Oleh:
Putu Frydalyasa Yudhi A.
NPM: 16710165
Pembimbing:
dr. Lasmadu Suyanto, Sp.A
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai
Thypoid Fever dengan Konstipasi. Laporan kasus ini penulis susun sebagai salah
satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr. Moh. Saleh
Probolinggo.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, tentu tak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Lasmadu Suyanto, Sp.A selaku pembimbing dan seluruh Dokter pengajar di SMF
ini sehingga masih jauh dari kata sempurna, walaupun demikian penulis berharap
laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembacanya khususnya rekan rekan sejawat
dokter muda yang sedang menjalani stase di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr.
Moh. Saleh Probolinggo. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat penulis harapkan
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam
tifoid. Demam tifoid juga masih menjadi topik yang sering diperbincangkan.1
yang terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi. Gejala biasanya
muncul 1-3 minggu setelah terkena, dan mungkin ringan atau berat. Gejala
meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan,
sembelit atau diare, bintik-bintik merah muda di dada (Rose spots), dan
juta kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid
tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan
1
Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong
sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika,
Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang
termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia
lainnya.2
reservoir untuk Salmonella typhi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama
berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan selama berbulan-bulan
dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Pada daerah
endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan
musim hujan. Dosis yang infeksius adalah 103-106 organisme yang tertelan
secara oral. Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang
biasanya berumur di atas satu tahun. Sebagian besar penderita (80%) yang
2
2. Bagaimana cara menganalisa kasus berdasarkan teori yang ada?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyers
patch.18
menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang
2.2 Epidemiologi
dunia, secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan
4
kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi
diperoleh. Data surveilans yang tersedia menunjukkan bahwa pada tahun 2000,
216.510 kasus tifoid dan 5.412.744 pada penyakit paratifoid. Data tersebut
terdapat 17 juta kasus demam tifoid per tahun di dunia dengan jumlah kematian
Insidens rate penyakit demam tifoid di daerah endemis berkisar antara 45 per
100.000 penduduk per tahun sampai 1.000 per 100.000 penduduk per tahun.
Tahun 2003 insidens rate demam tifoid di Bangladesh 2.000 per 100.000
penduduk per tahun. Insidens rate demam tifoid di negara Eropa 3 per 100.000
penduduk, di Afrika yaitu 50 per 100.000 penduduk, dan di Asia 274 per
100.000 penduduk.7
penduduk pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun
5
kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10%.
2.3 Etiologi
gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela
(bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa
minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini
yang buruk.11
usus halus. Salah satu faktor penting yang menghalangi Salmonella typhi
berkurang atau makanan terlalu cepat melewati lambung, maka hal ini akan
6
Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus,
Salmonella typhi akan ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki
typhi akan mengikuti aliran darah hingga sampai di kandung empedu. Bersama
memasuki saluran cerna dan akan menginfeksi Peyers patches, yaitu jaringan
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
2. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
aglutinin.12
7
Gambar 2.1. Kuman Salmonella typii secara skematik13
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik
maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia.
Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian
kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
8
yang mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-
tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia,
immunoglobulin (Ig). Yang terbentuk pertama kali pada infeksi primer adalah
(IgG). IgM akan muncul 48 jam setelah terpapar antigen, namun ada pustaka
lain yang menyatakan bahwa IgM akan muncul pada hari ke 3-4 demam.13,14
9
Gambar 2.3 Respon antibodi terhadap infeksi Salmonella typhi13,14
bervariasi pada populasi yang berbeda. Sebagian besar pasien yang dirawat di
rumah sakit (RS) dengan demam tifoid berusia 5-25 tahun. Namun, beberapa
usia kurang dari 5 tahun dengan gejala non-spesifik yang secara klinis tidak
demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan
berupa panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk
klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang
10
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Gejala-gejala
klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari
kematian.12
pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba,
dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septikemia oleh
menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang
malaria.12
Demam tifoid dan malaria dapat timbul secara bersamaan pada satu
penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai
gejala meningitis, di sisi lain Salmonella typhi juga dapat menembus sawar
mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri
perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Penderita pada tahap
1. Demam
11
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,
secara progresif dan pada minggu kedua, demam seringkali tinggi dan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung
akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. Bradikardia
relative dan konstipasi dapat ditemukan pada demam tifoid, namun bukan
Beberapa rose spot, lesi maculopapular dengan diameter sekitar 2-4 mm,
dilaporkan pada 5%-30% kasus yang tampak terutama pada abdomen dan
dada.12
3. Gangguan kesadaran
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.12
12
Demam tifoid merupakan penyakit demam yang sering ditemukan
klinis demam tifoid sehingga gejala demam klasik yang meningkat secara
komplikasi.6
strain bakteri, jumlah kuantitas inokulum yang tertelan, dan beberapa faktor
1. Masa Inkubasi
adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah
khas, berupa anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot,
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi
yang berpanjangan yaitu setinggi 39c hingga 40c, sakit kepala, pusing,
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan
13
sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering
terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung
merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita
gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam
kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen
disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung
3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada
penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4
mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau
dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang
berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan
3. Minggu kedua
hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore
atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus
menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan
14
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering, merah mengkilat.
4. Minggu Ketiga
Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka
dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
5. Minggu Keempat
15
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat
terutama pada awal perjalanan penyakit. Biakan spesimen tinja dan urin
sumsum tulang lebih sensitif, namun sulit dilakukan dalam praktek, invasif,
1. Pemeriksaan Hematologi
penyakit, namun kisaran jumlah leukosit bisa lebar. Pada anak yang lebih
16
intravascular diseminata. Pemeriksaan fungsi hati dapat berubah, namun
2. Pemeriksaan Widal
typhi dan sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan Widal
meningkat di hari ke-6-8 dan antibodi H hari ke 10-12 sejak awal penyakit.6
dan nilai prediksi positif 80%. Hasil pemeriksaan Widal positif palsu dapat
17
kenaikan 4 kali, terutama agglutinin O memiliki nilai diagnostik yang
penting untuk demam tifoid. Titer aglutinin O yang positif dapat berbeda
Pemeriksaan Widal pada serum akut satu kali saja tidak mempunyai
arti penting dan sebaiknya dihindari oleh karena beberapa alasan, yaitu
Pemeriksaan diagnostik baru saat ini tersedia, seperti Typhidot atau Tubex
typhi. Dalam dua dekade ini, pemeriksaan antibodi IgM dan IgG spesifik
outer membrane protein (OMP), flagella (d-H), dan kapsul (virulence [Vi]
ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas hampir 100% pada pasien demam
18
IgM terhadap Salmonella typhi (Typhidot)Rmemiliki sensitivitas dan
serologi tersebut dapat dibaca secara visual dalam waktu 10 menit dengan
membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna dan nilai > 6
positif harus dilakukan secara hati-hati pada kasus tersangka demam tifoid
kelebihan:3
- Deteksi infeksi akut lebih dini dan sensitive, karena antibodi IgM
muncul paling awal yaitu setelah 3-4 hari terjadinya demam (sensitivitas
> 95%).
sekedar hasil positif dan negatif saja, tetapi juga dapat menentukan
diberikan.
penyakit tifoid.6
19
4. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan nested PCR terhadap gen flagelin (fliC) dari Salmonella typhi
dapat dideteksi dari spesimen urin 21/22 (95.5%), dikuti dari specimen
pada 9 kasus (100%), O9 pada 4 kasus (44%) dan d-H pada 4kasus (44%).
Spesifisitas untuk Vi lebih dari 90% sehingga deteksi antigen Vi pada urin
20
Tabel 1. Perbandingan beberapa pemeriksaan penunjang untuk demam
tifoid6
positif pada 33/37 (89,2%) kasus demam tifoid. Pemeriksaan ELISA ini
tifoid.6
2.8 Diagnosis
typhi dari darah, sumsum tulang atau lesi anatomi tertentu. Adanya gejala
klinis dari karakteristik demam tifoid atau deteksi dari respon antibodi spesifik
21
adalah sugestif demam tifoid tetapi tidak definitif. Kultur darah adalah gold
1. Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin
limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, maka arah
penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala
yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S typhi,
hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal
itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja
termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit
yang masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem
2. Kultur Gal
22
Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella typhi
kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu ke-4 hanya 10-
15%.3
3. Tes Widal
darah (antigen O muncul pada hari ke 6-8, dan antibodi H muncul pada
dari sampel biakan positif penyakit tifus, sehingga hasil tes Widal negatif
penyakit tifoid dengan tes Widal kurang baik karena akan memberikan
23
gastroenteritis, bronchitis, dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang
dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukemia, limfoma dan
2.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar,
yaitu tatalaksana umum dan bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa
pencegahan pada anak berupa pemberian imunisasi tifoid dan profilaksis bagi
traveller dari daerah non endemik ke daerah yang endemik demam tifoid.16
1. Tatalaksana Umum
pemberian nutrisi yang adekuat serta transfusi darah bila ada indikasi,
penderita demam tifoid. Gejala demam tifoid pada anak lebih ringan
dibanding orang dewasa, karena itu 90% pasien demam tifoid anak tanpa
komplikasi, tidak perlu dirawat di rumah sakit dan dengan pengobatan oral
anak menjadi sehat dari penyakit tersebut.16 Pasien harus tirah baring
24
absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14
hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan
Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase
2. Tatalaksana Khusus
Pemilihan obat antibiotik lini pertama pengobatan demam tifoid pada anak
tifoid atau yang disebut dengan Multi Drug Resistance (MDR). Salmonella
Typhi yang resisten terhadap kloramfenikol, yang pertama kali timbul pada
25
tahun 1970, kini berkembang menjadi resisten terhadap obat ampisilin,
antibiotik untuk demam tifoid, yang dibagi atas pengobatan untuk demam
tifoid tanpa komplikasi, baik sebagai terapi utama maupun alternatif dan
terapi untuk demam tifoid yang berat atau dengan komplikasi yang
demam tifoid pada anak dan sampai sekarang masih digunakan, terutama
pertama yang diproduksi dalam skala besar. Pada tahun 1950, para ahli
serius dan berpotensi fatal, sehingga pemakaian obat ini menurun drastis.
Karena alasan itulah, dengan pengecualian untuk daerah di mana biaya dan
26
kloramfenikol tidak lagi merupakan obat pilihan untuk infeksi tertentu di
pertama kasus demam tifoid pada anak, walaupun menurut WHO obat ini
dimasukkan sebagai obat alternatif atau obat pilihan atau lini kedua karena
kelebihan sebagai obat demam tifoid yaitu efikasinya yang baik (demam
turun rata-rata hari ke 4-5 setelah pengobatan dimulai), mudah didapat dan
demam oleh masing-masing obat antibiotik pada kasus demam tifoid pada
27
tingginya angka relaps bila diberikan sebagai terapi demam tifoid dan tidak
28
ampisilin IV untuk mengobati demam tifoid yang resisten terhadap
demam tifoid tanpa komplikasi. Obat ini hanya digunakan pada kasus
(MDR), dan sebagai terapi lini kedua atau alternatif terhadap sefalosporin
generasi ke tiga lainnya, yaitu seftriakson. Kelebihan obat ini selain sebagai
terapi alternatif untuk kasus demam tifoid yang MDR juga angka
selama 7 hari terbukti efektif mengobati demam tifoid baik pada orang
dewasa maupun pada anak dengan waktu penurunan demam yang hampir
Dengan pemberian singkat selama 7 hari, obat ini dinilai cukup efektif
29
kloramfenikol dan obat antibiotik untuk demam tifoid lainnya. Strain yang
seftriakson dianggap masih sensitif dan membawa hasil yang baik bila
yang tinggi serta efek sampingnya yang rendah, membuat obat ini banyak
kuinolon.16
ini yang dapat merusak pertumbuhan tulang rawan pada anak, sehingga
disebagian besar negara di dunia, obat ini tidak digunakan sebagai obat
30
Untuk pengobatan karier demam tifoid, pemberian ampisilin atau
dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan dengan 1mg/kg tiap 6 jam
angka mortalitas dari 35-55% menjadi 10%. Demam tifoid dengan penyulit
apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada peritoneum dan udara
31
Reseksi 10 cm di setiap sisi perforasi dilaporkan dapat meningkatkan angka
Menurut Sudoyo (2010), komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua
bagian, yaitu:
32
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
b. Perforasi Usus
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
2. Komplikasi Ekstraintestinal12
33
2.12 Prognosis
S.ser. Typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko
menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier
kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit
traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi
umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan
dan tersedianya air bersih sehari-hari. Strategi pencegahan ini menjadi penting
maju ke daerah yang endemic demam tifoid.5 Vaksin-vaksin yang sudah ada
yaitu:
34
1. Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan
2. Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang
diberikan pada anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang
3. Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan
vaksinasi. Efikasi vaksin ini menetap selama 46 bulan dengan efi kasi
35
BAB III
LAPORAN KASUS
Agama : Islam
3.2 Anamnesa
- Ibu mengatakan bahwa pasien panas sejak hari sabtu malam tanggal
4/11/2017 (panas hari ke-8). Panas naik turun. Hari minggu malam
dokter umum dan diberi obat penurun panas. Setelah minum obat
agak ngilu-ngilu.
36
- Pada hari minggu sore pasien merasa panasnya semakin tinggi dan
IGD RSUD Dr. Moh Saleh, saat diperjalanan pasiem sempat muntah
1 kali karena mual saat naik mobil. Yang dimuntahkan sisa makanan
dan air saja. Sampai di IGD pasien mengeluh nyeri perut di ulu
hatinya, pusing (+) cekot-cekot, mual (-), batuk (+), pilek (-), nyeri
telan (-), diare (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), badan ngilu-ngilu
(+), dan nyeri di belakang mata (+), pasien merasa haus terus (+).
karena terasa haus terus. Pasien BAB terakhir 1 minggu yang lalu,
- Alergi (-)
5. Riwayat Pengobatan
6. Riwayat psikososial
37
Tidak ada masalah social di keluarga. Lingkungan disekitar rumah cukup
bersih.
7. Imunisasi
- BCG (+)
- Campak (+)
8. Riwayat Diit
- Nasi, pasien jarang makan di rumah bila siang karena sering bermain
Pasien lahir normal spontan, lahir di Bidan, Usia Kehamilan 9 Bulan, BBL
38
Nadi : 128 kali/menit
Pernafasan : 32 kali/menit
Suhu : 39,3C
Data Antropometri
Berat Badan : 25 kg
BBI : 28 kg
Pemeriksaan Fisik
Kepala/leher:
kusam.
- A/I/C/D : -/ - / - / -
- Mata cowong : + / +
39
Thoraks:
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Vesikuler
Pulmo
- Ves/ves
- Rhonki -/-
- Wheezing -/-
Cor
- S1 S2 tunggal regular
- Murmur (-)
Abdomen:
- Supel (+)
- Timpani
Genetalia:
Ekstremitas
++
- Akral hangat ++
40
- CRT < 2 detik pada extremitas atas, CRT <2 detik pada extremitas
bawah.
Status Neurologis
3.4 Assesment
3.5 Planning
- Radiologi : (-)
- Terapi :
Injeksi Ranitidin 2 x 25 mg
MRS
41
3.7 Follow Up Pasien
Follow Up
Tgl : Senin, 13 November 2017 Tgl: Selasa, 14 November 2017
(dr. Agustin, Sp.A) (dr. Lasmadu, Sp.A)
Sakit hari ke : 9 Sakit hari ke : 10
S: Panas (+) naik turun, panas hari ke-9 S: Panas (+) naik turun, panas hari ke-10
Batuk (+) kering, bisa tidur, pilek (-) sesak (-) Batuk (+) kering, pusing berkurang,
sakit kepala cekot-cekot, pasien sampai mual (-) muntah (-) BAB (-) 10 hari,
menangis, mual (-) muntah (-) BAB (-) 9 kentut (+), BAK (+)
hari, kentut (+), BAK (+) Makan (+)/Minum (+) menurun,
Makan (+)/Minum (+) menurun. Sariawan (+)
O: KU : cukup O: KU : cukup
Kes : CM Kes : CM
Tanda Vital : Tanda Vital :
Suhu : 38 0C Tensi : 100/50 mmHg Suhu : 37,6 0C Tensi : 100/60 mmHg
RR : 32 x/menit Nadi : 103 x/menit RR : 24 x/menit Nadi : 97 x/menit
K/L : a/i/c/d : -/-/-/- K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
Mata cowong () Mukosa kering (-) Faring Mata cowong () Mukosa kering (-)
hiperemi (+) PCH () Faring hiperemi (+) PCH ()
Pemb. KGB () Pemb. KGB ()
Thorax : Simetris +/+ retraksi / Thorax : Simetris +/+ retraksi /
Jantung : S1S2 tunggal, murmur Jantung : S1S2 tunggal, murmur
Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi /, Wheezing Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi /,
/ Wheezing /
Abdomen : Supel, BU (+) normal , turgor Abdomen : supel, BU (+) normal , turgor
baik, timpani, nyeri tekan epigastric (+) baik, timpani, nyeri tekan epigastric (+)
Ekstremitas: akral hangat +/+, CRT < 2 detik, Ekstremitas: akral hangat +/+, CRT < 2
oedema (-) detik, oedema (-)
Genetalia : laki-laki Genetalia : laki-laki
42
IVFD D5 1/2 NS 1500cc/24 jam Bed rest
Inf. Sanmol 4 x 250 mg iv IVFD D5 1/2 NS 1500cc/24 jam
Inj. Ranitidin 2 x 25 mg Inj. Vicillin Sx 4 x 800 mg iv
P.O: Inj. Glibotik 2 x 200 mg iv
Solac 2 x cth I Inf. Sanmol 4 x 300 mg iv
Inj. Ranitidin 2 x 1 g
P.O:
Xanda 2 x cth I
Soluvit + Vitaliped 10 cc
Nistatin 4 x 2 ml
43
Lekosit 5.930 /cmm 4.000-11.000/cmm
PCV (Hematokrit) 29 % 40-50%
Trombosit 190.000 /cmm 150.000-450.000/cmm
WIDAL
Paratyphi A Negatif Negatif
Paratyphi B Negatif Negatif
Typhi H 1/320 Negatif
Typhi O Negatif Negatif
Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Lanoostik Utama pada tanggal 14 November 2017
Pemerikasaan Hasil Ket. Nilai
Normal/Satuan
Imunologi
Ig G anti tiphoid rapid Negatif Negatif
Ig M anti tiphoid rapid Positif Negatif
Follow Up
Tgl : Rabu, 15 November 2017 Tgl: Kamis, 16 November 2017
(dr. Lasmadu, Sp.A) (dr. Lasmadu, Sp.A)
Sakit hari ke : 11 Sakit hari ke : 12
S: Panas (+) naik turun, panas hari ke-11 S: Panas (+) naik turun, panas hari ke-12
Batuk (+) kering, sakit kepala (-), badan Batuk (+) kering, pusing (-), mual (-)
masih terasa lemas, mual (-) muntah (-) BAB muntah (+) 1x pagi ini, 1x kemarin
(-) 10 hari, kentut (+), BAK (+) malam, BAB (+) agak keras, BAK (+)
Makan (+)/Minum (+) mulai banyak Makan (+)/Minum (+) meningkat,
Sariawan (-) Sariawan (-)
O: KU : cukup O: KU : cukup
Kes : CM Kes : CM
Tanda Vital : Tanda Vital :
Suhu : 36,6 0C Tensi : 100/70 mmHg Suhu : 36,6 0C Tensi : 100/60 mmHg
RR : 20 x/menit Nadi : 95 x/menit RR : 20 x/menit Nadi : 92 x/menit
K/L : a/i/c/d : -/-/-/- K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
Mata cowong () Mukosa kering (-) Faring Mata cowong () Mukosa kering (-)
hiperemi (+) PCH () Faring hiperemi (+) PCH ()
44
Pemb. KGB () Pemb. KGB ()
Thorax : Simetris +/+ retraksi / Thorax : Simetris +/+ retraksi /
Jantung : S1S2 tunggal, murmur Jantung : S1S2 tunggal, murmur
Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi /, Wheezing Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi /,
/ Wheezing /
Abdomen : Supel, BU (+) normal , turgor Abdomen : supel, BU (+) normal , turgor
baik, timpani, nyeri tekan epigastric (+) baik, timpani, nyeri tekan epigastric (-)
Ekstremitas: akral hangat +/+, CRT < 2 detik, Ekstremitas: akral hangat +/+, CRT < 2
oedema (-) detik, oedema (-)
Genetalia : laki-laki Genetalia : laki-laki
Follow Up
Tgl : Jumat, 17 November 2017 Tgl: Sabtu, 18 November 2017
(dr. jaga) (dr. jaga)
Sakit hari ke : 13 Sakit hari ke : 14
S: Panas (+) naik turun, panas hari ke-13 S: Panas (+) naik turun, panas hari ke-14
Batuk (+) kering, pusing (-), badan masih Batuk berkurang, pusing (-), mual (-)
terasa agak lemas, mual (-) muntah (-) BAB (- muntah (-), BAB (-) 2 hari, BAK (+)
) hari ini, BAK (+) Makan (+)/Minum (+) meningkat,
Makan (+)/Minum (+) meningkat Sariawan (-)
45
Sariawan (-)
O: KU : cukup
Kes : CM O: KU : cukup
Tanda Vital : Kes : CM
0
Suhu : 36,8 C Tensi : 100/70 mmHg Tanda Vital :
RR : 20 x/menit Nadi : 102 x/menit Suhu : 37,8 0C Tensi : 100/60 mmHg
K/L : a/i/c/d : -/-/-/- RR : 20 x/menit Nadi : 98 x/menit
Mata cowong () Mukosa kering (-) Faring K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
hiperemi (+) PCH () Mata cowong () Mukosa kering (-)
Pemb. KGB () Faring hiperemi (+) PCH ()
Thorax : Simetris +/+ retraksi / Pemb. KGB ()
Jantung : S1S2 tunggal, murmur Thorax : Simetris +/+ retraksi /
Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi /, Wheezing Jantung : S1S2 tunggal, murmur
/ Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi /,
Abdomen : Supel, BU (+) normal , turgor Wheezing /
baik, timpani, nyeri tekan epigastric (-) Abdomen : supel, BU (+) normal , turgor
Ekstremitas: akral hangat +/+, CRT < 2 detik, baik, timpani, nyeri tekan epigastric (-)
oedema (-) Ekstremitas: akral hangat +/+, CRT < 2
Genetalia : laki-laki detik, oedema (-)
Genetalia : laki-laki
A: Typhoid fever
P : Dx: DL A: Typhoid fever + konstipasi
Tx: P : Dx: -
Bed rest Tx:
IVFD D5 1/4 NS 1500cc/24 jam Bed rest
Inj. Chloramphenicol 4 x 350 mg iv IVFD D5 1/2 NS 1500cc/24 jam
Inj. Ranitidin 2 x 1 g Inj. Chloramphenicol 4 x 350 mg iv
P.O: Inj. Ranitidin 2 x 1 g
Nistatin 4 x 2 ml P.O:
Nistatin 4 x 2 ml
(Pasien pulang paksa)
46
Tabel 11. Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 17 November 2017
Nama Hasil Satuan Nilai Normal
Pemeriksaan Penderita
Darah
Lengkap/QBC
Diff. Count 1/-/56/38/5 0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-2%
Hb 9,5 g/dl 13,0-18,0 g/dl
Lekosit 6.220 /cmm 4.000-11.000/cmm
PCV (Hematokrit) 26 % 40-50%
Trombosit 234.000 /cmm 150.000-450.000/cmm
47
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien atas nama An. MFS usia 11 tahun datang ke IGD pada tanggal 12
November 2017 dengan keluhan panas sejak 8 hari dan panasnya naik turun,
disertai adanya batuk, nyeri tenggorokan, muntah 1 kali seluruh isi makanan
dimuntahkan dan terasa nyeri perut di ulu hati. Makan minumnya sudah menurun
semenjak pasien mengeluh batuk dan nyeri tenggorokan. Yang paling dikeluhkan
saat datang adalah pusing cekot-cekot dan badannya terasa ngilu-ngilu semua.
Pasien juga tidak BAB selama 1 minggu, flatus (+), perut dikeluhkan tidak
kembung. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh pasien 39,3C,
tekanan darah 100/50, nadi 128 x/menit, pernapasan 32 x/menit, dari hasil
pengukuran antropometri dan status gizi, status gizi pasien tergolong mild
kedua mata pasien dan mukosa bibirnya kering. Itu merupakan tanda adanya
dehidrasi pada pasien yang selain karena panas yang tinggi, juga karena jumlah
cairan yang masuk berkurang. Pada pasien juga ditemukan faring yang hiperemi
dikarenakan batuk yang pasien keluhkan dan nafsu makan yang menurun
tenggorokan sehingga menyebabkan radang pada faring dan pasien merasa nyeri
dan turgor kulit masih baik. Pada ekstremitas, akral hangat kering dan merah
pemeriksaan Rumple Leed pada pasien, dan hasilnya negatif. Dari anamnesa dan
48
pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk diagnosa kerja awal pasien masih dalam
beberapa diagnosa banding diantaranya thypoid fever, atau infeksi saluran kencing.
Terapi yang diperoleh pasien sementara yaitu rehidrasi cairan dengan infus cairan
Ringer Laktat 1250 ml/3 jam, dilanjutkan dengan maintenance cairan dengan infus
cairan D5 NS 1600 ml/24 jam, infus sanmol 4 x 250 mg untuk dapat menurunkan
panas pasien, dan injeksi ranitidine 2x25 mg untuk menangani gejala dan penyakit
akibat produksi asam lambung yang berlebihan. Kelebihan asam lambung dapat
membuat dinding lambung mengalami iritasi dan peradangan. Obat ini bekerja
dengan menurunkan kadar asam berlebihan yang diproduksi oleh lambang sehingga
rasa sakit dapat reda dan luka pada lambung perlahan-lahan akan sembuh. Selain
Pada kajian kasus ini ditemukan bahwa suhu tubuh pasien naik sejak 8 hari
sebelum masuk rumah sakit, data tersebut sesuai dengan teori yang disampaikan
Inawati, (2012) bahwa pada pengkajian pada anak dengan demam tifoid dapat
Hipertermia adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh melebihi titik tetap (set point)
lebih dari 37C yang diakibatkan oleh kondisi tubuh atau eksternal yang
49
Pada pemeriksaan suhu tubuh pada tanggal 12 September 2017 pukul 15.20
adalah 39,3 C (panas hari ke-9) dan tanggal 13 September 2017 pukul 06.00
didapatkan suhu tubuh 38C (panas hari ke-10), data tersebut menunjukkan bahwa
suhu tubuh pasien masih terus tinggi. Tanda dan gejala tersebut sesuai dengan
penelitian Inawati, (2012) yang menyatakan bahwa tanda dari demam tifoid pada
minggu pertama: suhu meningkat setiap hari, menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Sifat demam yang remiten terjadi akibat
siklus agen infeksius, bakteri, dan ritme aktivitas host. Suhu tubuh diatur oleh
Mekanisme ini menerima masukan dari reseptor yang berada di pusat dan perifer.
mempertahankan suhu set point yang konstan. Akan tetapi, selama infeksi substansi
pirogenik menyebabkan peningkatan set point normal tubuh, suatu proses yang
panas sampai suhu inti (internal) mencapai set point yang baru. Demam terjadi di
sore hingga malam hari karena pada waktu tersebut metabolisme tubuh telah
set point palsu yang di set oleh bakteri dengan mekanisme demam.19
darah lengkap pasien diperoleh Hb 10,5 g/dl dengan leukosit 4.880/mm3, dan
namun kadar leukosit dan trombositnya masih tergolong normal, diagnosa demam
50
tifoid ataupun infeksi saluran kencing belum bisa disingkirkan. Pada tanggal 13
November 2017 dilakukan pemeriksaan urine lengkap, dari hasil urine lengkap
tidak diperoleh adanya tanda infeksi sehingga infeksi saluran kencing bisa
disingkirkan, pada pasien juga tidak ditemukan nyeri perut atau nyeri pinggang dan
tidak adanya kelainan dalam buang air kecil. Diagnosis pasien masih observasi
Pasien sudah memasuki panas minggu kedua. Jika pada minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada
pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Pada minggu kedua suhu
tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Pada pasien suhu
tubuhnya terus tinggi, pada tanggal 14 September 2017 (panas hari ke-11), pada
Suhu badan pasien yang terus tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari
meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
darah menurun. Pasien masih mengalami konstipasi. Namun, tidak ada pembesaran
hati dan limpa. Diagnosis pasien Prolong fever + dehidrasi ringan-sedang teratasi
jam, antibiotik injeksi Vicillin Sx 4 x 800 mg dan Glibotik 2 x 200 mg, infus Sanmol
51
Xanda sirup 2 x cth I untuk menambah nafsu makan pasien, Soluvit + Vitaliped 10
lengkap, uji Widal dan pemeriksaan Anti Salmonella typi IgM. Namun, hasilnya
baru keluar pada tanggal 15 November 2017. Diperoleh hasil Hb 10 g/dl, leukosit
dengan titer 1/320, typhi O (-), Ig G anti thypoid rapid (-), Ig M anti thypoid rapid
(+). Dengan hasil IgM Salmonella typhi (+) diagnosa pasien menjadi thypoid fever
karena antibodi IgM muncul paling awal yaitu setelah 3-4 hari terjadinya demam
IgM Salmonella typhi merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
Hasil pemeriksaan tersebut berasal dari pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM
dengan reagen Tubex RTF dilakukan untuk mendeteksi antibody terhadap antigen
Anti Salmonella typhi IgM karena deteksi infeksi akut lebih dini dan sensitif, karena
antibodi IgM muncul paling awal yaitu setelah 3-4 hari terjadinya demam
52
dibandingkan dengan pemeriksaan Widal, sehingga mampu membedakan secara
tepat berbagai infeksi dengan gejala klinis demam (spesifisitas >93%).3 Pada
penderita demam tifoid didapatkan IgM Salmonella Typhi (+) karena kuman
Salmonella Typhi yang masuk ke tubuh dan mencapai usus halus akan diserap oleh
vili usus halus akibatnya kuman akan masuk ke peredaran darah dan dapat dideteksi
dengan pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM. Biakan empedu basil Salmonella
Typhi dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit dan
selanjutnya akan lebih sering ditemukan dalam urine maupun feses pasien.19
Pasien selama dirawat dirumah sakit diharuskan untuk bedrest total, semua
aktivitas dibantu oleh ibu pasien. Tindakan tersebut sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh Inawati (2012) pasien demam tifoid harus tirah baring sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi pada usus pasien.
Tindakan observasi suhu, nadi, dan pernafasan pasien demam tifoid karena anak
dengan demam tifoid biasanya terjadi demam, bradikardia, dan mungkin terjadi
komplikasi bronkhopneumonia.
Namun demamnya masih naik turun dan pasien sudah bisa BAB, batuknya mulai
berkurang, nafsu makan dan minum mulai meningkat. Pasien merasa sudah lebih
enak kondisinya namun badannya masih terasa agak lemas. Pasien dengan demam
tifoid terjadi hipertermia disebabkan oleh adanya reaksi kuman Salmonella Typhi
akibat dari endotoksin yang beredar hingga aliran darah sitemik memicu pelepasan
protein pirogen endogen (protein dalam sel) yang mempengaruhi pusat pengatur
53
Pemilihan obat antibiotik lini pertama pengobatan demam tifoid pada anak
efikasinya yang baik (demam turun rata-rata hari ke 4-5 setelah pengobatan
antibiotik yang lain, kloramfenikol dapat menurunkan demam lebih cepat bila
penurunan demam oleh masing-masing obat antibiotik pada kasus demam tifoid
efek samping berupa anemia aplastik akibat supresi sumsum tulang, menyebabkan
syndrome. Kelemahan lain obat ini adalah tingginya angka relaps bila diberikan
sebagai terapi demam tifoid dan tidak bisa digunakan untuk mengobati karier
Salmonella typhi.
Indonesia dengan higienitas masyarakatnya yang masih sangat rendah, serta masih
menjadi pilihan utama, khususnya pada pengobatan demam tifoid tanpa komplikasi.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Parry CM. 2005. Epidemiological and clinical aspects of human typhoid
fever. www.cambridge.org
2. Bhan MK, Bahl R, and Bhatnagar S. 2005. Typhoid fever and paratyphoid
fever. Lancet; 366: 749-62.
3. Inawati. 2012. Demam Tifoid. Departemen Patologi Anatomi Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Tifus abdominalis. Dalam: Hasan R, Alatas H, Latief A, et al,
penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid 2. Jakarta: Infomedika.
1985. h. 593-598.
5. Nelwan. 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Continuing Medical
Education; CDK-192, vol.39 no.4.
6. Rahma Karyanti, Mulya. 2012. Pemeriksaan Diagnostik Terkini Untuk
Demam Tifoid. Dalam Buku Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan LXIII
Update Management of Infectious Disease and Gastrointestinal Disorders.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, hal 1-8.
7. Crump, J.A. 2004. The Global Burden of typhoid Fever. Buletin WHO Vol.
82 No. 5.
8. Putra, A. 2012. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Demam
Tifoid terhadap Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Dasar. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
9. Nainggolan, R.N.F. 2009. Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat
Inap di Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematang Siantar Tahun
2008. Medan: FKM USU.
10. Rahayu, E. 2013. Sensitivitas uji widal dan tubex untuk diagnosis demam
tifoid berdasarkan kultur darah. Semarang: Universitas Muhammadiyah
Semarang.
11. Salyers A., Whitt D. 2002. Bacterial Pathogenesis: A Molecular Approach
2nd Edition. ASM Press.
55
12. Sudoyo, A. W. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
13. Marleni M. 2012. Ketepatan Uji Tubex TF dibandingkan Nested-PCR
dalam Mendiagnosis Demam Tifoid pada Anak pada Demam Hari ke-4.
Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
14. Rustandi D. Melda S. 2010. Demam Tifoid. Bandung: Universitas
Padjajaran.
15. Hoffman, S.L. 2002. Typhoid Fever. In: Strickland GT. Editor. Haunters
tropical medicine. 7th ed Philadelphia WB Saunders Co.
16. Prayitno, Ari. 2012. Pilihan Terapi Antibiotik untuk Demam Tifoid. Dalam
Buku Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan LXIII Update Management of
Infectious Disease and Gastrointestinal Disorders. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak, hal
9-15.
17. Darmowandowo, W. 2006. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi I. Jakarta: BP FK UI.
18. IDAI. 2008. Demam Tifoid Dalam Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal. 338-46.
19. Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
56