OLEH:
Reski Ambarwati
105505405118
PEMBIMBING:
dr. Dian Wirdiyana, M.Kes, Sp.An
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
AssalamualaikumWr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.
Laporan kasus berjudul “ Manajemen Anestesi Pada Pasien Traumatic
Brain Injury et causa Subdural Hematom” ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk dalam menyelesaikan
Kepanitraan Klinik di Bagian Anestesiologi. Secara khusus penulis sampaikan
rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Dian Wirdiyana, M.Kes,
Sp.An. Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun
dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses
penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
A. PREOPERATIF/PREANESTESI
I. Identitas pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 14 Tahun
Berat Badan : 45 kg
Agama : Islam
Alamat : Bonto-bonto Kel. Polewali Kec. Gantarang Kab.
Bulukumba
Diagnosis : Cedera kepala berat ec SDH (Subdural Hematom)
II. Anamnesis
Keluhan utama : Penurunan kesadaran
a) Riwayat penyakit sekarang :
Pasien dibawa keluarga ke RS Pelamonia Makassar atas
rujukan dari RS Bulukumba dengan Cedera Kepala Berat
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas yakni terjatuh dari
motor. Kecelakaan terjadi 14 jam sebelum pasien datang ke RS
Pelamonia Makassar SMRS. Menurut keterangan keluarga
yang ada ditempat kejadian, pasien langsung tidak sadarkan
diri.
Ketika pasien dirujuk di RS Pelamonia Makassar, pasien
datang dengan kondisi sudah tersedasi, terpasang ETT, kepala
terbebat dengan jahitan di regio occipital, hematom di regio
orbita dextra, edema dan hematom di regio coli dextra,serta
BAK perkateter 300cc.
b) Riwayat penyakit dahulu :
1) Riwayat asma (-)
2) Riwayat hipertensi (-)
3) Riwayat penyakit jantung (-)
4) Riwayat penyakit diabetes mellitus (-)
5) Riwayat alergi makanan (-) dan obat (-)
6) Riwayat operasi (-)
III. Pemeriksaan fisik
GCS : 2x (E1M1Vx)
Vital Sign : Tekanan darah : 130/90 mmHg, Nadi : 98x/menit,
Suhu : 36,9 oC, Pernapasan : 14x/menit
a) B1 (Breath) :
Airway : O2 via ETT on ventilator mode P-SMIV bebas,
gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), potrusi mandibular (-), leher
pendek (-), gerak leher terbatas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis
(-), frekuensi pernapasan : 14x/menit, suara pernapasan :
vesikuler (+/+), suara pernapasan tambahan ronchi (-/-),
wheezing (-/-), skor Mallampati ; 2, massa (-) pada leher, gigi
palsu (-), saturasi O2 : 99-100%.
b) B2 (Blood) :
Akral hangat pada ekstremitas atas (-/-) dan ekstremitas bawah
(-/-), tekanan darah : 130/90 mmHg, denyut nadi : 98x/menit,
regular, kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular.
c) B3 (Brain) :
Kesadaran : GCS 2X (E1M1Vx), Pupil : bulat isokor Ø
2,5mm/2,5mm, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak
langsung +/+, defisit neurologi (+).
d) B4 (Bladder) :
Produksi urin perkateter berwarna kekuningan.
e) B5 (Bowel) :
Abdomen : distensi (-), peristaltik (+) kesan normal, massa (-),
jejas (-). Nyeri tekan (-), produksi NGT jernih.
f) B6 Back & Bone :
Scoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ektremitas atas (-/-
), edema ekstremitas bawah (-/-), fraktur (-/-).
IV. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Lab Hematologi (04 Februari 2020)
ANALISA GAS HASIL NILAI SATUAN
DARAH (Arteri) RUJUKAN
Ph 7.222* 7.35 – 7.45
pCO2 57.4* 35 – 45 mmHg
pO2 205* 80 – 105 mmHg
HCO3 23.9 22 – 26 mmol/L
TCO2 26 23 -27 mmol/L
BE -4* (-2) – (+3)
%SO2 100 94 – 100 %
Laktat 3.04* 0.36 – 1.25 mmol/L
Pemeriksaan Hasil Lab Kimia Darah (03 Februari 2020)
V. Diagnosis
Cedera otak berat ec SDH (Subdural Hematom)
VI. Penatalaksanaan
Rencana operasi : Craniotomy
Di Ruangan :
KIE (+), surat persetujuan tindakan operasi (+), surat persetujuan
tindakan anestesi (+),
Puasa : 8 jam preoperasi
IVFD NaCI 0,9% 1000cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv
Siap darah ( PRC 4bag, FFP 4bag, TC 1bag)
Dorong ke OK 30 menit sebelum Operasi
VII. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosis Preoperatif : Cedera otak berat ec SDH
(Subdural Hematom)
Status Operatif : PS ASA III, dengan kesadaran
menurun (GCS 2x E1M1Vx)
Jenis Operasi : Craniotomy
Jenis Anestesi : General Anestesi (GETA)
B. PREINDUKSI
Pemeriksaan fisik preoperatif
a) B1 (Breath) :
Airway : O2 via ETT on ventilator mode P-SMIV bebas,
gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), potrusi mandibular (-), leher pendek
(-), gerak leher terbatas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-), frekuensi
pernapasan : 14x/menit, suara pernapasan : vesikuler (+/+), suara
pernapasan tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-), saturasi O2 : 99-
100%.
b) B2 (Blood) :
Akral hangat pada ekstremitas atas (-/-) dan ekstremitas bawah (-/-),
tekanan darah : 130/80 mmHg, denyut nadi : 105x/menit, regular, kuat
angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular.
c) B3 (Brain) :
Kesadaran : GCS 2X (E1M1Vx), Pupil : bulat isokor Ø 2,5mm/2,5mm,
reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+, defisit
neurologi (+).
d) B4 (Bladder) :
Produksi urin perkateter berwarna kekuningan.
e) B5 (Bowel) :
Abdomen : distensi (-), peristaltik (+) kesan normal, massa (-), jejas (-
). Nyeri tekan (-), produksi NGT jernih.
f) B6 Back & Bone :
Scoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ektremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-), fraktur (-/-).
Persiapan pasien preoperatif :
IVFD NaCI 0,9% 1000cc/24 jam
Persiapan dikamar operasi :
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah :
Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan.
Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya.
Alat-alat resusitasi (STATICS).
Obat-obat anestesi yang diperlukan.
Obat-obat resusitasi, misalnya : adrenalin, atropine, aminofilin,
natrium bikarbonat dan lain-lainnya.
Tiang infus, plester, dan lain-lainnya.
Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG.
Alat-alat pantau yang lain sesuai dengan indikasi, misalnya;
“Pulse Oxymeter” dan “Capnograf”.
Kartu catatan medik anastesi.
Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.
Tabel komponen STATICS
C. INTRA OPERATIF
1. Diagnosis pra bedah
Cedera otak berat ec SDH (Subdural Hematom)
2. Diagnosis pasca bedah
Post op craniotomy
3. Penatalaksanaan anestesi
a. Jenis anestesi : General Anestesi
b. Lama anestesi : 11.00 – 11.20 (20 menit)
c. Lama operasi : 11.20 – 01.20 (180 menit)
d. Anestesiologi : dr. Dian Wirdiyana, Sp.An, M.Kes
e. Ahli Bedah : dr. Rizha Anshori NST, Sp.BS
f. Posisi : Prone
g. Infus : 2 line dengan connecta di tangan kiri dan di
kaki kiri
h. Teknik anastesi : General Endo Tracheal Anesthesia (GETA)
1) Mesin siap pakai
2) Cuci tangan
3) Memakai sarung tangan steril
4) Periksa balon pipa/ cuff ETT
5) Pasang macintosh blade yang sesuai
7) Beri oksigen 100% dengan masker/ ambu bag 4 liter/ menit
8) Masukkan obat-obat sedasi dan relaksan
9) Lakukan bagging sesuai irama pernafasan
10) Buka mulut dengan teknik cross finger dengan tangan kanan
11)Masukkan laringoskop dengan tangan kiri sampai terlihat
epiglotis, dorong blade sampai pangkal epiglotis
12)Berikan anestesi daerah laring dengan xylocain spray 10%
13)Masukkan ETT yang sebelumnya sudah diberi jelly dengan
tangan kanan
14)Sambungkan dengan bag/ sirkuit anestesi, berikan oksigen
dengan nafas kontrol 8-10 kali/ menit dengan tidal volume 8-10
ml/kgBB
15)Kunci cuff ETT dengan udara ± 4-8 cc, sampai kebocoran tidak
terdengar
16)Cek suara nafas/ auskultasi pada seluruh lapangan paru kiri
kanan
17) Pasang OPA/NPA sesuai ukuran
18) Lakukan fiksasi ETT dengan plester
19) Lakukan pengisapan lendir bila terdapat banyak lendir
20) Bereskan dan rapikan kembali peralatan
21) Lepaskan sarung tangan, cuci tangan2
i. Premedikasi : Midazolam 3 mg
Fentanyl 9 ml
j. Induksi : Propofol 10 mg/mL
k. Relaksan : Tramus 30 mg/3 ml
l. Emergency : Ephedrine HCl 50 mg/mL
Lidocain HCl 2 ml
m. Medikasi tambahan : Ceftriaxone 1gr/12jam/iv
n. Maintanance : O2 via ETT on ventilator
o. Respirasi : Pernapasan spontan
p. Posisi : Prone
q. Cairan durante operasi : NaCI 0,9% 1000 ml + RL 500 ml
D. POST OPERATIF
Pemantauan di Recovery Room (RR) :
Tekanan darah, nadi, pernapasan, aktivitas motorik
Memasang O2 via ETT on ventilator
Bila mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+), makan dan minum
diperbolehkan sesuai instruksi sejawat Bedah
IVFD NaCI 0,9% 1000cc/24jam
Bila tekanan darah sistolik < 90 mmHg, memberikan injeksi
ephedrin 10 mg/iv
Bila denyut jantung < 60 kali/menit, memberikan atropin sulfat 1
mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cedera Otak
Cedera otak dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa
benturan langsung pada kepala. Pada suatu benturan dapat dibedakan
beberapa macam kekuatan yakni kompresi, akselerasi, dan deselerasi. Sulit
dipastikan kekuatan mana yang paling berperan.1
Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau
tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar
otak, hematom epidural, subdural atau intraserebral. Cedera difus dapat
menyebabkan gangguan fungsional saja yakni gegar otak atau cedera
struktural yang difus.1
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan ke seluruh arah.
Gelombang ini mengubah tekanan jaringan, dan bila tekanan cukup besar,
akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut
“coup” atau di tempat yang berseberangan dengan benturan (contra coup).1
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan
glukosa. Meskipun otak hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa,
ia menerima 20% dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80% dari
glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansia kelabu.3
Cedera otak yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera
primer. Proses lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk
sel yaitu oksigen dan nutrien, terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat
terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi
paru, atau karena aliran darah otak menurun, misalnya akibat syok. Karena
itu pada cedera otak harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas
yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu, sehingga oksigenasi
tubuh cukup.
Gangguan metabolisme jaringan otak akan menyebabkan odem yang dapat
mengakibatkan hernia melalui foramen tentorium, foramen magnum atau
herniasi di bawah falks serebrum.1
Jika terjadi hernia jaringan otak yang bersangkutan akan
mengalami iskemia sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan
yang menimbulkan kematian.3
Gejala klinis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat
cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran
penderita. Tingkat yang paling ringan ialah pada penderita gegar otak,
dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya beberapa menit saja.
Atas dasar ini trauma kepala dapat digolongkan menjadi ringan, bila
derajat koma Glasgow total adalah 13-15, sedang bila 9-12, dan berat bila
3-8. Lokasi cedera otak primer dapat ditentukan pada pemeriksaan klinik.3
a) Definisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitiel dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.1
Cedera kepala terbuka berarti kulit mengalami laserasi sampai pada
merusak tulang tengkorak, sedangkan pada cedera kepala tertutup dapat
disamakan dengan gegar otak ringan dengan disertai edema serebral.1
Kup dan kontra kup menggambarkan lokasi kerusakan internal
otak sebagai akibat dari proses benturan. Kontra kup adalah kerusakan
yang terjadi berlawanan dengan daerah benturan. Ini merupakan akibat
dari daya atau kekuatan benturan yang berjalan sepanjang jaringan otak
dan karenanya berat ringannya tergantung dari kekuatan benturan
tersebut.3
Berdasarkan GCS ( Glasgow Coma Scale ), cedera kepala digolongkan
ke dalam :
Cedera kepala ringan :
Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang
dari 30 menit tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada
penyerta seperti fraktur tengkorak, kontosio atau hematum (sekitar
55 %).
Cedera kepala sedang :
Jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30
menit – 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi
ringan (bingung).
Cedera kepala berat :
Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga
meliputi kontosio serebral, laserasi atau adanya hematum atau
edema.
b) Manifestasi cedera4
1) Fraktur Tengkorak
5) Hematom Subdural
Perdarahan yang terjadi pada ruang subdural antara lapisan durameter
dan lapisan arachnoid, terjadi sebagai akibat robekan vena yang ditemukan
pada ruang ini.6
6) Hematom Subarachnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yaitu antara lapisan
arachnoid dengan piameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang
ada di daerah tersebut.6
7) Hematom Intracerebral
Penggumpalan darah 25 ml atau lebih pada parenkim otak.
Penyebabnya seringkali karena adanya infresi fraktur, gerakan akselerasi
dan deselerasi yang tiba-tiba.6
8) Potensi komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah cedera kepala :
Kejang
Bocornya cairan serebrospinal
Hipertermia
Masalah Mobilisasi
Infeksi
Hipovolemik
9) Pemeriksaan diagnostic
Beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain : CT
scan, foto tengkorak, MRI, AGD (Analisa Gas Darah) untuk
mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK. Kadar kimia/elektrolit darah : mengetahui
ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK.6
B. Perdarahan Subdural
Hemoragi subdural mungkin sekali selalu disebabkan oleh trauma
kapitis walaupun traumanya mungkin tidak berarti (trauma pada orang tua)
sehingga tidak terungkap oleh anamnesis. Yang sering kali berdarah ialah
“bridging veins”, karena tarikan ketika terjadi penggeseran rotatorik pada
otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan
atas hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan
distribusi “bridging veins”. Karena perdarahan subdural sering disebabkan
oleh perdarahan vena, maka darah yang berkumpul berjumlah hanya 100
sampai 200 cc saja. Perdarahan vena biasanya berhenti karena tamponade
hematom sendiri. Setelah 5 sampai 7 hari hematom mulai mengadakan
reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10 sampai 20 hari. Darah yang
diserap meninggalkan jaringan yang kaya dengan pembuluh darah. Di situ
bisa timbul lagi perdarahan-perdarahan kecil, yang menimbulkan
hiperosmolalitas hematom subdural dan dengan demikian bisa terulang
lagi timbulnya perdarahan kecil-kecil dan pembentukan suatu kantong
subdural yang penuh dengan cairan dan sisa darah (higroma).6
PEMBAHASAN
Cedera kepala adalah salah satu dari trauma yang paling serius dan
mengancam jiwa. Terapi yang tepat dan cepat diperlukan untuk mendapatkan
outcome yang baik. Anestesi umum dianjurkan untuk memfasilitasi fungsi
respirasi dan sirkulasi.
a) Posisi pasien
Menaikkan kepala 10-30o biasanya sudah cukup. CPP mungkin
tidak menjadi lebih baik, jika tekanan darah sistemik menurun secara
substansial. Ketika ahli bedah ingin merotasi atau fleksi dari kepala dan
leher, ahli anestesi harus memastikan adekuasi venous return.
b) Ventilasi
Nilai PaCO2 dipertahankan pada nilai 35 mmHg. Hiperventilasi
dihindarkan kecuali monitoring memastikan oksigenasi otak adekuat.
c) Sirkulasi
Baik hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg) dan hipertensi
(tekanan sistolik >160 mmHg) harus dikoreksi jika diindikasikan.
d) Diuretik
Mannitol menurunkan volume serebral dan menurunkan TIK.
Furosemide juga dapat bersamaan diberikan pada kasus yang lebih berat
juga pada pasien dengan penurunan fungsi jantung.
e) Drainase CSF
Jika terdapat kateter intraventrikular, drainase CSF merupakan
cara yang efektif dalam menurunkan TIK.
Persiapan membangunkan pasien dengan tujuan untuk mencegah
depresi nafas pascabedah adalah menghentikan pemberian opioid yang
bersifat middle atau long acting 60 menit sebelum operasi selesai, obat
anestesi dihentikan saat menjahit kulit. Kadar PaCO2 dinaikkan kearah
normoventilasi. Hindari rangsangan nyeri yang tidak perlu, misalnya :
lepas head pin sesegera mungkin, ambil pak dimulut/faring, pengisapan
faring dilakukan sebelum pasien betul-betul bangun. Saat transfer ke
PACU atau ICU berikan O2 dan monitoring EKG, tekanan darah, SpO2
terus dilakukan.
Penanganan post operatif yang diberikan pada pasien diantaranya
adalah posisi pasien headup 30 derajat dengan posisi netral yaitu tidak
miring kekiri atau kekanan, tidak hiperekstensi atau hiperfleksi, bila perlu
diventilasi, pertahankan normokapni. Harus dihindari PaCO2 < 35 mmHg
selama 24 jam pertama setelah cedera kepala. Kendalikan tekanan darah
dalam batas autoregulasi. Sistolik tidak boleh kurang dari 90 mmHg. Pasca
cedera kepala terapi bila tekanan arteri rerata > 130 mmHg. Infus dengan
NaCI 0,9% batasi pemberian RL, bisa diberikan koloid. Hematocrit
pertahankan 33%. Bila Hb < 10 gr% beri darah. Biasanya pada pasien
sehat (bukan kelainan serebral) transfuse diberikan bila Hb < 8gr%. Untuk
mengendalikan kejang bisa diberikan phenytoin 10-15 mg/kgBB dengan
kecepatan 50mg/menit. Bila sedang memberikan phenytoin terjadi kejang
berikan diazepam 5-10 mg intravena (0,3 mg/kgBB) perlahan-lahan
selama 1-2 menit. Pukul 01.20 operasi selesai, TTV terakhir : TD 130/80
mmHg, HR 105x/ menit, RR 14x/ menit, Suhu 36,7 ̊C, Sp O2 99%.
Setelah itu pasien dikirim ke ICU untuk perawatan dan pengawasan yang
intensif.
BAB V
KESIMPULAN