Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

VOLVULUS SIGMOID

Oleh :
Reski Ambarwati, S.Ked
1055 054051 18

Pembimbing :
dr. B. Arfiana Arif, M.Kes, Sp.Rad

(Dibawakan Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Reski Ambarwati, S.Ked

(1055 054051 18)

Judul Referat : Volvulus Sigmoid

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, November 2019

Pembimbing

dr. B. Arfiana Arif, M.Kes, Sp.Rad


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan Referat ini dapat

diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar

Nabi Muhammad SAW.

Referat ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya sebagai

salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu

Radiologi. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang

mendalam kepada dr. B. Arfina Arif, M.Kes, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan

arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Referat ini belum sempurna adanya dan

memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik

moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir kata, penulis

berharap agar Referat ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, November 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap usus

itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dengan mesenterium itu

sendiri sebagai aksis longitudinal. Volvulus terjadi diberbagai tempat disaluran

pencernaan. Insidensi volvulus didunia bervariasi, dengan kejadian volvulus usus

besar berkisar 1-5% dari seluruh penyebab obstruksi letak rendah. Didunia bagian

barat, populasi volvulus usus besar 80% adalah volvulus sigmoid, diikuti dengan

volvulus sekum sebanyak 15%, kolon transversal 3% dan fleksura splenik (kolon

antara bagian transversal dan asending) 2%. Kondisi ini juga serupa dengan kondisi

didaerah Afrika, Asia bagian selatan dan Amerika selatan.1

Volvulus sigmoid akut memiliki onset secara tiba-tiba, pasien datang dengan

terlambat 1 sampai 4 hari setelah timbulnya gejala.. Nyeri perut, distensi abdomen,

dan konstipasi merupakan trias klasik dari gejala pada volvulus sigmoid akut. Adapun

keluhan tambahan yang biasa dirasakan berupa muntah, mual, diare, anoreksia,

perdarahan rektal, dan hematemesis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya

distensi abdomen asimetris dan nyeri tekan. Adapun temuan lain yang didapatkan

berupa bunyi usus yang tidak normal, timpani, rektum kosong, peristaltik meningkat,

adanya massa serta bau napas tinja. Pada radiografi yang khas ditemukan adalah

“tanda biji kopi” yang menunjukkan adanya kolon sigmoid berbentuk “U” yang

buncit.2,3
Gambar 1. Manifestasi klinis Volvulus Sigmoid (distensi abdomen asimetris)

Apabila volvulus sigmoid tidak diobati, dapat berkembang menjadi kolon

iskemia, infark hemoragik, dan bahkan kematian. Volvulus sigmoid merupakan

kegawatdaruratan medis dan harus segera diobati.4


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus

terhadap usus itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dengan

mesenterium itu sendiri sebagai aksis longitudinal sehingga menyebabkan

obstruksi saluran cerna.1

B. Anatomi

Dalam permulaan perkembangannya, saluran cerna hanya berupa

suatu tabung sederhana dengan beberapa benjolan. Pada usia janin bulan

kedua dan ketiga, terjadi suatu proses yang dapat menimbulkan cacat bawaan

pada bayi dikemudian hari. Intestinal fetal mengalami perkembangan yang

pesat saat kehamilan umur 4-8 minggu. Arteri mesenterika superior yang

berfungsi memperdarahi usus halus dan kolon proksimal berperan sebagai

aksis rotasi. Usus tumbuh dengan cepat, memperluas diri dan berada dalam

tali pusat (umbilical coelom) serta membentuk umbilical loop. Masih dalam

perkembangan awal, umbilical loop diposisikan dengan arah sagittal. Pada

perkembangan berikutnya, dapat terbentuk suatu duktus omfalomesenterik

yang jika tidak terkonstriksi akan menjadi kelainan Divertikulum Meckel’s.5

Sewaktu memanjang dan bergerak di umbilical coelom, umbilical loop

berotasi sebanyak 90o searah jarum jam, sehingga umbilical loop berada

diposisi horizontal. Kira-kira minggu ke5 dan 6, umbilical loop terus


memanjang hingga mencapai panjang maksimum. Kelainan kongenital yang

dapat terbentuk adalah omfalokel atau hernia umbilikalis.

Gambar 2.1 Fase embriologi : (1) bakal lambung, (2) mesenterium, (3)
peritoneum parietal, (4) intestinal loop, (5) duktus omfalomesenterika, (6)
sekum

Kemudian, sewaktu usus menarik diri masuk kembali kerongga perut

yang didahului intestinal loop, duodenum, dan sekum berputar didorsal arteri

dan vena mesenterika superior, sedangkan sekum memutar diventralnya,

sehingga kemudian sekum terletak difossa iliakan kanan, dan dikelilingi oleh

kolon yang membentang horizontal dan kolon desenden. Putaran atau rotasi

dengan arah berlawanan jarum jam yang terbentuk sudah melebihi 180o.5
Gambar 2.2 Fase embriologi : umbilical loop terus memanjang : (1) lambung,
(2) mesenterium, (3) peritoneum parietal, (4) intestinal loop, (5) duktus
omfalomesenterika, (6) sekum

Setelah intestinal loop kembali kerongga perut, rotasi terus berlanjut,

melebihi 270o, kira-kira minggu ke9 hingga 11, sehingga mesenterium juga

berotasi dan akan berpindah kebagian inferior duodenum dan usus halus.

Gangguan perkembangan selama minggu ke10 atau 11 akan

mengakibatkan kelainan yang ditandai dengan misalnya, tidak terbentangnya

mesenterium pada dinding belakang, atau sekum tidak berada dikanan bawah

perut melainkan lebih jauh kekranial atau sekum ada ditempat normal, tetapi

tidak stabil dan tidak terpancang (disebut dengan sekum mobile atau mudah

digerakkan). Hal ini disebabkan oleh malrotasi atau non rotasi dari

pertumbuhan dan perkembangan intestinal loop.5


Gambar 2.3 Fase embriologi : intestinal Loop telah masuk kerongga perut, terus
memanjang dan berkembang serta berotasi hingga putaran lengkap 270o : (1)
lambung, (2) mesenterium, (3) peritoneum parietal, (4) intestinal loop, (5) duktus
omfalomesenterika, (6) sekum

C. Etiologi

Konsep etiologi dari volvulus intestinal berdasarkan fakta bahwa usus

ketika terjadi distensi akan mengalami elongasi. Ketika usus mengalami

distensi, usus akan berputar sebagai respon terhadap pertambahan panjangnya

yang tidak proporsional.6

Jadi sangat jelas bahwa agar terjadi volvulus, maka usus harus terisi

udara agar dapat mengambang dan berputar. Colon yang penuh dengan feses

tidak bisa mengambang dan berputar, tetapi dapat berputar dengan sendirinya

(disebut false volvulus).6

Beberapa faktor resiko terjadinya volvulus antara lain: keracunan besi,

defisiensi vitamin B, adhesi, gout, hirschprung disease, megacolon dan

diabetes, Parkinson dan penyakit neurologis lain, chagas disease, stroke, dan

ischemic colitis.6

D. Patofisiologi

Pada masa embriologi, minggu ke 4 hingga ke 8, terjadi

perkembangan intestinal fetal yang pesat, dimana terjadi pemanjangan dan


perkembangan tube serta rotasi hingga 270o. Jika loop duodenum tetap berada

pada sisi kanan abdomen dan loop sekokolik berada pada bagian kiri dari

arteri mesenterika superior terjadilah nonrotasi dari intestinal loop. Malrotasi

terjadi jika terdapat gangguan rotasi duodenal, yang seharusnya lengkap 270o

menjadi hanya 180o dan loop sekokolik kehilangan rotasi 180o dari rotasi

normalnya, menyebabkan sekum terletak diatas (mid abdomen) atau letak

tinggi. Malrotasi menyebabkan sekum terletak diatas, dimid abdomen beserta

dengan tangkai peritoneal yang disebut Ladd’s Bands. Ladd’s Bands

merupakan jaringan fibrosis dari peritoneal yang melekatkan sekum didinding

abdomen dan menimbulkan obstruksi pada duodenum serta khas terdapat

pada malrotasi intestinal. Malrotasi dan intestinal loop dapat bersifat

asimptomatik, namun beresiko terhadap adanya volvulus dikemudian hari.7

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan

dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,

yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen kedarah. Pengaruh

atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang

mengakibatkan hipovolemi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi

jaringan dan asidosis metabolik. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia

akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai

absorpsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi

sistemik untuk menyebabkan bakterimia. Bakterimia dan hipovolemi ini


kemudian menyebabkan proses sistemik menyebabkan SIRS (systemic

inflamatory response syndrome).7

Gambar 3. Sekum letak tinggi akibat malrotasi saat masa embriologi: disertai
Ladds bands yang menyebabkan obstruksi duodenum

E. Manifestasi Klinis

a. Anamnesis

Volvulus secara garis besar bermanifestasi obstruksi saluran cerna.

Volvulus gaster yang akut bermanifestasi adanya nyeri pada epigastrium

yang sifatnya akut, nyeri dada yang sifatnya tajam, distensi abdomen dan

biasanya juga disertai hematemesis akibat iskemia mukosa. Trias

Borchardt khas menunjukkan adanya obstruksi saluran cerna bagian atas,

yaitu adanya nyeri, muntah tanpa pengeluaran isi lambung (isi lambung

naik keesofagus namun tidak memasuki faring sehingga tidak terjadi

pengeluaran isi lambung) dan pipa nasogatrik yang tidak dapat masuk

hingga kelambung.8
Sedangkan volvulus gaster yang kronis bermanifestasi nyeri dan cepat

merasa kenyang saat makan. Pasien juga mengeluhkan adanya sulit napas,

nyeri dada dan disfagia. Karena gejala ini tidak khas maka pasien

seringkali didiagnosis dengan ulkus peptikum dan kolelithiasis.8

b. Pemeriksaan fisik

Pada volvulus sigmoid, distensi abdomen biasanya bersifat masif,

besar dan mengganggu. Pada perkusi perut didapatkan bunyi hipertimpani

karena penimbunan gas yang berlebihan. Pada inspeksi dan palpasi

abdomen, biasanya kontur sigmoid dapat tampak atau teraba didinding

abdomen seperti ban mobil ( de jong). Jika didapatkan tanda-tanda

peritonitis maka curiga adanya rupture pada usus. Jika perforasi sudah

berlanjut menjadi peritonitis maka juga mungkin didapatkan tanda

toksisitas sistemik atau SIRS. Adanya komplikasi dicurigai jika ditemukan

adanya takikardi, pireksia, rebound tenderness, defense muscular dan

gangguan bising usus. Monitoring terhadap tanda vital sangat penting

untuk memantau terjadinya komplikasi.2

F. Diagnosis Banding

Gejala berupa nyeri abdomen menyerupai dengan nyeri abdomen pada

obstruksi usus (ileus obstruksi, intusepsi), gastroenteritis, kolesistitis, infeksi

saluran kemih, batu saluran kemih dan ulkus peptikum. Distensi abdomen

juga terdapat pada obstruksi usus. Pada bayi dan anak, diagnosis banding

yang perlu dipertimbangkan adalah intusepsi, megakolon kongenital,


diverticulum meckel dan penyakit Hirsprung. Untuk menyingkirkan diagnosis

banding perlu dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi.9

G. Diagnosis

Diagnosis volvulus didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Secara garis besar pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan

gejala dan tanda obstruksi saluran pencernaan.

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan

darah rutin untuk mendapatkan jumlah leukosit dan hemoglobin,

pemeriksaan kadar elektrolit darah dan gula darah. Pemeriksaan

penunjang laboratorium tidak banyak membantu diagnosis volvulus,

namun berguna untuk persiapan operasi. Pemeriksaan penunjang

laboratium juga dapat mengkonfirmasi adanya komplikasi dari volvulus.10

Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.

Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai

elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan

pada obstruksi saluran cerna. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik

atau strangulasi. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi.

Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah

menunjukkan abnormalitas pada pasien dengan alkalosis metabolik bila


muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda-tanda syok dan

dehidrasi.10

b. Pemeriksaan Radiologis

Untuk mendapatkan diagnosis pasti, pemeriksaan imaging atau

radiologis diperlukan. Secara umum, pemeriksaan radiologis yang dapat

dilakukan adalah :

1. Foto Abdomen

Foto polos abdomen anterior-posterior dan lateral dapat

menunjukkan adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop,

dilatasi lambung dan duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta

batas antara udara dengan cairan (air fluid level). Foto dengan kontras

dapat menunjukkan adanya obstruksi, baik bagian proksimal maupun

distal.9

2. Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi tidak banyak membantu diagnosis

volvulus, namun pada pemeriksaan ini dapat didapatkan cairan

intraluminal dan edema diabdomen. Kemudian, adanya perubahan

anatomical arteri dan vena mesenterika superior dapat terlihat, hal ini

menunjukkan adanya malrotasi, walaupun tidak selalu.9

3. CT scanning

CT scanning mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik

untuk mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus.


Pengambilan titik transisi dibeberapa lokasi dengan Ct scanning

signifikan untuk mendiagnosis volvulus. Penelitian Shandu, 2007,

menyatakan bahwa titik transisi yang berhubungan dengan volvulus

cenderung terlokasi lebih dari 7cm anterior spinal. “The Whirl Sign”

merupakan gambaran khas pada CT scanning yang menunjukkan

adanya volvulus. Arah putaran volvulus juga dapat dilihat pada CT

scanning.9

Gambar 4. Coffe bean appearance ; gambaran ditengah bawah


abdomen terlihat dilatasi usu; khas pada volvulus sigmoid

H. Komplikasi

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat

obstruksi usus. Volvulus sendiri merupakan obstruksi usus yang cepat

menyebabkan inkarserasi dan starngulasi. Isi lumen usus merupakan

campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan

nekrotik, yang jika terjadi perforasi maka akan menyebabkan peritonitis.


Namun tanpa terjadi perforasi, bakteri secara permeabel dapat menuju

pembuluh darah dan menyebabkan infeksi yang berlanjut menjadi sepsis.10

I. Tata Laksana

a. Resusitasi

Prioritas utama penyelamatan pasien adalah dengan mendiagnosis

adanya volvulus, letak volvulus dan kemudian mencegah adanya nekrosis

jaringan dan syok hipovolemik akibat muntah dan kehilangan cairan

diabdomen.1

Prinsip resusitasi adalah dengan mengurangi kehilangan cairan dan

mencegah terjadinya inkarserasi dan strangulasi. Lakukan resusitasi cairan

segera, sementara menunggu untuk dilakukan tindakan operatif. Pipa

nasogatrik direkomendasikan untuk mengurangi muntah serta pipa rektal

untuk dekompresi volume usus besar serta untuk mengurangi obstruksi

akibat feses dan gas.11

Pengobatan volvulus sigmoid telah dilakukan semenjak beberapa

dekade yang lalu, dari pembedahan segera untuk mengkoreksi volvulus

dengan mortalitas yang tinggi hingga tindakan sigmoidoskopi dan

pembedahan elektif dengan mortalitas yang lebih rendah. Bahkan sejak

jaman hipokrates, penurunan mortalitas akibat volvulus telah terlihat,

dengan menggunakan sippositoria sepanjang 10 digit melalui rektum.

Metode ini kembali digunakan oleh Gay, 1859, namun tidak banyak

diikuti hingga pertengahan abad berikutnya. Diabad ke 20, deflasi


perkutaneus menggunakan trochar diperkenalkan oleh Crips, dengan

menggunakan cadaver sebagai alat coba. Laparotomy dengan fiksasi dan

reseksi sigmoid diperkenalkan oleh Atherton, 1883, walaupun angka

mortalitasnya tinggi, mencapai 50%. Begitupula dengan sigmoidopexy,

angka mortalitasnya juga tinggi. Metode lain berupa deflasi transanal

dengan sigmoidoskopi diperkenalkan Bruusgard, 1947, yang mempunyai

angka mortalitas lebih rendah sehingga lebih banyak diterima.1

Disisi lain, penelitian yang dibawakan oleh Bak, menyatakan bahwa

mortalitas akibat operasi tidaklah besar, yaitu sekitar 6%. Arnold et al,

juga menambahkan bahwa mortalitas yang tinggi terjadi pada populasi

tua. Kemudian disimpulkanlah bahwa operasi setelah episode pertama

gejala dapat dilakukan pada umur dibawah 70 tahun, sedangkan untuk

umur diatas 70 operasi dilakukan setelah episode ulangan.1

Penelitian ini juga diinterpretasikan dengan makna lain. Angka

kejadian ulangan pada pasien diatas umur 70 tahun kemungkinan karena

pasien meninggal akibat keadaan lain atau karena tua. Sedangkan yang

dibawah 70 tahun dapat mengalami kejadian ulangan karena masa hidup

yang masih lama. Hal ini yang dipertimbangkan adalah keadaan umum,

status kardiorespirasi dan metabolik pasien. Akhir-akhir ini,

penatalaksanaan volvulus dengan operatif, sigmoidoskopi, dan

perkutaneus deflasi diperbaharui dan angka mortalitas turun drastis.1


Beberapa pendapat menyatakan bahwa setelah dilakukan dekompresi

volvulus sigmoid pasien sebaiknya dilakukan sigmoidektomy untuk

mencegah kekambuhan. Setengah dari pasien volvulus sigmoid setelah

dekompresi akan mengalami satu kali episode kekambuhan dan biasanya

ahli bedah melakukan reseksi setelah timbul episode kekambuhan.1

Pasien dengan strangulasi dan nekrosis disarankan untuk dilakukan

pembedahan. Terapi operatif untuk volvulus sigmoid adalah dengan

laparatomi yaitu dengan melakukan dekompresi dan koreksi terhadap

puntiran volvulus dan memasukkan pipa rektal ke segmen yang

terdilatasi.1

Saat ini, pada pasien yang dilakukan operasi emergensi untuk volvulus

sigmoid, usunya tidak lagi viabel. Oleh karena itu, prosedur pilihannya

adalah reseksi sigmoid, baik dengan anastomosis kolorektal atau dengan

prosedur Hartmann. Pembedahan laparotomy dengan reseksi dilakukan

atas dasar anatomis, dimana proksimal rektum dekat dengan distal kolon,

akibat basis mesokolon yang menyempit, memfasilitasi end to end

anastomosis. Untuk pasien yang kolon sigmoidnya masih viabel dapat

dilakukan sigmoidopexy, fiksasi sigmoid kedinding lateral abdomen.1

b. Pemberian Antibiotik

Antibiotik spektrum luas direkomendasikan pada pasien dengan curiga

adanya nekrosis jaringan dan infeksi, terlebih jika didapatkan komplikasi

perforasi, peritonitis dan sepsis. Antibiotik spektrum yang disarankan


adalah golongan ampisilin, klindamisin dan gentamisin. Antibiotik ini

terbukti efektif dalam menurunkan angka kejadian infeksi post operatif.9

J. Prognosis

Prognosis pasien dengan volvulus tergantung dari komplikasi yang

menyertai serta cepatnya penanganan. Penundaan operasi akan meningkatkan

angka mortalitas. Pada pasien dengan nekrosis saluran cerna, reseksi dapat

meningkatkan angka kelangsungan hidup. Angka kejadian kekambuhan juga

banyak dilaporkan pada tindakan sekopeksi dan sigmoidopeksi serta tindakan

dekompresi tanpa tindakan operatif.2


BAB III

PENUTUP

Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap usus

itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dengan mesenterium itu

sendiri sebagai aksis longitudinal. Volvulus terjadi diberbagai tempat disaluran

pencernaan.

Volvulus sigmoid merupakan volvulus dengan kejadian terbanyak

dibandingkan volvulus ditempat lain. Volvulus sigmoid terjadi akibat perpanjangan

sigmoid sehingga panjang sigmoid berlebihan disertai dengan basis mesenterium

yang sempit.

Diagnosis volvulus didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Secara garis besar pada anamnesis dan pemeriksaan fisik

didapatkan gejala dan tanda obstruksi saluran pencernaan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ballantyne, Garth.H. Laparoscopic Treatment of Volvulus of the Colon. Tersedia

di http ://www.lapsurgery.com/volvulus.htm. Diakses pada november, 2019

2. Med, Eurasian J. The Eurasian Journal of Medicine. Desember 2010.

3. QJM. An International Journal of Medicine. Sigmoid Volvulus and The Coffe

Bean Sign. 2019.

4. MD, Chang Po-Hsiung, MD, Jeng Chin-Ming, MD, Chen Der-Fang, MD, Lung-

Huang Lin. Clinical Case Report. A Case Report and Literature Review of

Sigmoid Volvulus in Children. 2017.

5. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. Usus Halus, Apediks, Kolon dan Anorektum. In:

Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2004. 616-7

6. Gordon, P.H. Santhat N. Principles and Practice Surgery for the Colon, Rectum,

and Anus. Informa Healthcare, Inc. New York. 2007

7. Jurnalis Yusri Dianne, Sayoeti Yorva, Russelly Adria. Jurnal Kesehatan Andalas.

Malrotasi dan Volvulus pada Anak. 2013.

8. Hope, Wiliam W. Gastric Volvulus. Tersedia di

http://www.emedicine.medscape.com. Diakses November , 2019.

9. Markowitz, J.E. Volvulus. Tersedia di http://www.emedicine.medscape.com.

Diakses November, 2019.

10. Nobi, BA. Small Bowel Obstruction. Tersedia di

http://www.emedicine.medscape.com Diakses November, 2019.


11. Hill, Mark. Gastrointestinal Tract Abnormalities. Tersedia di

http://www.embryology.med.unsw.edu.au/notes/git2.html Diakses November,

2019.

Anda mungkin juga menyukai