Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

ANEURISMA SEREBRI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik Ilmu

Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo

Pembimbing : dr. Ahmad Muzayyin, Sp.S, M.Kes

Disusun Oleh :

Lynda Ayu Prantika, S.Ked

(J510165015)

BAGIAN ILMU SARAF

RSUD KABUPATEN SUKOHARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017
ANEURISMA SEREBRI

Oleh :

Lynda Ayu Prantika, S.Ked

(J510165015)

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu Saraf Program

Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pada September, 2017

Pembimbing

dr. Ahmad Muzayyin, Sp.S, M.Kes (................................)

Dipresentasikan di hadapan

dr. Ahmad Muzayyin, Sp.S, M.Kes (................................)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, aneurisma serebri menempati posisi ke 4 dalam penyakit
cerebrovaskuler yang paling sering terjadi di dunia. Dari data epidemiologi
statistik menunjukan dari 6 juta penduduk dari Amerika Serikat memiliki
aneurisma serebri yang intak, dan sekitar 8-10 per 100.000 jiwa atau sekitar
30.000 jiwa mengalami ruptur dari aneurisma otak.1
Setiap 18 menit terjadi 1 ruptur aneurisma. Setiap tahun, sekitar
500,000 kematian di seluruh dunia di sebabkan oleh aneurisma serebri dan
setengah dari populasinya adalah pasien yang berusia kurang dari 50 tahun .
40% kasus aneurisma serebri yang terjadi sangatlah fatal dan 15% dari pasien
yang mengalami ruptur aneurisma tidak tertolong bahkan sebelum mencapai
rumah sakit untuk di tolong. Kebanyakan kematian yang di sebabkan
aneurisma serebri sangat cepat dan luas defeknya pada otak sehingga tidak
memungkinkan untuk di berikan pertolongan medik maupun secara bedah. 6
4 dari 7 orang atau sekitar 66% pasien yang mengalami ruptur
aneurisma serebri yang selamat dari serangan akan mengalami defisit
neurologis yang permanen. Aneurisma serebri sendiri memiliki presentasi 3-5
% dalam kasus penyebab terjadinya stroke baru. 10-15 % pasien yang
terdiagnosa aneurisma serebri memiliki lebih dari 1 lokasi terjadinya
aneurisma.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Aneurisma
Aneurisma Serebri adalah suatu kelainan cerebrovaskular dimana terjadi
penggembungan pada dinding pembuluh darah akibat dari menipis dan
melemahnya pembuluh darah pada otak sehingga dinding pembuluh darah
menjadi lebar. Penggembungan ini terjadi akibat dari tekanan darah yang
relatif tinggi mengalir menuju pembuluh darah pada otak. Kondisi ini biasa
terjadi di persimpangan atau percabangan arteri pada otak yang biasa disebut
dengan lingkaran willis (Circle of Willis). Aneurisma serebral menyebabkan
sakit kepala yang luar biasa dan dapat disertai dengan muntah-muntah. Volume
aneurisma bisa bertambah sehingga aneurisma bisa pecah dan terjadi
pendarahan pada otak yang berdampak masalah yang lebih serius.3

B. Etiologi
Pada aneurisma serebri sendiri tidak dapat di klasifikasikan sebagai salah
satu bentuk kelainan kongenital seperti yang selama ini dikatakan, tetapi
terjadinya aneurisma disebutkan terjadi dalam perkembangan bertahun-tahun,
baik merupakan defek kongenital maupun defek yang di dapat. 7
1. Faktor Genetik : Riwayat penyakit keluarga dan kelainan genetik
Merupakan faktor resiko yang terbesar, dan meningkatkan resiko 2-7 kali lipat
dalam terjadinya formasi aneurisma serebri bila memiliki riwayat penyakit
tersebut dalam keluarga dekat. Pada pasien aneurima serebri familial
menduduki tingkat 20% dari aneurisma subaraknoid hemoragi (ASAH), tetapi
tidak berkaitan dengan kelainan genetik bawaan. Pada penderita ASAH
memiliki faktor resiko 4x lipat untuk terjadinya ruptur aneurisma serebri dari
pada populasi umumnya. (Shievink,2013). Tingkat resiko yang paling tinggi
dalam familial adalah antar saudara kandung , yaitu 92% . Pada suatu studi,
menunjukan bahwa aneurisma serebri pada laki-laki : perempuan menjadi 2: 1,
dan terjadi pada pasien di bawah usia 20 tahun. Tetapi perbandingan ini akan
menjadi terbalik pada predominans pasien perempuan yang berusia lebih dari
60 tahun menjadi 1:2 .1
Namun , walaupun dari studi genetik yang telah dilakukan, kemungkinan
aneurisma keturunan belum dapat di buktikan. Skrining dari pasien yang
memiliki 2 atau lebih anggota keluarga dengan aneurisma serebri masih
dianggap kontroversial. Sedangkan skrining pasien yang memiliki riwayat
keluarga dekat yang memiliki aneurisma serebri juga di pandang tidak
menguntungkan.10
2. Sindrom Marfan
Sindrom ini di karakteristik dengan elongansi dari tulang dan
abnormalitas dari sistem kardiovaskular, dan mata. Kondisi ini di akibatkan
dari mutasi gen yang mengkode protein komponen mikrofibril yang
membentuk dinding pembuluh darah fleksibel. Sekitar 1 dari 10.000-20.000
orang memiliki kelainan ini. Aneurisma yang sering diasosiasikan dengan
kondisi ini adalah tipe sakular, fusiform dan diseksi dan biasanya di temukan di
arteri karotis interna bagian proksimal.2
3. Neurofibromatosis tipe 1
Kondisi ini di mulai saat kelahiran dan semakin memburuk dalam
perkembangannya, sekitar 1 dari 3.000-5000 orang menderita. Karakteristik
dari penyakit ini adalah konstriksi dari pembuluh darah (stenosis), ruptur
pembuluh darah , tumor di sistem sarah dan perkembangan abnormal dari otot,
tulang dan organ. Aneurisma yang terjadi dalam kasus ini cenderung terjadi
pada arteri sedang atau besar.9
4. Sindrom polikistik ginjal autosomal dominan
Salah satu penyakit genetik jaringan yang tersering (1 dalam 400-1000
orang). Karakteristik dari penyakit ini mencangkup : pembesaran ginjal, kista
ginjal,hati, pancreas dan limpa, kista sarang laba-laba pada otak, hernia
ingguinal. Formasi dari kista terbentuk akibat mutasi genetik yang
menyebabkan pertumbuhan sel dan sekresi cairan yang abnormal. Hipertensi
merupakan komplikasi yang paling sering di temukan dan berkontribusi dalam
pembentukan aneurisma serebri dan aneurisma sub araknoid hemoragik pada
pasien tersebut.2
5. Faktor yang di dapat
a. Trauma Otak
Faktor ini mencangkup kurang dari 1 % kasus aneurisma serebri yang
terjadi. Aneurisma ini terjadi karena dinding pembuluh darah sobek
akibat luka , yang menyebabkan formasi sumbatan. Walaupun asosiasi
antara trauma kapitis dengan aneurisma serebri sangat kecil , tetapi hal
ini harus di pikirkan dalam menangani pasien trauma dalam beberapa
bulan setelah trauma, terutama dengan trauma kepala maupun trauma
wajah bagian bawah.3
b. Sepsis
Aneurisma ini terjadi saat suatu lemak, tulang ataupun gelembung
nitrogen (emboli) yang melalui aliran darah, menimbung organisme
yang menempel pada dinding pembuluh darah, menyebabkan inflamasi
dan kematian sel. Aneurisma ini terjadi sekitar dalam 2-6% kasus dan
sering di asosiasikan dengan infeksi katup jantung atau vena pulmonar.
Aneurisma ini dapat di terapi dengan medikasi maupun secara bedah,
namun ia membawa tingkat kematian yang tinggi.6
c. Merokok dan hipertensi
Merupakan faktor resiko yang sangat mengancam. Merokok adalah
faktor resiko substansial dalam aneurisma serebri dan aneurisma sub
araknoid hemoragik (ASAH), Ia berkorelasi dengan umur muda pada
ASAH dengan onset 5-10 tahun, meningkatkan vasospasme dan
berkembangnya hipertensi yang akan menjadi aneurisma spontaneus
2x lipat lebih tinggi daripada yang tidak merokok.3
6. Faktor lain
Beberapa studi menyebutkan faktor yang berkontribusi terhadap
aneurisma serebri dapat berasal dari segala unsur, genre, penggunaan alkohol,
variasi musim dan arterosklerosis. Konsumsi 150 gr alkohol atau lebih telah
dapat diasosiasikan dengan terjadinya aneurisma serebri dan ASAH.
Beberapa studi kasus juga menyebutkan bahwa perubahan cuaca dan tekanan
atmosfer juga berpengaruh, tetapi di perlukan studi lebih lanjut untuk
memastikannya. Beberapa studi kasus menyebutkan dengan perbandingan
ras, ras afrika-amerika mempunyari faktor resiko paling besar dalama
terjadinya aneurisma serebri.5
7. Aneurisma denovo
Adalah aneurisma yang terjadi pada pasien yang memiliki aneurisma
subaraknoid hemoragik dan di diagnosa kembali dengan adanya aneurisma
tambahan yang tidak terdeteksi pada penanganan pertama. Onset rata- rata
yang terjadi pada aneurisma denovo adalah terjadi setelah ASAH pertama
namun dalam 44% kasus, aneurisma menjadi simtomatis 3-6 tahun setelah
ASAH. Baik faktor usia dan merokok juga berdampak pada interval ini,
tetapi interval ini secara signifikan berkurang pada pasien dengan riwayat
hipertensi di bandingan dengan yang tidak memiliki riwayat. Beberapa studi
menyebutkan ada beberapa kesamaan antara pasien yaitu riwayat merokok,
hipertensi arteri dan usia muda. Grup yang beresiko dalam terjadinya
Aneurisma De novo adalah pasien yang memliliki riwayat ASAH
sebelumnya, berusia 50 tahun atau kurang, dengan hipertensi arteri dan
riwayat merokok. Studi ini menyarankan untuk follow up selanjutnya
dengan angiografi dalam jangka 4-5 tahun setelah ASAH, 3 tahun pada
pasien hipertensi. Dengan catatan, MRA di sarankan pada pasien ligasi
karotis, bisa tidak menunjukan aneurisma Denovo dalam sirkulus wilisi.5
8. Faktor yang tidak terkontrol :
a. Riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga
b. Diabetes
c. Penuaan
d. Ras (afrika-amerika)
9. Faktor yang dapat di kontrol :
a. Alkohol
b. Diet rendah garam dan lemak
c. Tembakau
d. Kontrasepsi oral
e. Obesitas
f. Gaya hidup fisik yang inaktif.

C. Patofisiologi

Dinding pembuluh darah dalam tubuh kita umumnya terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan paling dalam yang di sebut tunika intima yang terdiri dari lapisan
sel endotel
2. Lapisan tengah yang di sebut tunika media yang berisi lapisan sel otot
elastis
3. Lapisan paling luar yang di sebut tunika adventisia yang terdiri dari lapisan
ikat longgar dan lemak.
Otak adalah organ yang memakai 25% dari seluruh peredaran darah
dalam tubuh kita. Otak terus menerus membutuhkan aliran darah yang konstan
dalam jumlah besar dalam menjalankan tugasnya yang komplex. Aliran
peredaran darah otak itu sendiri di perdarahi oleh 4 cabang aliran utama yang
akan bercabang semakin komplek ke dalam parenkim otak. Aneurisma itu
sendiri terjadi pada percabangan pembuluh darah yang merupakan titik
terlemah di karenakan tekanan dan turbulensi yang besar pada titik tersebut. 1
Menurut teori, aneurisma sendiri terjadi karena adanya destruksi fokal di
membran elastik interna yang menyebabkan penurunan produksi elastin,
kolagen dan matrix extraseluler yang menyebabkan terjadinya kelemahan
pada dinding pembuluh darah. Salah satu faktor terbesar adalah adanya proses
inflamasi yang terjadi di dalam pembuluh darah itu sendiri, baik dari infeksi,
auto imun, trauma, maupun tingkat oksidasi yang tinggi akibat stress sel. Sel
radang yang di keluarkan akan mengaktifkan matrix metalloprotein dalam
pembuluh darah yang akan menghancurkan serat elastin dan kolagen yang
akan menyebabkan hilangnya atau menipisnya tunika media sehingga akan
memperbesar tingkat terjadinya aneurisma. Faktor lain yang akan
menghancurkan serat elastin dan kolagen adalah plasminogen aktivator , serin
elastase dan katepsin. 1
Penipisan dari dinding pembuluh darah tersebut akan terus menerus di
lewati aliran darah yang memiliki tekanan pompa hemodinamik dari jantung
yang berguna untuk mengalirkan darah secara merata keseluruh tubuh. Pada
titik penipisan dinding pembuluh darah tersebut akibat dari tekanan
hemodinamik tersebut, bagian lapisan tunika intima akan menonjol keluar dan
hanya bertahan akibat lindungan lapisan pembuluh darah terluar yaitu tunika
adventitia sehingga akan membentuk kantung (sakulasi). Aliran darah yang
melewati dari sakulasi tersebut akan mengalami turbulensi balik yang kuat
sehinggga akan menyebabkan terjadinya deposit trombosit, fibrin dan sel
radang, yang lama kelamaan akan membentuk trombus. Lama kelamaan
lapisan trombus akan semakin bertambah karena terjadi proses yang sama
berulang ulang dan akan mengisi penuh dari ruang dari pembuluh darah itu
sendiri.2
Di dalam pembuluh darah juga tergantung pada diameter pembuluh
darah, semakin lebar dari pembuluh darah tersebut, maka tekanan di dalam
pembuluh darah akan semakin tinggi sehingga tingkat progresifitas dari
aneurisma itu sendiri juga semakin tinggi. Aneurisma serebri 90-95% terjadi
pada sirkulasi wilisi bagian anterior, 30-40 % di arteri komunikans anterior
bagian proximal dan proximal arteri komunikans posterior cabang dari arteri
carotis interna, 20-30% berada di percabangan utama dari arteri serebri media
serta percabangan arteri carotis interna ke arteri serebri media dan arteri
serebri anterior, 10-15 % sisanya terjadi pada sister vertebero-basiler.
Aneurisma serebri sendiri terjadi dalam bentuk sakulasi (berrys aneurysm),
mycotic, fusiformis, diffuse dan disekting. 7
Aneurisma serebri yang paling sering terjadi adalah bentuk berry yang di
sebabkan oleh penipisan atau hilangnya lapisan elastika dari pembuluh darah
itu sendiri, yang paling sering terjadi pada percabangan atau pertemuan arteri
sehingga turbulensi dan tekanan dari intra pembuluh darah paling besar.
Akibat dari turbulensi dan tekanan intra pembuluh dan adanya kelemahan
pembuluh darah di beberapa tempat, maka kantung yang terbentuk akan
bertambah banyak sehingga penampakannya akan terlihat seperti buah berry
yang bergelombol.2
Sedangkan aneurisma tipe mycotic terjadi akibat emboli septik yang
mengaktifkan faktor peradangan sehingga dapat melemakan dinding
pembuluh darah, dan emboli tersebut juga menetap di 1 tempat lesi, tempat
lesi tersering nya adalah di pembuluh serebri bagian distal. Tipe Fusiformis /
diffuse dari aneurisma serebri sendiri dahulu di sebut sebagai arterosklerotik
aneurisma, karena menunjukan deposisi artheromatous yang besar pada
seluruh dinding pembuluh darah sendiri sehingga menyebabkan bentuknya
seperti botol. Tipe ini sendiri biasnya terbentuk pada arteri yang berliku-liku
terutama pada sistem arteri vertebrobasiler. Pada aneurisma disekting,
aneurisma ini terjadi kebanyakan akibat adanya trauma pada pembuluh darah
mupun adanya kecurigaan neoplasma.9

D. Klasifikasi
1. Berdasarkan tipe aneurismanya
a. Aneurisma sakuler 4.9 %
b. Aneurisma mikotik (septik) 2.6 %
c. Aneurisma arteriosklerotik
d. Aneurisma traumatik 5- 76.8%
e. Aneurisma disekting < 1 %
2. Berdasarkan ukurannya :
a. Aneurisma sakuler kecil dengan diameter kurang dari 1 cm.
b. Aneurisma sakuler besar dengan diameter antara 1-2,5 cm
c. Aneurisma sakuler raksasa dengan diameter lebih dari 2,5 cm
Gambar 1

E. Manifestasi Klinis

Aneurisma yang belum pecah dapat diketahui apabila timbul gejala-


gejala gangguan saraf (tetapi ada juga yang tidak menimbulkan gejala). Gejala
apa yang timbul tergantung dari lokasi dan ukuran aneurisma tersebut.
Beberapa gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala, penglihatan kabur/
ganda, mual, kaku leher dan kesulitan berjalan. Tetapi beberapa gejala dapat
menjadi peringatan (warning sign) adanya aneurisma, yaitu: kelumpuhan
sebelah anggota gerak kaki dan tangan, gangguan penglihatan, kelopak mata
tidak bisa membuka secara tiba-tiba, nyeri pada daerah wajah, nyeri kepala
sebelah ataupun gejala menyerupai gejala stroke.3
Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah:
1. Tingkat I : Sefalgia ringan dan sedikit tanda perangsangan selaput
otak atau tanpa gejala.
2. Tingkat II : Sefalgia agak hebat atau ditambah kelumpuhan saraf
otak.
3. Tingkat III : Kesadaran somnolent, bingung atau adanya kelainan
neurologik fokal sedikit.
4. Tingkat IV : Stupor, hemiparese sampai berat, mungkin adanya
permulaan deserebrasi dan gangguan sistim saraf otonom.
5. Tingkat V : Koma dalam, tanda rigiditas desebrasi dan tanda stadium
paralisis cerebral vasomotor. 3

F. Pemeriksaan Penunjang
Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak ditemukan.
Hal ini karena banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic resonance
imaging (MRI) sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas.
Kadang-kadang aneurisma tidak sengaja ditemukan saat ''check up'' dengan
menggunakan alat canggih seperti CT scan, MRI atau angiogram. Diagnosis
pasti aneurisma pembuluh darah otak, beserta lokasi dan ukuran aneurisma
dapat ditetapkan dengan menggunakan pemeriksaan ''angiogram''.
Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk membedakan
stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa
menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak.
Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat
meningitis atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal
untuk melihat adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Angiografi
dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan sebagai panduan jika dilakukan
pembedahan. Kemungkinan juga bisa terjadi leukositosis yang tidak terlalu
berarti. 3

Figure 8. CT-Scan
Computed Tomography (CT) scan adalah noninvasif X-ray yang
menyediakan gambar struktur anatomi dalam otak. Hal ini sangat berguna untuk
mendeteksi darah di dalam atau di sekitar otak. Teknologi yang lebih baru yang
disebut CT angiography (CTA) melibatkan penyuntikan kontras ke dalam aliran
darah untuk melihat arteri otak. CTA memberikan gambar terbaik dari pembuluh
darah (melalui angiography) dan jaringan lunak (melalui CT).4
CT Scan sangat baik dalam mengidentifikasi perdarahan intraventrikel
(dijumpai pada 13-28 % kasus aneurisma), hematoma parenkim, dan hematoma
subdural yang sering dijumpau pada kasus-kasus perdarahan subarakhnoid.
Sensitivitas pemeriksaan CT dapat mengidentifikasi adanya aneurisma serebri
dengan diameter 5 mm atau lebih dengan baik, sedangkan untuk diameter 3-5 mm
identifikasi mencapai 60-70%, sedangkan untuk aneurisma besar / Giant memiliki
ketepatan mencapai 100%.1
Ciri-ciri aneurisma serebri yang dapat dinilai dengan pemeriksaan CT
meliputi sebagai berikut:
1. area dengan densitas meningkat, focal yang berasal dari darah diluminal.
2. area elongatio / globular focal dari penyangatan kontras.
3. kalsifikasi didinding aneurisma.
4. clot / bekuan darah didalam aneurisma besar.
5. Aneurisma yang besar mempunyai diameter transversal 1-2,4 cm dan giant
aneurisma bisa mencapai 2,5 cm atau lebih. 1
Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan adalah tes non-invasif yang
menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio untuk memberikan
tampilan rinci tentang jaringan lunak otak. Sebuah MRA (Magnetic Resonance
Angiogram) adalah studi non-invasif yang sama, kecuali bahwa itu juga
merupakan angiogram, yang berarti meneliti pembuluh darah di samping struktur
otak. Angiogram merupakan prosedur invasif di mana sebuah kateter dimasukkan
ke arteri dan melewati pembuluh darah ke otak. Setelah kateter tersebut di tempat,
pewarna kontras disuntikkan ke dalam aliran darah dan x-ray diambil. 4
MRA baik dalam menilai aneurisma serebri (55-86%) dan sensitivitas
akan meningkat bila dikombinasikan dengan pemeriksaan MRI. MRA merupakan
pemeriksaan skrining. Pemeriksaan yang sering dipakai adalah TOF 3D. MOTSA
dipakai jika aliran lambat pada aneurisma distal (flow saturasi rendah, sehingga
tak terlihat pada TOF 3D).5
Pemeriksaan MRA dikombinasikan dengan pemeriksaan MRI dapat
memperlihatkan pola aliran interna pada aneurisma besar dan giant dengan aliran
cepat di daerah perifer dan aliran yang stagnant disentral. Kontras gadolinium I.V
tidak di anjurkan dipakai untuk mengidentifikasi aneurisma serebri, namun dapat
membantu memperjelas gambaran aneurisma kecil. Kekurangannya dapat
menimbulkan artefak sehingga menimbulkan penyulitan dalam menilai
aneurisma1

Gambar 2. Preoperative MR angiogram (A) and DS angiogram (B) demonstrating a 2-mm ACoA
aneurysm (arrows), which was successfully treated with coil embolization. Magnetic resonance
angiogram (C) and DS angiogram (D) obtained in another patient of a wide-necked 2-mm
aneurysm on the left M1 branch. 10

Computed tomografi Angiografi (CTA) adalah sebuah alternatif dengan


metode tradisional dan dapat dilakukan tanpa perlu kateterisasi arteri. Tes ini
menggabungkan CT scan biasa dengan pewarna kontras disuntikkan ke pembuluh
darah. Setelah pewarna yang disuntikkan ke dalam vena, itu perjalanan ke arteri
otak, dan gambar yang dibuat dengan menggunakan CT scan. Gambar-gambar ini
menunjukkan dengan tepat bagaimana darah mengalir ke pembuluh otak.9

G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Nyeri akan diberikan obat untuk meringankan sakit kepala, obat
antikonvulsan dapat diresepkan untuk mencegah atau mengobati kejang, dan
vasodilator akan diresepkan untuk mencegah vasospasm. Tekanan darah
diturunkan untuk mengurangi perdarahan lebih lanjut dan untuk mengontrol
tekanan intrakranial. 1
2. Operatif
Menentukan perawatan bedah terbaik untuk aneurisma pecah
melibatkan banyak faktor, seperti ukuran, lokasi, dan jenis aneurisma serta
kesehatan pasien secara keseluruhan dan riwayat medis mereka. Bedah
kliping: membuka dibuat dalam tengkorak, yang disebut craniotomy, untuk
mencari aneurisma tersebut. Sebuah klip kecil ditempatkan di leher dari
aneurisma tersebut untuk memblokir aliran darah normal masuk, klip ini
terbuat dari titanium dan tetap pada arteri secara permanen. 5

Gambar 3. A titanium clip is placed across the neck of an aneurysm. The arrow indicates
bloodflow through the artery, but not the aneurysm.
Endovascular melingkar: dilakukan selama angiogram di departemen
radiologi dan kadang-kadang membutuhkan anestesi umum. Sebuah kateter
dimasukkan ke arteri di pangkal paha dan kemudian melewati pembuluh darah
ke aneurisma tersebut. Melalui kateter, aneurisma yang dikemas dengan koil
platinum atau lem akrilik, yang mencegah aliran darah ke dalam aneurisma.10

Gambar 4: The aneurysm is packed with platinum coils by way of a small catheter. The
arrow indicates bloodflow through the artery, but not the aneurysm.

Arteri oklusi dan memotong: jika kliping bedah tidak mungkin atau
arteri terlalu rusak, ahli bedah yang benar-benar dapat menghalangi (menutup
jalan) arteri yang memiliki aneurisma tersebut. Aliran darah berbelok (bypass)
di sekitar bagian occluded arteri dengan menyisipkan cangkok kapal graft
adalah arteri kecil, biasanya diambil dari kaki Anda, yang terhubung di atas
dan di bawah arteri yang tersumbat sehingga aliran darah dialihkan
(memotong) melalui gratifikasi tersebut. 4

.
Gambar 5: Microsurgical Clipping of an Aneurysm of the Posterior Communicating
Artery. Panel A shows the typical skin incision (unbroken curved line) and craniotomy
(dashed lines) needed to access the aneurysm. Panel B shows the application of the clip blade to
5
the neck of the aneurysm.
H. Komplikasi

Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan :


1. Perdarahan subarachnoid saja.
2. Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
3. Infark serebri (50%).
4. Perdarahan subarachnoid dan subdural.
5. Perdarahan subarachnoid dan hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi
hidrosephalus normotensif (30%).
6. Aneurisma a. carotis interna dapat menjadi fistula caroticocavernosum.
7. Masuk ke sinus sphenoid bisa timbul epistaksis.
8. Perdarahan subdural saja.
9. Bahaya dari Aneurisma yang terbentuk, dapat menyebabkan terjadinya
stroke atau kematian, karena pecahnya Aneurisma tersebut. 3
I. Prognosis

Prognosis pada aneurisma bergantung pada jenis aneurisma (rupture


atau unruptur), bentuk aneurisma, lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien
saat dilakukan pengobatan (usia, gejala klinis, kesadaran dan adanya penyakit
lain seperti jantung). Prinsipnya semakin cepat ditemukan aneurisma
mempunyai kemungkinan kesembuhan yang baik, oleh karena itu pemeriksaan
medis rutin sangat dianjurkan.
1. Aneurisma a. communicans posterior, dengan ligasi a.carotis communis
kematian sebesar 10%, sedangkan dengan bed rest kematian sebesar 42%.
2. Aneurisma a. cerebri media, dengan clipping langsung pada aneurismanya
mortalitas 11%, sedang dengan istirahat ditempat tidur mortalitas sebesar
36%.
3. Aneurisma a. communicans anterior tindakan bedah maupun konservatif
angka kematian sama.
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya.
Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun.
Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal
dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan
sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
Pada perdarahan subarahnoid, sekitar sepertiga penderita meninggal pada
episode pertama karena luasnya kerusakan otak. 15% penderita meninggal
dalam beberapa minggu setelah terjadi perdarahan berturut-turut. Penderita
aneurisma yang tidak menjalani pembedahan dan bertahan hidup, setelah 6
bulan memiliki resiko sebanyak 5% untuk terjadinya perdarahan. Banyak
penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental dan fisiknya kembali
normal, tetapi kelainan neurologis kadang tetap ada.7
BAB III

KESIMPULAN

Aneurisma Serebri adalah suatu kelainan cerebrovaskular dimana terjadi

penggembungan pada dinding pembuluh darah akibat dari menipis dan

melemahnya pembuluh darah pada otak sehingga dinding pembuluh darah

menjadi lebar. Penggembungan ini terjadi akibat dari tekanan darah yang relatif

tinggi mengalir menuju pembuluh darah pada otak. Kondisi ini biasa terjadi di

persimpangan atau percabangan arteri pada otak yang biasa disebut dengan

lingkaran willis (Circle of Willis).


DAFTAR PUSTAKA

1. Ajiboye et all, 2015. Unruptured Cerebral Aneurysms Evaluation and

Management. Th Scientific World Journal . 1-11

2. Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan

Gejala. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta. 2013.

3. International Study of Unruptured Intracranial Aneurysms Investigators.

2008. Unruptured intracranial aneurysmsrisk of rupture and risks of

surgical intervention. .N Engl J Med. 339:172533.

4. Mardjono M, , dan Sidharta P, 2010, Neurologi Klinis Dasar, Jakarta; Dian

Rakyat

5. Pedro T.Vieco. William P.Shuman, Gary F.Alsofrom, Cordell E.Gross,

2010. Detection of circle of willis aneurysms in patient with acute

subarachnoid hemorrhage: A comparison of Angiography and digital

subtraction Angiography. AJR. 425-30

6. Robert D.Brown JR. 2008. Screening for brain aneurysm in the familial

intracranial aneurysm study: frequency and predictors of lesion detection.

J.Neurosurg 108:1132-38

7. Ropper AH, Brown RH. The Cerebrovascular Diseases; Adams and Victors

Principles of Neurology. 9th ed. New York: McGraw Hill: 718-22.

8. Soetedjo. Duarsa, Artha. Neurology Update. Badan Penerbit Universitas

Diponorogo; Semarang. 2002.


9. Vega C, Kwoon JV, Lavine SD. 2012. Intracranial Aneurysms: Current

Evidence and Clinical Practice. American Family Physician. 66(4): 601-8.

10. Wiebers DO, Whisnant JP, Huston J III, et al. 2013. Unruptured

intracranial aneurysms: natural history, clinical outcome, and risks of

surgical and endovascular treatment. Lancet. 362:103-10

Anda mungkin juga menyukai