Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

PENURUNAN KESADARAN PADA STROKE HEMORAGIK

Disusun oleh :
Monica Octafiani
NPM 1102015140

Pembimbing :
Dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
PERIODE 29 JULI – 30 AGUSTUS 2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-
Nya, penulis berhasil menyelesaikan referat yang berjudul “Penurunan
Kesadaran pada Stroke Hemoragik”.
Tujuan dari penyusunan referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Neurologi Rumah Sakit Umum
Daerah Cilegon. Penyusunan referat ini tentu tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulisan
menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Mukhdiar Kasim, Sp. S atas
bimbingan, saran, kritik, dan masukannya dalam menyusun referat ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada orangtua yang selalu mendoakan dan teman-
teman serta pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pembuatan
laporan kasus ini.
Dalam penulisan referat ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun
dari segi isi materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun untuk perbaikan pada penulisan dan
penyusunan referat ini. Penulis berharap referat ini dapat membawa manfaat bagi
semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Aamiin ya rabbal’alamin.
Wassalamualaikum wr. wb.

Cilegon, Juli 2019

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

Referat
Penurunan Kesadaran pada Stroke Hemoragik

Monica Octafiani
NPM 1102015140

Telah diajukan dan disahkan oleh dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S di RSUD
Cilegon pada bulan Agustus 2019

Mengetahui,
Kepala SMF Neurologi
RSUD Cilegon

dr.Mukhdiar Kasim Sp.S

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………2
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………3
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..4
BAB 1
Latar Belakang…………………………………………………………………...5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi....……………………………………………………………….........6
2.2 Epidemiologi……………................................................................................6
2.3 Faktor Resiko…………………………………………………….…………..7
2.4 Klasifikasi…………………………………………………....….…………...8
2.5 Patofisiologi…………………………………................................................12
2.6 Manifestasi Klinis…………………………………………….……………..14
2.7 Diagnosis…………………………………………………....……………... 16
2.8 Tatalaksana………………………………………………....……………… 21
2.9 Komplikasi…………………………………………………………………. 26
2.10 Prognosis………………………………………………..……………….…28
2.11 Pencegahan………………………………………………………………...28
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...33

4
BAB 1
LATAR BELAKANG

Kesadaran merupakan manifestasi dari normalnya aktivitas pada otak.


Kesadaran menurun dengan derajat paling berat dikenal sebagai koma, merupakan
kasus kedaruratan neurologik yang memerlukan tindakan yang tepat, cepat dan
cermat. Penyebab kesadaran menurun beragam dengan karakteristik masing-
masing. Untuk mendiagnosis kesadaran menurun dan penyebabnya, diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik (status internus) dan neurologik secara sistematik
dan menyeluruh disertai pemeriksaan penunjang yang relevan. Penatalaksanaan
pasien dengan kesadaran menurun harus bersifat antisipatif dan bukannya reaktif,
dengan kecepatan dan kecermatan tindakan sesuai prosedur tetap yang berlaku
(Rasyid, 2017).
Stroke merupakan penyakit neurologis utama di usia dewasa, berdasarkan
tingginya angka kejadian, kegawatdaruratan, penurunan kesadaran, penyebab
utama kecacatan dan kematian. Stroke menggambarkan suatu kejadan yang
bersifat secara akut atau tiba-tiba. Berdasarkan patologinya, stroke dibagi menjadi
stroke iskemik (sumbatan) dan stroke hemoragik (perdarahan). Penurunan
kesadaran terjadi pada stroke hemoragik yang besar atau berlokasi di batang otak.
Hal ini disebabkan efek desak ruanag dan peningkatan TIK, serta keterlibatan
struktur reticulating activating system (RAS) di batang otak (Rasyid, 2017).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler (WHO, 1989).
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi (Misbach, 2011).

2.2 Epidemiologi
Secara umum, angka kejadian stroke semakin meningkat. Berdasarkan
data RISET Keseharan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Keseharan Republik
Indonesia terdapat peningkatan stroke dari 8,3 (tahun 2017) menjadi 12,2 (tahun
2013) per 1000 penduduk. Prevalensi stroke meningkat seiring bertambahnya
usia, dengan puncaknya pada usia >75 tahun. Di Indonesia, prevalensi stroke tidak
berbeda berdasarkan jenis kelamin. Namun di Jepang, insiden stroke pada jenis
kelamin laki-laki dua kali lipat dibandingkan perempuan yakni masing-masing
442 per 100.000 penduduk dan 212 per 100.000 (Rasyid Al, 2017).
Persentase stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan dengan stroke
hemoragik. Laporan American Heart Association (AHA) tahun 2016
mendapatkan stroke iskemik mencapai 87% serta sisanya adalah perdarahan
intraserebral dan subaraknoid. Hal ini sesuai dengan data Stroke Registry tahun
2012-2014 terhadap 5.411 pasien stroke di Indonesia, mayoritas adalag stroke
iskemik (67%). Ddemikian pula dari 384 pasien stroke yang menjalani rawat inao
di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2014, sebanyak 71,4%
adalah stroke iskemik (Rasyid Al, 2017).

6
2.3 Faktor Resiko
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko tersering, sebanyak 60% penyandang
hipertensi akan mengalami stroke. Hipertensi dapat menimbulkan stroke
iskemik (50%) maupun stroke perdarahan (60%). Data menunjukan
bahwa risiko stroke trombotik pada penyandang hipertensi sekitar 4,5
kali lebih tinggi dibandingkan normotensi. Hipertensi menyebabkan
terjadinya perubahaan pada pembuluh darah. Perubahan dimulai dari
penebalan tunika intima dan peningkatan permeabilitas endotel oleh
hipertensi lama. Terutama pada arteri yang berukuran kecil. Akhirnya,
terjadi pengerasan dinding pembuluh darah yang mengakibatkan
kesulitan untuk berkontraksi dan berdilatasi terhadap perubahan tekanan
darah sistemik.
2. Diabetes Militus
Sebanyak 10-30% penyandang DM dapat mengalami stroke. Penelitian
menunjukan adanya peranan hiperglikemi pada proses arterosklerosis,
yaitu gangguan metabolisme akumulasi sorbitol di dinding pembuluh
darah arteri. Hal ini menyebabkan gangguan osmotik dan bertambahnya
kandungan air di dalam sel yang dapat mengakibatkan kurangnya
oksigenasi.
3. Merokok
Secara prospektif merokok dapat meningkatkan perburukan serangan
stroke sebesar 3,5 kali dan dihubungkan dengan banyaknya konsumsi
rokok. Dimana derivate rokok yang sangat berbahaya, yakni nikotin.
Nikotin diduga berpengaruh pada sistem saraf simpatis dan proses
trombotik. Dengan adanya nikotin, kerja sistem saraf simpatis akan
meningkat , termasuk jalur simpatis sistem kardiovaskular, sehingga akan
menjadi meningkatan tekanan darah, denyut jantung dan meningkatnya
aliran darah ke otak.
Pengaruh nikotin terhadap proses trombotik melakui enzim
siklooksigenase, yang merupakan penurunan produksi protasiklin dan

7
tromboksan. Hal ini mengakibatkan peningkatan agregasi trombosit dan
penyempitan lumen pembuluh darah, sehingga memudahkan terjadinya
stroke iskemik.
4. Asam Urat
Penelitian yang dilakukan di Jepang terhadap usia 50-79 tahun selama 8
tahun menunjukan hiperurisemia merupakan faktor terjadinya agregasi
trombosit.
5. Dislipidemia
Meskipun tidak seberat yang dilaporkan penyebab sebagai penyakit
jantung. Salah satu penelitian observasional menunjukan hubungan
peningkatan kadar lipid plasma dan kejadian stoke iskemik.
6. Usia, jenis kelamin dan ras/suku/bangsa
Stroke meningkat dengan seiring bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia
18-44 tahun), 2,4% (usia 65-74 tahun), hingga 9,7% (usia 75 tahun atau
lebih). Laki-laki memiliki resiko stroke 1,25 - 2,5 kali lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Namun angka ini berbeda dengan seiringnya
usia prevalensi penduduk Amerika perempuan berusia >75 tahun lebih
tinggi 84,9% dibandingkan laki-laki 70,7%. Dan berdasarkan suku dan
bangsa didapatkan suku yang berkulit hitam di Amerika mengalami
resiko stroke yang lebih tinggi dibandingkan kulit putih (Rasyid Al,
2017).

2.4 Klasifikasi
1. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
Perdarahan subaraknoid (PSA) adalah ekstravasi darah menuju
ruang subaraknoid di antara membrane akraknoid dan piamater. Stroke
hemorage subaraknoid sering disebabkan oleh kelainan arteri yang berada
di pangkal otak, yang dinamakan aneurisma serebral. Perdarahan
subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma
(85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Perdarahan dapat terdistribusi

8
di sistem ventrikel, sisterna, dan fisura. Istilah PSA ini dapat digunakan
untuk kasus traumatik ataupun non traumatik .
Gejala klinis PSA tersering adalah sakit kepala hebat mendadak,
walaupun banyak pasien mungkin tidak ke dokter pada saat iini. Gejala
berikutnya dapat berupa penurunan kesadaran ataupun kejang, yang
membuat pasien dilakukan CT Scan. Adapun gejala dan tanda yang
ditemukan pada pasien dengan PSA adalah sebagai berikut:
1. Sakit Kepala
Kunci saat anamnesis adalah nyeri kepala hebat yang tidak biasa.
Rasa nyeri muncul tiba-tiba dalam waktu sesaat atau beberapa menit,
menimbulkan sensasi kilatan, petir dari langit, atau seperti kepala
dibenturkan, sehingga sering disebut sebagai thunderclap headache.
2. Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran terjadi pada lebih dari setengah pasien
dengan PSA aneurisma. Beberapa pasien mengeluhkan sakit kepala
sebelum mereka kehilangan kesadaran. Sebaliknya pada penderita
perimesensefalik nonaneurisma, kesadaran umumnya normal.
Meskipun demikian, penurunan kesadaran tidak menyingkirkan
diagnosis pendarahan peresensefalik, karena hidrosefalus akut dapat
memicu koma pada jam pertama setelah pendarahan.
Onset penurunan kesadaran sangat penting diketahui. Penurunan
kesadaran yang munculnya pada awal pemeriksaan perlu dipikirkan
dimulai sejak awal onset atau tidak. Jika muncul sejak awal onset
dipikirkan disebabkan oleh arteri, sedangkan jika belakangan
berkaitan dengan gagalnya perfusi global akibat peningkatan TIK.
Perdarahan yang muncul belakangan, dipikirkan memiliki penyebab
yang dapat ditangani, seperti hidrosefalus akut atau pembentukan
edema di sekitar PIS.
3. Kejang
Kejang epilepticus saat onset dapat terjadi pada 10% pasien PSA
aneurisma. Secara umum, kejang pada pasien berusia < 25 tahun

9
dapat dipikirkan PSA aneurisma apabila tedapat sakit kepala
pascaiktal yang tidak biasa, memberat atau memanjang. Kejang pada
PSA juga dapat dihubungkan dengan etiologi non-aneurisma, seperti
diseksi arteri vetebralis atau malformasi vaskular.
4. Riwayat Tambahan
Sakit kepala hebat episode sebelumnya meningkatkan
kemungkinan PSA aneurisma, selain sakit kepala yang mendadak
hebat. Sakit kepala ini dipikirkan akibat adanya rembesan perlahan
dari PSA yang merupakan tanda bahaya yang disebut sebagai
warning leaks. Sepertiga pasien dapat mengingat episode sakit kepala
ini yang umumnya tidak biasa, berat, dan bertahan beberapa jam.
5. Kaku Kuduk
Kaku kuduk adalah tanda umum pada PSA tetapi membutuhkan
waktu beberapa jam untuk terjadi, oleh karena itu, tidak daoat
digunakan untuk mengeksklusi diagnosis jika pasien ditemui segera
setelah onset sakit kepala.Kaku kuduk juga akan menghilng pada
koma dalam.
6. Perdarahan Subhialoid
Perdarahan subhialoid sebagai salah satu tanda PSA, merupakan
perdarahan preretina. Perdarahan ini terjadi jika terdapat peningkatan
tekanan cairan serebrospinal (CSS) mendadak yang masuk ke ruang
subarachnoid sekitar nervus optikus dan menyekat aliran vena dari
retina sehingga memicu ruptur vena retina.
7. Demam
Pada banyak pasien, terjadi peningkatan suhu pada 2-3 hari
pertama PSA. Jika suhu tidak melebihi 38,5ᵒC dan denyut nadi tidak
meningkat, biasanya tidak disebabkan oleh infeksi.
8. Peningkatan Tekanan Darah
Pada psien dengan PSA terdapat peningkatan tekanan darah
disertai sakit kepala mendadak, sedangkan jika terjadi penurunan
tekanan darah maka harus dipikirkan sebagai apopleksi hipofisis atau

10
karena kerusakan sekunder miokardiak akibat ruptur aneurisma
intracranial. Hal ini disebabkan ketika terjadinya rupture aneurisma,
terjadi abnormalitas EKG dan terkadang muncul henti jantung.
9. Defisit Neurologis Fokal
PSA menimbulkan berbagai defisit neurologis fokal dengan
mekanisme yang beragam, yaitu:
a. Paresis nervus kranialis akibat peningkatan aneurisma
b. defisit neurologis fokal akibat hasil dari kopresi local jaringan
otak
c. defisit neurologis fokal akibat ismekik jaringan oleh emboli
d. epilepsi fokal hasil dari reorganisasi sel glia akibat kompresi lokal
dan iskemik jaringan oleh aneurisma
e. Hipiparesis serebelar akibat diseksi arteri vertebralis
f. Paraparesis akibat penekanan aneurisma arteri komunikans
anterior atau malformasi arteriovena spinal
g. Gangguan melirik ke atas yang mungkin disebabkan hidrosefalus
atau penekanan pada bagian proksimal dari akuaduktus Sylvii
Terdapat penilaian untuk mengetahui gejala dan tanda klinis, untuk
mengetahui derajat keparahan perdarahan subaraknoid. Antara lain skor Hunt and
Hess (tabel 1) dan skor World Federation of Neurological Surgeons (WFNS)
(tabel 2).
Tabel 1. Skor Hunt and Hess
Skor Hunt and Hess
Skor Deskripsi
1 Asimtomatik, atau sakit kepala ringan
2 Sakit kepala dengan tanda rangsang meningeal dan kemudian adanya
defisit saraf kranialis
3 Kesadaran menurun dengan defisit fokal neurologi ringan
4 Stupor, hemiparesis sedang berat, deserebrasi dini
5 Koma dalam, deserebrasi
Tabel 2. Skor World Federation of Neurological Surgeons
Skor World Federation of Neurological Surgeons
Skor SKG Gejala Klinis
1 15 Defisit motorik (-)
11
2 13-14 Defisit motorik (-)
3 13-14 Defisit motorik (+)
4 7-12 Defisit motorik ±
5 3-6 Defisit motoric ±

2. Perdarahan intra serebral


Perdarahan intraserebral selalu disebabkan oleh pecahnya arteri
arteriosklerotik kecil yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah,
terutama oleh hipertensi arterial kronik. Perdarahan intraserebral akibat dari
aneurisma kongenital, arteriovenosa atau kelainan vaskular lainnya, trauma,
aneurisma mycotic, infark otak (infark hemoragik), primer atau metastasis
tumor otak, antikoagulasi berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan atau
gangguan vasculitic jarang terjadi.

2.5 Patofiologi
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 %
adalah stroke hemoragik, dimana masing- masing 10% adalah perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Patofisiologi stroke hemoragik umumnya didahului oleh kerusakan
dinding pembuluh darah kecil di otak akibat hipertensi. Penelitian membuktikan
bahwa hipertensi kronik dapat menyebabkan terbentuknya aneurisma pada
pembuluh darah kecil di otak. Proses turbulensi aliran darah mengakibatkan
terbentuknya nekrosis fibrinoid, yaitu nekrosis sel/jaringan dengan akumulasi
matriks fibrin. Terjadi pula herniasi dinding arterior dan rupture tunika intima,
sehingga terbentuk mikroaneurisma yang disebut Charcot Bouchard.
Mikroaneurisma ini dapat pecah seketika saat tekanan darah arteri meningkat
mendadak. Pada beberapa kasus, pecahnya pembuluh darah tidak didahului oleh
terbentuknya aneurisma, namun semata-mata karena meningkatan tekanan darah
yang mendadak (Rasyid, Al, 2017). Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak. (Caplan, 2000).
Pada kondisi normal, otak mempunyai sistem autoregulasi pembuluh darah

12
ke otak. Jika tekanan darah sistemik meningkat, sistem ini bekerja melakui
vasokonstriksi pembuluh darah serebral. Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik
menurun, akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah serebral. Pada kasus
hipertensi, tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya proses hialinisasi pada
dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan kehilangan
elastisitasnya. Kondisi ini berbahaya karena pembuluh darah serebral tidak lagi
bisa menyesuaikan diri dengan fluktuasi tekanan daraah sistemik, kenaikan
tekanan darah secara mendadak dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Darah yang keluar akan terakumulasi dan membentuk bekuan darah (hematom)
di parenkim otak. Volume hematom tersebut akan bertambah, sehingga
memberikan efek desak ruang, menekan parenkim otak, serta meningkatkan TIK.
Hal ini akan memperburuk kondisi klinis pasien, yang umumnya berlangsung
dalam 24-48 jam onset, akibat perdarahan yang terus berlangsung dengan edema
disekitarnya, serta efek desak ruang hematom yang mengganggu metabolisme
dan aliran darah (Rasyid Al, 2017).
Pada hematom yang besar, efek desak ruang menyebabkan pergerakan
garis tengah (midline shift) dan herniasi otak yang pada akhirnya menyebabkan
iskemia dan perdarahan sekunder. Pergeseran tersebut juga dapat menekan
sistem ventrikel otak dan mengakibatkan hidrosefalus sekunder. Kondisi seperti
ini sering terjadi pada kasus stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah
arteri serebri posterior dan anterior. Keadaan tersebut akan semakin
meningkatkan TIK dan meningkatkan tekanan vena di sinus-sinus duramater
(Rasyid Al, 2017).
Sebagai kompensasi untuk mempertahankan perfusi otak, tekanan arteri
juga akan meningkat. Dengan demikian, akan didapatkan peningkatan tekanan
darah sistemik pascastroke. Prinsip ini harus menjadi pertimbangan penting dala
memberikan terapi yang bertujuan menurunkan tekanan darah pasca stroke,
karena penurunan secara drastis akan menurunkan perfusi darah ke otak dan akan
membahayakan bagian otak yang masih sehat (Rasyid Al, 2017).
Hematom yang sudah terbentuk dapat menyusut sendiri jika terjadi

13
absorbs. darah akan kembali ke peredaran sistemik melalui ventrikel otak. Selain
hipertensi, hematom intraserebral disebabkan oleh trauma, obat-obatan,
gangguan pembekuan darah, dan proses degenerative pada pembuluh darah otak,
tumor intracranial, penyakit Moyamoya, penyalahgunaan alcohol dan kokain,
penggunaan obat antiplatelet dan antikoagulan, serta gangguan pembekuan
darah, seperti trombositopenia, hemophilia, dan leukemia (Rasyid Al, 2017).

2.6 Manifestasi Klinis


Perjalanan klinis pasien stroke hemoragik dapat berkembang dari defisit
neurologis fokal hingga gejala peningkatan TIK berupa nyeri kepala, penurunan
kesadaran dan muntah, serta perburukan klinis defiait neurologis seiring dengan
perluasan lesi perdarahan yang memberikan efek desakan ruang, perkembangan
ini dapat berlangsung dalam periode menit, jam dan bahkan hari.
Computed tomography (CT) scan menunjukan hematom akan membesar
dalam enam jam pertama. Keadaan klinis kemudian akan menetap apabila terjadi
keseimbangan antara TIK, luas hematom, efek desakan pada jaringan otak dan
berhentinya perdarahan. TIK dapat berkurang seiring dengan berkurangnya
volume hematom akibat perdarahan yang telah berhenti atau hematom masuk ke
ruang ventrikel.
Selain itu, efek desak ruang juga disebabkan oleh edema di sekitar
hematom (perihematomal). Pada beberapa kasus yang mengalami perburukan
setelah kondisi klinis stabil dalam 24-48 jam pertama, diduga mengalami
perluasan edema perihematomal.
Beberapa gejala klinis stroke hemaragik antara lain:
1. Nyeri kepala
Berkaitan dengan lokasi dan luas lesi perdarahan, yaitu didaerah lobaris,
serebelum, dan lokasi yang bedekatan dengan struktur permukaan meningen.
Pada perdarahan kecil di parenkim otak tidak yang tidak memiliki serabut
nyeri, tidak terdapat nyeri kepala saat fase awal perdarahan. Namun seiring
perluasan hematom yang menyebabkan peningkatan TIK dan efek desak

14
ruang, keluhan nyeri baru muncul yang biasanya disertai muntah dan
penurunan kesadaran.
2. Penurunan kesadaran
Terjadi pada stroke hemoragik yang besar atau berlokasi di batang otak. Hal
ini disebabkan efek desak ruang dan peningkatan TIK, serta keterlibatan
struktur reticulating activating system (RAS) di batang otak.
3. Muntah
Terjadinya peningkatan TIK atau kerusakan lokal di ventrikel keempat,
biasanya pada perdarahan sirkulasi posterior.
4. Kejang
Berkaitan dengan lokasi perdarahan. Lokasi yang bersifat epileptogenic
antara lain perdarahan lobar, gray white matter junction di korteks serebri
dan putamen.
5. Kaku kuduk
Terjadinya perdarahan di thalamus, kaudatus, serebelum.
6. Serta gejala lain seperti aritmia jantung dan edema paru.
Terjadi karena peningkatan TIK dan pelepasan ketokolamin.

Tabel 3. Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Stroke Non-Hemoragik


Gejala Klinis Stroke Hemoragik Stroke Non
PIS PSA
Hemoragik
Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan
SIS sebelumnya Amat - +/ biasa
jarang
Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan
(jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat Ringan/ tak
hebat ada
Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali
lesi di batang
otak
Hipertensi Hampir Biasanya Sering kali
selalu tidak
15
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa  ada Tidak ada
pada
permulaan
Hemiparesis Sering Tidak ada Sering dari
sejak awal awal
Deviasi mata Bisa ada Tidak ada mungkin ada
Gangguan bicara Sering Jarang Sering
Likuor Sering Selalu Jernih
berdarah berdarah
Perdarahan Subhialoid Tak ada Bisa ada Tak ada

Paresis/gangguan N III - Mungkin -


(+)

2.7 Diagnosis
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik
atau iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis
neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat
kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah ada
disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat digunakan untuk menilai fungsi
luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu nama, usia, alamat, status
pernikahan, agama, suku, cekat tangan.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke
dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dala m
penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu
awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak, saat pasien beraktivitas, atau
saat pasien baru bangun tidur. Pada stroke hemoragik, pasien umumnya berada
16
dalam kondisi sedang beraktivitasatau emosi yang tidak terkontrol. Durasi sejak
serangan hingga dibawa ke pusat kesehatan juga merupakan hal penting yang
turut menentukan prognosis.
Hal yang ditanyakan pada anamnesis:
a. Sakit kepala disertai muntah (tanpa mual)
b. Penurunan kesadaran
Pada stroke hemoragik dengan volume lumen perdarahan kecil, gejala dapat
menyerupai stroke iskemik tanpa ditemmukan tanda-tanda peningkatan TIK
seperti sakit kepala, mual, penurunan kesadaran.
c. faktor resiko stroke yang ada pada pasien dan keluarga, seperti diabetes
melitus, hipertensi, dyslipidemia, obesitas, penyakit jantung, riwayat trauma
kepala, serta pola hidup (merokok, alcohol, obat-obat tertentu)

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan keadaan umum, kesadaran, dan tanda
vital. Pada stroke hemoragik, keadaan umum pasien bisa lebih buruk
dibandingkan dengan kasus stoke iskemik. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan
kepala,, mata, telingan, hidung dan tenggorokan (THT), dada (terutama jantung),
abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan ekstremitas bertujuan terutama untuk
mencari edema tungkai akibat thrombosis vena dalam atau gagal jantung.
Pada pemeriksaan tekanan darah, perlu dibandingkan tekanan darah di
ekstremitas kiri dan kanan, serta bagian tubuh atas dan bawah dengan cara
menghitung rerata tekanan darah arteri (mean arterial blood pressure/MABP),
karena akan mempengaruhi tatalaksana stroke. Pola pernafasan merupakan hal
penting yang harus diperhatikan, karena tidak dapat menjadi petunjuk lokasi
perdarahan, misalnya: pola pernafasan Cheynes Stokes, hiperventilasi neurogenik,
klaster, apneutik, ataksik.
Pemeriksaan neurologis awal adalah pemeriksaan tingkat kesadaran
dengan skala koma Glasglow (GCS), yang selanjutnya dipantau secara berkala.
Kemudian diikuti pemeriksaan refleks batang otak yang meliputi reaksi pupil
tehadap cahaya (paling seing dilakukan), refleks kornea, dan refleks okulo sefalik.

17
Setelah itu dilakukan pemeriksaan nervus kranialis, motorik untuk menilai trofi,
tonus, dan kekuatan toto, dilanjutkan refleks fisiologis dan refleks patologis. Hasil
pemeriksaan motoric dibandingkan kanan dan kiri, serta atas dan bawah guna
menentukan luas dan lokasi lesi. Selanjutnya, pemeriksaan sensorik dan
pemeriksaan otonom (terutama yang berkaitan dengan inkontinensia dan retensio
urin dan saliva).
Penggunaan sistem skor dapat bermanfaat bila tidak terdapat fasilitas
pencitraan otak yang dapat membedakan secara jelas patologi penyebab stroke.
Namun sistem skor tidak dapat dipastikan pada patologi stroke yang terjadi. Hal
ini disebabkan karena manifestasi klinis pada stroke hemoragik dengan volume
menyerupai stroke iskemik. Demikian pula manifestasi klinis stroke iskemik luas
dengan peningkatan TIK mirip dengan stroke hemoragik.
Sistem penskoran yang dapat digunakan adalah algoritma stroke Gajah
Mada (gambar 1), skor stroke Djunaedi, dan skor stroke Siriraj (tabel 4). Skor
stroke Siriraj merupakan sistem penskoran yang sering digunakan untuk
membedakan stroke iskemik atau hemoragik.
Tabel 4. Skor Siriraj

Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

18
Gambar 1. Algoritma Gadjah Mada

Tabel 5. Skor Hasanuddin


1 Tekanan Darah
a. Sistole >200, Diastol >110 7,5
b. Sistole <200, Diastol <110 1
2 Waktu Terjadinya Serangan
a. Sedang bergiat 6,5
b. Tidak sedang bergiat 1
3. Sakit Kepala
a. Sangat hebat 10
b. Hebat 7,5
c. Ringan 1
d. Tidak ada 0
4 Kesadaran Menurun
a. Langsung beberapa menit s/d 1 jam 10
b. 1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5

19
c. Sesaat tapi pulih kembali 6
d. >24 jam sesudah onset 1
e. Tidak ada 0
5. Muntah Proyektil
a. langsung beberapa menit s/d 1 jam 10
b. 1 jam s/d 24 jam sesudah onset 7,5
c. > 24 jam sesudah onset 1
d. Tidak ada 0
Interpretasi Hasil
SNH <15
SH > 15
Nilai tertinggi: 44
Nilai terendah: 2

3. Pemeriksaan Penunjang
Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis,
preventif dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan
prognosis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri dari CT-scan kepala
non kontras dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non kontras merupakan
pemeriksaan gold standard yang dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan
yang terjadi pada stroke hemoragik dengan mendeteksi perdarahan
berdasarkan gambaran hiperfensitas di parenkim otak, sedangkan foto thoraks
AP untuk melihat ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan
salah satu faktor resiko stroke. Foto thoraks PA merupakan pilihan terbaik,
tetapi karena pada pasien stroke yang umumnya mengalami kelemahan
anggota gerak, maka dilakukan foto thoraks AP. EKG dilakukan untuk
menyingkirkan faktor risiko stroke.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu
Hb, profil lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah
puasa (GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap (aPTT, INR,
D-dimer, fibrinogen). Sedangkan pemeriksaan laoratorium yang dilakukan
20
untuk menentukan prognosis terdiri dari pemeriksaan gula darah sewaktu
(GDS) dan differential count. Semakin tinggi kadar gula darah sewakyu,
prognosis semakin buruk karena semakin banyak sel neuron otak yang
dirusak.

2.8 Tatalaksana
Tatalaksana stroke hemoragik dapat dibagi menjadi tatalaksana umum dan
khusus. Tatalaksana umum bertujuan untuk menjaga dan mengoptimalkan
metabolism otak meskipun dalam keadaan patologis. Tatalaksana khusus untuk
melakukan koreksi koagulopati untuk mencegah perdarahan berlanjut, mengontrol
tekanan darah, identifikasi kondisi yang membutuhkan intervensi bedah, serta
melakukan diagnosis dan terapi terhadap penyebab perdarahan.
Tatalaksana Umum
1. Stabilisasi Jalan napas dan Pernafasan
a. Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata
b. Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%
c. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
d. Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia
e. Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen
f. Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
g. Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
2. Stabilisasi Hemodinamik

21
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
b. Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi. Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
c. Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan
Darah pada Stroke Akut)
d. Pada pasien dengan defisit neurologis nyata, dianjurkan pemantauan
berkala status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan saturasi
oksigen dalam 72 jam.
3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis
dalam 48 jam serangan stroke.
b. Monitor TIK terutama pada pasien dengan perdarahan pada pasien dengan
perdarahan intraventricular (dilakukan sebagai monitoring tekanan
intracranial dan evakuasi perdarahan intaventrikular). Sasaran terapi
adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
c. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi :
i. Tinggikan posisi kepala 300
ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugularis
iii. Hindari hipertermia
iv. Osmoterapi atas indikasi:
a. Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap
4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
Agen osmoterapi lain yang dapat digunakan NaCl 3%
b. Furosemide (atas indikasi) dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan

22
tindakan operatif.
4. Pengendalian Suhu Tubuh
Peningkatan suhu 1ᵒC akan meningkatkan energy 7%. Oleh karena itu, setiap
pasien stroke yang disertai febris harus diberikan antipiretik, yakni
parasetamol baik peroral atau IV, kemudian dicari dan diatasi penyebabnya.
5. Tatalaksana Cairan
a. Pada umumnya kebutuhan cairan 30mL/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral)
b. Pemberian cairan isitonik seperti NaCl 0,9% untuk menjaga euvolemia.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg
c. Perhatikan keseimbangan cairan dengan melakukan pengukuran ketat
cairan masuk.
6. Nutrisi
a. Nutrisi enteral harus dilakukan sedini mungkin bila tidaka da perdarahan
lambung.
b. bila terjadi komplikasi perdarahan lambung, maka pemberian nutrisi enteral
dapat ditunda sampai terjadi perbaikan dan sisa cairan lambung dalam 2
jam pertama ≤150cc. Evaluasi cairan lambung yang dialirkan 2 jam.
c. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
d. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 20-25 kkal/kg/hari dengan komposisi:
i. Karbohidrat 50-60 % dari total kalori
ii. Lemak 25-30 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %)
iii. Protein 10-20% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
iv. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6
minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
v. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
7. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut, seperti

23
aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,
decubitus, komplikasi ortopedik, dan kontraktur.
b. Pemberiana antibiotic atas indikasi sesuai dengan kultur.
c. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru dengan intermittent
pneumatic compression, tidak direkomendasikan penggunakaan
compression stocking.
d. Pencegahan tromboemboli vena pada pasien imobilisasi setelah 1-4 hari
onset, dapat diberikan low molecular weight heparin (LMWH) dosis
rendah subkutan atau unfractionated heparin, setelah terdokumentasi tidak
ada lagi perdarahan.
e. Antikoagulan sistemik atau pemasangan vena kava filter dapat
diindikasikan pada pasien dengan gejala thrombosis vena atau emboli
paru.
8. Penatalaksanaan Medik Lain
a. Pantau kadar gula darah
b. Pasien gelisah, pemberian benzodiazepine short acting atau propofol.
c. Pemberian analgesic, anti muntah dan antagonis H2 sesuai indikasi.
d. Hati-hati dalam menggerakan, penghisapan lender (suction), atau
memandikan pasien karena daapat mempengaruhi peningkatan TIK.
e. kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
9. Pengendalian Kejang
a. Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin loading dose 15-20mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50mg/menit.
b. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.

Tatalaksana Spesifik
1. Trombolisis Intravena
a. Terapi trombolisis diberikan pada stroke iskemik akut dengan onset < 6
jam secara intravena menggunkan recombinant tissue plasmogen activator

24
(rTPA).
b. Dosis yang dianjurkan 0,6-0,9 mg/kgBB.
c. Di RSUPN yang memiliki Code Stroke sebagai acuan tatalaksana
trombolisis IV, menggunakan dosis 0,6 mg berdasarkan studi Japan
Alteplase Clinical Trial.
2. Terapi Neurointervensi/Endovaskular
Terapi yang menggunakan kateterisasi untuk melenyapkan thrombus di
pembuluh darah dengan cara melisisikan thrombus secara langsung
(trombolisis intraarterial) atau dengan menarik thrombus yang menyumbat
dengan alat khusus (trombektomi mekanik).
3. Pemberian Anti koagulan sebagai Pencegahan Sekunder
a. Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik akut dengan
tujuan untuk memperbaiki keluaran atau sebagai pencegah dini.
b. Terhadap stroke yang berulang tidak di rekomendasikan.
c. Pemberian Warfarin dengan dosis 2 mg/hari dengan target INR 2,0-3,0.
merupakan pengobatan lini pertama untuk pencegahan sekunder stroke
iskemik pada kebanyakan kasus stroke kardio-emboli.
d. Penggunaannya harus hati-hati karena meningkatkan resiko perdarahan.
Perlu monitoring INR paling sedikit 1 bulan sekali. Pemeriksaan INR awal
adalah rutin per 3 hari selama 2 minggu. Selanjutnya pemantauan 1
minggu sekali dan setelah 1 bulan dilakukan 1 bulan sekali.
e. Selain Warfarin, pada stoke kardioemboli yang disebabkan karena fibrilasi
atrial nonvalvular dapat diberikan new oral anticoagulant (NOAC) seperti
dabigatran (2x75 mg atau 2 x 110 mg), rivaroksaban (1x10mg atau
1x15mg), dan apiksaban (1x5mg) sebagai pencegahana sekunder. Tidak
ada pemeriksaan darah untuk pemantauan khusus pada pemeriksaan
NOAC.
4. Pemberian Antiagregasi Trombosit
a. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325mg dalam 12 jam setelah onset
stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
b. Aspirin diberikan sebagai terapi pencegahan sekunder, sehingga tidak

25
boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi yang bertujuan
untuk revaskularisasi.
c. Jika direncanakan pemberian trombolisis, aspirin jangan diberikan.
d. Untuk pencegahan stroke iskemik, infark jantung dan kematian akibat
vaskuler, klopidogrel 75mg lebih baik dibandingkan dengan aspirin dan
dapat diberikan pada fase akut atau setelah fase akut selesai.
e. Pemberian klopidogrel dikombinasikan dengan aspirin selama 21 hari
sampai 3 bulan yang dilanjutkan dengan pemberian clopidogrel saja,
superior untuk mencegah strke pada pasien TIA dan stroke iskemik ringan.
5. Tatalaksana Spesifik Lain dan Neuroproteksi
a. Pemakaian obat hemoreologik seperti pentoksifilin dapat dipertimbangkan
pada stoke iskemik akut dengan hiperviskositas.
b. Meskipun berbagai hasil penelitian menunjukan hasil yang berbeda,
penggunaan agen neuroprotektor dan neurorecovery seperti sitikolin,
piracetam, pentoksifilin, neuropeptide dapat dipertimbangkan.

2.9 Komplikasi
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik
stroke menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali
sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat
menentukan terapi yang sesuai (PERDOSSI, 1999). Komplikasi pada stroke
yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama) :
a. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan
kematian.
b. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab,
timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian
mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah
penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.

26
c. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
d. Nyeri kepala
e. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
a. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama. 2 merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang
lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang
menggunakan pipa nasogastrik.
b. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
c. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke.
Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien
stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien
stroke ini.
d. Stroke rekuren
e. Abnormalitas jantung
f. Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
i. Edema pulmonal neurogenik
ii. Penurunan curah jantung
iii. Aritmia dan gangguan repolarisasi
g. Deep vein Thrombosis (DVT)
h. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
3. Komplikasi jangka panjang
a. Stroke rekuren
b. Abnormalitas jantung
c. Kelainan metabolik dan nutrisi
d. Depresi
e. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer

2.10 Prognosis

27
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergatung berat stroke dan
komplikasi yang timbul (Madiyono dan Suherman, 2003).
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status
neurologik setelah dirawat. Sebagian disebabkan edema otak dan iskemi otak.
Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal.
Prognosis lebh buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan
penyakit jantung koroner (Gilory, 2000).

2.11 Pencegahan
a. Mengatur Pola Makan yang Sehat
Konsumsi Makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat meningkatkan risiko
terkena serangan stroke, sebaliknya risiko konsumsi makanan rendah lemak
dan kolesterol dapat mencegah terjadinya stroke. Beberapa jenis makan yang
dianjurkan untuk pencegahan primer terhadap stroke adalah :
1. Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol
a. Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur,
jagung dan gandum.
b. Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL,
menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila dimakan
dipagi hari (memperlambat pengosongan usus).
c. Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid
serum, menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida
tetapi tidak mempengaruhi kadar kolesterol HDL.
d. Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede menurunkan
kolesterol LDL dan mencegah arterrosklerosis.
Mekanisme kerja: menambah sekresi asam empedu, meningkatkan
aktifitas estrogen dan isoflavon, memperbaiki elastisitas arteri dan
meningkatkan aktifitas antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL.
1. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke
a. Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan
homosistein seperti asam folat, vitamin B6, B12, dan

28
riboflavin.
b. Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan B12,
mempunyai efek proteksi terhadap stroke
c. Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon mengandung
omega-3, eicosapperitenoic acid (EPA) dan docosahexonoic
acid (DHA) yang merupakan pelindung jantung mencegah
risiko kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia,
menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan
adhesi platelet, sebagai precursor prostaglandin, inhibisi
sitokin, antiinflamasi dan stimulasi Nitric oxide (NO)
endothelial. Makanan jenis ini sebaiknya dikonsumsi dua kali
seminggu.
d. Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C,E, dan
betakaroten) seperti yang banyak terdapat pada sayur-sayuran,
buah-buahan, dan biji-bijian.
e. Buah-buahan dan sayur-sayuran
f. Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan.
2. Anjuran lain tentang makanan :
a. Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan antrium (<6
gram/hari). Bahan-bahan yang mengandung natrium seperti
monosodium glutamate dan sodium nitrat, sebaiknya dikurangi.
Makanan sebaiknya harus segar. Pada penderita hipertensi,
asupan natrium yang dianjurkan ≤2,3 gram/hari dan asupan
kalium ≥4,7 gram/hari.
b. Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi
asupan trans fatty acid seperti kue-kue, crackers, telur,
makanan yang digoreng, dan mentega.
c. Mengutamakan makanan yang mengandung polyunsaturated
fatty acid, monounsaturated fatty acid, makanan berserat dan
protein nabati.
d. Nutrient harus diperoleh dari makanan bukan suplemen.

29
e. Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu makanan
seimbang
f. Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal
g. Hindari makanan dengan densitas kalori tinggi dan kualitas
nutrisi rendah
h. Sumber lemak sebaiknya berasal dari sayuran, ikan, dan
kacang-kacangan
i. Utamakan makanan yang mengandung polisakarida seperti roti,
nasi, pasta, sereal dan kentang. Hindari makanan yang
megandung gula (monosakarida dan disakarida)
3. Penanganan Stroke dan Beristirahat yang Cukup
a. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6 – 8 jam sehari
b. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa
sehat menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu,
bersikap ramah dan mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa dan
mensyukuri hidup yang ada. Stress kronis dapat meningkatkan
tekanan darah. Penanganan stress menghasilkan respon relaksasi
yang menurunkan denyut jantung dan tekanan darah
4. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur dan Taat Anjuran Dokter dalam
Hal Diet dan Obat
a. Faktor – faktor risiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia,
diabetes mellitus (DM) harus dipantau secara teratur
b. Faktor – faktor risiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur,
diet dan gaya hidup sehat
c. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah ,140/90
mmHg. Jika menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis,
target tekanan darah 130/80 mmHg.
d. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan
target HbA1C <7%.
e. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet
dan obat penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL <100 mg/Dl

30
penderita yang bersiko tinggi stroke sebaiknya target kolesterol LDL
sebaiknya <70 mg/Dl.
f. Terdapat bukti-bukti tentang factor resiko yang bersifat
infeksi/inflamasi misalnya infeksi gigi. Kesehatan gigi dan mulut
sebaiknya diperhatikan secara teratur.
a. Beberapa Rekomendasi
g. Penilaian Faktor Resiko Serangan Stroke Pertama1
Setiap penderita perlu dilakukan penilaian resiko terjadinya stroke di
kemudian hari. Risk assessment tool seperti Framingham Stroke
Profile (FSP) dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi
individu yang mungkin mendapat manfaat mendapat intervensi terapi
berdasarkan faktor resiko yang ada.
5. Penyebab Stroke secara Genetik
Anamnesis riwayat keluarga dapat bermanfaat untuk skrinning seseorang
mempunyai factor resiko stroke genetik. Rujukan untuk konseling genetic
dapat dipertimbangkan pada pasien stroke yang disebabkan oleh faktor
genetik.
6. Aktifitas Fisik
a. Peningkatan aktivitas fisik direkomendsikan karena berhubungan
dengan penurunan risiko stroke.
b. Pada orang dewasa, direkomenasikan untuk melakukan aktifitas fisik
aerobik minimal selama 150 menit (2 jam 30 menit) setiap minggu
dengan intensitas sedang, atau 75 menit (1 jam 15 menit) setiap
minggu dengan intensitas berat.
Keterangan:
a. Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik (jalan
cepat, bersepeda, berenang, dll) secara teratur akan dapat
menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontrol diabetes,
memperbaiki kebiasaaan makan, menurunkan berat badan, dan
meningkatkan kadar kolesterol HDL.
b. Efek biologis : Penurunan aktifitas platelet, reduksi fibrinogen

31
plasma, dan meningkatnya aktivitas tissue plasminogen activator.
c. Pola makan sehat dan olahraga teratur adalah pengobatan utama
bagi penderita obesitas dan mencegah stroke (PERDOSSI, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

Caplan, R. 2000. Caplan ‘ s Stroke : a Clinical Approach . 3 rd ed : Buterworth –


Heinemann: Boston.
Gilory J. 2000. Cerebrovascular Disease In: Gilory J Basic Neurology 3 rd edition.
New York: McGraw Hill; P. 225-8.
Madiyono B dan Suherman SK. 2003. Pencegahan Stroke dan Serangan Jantung
pada Usia Muda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Misbach, J et al. 2011. Guideline Stroke 2011. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia, Jakarta.

32
PERDOSSI. 1999. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. Jakarta:
Kelompok Studi serebrovaskuler dan Neurogeriatri.
PERDOSSI. 2011. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: POKDI Stroke
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Rasyid Al, Rahmat H dan Salim H. 2017. Buku Ajar Neurologi Edisi Pertama.
Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke
prevention, diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31

33
34

Anda mungkin juga menyukai