BELLS PALSY
Oleh :
Erlieza rosdania, S. Ked (J510165052)
BAB I
PENDAHULUAN
Bell's Palsy kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya.
DEFINISI
a. Idiopatik
Faktor yang diduga berperan : sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di
tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus,
penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetic.
b. Kongenital
- anomali kongenital (sindroma Moebius)
- trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)
c. didapat
- Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
- Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll)
- Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
- Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll)
- Sindroma paralisis n. fasialis familial
ANATOMI
Nervus kranialis ketujuh ( facialis) berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang
temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah.
Nervus kranialis ketujuh selain mengurusi persyarafan wajah juga mengurus :
- Lakrimasi
- Salivasi
- pengaturan impedansi dalam telinga tengah
- sensasi nyeri, raba, suhu dan kecap
Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik,
somatosensorik serta serabut nervus intermedius
Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu :
1. Saraf fasialis propius
saraf fasialis yang murni mempersarafi otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid,
digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg)
subdivisi saraf lebih tipis membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen
somatis.
Aferen otonom : mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah.
Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior.
Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf
fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua
yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal.
Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian
daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus.
PATOFISIOLOGI
3. Teori kombinasi
Bells palsy disebabkan infeksi atau reaktivitas virus Herpes Simpleks dan merupakan
reaksi imunologis sekunder atau karena proses vaskuler inflamasi dan penekanan saraf
perifer ipsilateral.
MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagi menurut lokasi lesi sentral
dan perifer.
Anamnesa :
1. Rasa nyeri.
2. Gangguan pengecapan.
3. Riwayat aktivitas pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
4. Riwayat penyakit seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes dll
Pemeriksaaan Fisik
Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.
Mengerutkan dahi , bersiul, tersenyum, mengangkat alis, memejamkan mata,
mengembungkan pipi, meringis menyeringai
2. Pemeriksaan Sensorik nervus fasialis.
3. Pemeriksaan Reflek
Pemeriksaan reflek pemeriksaan reflek kornea
Beberapa pemeriksaan sederhana lain :
Stethoscope Loudness Test
Schirmer Blotting Test.
Skala House Brackmann
1. Elektromiografi (EMG)
Menentukan perjalanan respons reinervasi pasien.
Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi, pola
fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati atau
neuropati. Nilai EMG terbatas <21 hari setelah paralisis akut.
2. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG mestimulasi satu titik dan mengukur EMG pada satu titik yang lebih
distal dari saraf. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG dibandingkan dengan
sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga berkurang
secara bermakna.
Kortikosteroid
Kortikosteroid prednison atauTATALAKSANA
methylprednisolon 80 mg (medrol) dosis awal dan
diturunkan secara bertahap (tappering off) selama 7 hari.
Anti viral
Penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortikosteroid.
Aciclovir 400 mg 5 x/hari P.O selama 10 hari.
Valacyclovir 500 mg 2 x/hari P.O selama 5 hari
( Valacyclovir memiliki efek yang lebih baik)
HSV-1 kemungkinan menyebabkan Bell palsy, obat ini bermanfaat dalam pengobatan :
Asiklovir 400 mg 5x/ hari selama 7hari
valacyclovir 1 g 3x/ hari selama 7 hari.
Pemberian Vitamin
Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros dengan ACTH im 40-
60 satuan selama 2 minggu dapat mempercepat penyembuhan.
Fisiotherapy
KOMPLIKASI
Synkinesis
Otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul
gerakan bersama innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami
regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.
Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara akut
dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang
dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.
Gambaran klinis bells palsy dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada
kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga
lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau
berkumur air menetes dari sudut ini dan lagoftalmus.
71% pasien dengan Bell's palsy mengalami pemulihan fungsi motorik sepenuhnya
dalam 6 bulan tanpa pengobatan. Faktor prognostik yang buruk meliputi: usia tua,
hipertensi, diabetes melitus, penurunan rasa dan kelemahan wajah yang lengkap.
Penatalaksanaan bell palsy meliputi pemberian kortikosteroid, agent antiviral dan
vitamin. Kortikosteroid oral mengurangi peradangan saraf wajah pada pasien.
Karena didapatkan adanya infeksi HSV-1 pada bell palsy sehingga membutuhkan
pemberian obat-obatan seperti acyclovir, valasiklovir.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.2012. hal 297-300
2. Danette C Taylor, DO, MS. 2011, Bells Palsy, Lumbantobing. Neurologi Klinik.Jakarta: Universitas Indonesia.
3. Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. Hal. 174
4. Sabirin J. Bells Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
2010 : 171-81 2
5. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta : Dian Rakyat, 2012 : 311-17
6. Mardjono M, Sidharta P, 2010. Nervus fasialis. Dalam Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat
7. Maisel R, Levine S. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC, 2007.
8. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2011.
9. Aminoff, MJ et al. 2009. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition, Mcgraw-Hill.
10. Dalhar, M. dan Kurniawan, S.N. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi Staf Medis Fungsional Neurologi. Malang : RSUD Dr.Saiful
Anwar/FKUB
11. Dewanto, G dkk. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC.
12. Murthy, J. M. K., & Saxena, A. B. 2011. Bells palsy: Treatment guidelines. Annals of Indian Academy of Neurology, 14(Suppl1),
S70S72. http://doi.org/10.4103/0972-2327.83092
13. Almeida, John R. de, Gordon H. Guyatt, Sachin Sud, Joanne Dorion, et al. 2016. Management of Bell palsy: clinical practice
guideline. Canadian Medical Association. CMAJ, July 20, 2017, 186(12)
14. Baugh, Reginald, Gregory Basura, Lisa Ishii, Seth R. Scwartz, et al. 2013. Clinical practice guideline summary: Bells Palsy. AAO-
HNS Bulletin November 2013