, licin, merah Eutrofi, licin, merah
muda muda
Meatus inferior & media Sekret (-) Sekret (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
c) Tenggorokan
Faring
- Dinding Faring : Licin
- Mukosa : Merah muda
- Uvula : Ditengah
- Arkus faring : Simetris (+), hiperemis (-)
Tonsil
Dextra Sinistra
Ukuran T3 T3
Kripta Melebar Melebar
Perlekatan Tidak ada Tidak ada
Detritus (-) (-)

d) Mulut
Gigi Dalam batas normal
Gusi Dalam batas normal
Lidah Dalam batas normal
Kelenjar liur Dalam batas normal
Kelainan lain Tidak ada

e) Resume
- Pasien datang ke Poli THT RS UKI dengan keluhan nyeri pada saat
menelan sejak 1 bulan SMRS. Nyeri yang dirasakan hilang timbul.
Keluhan ini diakui pasien sangat mengganggu, makin berat keluhan
dirasakan. Keluhan juga disertai rasa gatal pada tenggorokan dan batuk
berdahak serta demam yang hilang timbul sejak 1 bulan SMRS. Pasien
sudah diberikan obat oleh dokter 1 minggu SMRS namun tak kunjung
sembuh. Riwayat pilek disangkal. Riwayat alergi disangkal.
- Status Generalis dalam batas normal
- Status THT
 Telinga: Dalam batas normal.
 Hidung: Dalam batas normal.
 Tenggorok
Tonsil :
 Pembesaran T3-T3
 Kripta melebar
f) Diagnosis Kerja: Tonsilitis Kronik
g) Diagnosis Banding: Faringitis Kronik
h) Rencana Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
 Bedrest
 Hindari makanan yang mengiritasi
 Diet lunak
 Kumur dengan obat kumur yang mengandung desinfektan
Medikamentosa
 Antibiotik
 Analgetik
Operatif
 Operasi Tonsilektomi dengan indikasi relatif dan absolut
i) Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionum : dubia ad bonam
- Ad sanationum : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

1. Manik, Nurseli. In: Asuhan Keperawatan Anak dengan Pre dan Post
Tonsilektomi di Ruang Mangga RSUD Cengkareng Jakarta. Repository Esa
Unggul. 2016. Diunduh dari http://digilib.esaunggul.ac.id/asuhan-
keperawatan-anak-dengan-pre-dan-post-tonsilektomy-di-ruang-mangga-rsud-
cengkareng-jakarta-6428.html
2. Boeis AH. Rongga Mulut dan Faring. Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
6. Jakarta: EGC. 2014:263-340
3. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala dan leher. Edisi ke 7.
Jakarta; Balai Penerbitan FKUI;2012. h.196-201
4. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsilectoy, and
Adenoidectomy. In: Head&Neck Surgery-Otolaryngology.5th.2010
5. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In:
Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-4
6. Behrma R, Kliegman R, Arvin A. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
EGC. 2000

Anda mungkin juga menyukai