Disusun Oleh :
Febrian Muhammad
1820221114
Pembimbing:
dr. Andi Darwis, Sp.Rad(K)
REFERAT
Radiologi Diagnostik dan Intervensi pada Stroke Iskemik
Disusun oleh :
Febrian Muhammad
1820221114
Pembimbing
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul
“Radiologi Diagnostik dan Intervensi pada Stroke Iskemik”. Referat ini
disusun untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik bagian Radiologi di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Andi Darwis, Sp.Rad(K)
selaku pembimbing referat yang telah membimbing dan membantu saya dalam
melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
referat ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran saya terima untuk
melengkapi dan menyempurnakan referat ini. Akhir kata, saya berharap referat
ini dapat berguna bagi rekan-rekan semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Stroke merupakan sindrom yang ditandai dengan gejala atau tanda
klinis yang berkembang dengan cepat berupa gangguan fungsional otak fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh
penyebab lain selain penyebab vaskuler. Kondisi ini juga disebut
cerebrovascular accident (CVA) atau apoplexy. Stroke akut merupakan
serangan yang terjadi pada 24 jam pertama.
Stroke dibagi menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan etiologinya yaitu
stroke iskemik (non-hemoragik) dan stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi
akibat obstruksi arteri serebral sedangkan ruptur spontan pembuluh darah otak
atau aneurisma maupun trauma dapat menyebabkan stroke hemoragik.
Gambar 1. Meninges
Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat
badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari
kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan
normal, darah yang mengalir ke otak (CBF = cerebro blood flow) adalah 50-60
ml/100 g otak/menit.
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum,
mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak,
sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian
lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan
kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui
kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya
bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri,
pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:
arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang
menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-
cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus
Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri
media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua
arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri
komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah
orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri
maksilaris eksterna. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis
ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi
hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak
ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena
interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan
kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales,
dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.
Gambar 2. Sirkulus
II.3 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan
penyebab kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara
berkembang. Pada masyarakat barat, 87% penderita mengalami stroke iskemik
dan 13% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring
pertambahan usia.
Di Indonesia, stroke merupakan penyebab kematian utama pada
masyarakat Indonesia diatas usia lima puluh tahun, yaitu sebanyak 15,4% dari
seluruh kematian, terdapat 99/100,000 kematian dan 685/100,000 kecacatan.
Insidensi stroke sebanyak 25% lebih tinggi pada pria dibanding wanita. 1 dari 5
stroke bersifat fatal, stroke menyebabkan sebesar 7% kematian pada pria, dan
10% pada wanita. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat
dari pada stroke iskemik.
II.4 Etiologi
Stroke iskemik terjadi akibat adanya trombus (50%), embolus (25%)
atau dan oklusi mikroarteri atau “lacunar stroke” (25%). Trombus merupakan
gumpalan darah pada arteri di otak yang memblok aliran darah ke otak.
Trombus biasanya terbentuk karena kerusakan dinding pembuluh darah karena
plak. Embolus merupakan gumpalan darah yang terbentuk di sirkulasi tubuh
(biasanya dari jantung atau arteri pada leher). Gumpalan ini akan beredar dan
dapat memblok pembuluh darah di otak.
Aterosklerosis merupakan penyebab trombus tersering dari stroke
iskemik, presentasenya mencapai 80% dari semua penyebab stroke iskemik.
Penyebab embolus tersering adalah pasien dengan fibrilasi atrium (80%), selain
itu dapat juga disebabkan infark miokard, prosthetic valves, penyakit jantung
rematik dan aterom arteri besar. Embolus dapat berupa multifocal dan
menyebabkan perdarahan minimal di sekitar obstruksi. Menurut WHO (2010),
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya stroke, ada yang dapat
dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi (Tabel 1).
II.5 Klasifikasi
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
1. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis yang terjadi
kurang dari 24 jam (5-20 menit).
2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu
3. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke
4. Completed Stroke.
II.6 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 2) yaitu arteria
karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.
Oklusi dari arteri serebral menyebabkan penurunan aliran darah dan iskemia.
Misalnya pada aterosklerosis, plak aterom pada arteri serebral akan memicu
agregasi trombosit dan koagulasi fibrin untuk membentuk thrombus yang dapat
menyebabkan obstruksi. Jika itu terjadi hanya beberapa detik atau satu menit,
penyembuhan dapat berlangsung cepat dan sempurna. Infark atau kematian sel
dapat terjadi jika aliran darah terputus dalam 15-30 menit, hal imi yang
menyebabkan kerusakan irreversible bahkan setelah aliran darah membaik. Hal
ini yang disebut sebagai “core”, di sekelilingnya terdapat jaringan yang secara
fungsionsl menurun karena sirkulasi berkurang atau disebut “ischaemic
penumbra”. Jaringan ini bersifat reversible atau dapat sembuh kembali jika
aliran darah diperbaiki.
Gambar 3. Ischaemic Penumbra
II.8 Diagnosis
Diagnosis pasien dengan stroke iskemik akut harus dilakukan secepat
mungkin. Hal ini sangat penting karena berguna untuk menentukan terapi yang
efektif selanjutnya. Riwayat gejala neurologis bersamaan dengan brain
imaging, memberikan informasi penting mengenai etiologi dan kontraindikasi
untuk terapi agen trombolitik. Brain imaging wajib dilakukan untuk menjadi
pedoman tindakan intervensi.
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang spesifik untuk membedakan
stroke hemoragik dan iskemik meskipun gejala seperti muntah, sakit kepala
dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.
American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA)
memperkenalkan algoritma “FAST” (Facial droop, Arm weakness, Slurred
speech, Time of onset) dapat mempermudah untuk mengenali gejala stroke atau
TIA sebelum sampai ke rumah sakit. Metode lain yang dapat digunakan adalah
6S atau BEFAST. Untuk diagnosis yang lebih lengkap dapat menggunakan
The National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). Skoring ini digunakan
untuk menilai derajat stroke dan sebagai indikator prognosis (Tabel 1). NIHSS
berisi penilaian mengenai kognitif, emosi, fungsi motorik dan sensorik. Jumlah
skor yang didapatkan akan diakumulasi dan digolongkan kedalam 3 (tiga)
derajat yaitu ringan (<5), sedang (5-10), dan berat (>10).
Keterangan:
S: kesadaran 0 = kompos mentis
1 = somnolen
2 = stupor/koma
M: muntah 0 = tidak ada
1 = ada
D: tekanan diastolik
A: ateroma 0 = tidak ada
1 = salah satu atau lebih (DM, angina, penyakit vaskular
II.9 Tatalaksana
Faktor utama dalam manajemen stroke iskemik akut adalah waktu.
Pasien dengan stroke iskemik kehilangan 190.000 sel otak dalam setiap menit,
sekitar 14.000.000.000 koneksi saraf rusak setiap menitnya dan 12 km serabut
saraf hilang setiap menitnya. Terdapat dua modalitas terapi untuk stroke
iskemik yaitu intravenous thrombolysis (IVT) dan mechanical thrombectomy.
Setelah diagnosis ditegakkan klinisi harus melakukan beberapa langkah yaitu
pastikan pasien dalam keadaan stabil, evaluasi penyebab reversible dari gejala
neurologis, membedakan jenis stroke (iskemik atau hemoragik), dan
melakukan terapi terhadap stroke.
Stabilitas pasien harus diperhatikan sebelum memulai manajemen
stroke. Airway, breathing, dan circulation (ABC) harus dievaluasi seperti pada
setiap kasus emergensi. Stroke yang luas, perdarahan intrakranial, stroke yang
melibatkan sirkulasi posterior dapat menimbulkan kehilangan kesadaran dan
kadang distres pernafasan. Hipoksia dapat terjadi pada semua kasus dan
intubasi dapat dipertimbangkan jika jalan napas terganggu atau pasien
membutuhkan ventilator. Beberapa pemeriksaan seperti EKG, darah lengkap,
troponin, PT-APTT dapat dipertimbangkan, terutama pada pasien dengan
kondisi tertentu seperti riwayat gangguan perdarahan, konsumsi antikoagulan
atau memiliki riwayat trombositopenia.
AHA/ASA merekomendasikan infus intravena tPA sebagai terapi
utama untuk pasien stroke terutama dalam 3 jam pertama gejala. Terapi ini
dapat diperpanjang sampai 4,5 jam. Meskipun terapi ini efektif, IV tPA tidak
dapat digunakan lebih dari 4,5 jam dan efikasi terbatas pada pasien dengan
oklusi yang luas. Kini telah berkembang metode intervensi endovascular
seperti intra-arterial tPA, trombektomi dan stent retriever technology.
Trombektomi merupakan intervensi yang bertujuan membersihkan thrombus
dengan kateter aspirasi atau mechanical thrombectomy.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dilakukan antara lain
yaitu mengendalikan faktor risiko dan rehabilitasi medik sedini mungkin
dengan tujuan memperbaiki fungsi motorik, mencegah kontraktur sendi agar
pasien dapat mandiri, serta rehabilitasi sosial.
II. 10 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis
tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar
aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut
harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG,
saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus-menerus selama 24
jam setelah serangan stroke.
Asmedi & Lamsudin (1998) mengatakan prognosis fungsional stroke
pada infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam activity
daily living (ADL) hanya 19 % pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20
%) sampai tahun pertama. Bermawi, et al., (2000) mengatakan bahwa sekitar
30-60 % penderita stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam
beberapa aspek aktivitas hidup sehari-hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan
fungsi neurologik dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke menurut
waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling
cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan
pasca stroke.
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan
yang terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur
diantaranya outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality
of life, serta mortalitas. Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang
setelah TIA dan stroke batang otak/serebelum ringan secara signifikan
dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit
arteri karotis yang menyertai. Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang
lebih baik dibandingkan pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih
baik dibandingkan pasien dengan stroke minor. Tingkat mortalitas kumulatif
pasien dalam penelitian ini sebesar 4,8 % dalam 1 tahun dan meningkat
menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.
BAB III
PERAN RADIOLOGI TERHADAP STROKE
Gambar
5. Hasil
CT Scan Tanpa Kontras Pasien Normal dengan Stroke Iskemik
konvensional.
Jika diperhatikan gambar terlihat T2WI (a), T1WI (b) dan DWI
(c) menunjukkan fokus perubahan sinyal. Pergeseran ringan dan
kompresi anterior horn dari ventrikel lateral kanan terlihat. Infark
lakunarlama terlihat dalam kapsul interna kanan. Studi difusi (c)
menunjukan karakteristik hiperintens yang menyingkirkan
kemungkinan tumor.
Pencitraan perfusi (PWI) menggunakan agen kontras
paramagnetik saat ini lebih banyak digunakan. Gambar yang diperoleh
setelah injeksi bolus dari agen kontras akan mendeteksi perubahan
intensitas gambar saat melewati pembuluh darah kapiler. Meskipun
PWI secara luas dianggap penting untuk triase stroke terapi, harus
disadari bahwa PWI yang dilakukan dengan teknik berbeda dapat
menunjukan volume berbeda pula secara signifikan dari jaringan yang
terkena. Oleh karena itu, perbandingan ukuran lesi pada PWI dengan
DWI mungkin berbeda secara signifikan dengan mengubah metode
perfusi.
Gambar 11. Iskemia akut di cabang terminal dari arteri serebri kiri
tengah 12 jam setelah onset
Berdasarkan gambar di atas terlihat pencitraan T2WI (a), DWI
(b) menunjukan perubahan sinyal di area lobus pariettalis kiri (panah).
DWI menggambarkan volume lesi yang lebih baik. Gambar OWI
(c,d).
Teknik lain yang bisa digunakan untuk menggambarkan
pembuluh darah adalah MR angiography (MRA). MRA digunakan
untuk menghasilkan gmbar arteri untuk mengevaluasi adanya stenosis,
oklusi, aneurisma, atau kelainan lainnya. Metode untuk MRA
didasarkan pada aliran darah sehingga dapat membedakan pembuluh
darah dari jaringan statis lainnya. Arus MRA dibagi 2 (dua) yaitu PC-
MRA dan TOF-MRA.
Gambar 12. Trombosis arteri serebral tengah kanan pada TOF MRA
Gambar di atas merupakan gambaran DSA sebelum (a) dan selama (b)
dilakukannya mechanical thrombectomy pada oklusi ICA/MCA kiri. Ketika
stent retriever dikembangkan (panah), MCA telah direkanalisasi (b) dan aliran
kembali normal. Stent retriever selanjutnya dilepaskan bersamaan dengan clot,
reperfusi kembali normal (c) atau complete recanalization. Pasien ini setelah
dilakukan tindakan tersebut menjadi sadar dan dapat berjalan serta
penglihatannya membaik.
BAB IV
KESIMPULAN
4. Barber PA. Demchuk AM. Zhang J. Buchan AM. Validity and reliability of
a quantitative computed tomography score in predicting outcome of
hyperacute stroke before thrombolytic therapy. ASPECTS Study Group.
Alberta Stroke Programme Early CT Score. Lancet. 2000;355:1670–4.
6. Wardlaw JM. Murray V. Berge E. del Zoppo GJ. Thrombolysis for acute
ischaemic stroke. The Cochrane Database Syst Rev. 2014;(7):CD000213.
7. White PM. Bhalla A. Dinsmore J, et al. Standards for providing safe acute
ischaemic stroke thrombectomy services (September 2015) Clin
Radiol. 2017;72(175):e1–175.e9.