Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2020


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KATARAK KOMPLIKATA

Oleh :
Reski Ambarwati, S.Ked
1055 054051 18
Pembimbing :
dr. Yusuf Bachmid, Sp.M

(Dibawakan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Mata)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Reski Ambarwati


NIM : 105505405118
Judul Referat : Katarak Komplikata

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Maret 2020


Pembimbing,

dr. Yusuf Bachmid, Sp.M


KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan referat ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.
Referat berjudul “Katarak Komplikata” ini dapat terselesaikan dengan
baik dan tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk dalam
menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata.
Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
mendalam kepada dr. Yusuf Bachmid, Sp.M Selaku pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing,
memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga
selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna. Akhir
kata, penulis berharap agar referat ini dapat memberi manfaat kepada semua
orang.

Makassar, Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan


Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa) lensa, denaturasi
protein lensa atau akibat kedua-duanya. Katarak kerap disebut-sebut sebagai
penyebab kebutaan nomor satu di Indonesia. Bahkan, mengacu pada data World
Health Organization (WHO), katarak menyumbang sekitar 48% kasus kebutaan di
dunia.

Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk mengalami


kebutaaan dan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju
sekitar 1,2% penyebab kebutaan adalah katarak. Yang harus kita ketahui
Indonesia sebagai negara tropis dengan paparan sinar UV menyumbang penderita
katarak di usia produktif yaitu sekitar 45 tahun, bila dibandingkan negara-negara
seperti USA yang angka kejadian katarak mulai usia 60 tahun. Jadi kejadian
katarak di Indonesia lebih cepat 10-15 tahun daripada negara lain.

Jenis katarak terdapat berbagai macam. Katarak dapat terjadi pada masa
embrio didalam kandungan yang sudah terlihat sejak lahir, dikenal dengan katarak
kongenital. Selain itu katarak dapat terjadi karena degeneratif yaitu oleh usia tua,
disebut juga katarak senilis. Telah didapatkan persentase katarak sebanyak 50%
pada usia 65 tahun dan meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun.

Selain disebabkan karena usia, kelainan kongenital ataupun trauma,


terdapat juga katarak komplikata. Katarak komplikata adalah katarak yang terjadi
akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi
atau terjadi karena adanya proses inflamasi atau penyakit degeneratif dari segmen
anterior atau posterior mata, seperti uveitis. Pada uveitis terkadang inflamasi
mengenai lensa menyebabkan gambaran berawan pada permukaan lensa, sehingga
dapat berkembang menjadi katarak. Data yang diperoleh sebanyak 12% anak-anak
yang menderita uveitis mengalami kebutaan, dan dari persentasi tersebut
didapatkan disebabkan oleh katarak.
Dari pasien yang menderita glaukoma, banyak diantara berkembang
menjadi katarak. Ketika keluhan katarak sudah sangat mengganggu aktifitas maka
pembedahan katarak perlu dilakukan. Pembedahan pada katarak komplikata oleh
karena glaukoma dapat memberikan peningkatan visus yang signifikan.
Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik
endokrin seperti, diabetes mellitus, dan keracunan obat yaitu sekitar 0,25-0,5%.
Katarak menyebabkan penurunan penglihatan bahkan kebutaan. Oleh karena itu
sangat penting untuk membahas katarak komplikata lebih mendalam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Lensa
Lensa adalah salah satu media refraktif pada mata yang berfungsi
memfokuskan gambar pada retina, yang memiliki kekuatan refraktif 10-20
dioptri. Bentuk lensa adalah biconveks dan transparan. Memiliki kurvatura
posterior dengan radius 6 mm, dan kurvatura anterior dengan radius 10
mm. Lensa memiliki ketebalan 4 mm dan beratnya akan meningkat seiring
dengan bertambahnya usia sampai lima kali beratnya lensa saat kelahiran.
Sedangkan lensa dewasa memiliki berat sekitar 220 mg. Diameter
ekuator lensa dewasa adalah 9-10 mm. Sedangkan lebarnya sekitar 3,5-4,0
mm pada kelahiran dan akan meningkat ekstrim sekitar 4,75-5,0 mm pada
usia tua.
Lensa terletak di chamber posterior mata diantara permukaan
posterior iris dengan corpus vitreous, difiksasi oleh zonule fibers yang
berinsersi pada lensa mengelilingi equator. Zonule fibers menghubungkan
lensa dengan corpus siliari yang berfungsi untuk mempertahankan posisi
lensa.

Lang, Ophthalmology © 2000 Thieme

Gambar 1. Lensa berbentuk bikonkaf yang terfiksasi oleh zonula zinii.


Lensa terletak di antara iris dan corpus vitreous
Lapisan terluar lensa adalah kapsul. Kapsul lensa adalah suatu
membran basalis yang mengelilingi substansi lensa. Substansi lensa terdiri
dari nukleus dan korteks. Nukleus lensa memiliki konsistensi lebih keras
daripada bagian korteksnya. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah
sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa
baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dipampatkan ke nukleus.
Serat-serat muda yang kurang padat disekeliling nukleus menyusun
korteks lensa. Korteks terletak antara kapsula lensa dan nukleus yang
mengandung serat-serat lembut.
Serat-serat lensa terdiri dari protein gel yang homogen dan
dibungkus membran plasma. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
lebih besar dan kurang elastik. 65% lensa terdiri dari air dan sekitar 35%
nya terdiri dari protein dan sedikit mineral.

perret-optic.ch
Gambar 2. Lensa dengan tampak struktur kapsul, lapisan kortikal dan
nukleus yang terletak ditengah lensa
Lensa tidak disuplai oleh pembuluh darah (avaskular) dan tidak
mempunyai persarafan, sehingga nutrisi lensa didapat dari aqueous
humor. Namun metabolisme terutama bersifat anaerob akibat rendahnya
kadar oksigen terlarut didalam aqueous.
B. Histologi Lensa
Secara mikroskopis kapsul lensa merupakan membran basal paling
luar setelah epitel yang kaya akan kolagen tipe IV dan glikoprotein yang
melapisi seluruh lensa. Setelah kapsul, terdapat epitel subscapular. Epitel
subscapular terdiri dari epitel selapis kubis yang hanya terdapat pada
bagian anterior lensa. Pertumbuhan dan bertambahnya ukuran lensa
membentuk lens fibers yang baru akan meningkat selama hidup yang
berasal dari sel-sel yang berlokasi di ekuator lensa.
Setelah kapsul dan epitel terdapat bentukan disebut lens fibers.
Lens fibers terdiri 2000-3000 sabut-sabut yang tidak memiliki inti
(annucleata fibers) yang memanjang, tipis dan pipih. Sabut-sabut tersebut
adalah hasil diferensiasi dari epitel subscapular. Sabut-sabut dari lens
fibers tersebut terdiri dari banyak protein disebut crystallins. Sabut-
sabutnya memiliki bentuk prisma segi enam yang memanjang yang
semakin perifer sabut-sabut tersebut melengkung mengikuti kontur
permukaan anteroposterior dari lensa.

Copyright © 2000 by The McGraw-Hill Companies, Inc.


Gambar 2. Bagian anterior dari lensa. Epitel subscapular berada dibawah kapsul
yang tampak tercat merah. Dibawah epitel tampak lens fibers yang memiliki
sabut-sabut tanpa nukleus dan organel, memanjang dan merupakan struktur yang
transparan.
C. Fisiologi Lensa
a. Visual pathways

(Modifiedfrom Polyak SL: The Retina. Chicago: University of Chicago,1941.)


Gambar 3. Principal visual pathways from the eyes to the visual cortex
Sinyal dari saraf penglihatan meninggalkan retina melalui saraf optikus
lalu kemudian menuju ke chiasma opticus, Di chiasma opticus terjadi penyilangan
ke sisi yang berlawanan dari nasal halves of retina dimana disana juga terjadi
penyatuan sabut-sabut dari retina temporal untuk membentuk tractus opticus.
Sabut-sabut dari setiap traktus akan bersinaps di nucleus geniculatum lateral
dorsalis dari thalamus dan dari sana sabut-sabut tersebut melewati optic radiation
menuju ke korteks visual primer di daerah fissure calcarina pada area lobus
oksipital medius.
D. Refraksi
Cahaya yang melewati satu medium ke medium yang lain yang berbeda
densitas disebut refraksi atau bengkok. Derajat refraksi pada suatu medium
tergantung perbandingan densitas dari dua media disebut sebagai refractive index
atau indeks refraksi. Indeks refraksi udara adalah 1.00, sedangkan indeks refraksi
kornea adalah 1.38 dan indeks refraksi aqueous humor dan lensa adalah 1.33 dan
1.40. sementara indeks refraksi terbesar adalah udara-kornea, maka sebagian besar
cahaya direfrkasikan di kornea.
© The McGraw−Hill Companies, 2003

Gambar 4. Gambar yang terbentuk di retina tampak terbalik. Refraksi cahaya


yang menyebabkan gambar menjadi terbalik tersebut terjadi pada indeks refraksi
terbesar yaitu pada udara-kornea. Perubahan kurvatura lensa dibutuhkan untuk
memfokuskan dengan baik.
Derajat refraksi juga tergantung pada kurvatura yang menghubungkan dua
media refraksi. Kurvatura kornea tetap, namun kurvatura lensa dapat bervariasi.
Refractive properties dari lensa dapat mengontrol dengan baik untuk
memfokuskan cahaya ke retina. Hasil dari refraksi cahaya tersebut, gambar yang
terbentuk pada retina adalah terbalik dengan sisi yang berlawanan (kanan menjadi
kiri, dan sebaliknya).
a. Penerapan prinsip pembiasan pada lensa

Guyton and Hall; Medical physiology 2006


Gambar 5. Pembelokkan cahaya di kedua permukaan lensa sferis konveks,
menunjukkan bahwa cahaya difokuskan menuju satu titik fokus.
Pada Gambar 5 memperlihatkan berkas cahaya sejajar yang memasuki
sebuah lensa konveks. Berkas cahaya yang melalui bagian tengah menembus
lensa tepat tegak lurus terhadap permukaan lensa, segingga cahaya tidak
dibiaskan. Makin dekat ke bagian tepi lensa, berkas cahaya akan semakin
membuat sudut yang lebih besar. Cahaya yang terletak lebih ke tepi akan semakin
dibelokkan kearah tengah, yang dikenal sebagai konvergensi cahaya. Separuh dari
pembelokkan terjadi sewaktu cahaya memasuki lensa, dan separuh lagi waktu
cahaya keluar dari lensa. Jika lensa memiliki kelengkungan yang sempurna,
cahaya sejajar yang melalui berbagai bagian lensa akan dibelokkan sedemikian
rupa sehingga semua cahaya akan menuju suatu titik yang disebut titik fokus.
E. Akomodasi
Salah satu fungsi dari lensa selain sebagai media refraksi adalah sebagai
akomodasi. Ketika mata normal melihat sebuah objek, sinar parallel dari suatu
cahaya akan terefraksi ke suatu titik atau fokus sehingga bayangan jatuh tepat di
retina. Namun jika kemampuan refraksi konstan, dengan berpindahnya objek
menjadi didepan mata atau lebih jauh dari mata, maka bayangan dapat jatuh
dibelakang atau didepan retina.
Kemampuan mata untuk menjaga agar bayangan jatuh tepat di retina
dengan menjaga jarak antara mata dan variasi objek disebut akomodasi.
,Akomodasi dihasilkan dari kontraksi otot siliari yang berfungsi sebagai sfingter
untuk mengatur luasnya pupil. Kontraksi otot siliari tersebut dikontrol dari sinyal
saraf parasmpatis yang ditransmisikan ke mata melalui nukleus saraf
okulomotorius di brain stem. Ketika otot siliari relaksasi maka akan menyebabkan
kontraksi dari zonula zinii sehingga dapat menarik lensa yang menyebabkan lensa
memipih. Ini merupakan kondisi ketika melihat objek sejauh 20 feet atau lebih
pada mata normal.
© The McGraw−Hill Companies, 2003
Gambar 6. Perubahan bentuk lensa saat akomodasi. (a) Lensa memipih pada saat
distant vision, terjadi relaksasi otot siliari dan kontraksi ligament suspensori. (b)
Lensa tampak lebih spheris saat close-up vision, sabut-sabut otot siliari kontraksi
dan ligament suspensori relaksasi.
Ketika objek semakin dekat ke mata, otot siliari akan berkontraksi yang
akan menyebabkan relaksasi dari zonula zinii, sehingga menyebabkan lensa
menjadi lebih cembung dan bulat yang menunjukkan elastisitas lensa, dengan
proses ini bayanganpun dapat tetap jatuh dibelakang retina.
F. Transparansi lensa :
a. Transparansi lensa diatur oleh keseimbangan air dan kation (Natrium
dan Kalium) dimana kedua kation ini berasal dari humor aqueos dan
vitreus.
b. Kadar kalium di bagian anterior lebih tinggi dibandingkan bagian
posterior dan kadar natrium lebih tinggi di bagian posterior daripada
anterior lensa.
c. Ion kalium akan bergerak ke bagian posterior ke humor aqueos dan ion
natrium bergerak ke arah sebaliknya yaitu ke anterior untuk
menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATP
ase
d. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium
keluar dan menarik ion kalium ke dalam dimana mekanisme ini
tergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na-K ATPase.
e. Inhibisi dari Na-K ATP ase akan menyebabkan hilangnya
keseimbangan kation sehingga terjadi peningkatan kadar air dalam
lensa dan gangguan dari hidrasi lensa ini menyebabkan kekeruhan
lensa.
G. Definisi Katarak
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa
menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang
dapat timbul pada berbagai usia tertentu.
H. Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab
kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di
dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita
kebutaan akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey
kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama
yaitu sebesar 52%.
Angka kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan
Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia
mencapai 1,5 % dari total penduduk, atau setara dengan 3 juta orang. Dari
total 1,5% kebutaan di Indonesia, 0,78% terjadi karena katarak yang
merupakan curable disease melalui operasi. Yang harus kita ketahui
Indonesia sebagai negara tropis dengan paparan sinar UV menyumbang
penderita katarak di usia produktif yaitu sekitar 45 tahun, bila
dibandingkan negara-negara seperti USA yang angka kejadian katarak
mulai usia 60 tahun. Jadi kejadian katarak di Indonesia lebih cepat 10-15
tahun daripada negara lain.
I. Patofisiologi katarak
Patogenesis pasti dari katarak secara umum belum diketahui. Tapi
pada umumnya, semua faktor baik fisik, kimia,maupun biologis yang
mengganggu keseimbangan intra dan ekstra selular air dan elektrolit atau
yang mengganggu sistem koloid dalam serat lensa, cenderung
mengakibatkan kekeruhan.
Lensa merupakan organ avaskular, sehingga nutrisinya bergantung
pada cairan intra okular. Maka dari itu pada kondisi yang mengganggu
sirkulasi okular atau bila terbentuk toksin inflamatorik, nutrisi dari lensa
akan terganggu, yang pada akhirnya menyebabkan katarak komplikata.
Secara umum, katarak sendiri merupakan suatu proses kronik yang
kompleks. Menurut Jobling dan Augusteyn (2002), secara umum proses
terjadinya katarak dapat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:
a. Osmosis
Terjadi kegagalan pengaturan sistem osmotik karena gangguan di
pompa Na-K meningkatkan permeabilitas membran pada kapsul lensa,
sehingga terjadi akumulasi air di dalam lensa. Lensa mencembung (terjadi
miopisasi) sehingga daya refraksi lensa terganggu.
b. Oksidatif
Adanya kerusakan karena radikal bebas (terutama oksigen radikal)
yang disebabkan oleh meningkatnya produksi senyawa radikal dan
kurangnya antioksidan. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan
mekanisme perlindungan tubuh terhadap senyawa radikal tidak bekerja
optimal, sehingga terjadi kerusakan membran lensa dan kerusakan protein
dalam lensa.
c. Modifikasi protein
Adanya oksidasi, proteolisis, dan atau gangguan kimiawi pada
lingkungan lensa dapat mengakibatkan perubahan struktural dari
makromolekul dalam lensa sehingga terjadi denaturasi, agregasi, dan
mengentalnya protein lensa.
d. Gangguan metabolik
Produksi energi yang tidak adekuat dapat mengganggu sintesis
protein sehingga mekanisme protektif dari lensa rusak. Terjadi gangguan
pada pompa ion Na-K, jalur antioksidan, serta maturasi sel-sel lensa.
J. Definisi Katarak Komplikata
Terdapat banyak pendapat mengenai batasan dan penyebab dari
katarak komplikata. Dalam Vaughan (2007) dan Kanski (2007) disebutkan
bahwa katarak komplikata terjadi karena adanya penyakit intraokular yang
mempengaruhi fisiologi dari lensa (paling sering adalah uveitis). Galloway
et al. (2006) menyebutkan katarak komplikata adalah katarak yang terjadi
karena penyakit lain baik dari penyakit mata atau bukan penyakit mata
(sistemik/ penggunaan obat).
Pendapat lain mengatakan bahwa katarak komplikata adalah
katarak yang terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh
faktor fisik atau kimiawi atau terjadi karena adanya proses inflamasi atau
penyakit degeneratif dari segmen anterior atau posterior mata.
K. Etiologi
Kanski (2007) menyebutkan bahwa penyakit mata yang dapat
menyebabkan katarak komplikata contohnya adalah uveitis anterior yang
kronik, glaukoma sudut tertutup, miopia yang tinggi, serta gangguan
herediter pada fundus (misalnya retinitis pigmentosa). Dalam Kurana
(2007) ditambahkan beberapa penyakit mata yang mungkin menyebaban
katarak komplikata, yaitu ablasio retina dan tumor intraokular.
Dalam Galloway et al (2006) disebutkan penyakit/ kondisi lain
(selain penyakit mata) yang dapat menyebabkan katarak komplikata,
misalnya diabetes mellitus, gangguan kelenjar parathyroid, dan Down’s
syndrome. Penggunaan obat-obatan (kortikosteroid, amiodarone,
phenotiozide, antikolinergik) juga dapat menyebabkan katarak komplikata.
L. Patofisiologi
Pada katarak komplikata karena penyakit intraokular, yang paling
sering adalah karena uveitis. Raju dan Sivan dalam Kerala Journal of
Ophthalmology (2010) meneliti katarak komplikata yang disebabkan oleh
uveitis (karena uveitis adalah penyebab terbanyak) dan mendapatkan hasil
bahwa uveitis penyebab katarak komplikata terutama adalah uveitis
anterior yang kronis. Dalam Kurana (2007) disebutkan, pada uveitis
anterior, misalnya iridocyclitis, terjadi beberapa perubahan pada lensa,
yaitu:
a. Penghamburan pigmen pada kapsula anterior lensa oleh karena sel radang.
b. Dapat terjadi penumpukan eksudat di lensa.
c. Pada akhirnya akan terbentuk katarak komplikata, sebagai komplikasi dari
iridocyclitis yang menetap. Tanda-tanda yang nampak yaitu adanya
‘polychromatic luster’ dan bentukan ‘bread-crumb’.

Gambar 7. Katarak komplikata karena uveitis. Kekeruhan difus yang


bermula dari posterior subscapular cataract (PSC). Tampak presipitat
inflamatorik berupa sel radang di permukaan posterior kornea (tanda
panah). (Lang, GK. 2000. Ophthalmology. New York, Thieme)
Pada katarak komplikata karena penyakit sistemik, paling sering terjadi
karena diabetes mellitus. Patofisiologinya diduga karena adanya enzim
aldose reductase yang mengkatalisa gula reduksi menjadi sorbitol.
Penumpukan sorbitol dalam sel-sel lensa mengakibatkan perubahan
osmotik sehingga lensa banyak mengandung air, indeks bias lensa berubah
sehingga daya refraksi berkurang, diikuti dengan degenerasi serat-serat
protein lensa sehingga terjadi kekeruhan pada lensa. Sebenarnya sorbitol
di dalam lensa pada akhirnya akan diubah menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehydrogenase, namun karena produksi sorbitol lebih cepat
daripada konversinya menjadi fruktosa, pada akhirnya sorbitol dalam lensa
akan terakumulasi dan menyebabkan katarak.
Menurut Jobling dan Augusteyn (2002), kortikosteroid dapat
menghambat growth factor yang terdapat pada aqueous humor, sehingga
sel epitelial lensa di bagian anterior yang harusnya mendapat asupan
growth factor dari aliran aqueous humor menjadi kekurangan growth
factor. Dalam kondisi seperti ini, sel epitelial yang harusnya tumbuh
menjadi sel fiber dan bermigrasi ke tengah lensa menjadi abnormal. Sel
epitelial akhirnya tidak tumbuh menjadi sel fiber dan akan bermigrasi ke
polus posterior lensa, kemudian akhirnya membentuk agregat protein yang
merupakan awal dari kekeruhan lensa.
Gambar 8. Susunan lensa dan pertumbuhan lensa normal. Faktor
pertumbuhan yang terdapat pada aqueous humour merangsang proliferasi
dan migrasi sel epitelial di anterior lensa ke zona ekuator untuk kemudian
berubah menjadi sel fiber.

Gambar 9. Susunan lensa dan pertumbuhan lensa abnormal, efek


kortikosteroid. Faktor pertumbuhan yang terdapat pada aqueous humour
berkurang karena efek steroid, sehingga diferensiasi sel epitelial lensa
menjadi sel fiber menjadi abnormal. Sel epitelial tidak berubah menjadi sel
fiber, tapi tetap bermigrasi sepanjang kapsul lensa menuju zona ekuator
sampai ke polus posterior, membentuk agregat protein yang
menghamburkan cahaya.
M. Manifestasi Klinis
Gejala utama adalah berkurang hingga hilangnya kemampuan
penglihatan. Transparansi lensa yang berkurang mengakibatkan pandangan
kabur, namun tanpa nyeri. Pandangan kabur baik jarak jauh dan dekat.
Pada lensa terdapat agregat protein yang menghamburkan cahaya, dan
mengurangi transparansi lensa. Adanya gangguan pada protein lensa
menyebabkan lensa berubah warna menjadi kekuningan atau kecoklatan.
Pada umumnya katarak komplikata bermula sebagai katarak kortikal
posterior, dimana perubahan pada lensa biasanya nampak pada kapsula
posterior. Tipe katarak komplikata yang paling sering didapat adalah tipe
subskapsular posterior.
Kekeruhan kataraknya biasanya ireguler pada bagian terluarnya, dan
densitasnya tidak sama. Bila diamati dengan slit lamp, kekeruhan lensa
akan nampak seperti bentukan ‘breadcrumb’ (remah roti). Tanda khas
lainnya ialah adanya partikel berwarna yang ‘iridescent’ (berbeda warna
bila dilihat dari sudut lain) yang disebut ‘polichromatic lustre’ dengan
warna merah, hijau, dan biru. Di bagian lain dari korteks lensa dapat
nampak bayangan kekuningan yang difus, kemudian kekeruhan perlahan-
lahan akan menyebar ke bagian korteks lain dan akhirnya seluruh korteks
menjadi keruh. Gambaran akhirnya berupa kekeruhan yg putih seperti
kapur, dengan deposisi kalsium.
N. Diagnosa
Untuk mencari diagnosis katarak komplikata, diperlukan mencari
tanda-tanda katarak komplikata, yaitu :
a. Gejala klinis dari katarak komplikata, yang didapat dari anamnesa.
Anamnesa:
1. Pandangan kabur hingga hilang penglihatan, kabur terutama jarak dekat
2. Silau di siang hari
3. Bila didahului uveitis, terdapat nyeri dan mata kemerahan
4. Bila didahului uveitis, bisa didapatkan mata kemerahan dan nyeri
periokular
5. Diplopia
6. Riwayat diabetes mellitus
7. Riwayat penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama
b. Adanya katarak yang disertai satu atau lebih penyakit yang
mendasari (uveitis, glaukoma akut, ablasio retina, dan seterusnya).
c. Kekeruhan lensa yang biasanya didapat di bagian cortex posterior.
d. Pada pemeriksaan slit lamp, biasanya batas katarak bersifat ireguler
yang berekstensi sampai nukleus lensa.
Melakukan pemeriksaan lanjutan
1. Dengan penlight: memeriksa pupil.bila terjadi kekeruhan pada
lensa pupil akan berwarna putih (leukokoria), hal ini didapatkan
pada katarak matur. Bila belum matur perlu dilakukan midriatikum
untuk melihat lensa dengan jelas. Reflek cahaya bisa masih
normal.
2. Dengan oftalmoskopi: setelah sebelumnya pupil dilebarkan. Pada
stadium insipient dan imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman
dengan latar belkakang jingga, sedangkan pada stadium matur
didapatkan refleks fundus negatif.
3. Slit lamp: untuk mengetahui luas, tebal dan lokasi kekeruhan lensa.
4. USG
O. Penatalaksanaan katarak komplikata
Penatalaksanaan katarak komplikata adalah mengikuti penatalaksanaan
katarak pada umumnya, disertai penatalaksanaan pada penyakit yang
mendasari katarak komplikata tersebut. Penyakit intraokuler yang sering
menyebabkan kekeruhan pada lensa ialah iridosiklitis, glaukoma, dan
ablasio retina. Dimana penatalaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Uveitis : Pada uveitis, katarak timbul pada subkapsul posterior
akibat gangguan metabolisme lensa bagian belakang. Kekeruhan
juga dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa, yang dapat
berkembang mengenai seluruh lensa. Katarak yang disebabkan oleh
uveitis bersifat reversibel.
b. Glaukoma : Pada serangan glaukoma akut dapat mengakibatkan
gangguan keseimbanan cairan lensa sehingga menyebabkan
gangguan metablisme lensa subkapsular anterior. Katarak oleh
karena glaukoma bersifat reversibel juga, dan dapat hilang apabila
tekanan bola mata sudah terkontrol.
c. Ablasio : Dilakukan tindakan bedah apabila kekeruhannya sudah
mengenai seluruh bagian lensa (lihat indikasi dilakukannya bedah).
d. Katarak diabetes: karena faktor utama dari terbentuknya katarak
pada pasien diabetes adalah adanya gula reduksi yang kemudian
diubah menjadi sorbitol pada lensa, maka penting bagi pasien untuk
mengontrol gula darahnya sebelum hingga sesudah tindakan pada
kataraknya.
e. Katarak karena steroid: katarak karena steroid merupakan suatu
hasil dari proses yang lama, dan tergantung dosis. Semakin lama
penggunaan dan semakin besar dosis, kataraknya akan semakin
parah. Bila akan diterapi kataraknya, pasien perlu konsultasi dengan
dokter untuk mengontrol / menghentikan penggunaan steroidnya
terlebih dahulu.
Secara umum penatalaksanaan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu
non-bedah dan bedah.
1. Penatalaksanaan Katarak Non-Bedah:
Bila pada katarak yang imatur, penatalaksanaan hanya
dilakukan pengkoreksian visus. Bisa memakai kacamata
ataupun kontak. Hal ini biasanya dapat dilakukan pada fase-
fase awal saja, dengan tetap mengedukasi pasien tentang sifat
progresif dari penyakit kataraknya.
2. Penatalaksanaan Katarak secara Bedah :
Indikasi dilakukannya bedah, adalah :
 Indikasi meningkatkan atau mengembalikan visus : hal
ini biasanya adalah indikasi tersering untuk
dilakukannya operasi pada mata katarak. Dikatakan
sangat mengganggu visus apabila sampai pada tahap
dimana melakukan aktifitas sehari-hari menjadi sangat
sulit bagi penderita. Namun, apabila penderita
menghendaki dilakukannya operasi untuk memperbaiki
visusnya (kebutuhan bekerja, atau lain-lain) operasi bisa
dilakukan atas permintaan pasien.
 Indikasi medis : pada indikasi medis, biasanya katarak
tersebut menyebabkan penurunan dari kesehatan mata.
Sebagai contohnya, pada phacolytic glaucoma, atau
phacomorphic glaucoma.
 Indikasi kosmetik
3. Persiapan
a. Persiapan pre-operasi :
i. Menjelaskan pasien mengenai prosedur
pembedahan, serta informed consent.
ii. Memeriksa visus mata kanan dan visus mata kiri
iii. Pemeriksaan kelenjar adnexa : untuk mengobati
terlebih dahulu apabila ada dakriosistisis,
ekteropion, conjunctivitis, dan lain sebagainya.
iv. Segmen anterior mata : bila pada pemeriksaan
bilik mata depan ditemukan dangkal, hal ini
akan menyulitkan pada saat operasi. Bila hal ini
terjadi dapat diberikan mydriaticum secara
intensif.
v. Lensa : untuk mengetahui kekuatan lensa, serta
persiapan pengganti lensa IOL dengan
pemeriksaan biometri.
b. Penatalaksanaan post-operasi :
i. Edukasi : Pasien disarankan untuk bergerak
secara hati-hati, dan menghindari mengangkat
beban berat atau berolahraga selama 1 bulan.
ii. Proteksi : menggunakan patch atau metal shield
untuk melindungi mata.
iii. Koreksi visus : Targetnya adalah pasien bisa
melihat secara emetrop. Koreksi visus bisa
dilakukan dengan kacamata maupun lensa
kontak. Bila emetrop tidak bisa dicapai,
biasanya dipilih atau ditargetkan menjadi
myopia derajad ringan. Jarang ditargetkan
menjadi hipermetrop karena pasien akan
kesulitan melihat jarak jauh maupun dekat.
4. Teknik pembedahan :
a. ICCE (Intracapsular Cataract Extraction) : Prosedur ini
mengeluarkan massa lensa serta kapsul. Namun cara ini
mulai ditinggalkan karena mempunyai komplikasi yang
relatif tinggi oleh karena lebar insisi yang dibutuhkan
cukup lebar.
b. ECCE (Extracapsular Cataract Extraction) : Pada
prosedur ini, massa lensa dikeluarkan dengan merobek
kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul bagian
posterior. Kapsul bagian posterior memungkinkan
menjadi tempat implantasi lensa buatan.

Gambar 10. Teknik extracapsular cataract extraction


c. MSICS (Manual Small Incision Cataract Surgery):
Teknik ini adalah lanjutan dari ECCE, dimana seluruh
lensa dikeluarkan dari mata melalui scleral tunnel.
Keuntungan dari teknik ini adalah tidak dibutuhkannya
penjahitan.
d. Phacoemulsification (Phaco) : Adalah teknik paling
sering digunakan di negara berkembang. Dimana
membutuhkan alat khusus untuk mengemulsifikasi
lensa. Setelah di emulsifikasi, lensa akan mudah di
aspirasi. Keuntungannya tentu lebar insisi lebih
pendek.

Gambar 11. Teknik pembedahan katarak


phacoemulsification
5. Tipe lensa intraokuler (IOL) :
a. Rigid : Penempatan lensa tipe ini membutuhkan insisi
yang lebih besar daripada diameter lensa (3mm).
Keuntungan adalah tersedia secara banyak dan relatif
lebih murah.
b. Flexible : Lensa tipe ini bisa dilipat dengan forceps atau
injector, sehingga insisi yang dilakukan lebih kecil.
Terbuat dari silikon, atau akrilik, atau hidrogel.
6. Komplikasi operasi :
a. Ruptur dari kapsul posterior : komplikasi ini bersifat
serius karena dapat terjadi resiko kehilangan vitreous
body, yang bisa menyebabkan perdarahan dan lepasnya
retina.
b. Suprachoroidal Haemorrhage
c. Endophtalmitis

7. Prognosis pembedahan
Baik, pada 90% pasien yang menjalani pembedahan
menunjukkan peningkatan visus secara signifikan.
BAB III

KESIMPULAN

1. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada
berbagai usia tertentu.
2. Dalam Vaughan (2007) dan Kanski (2007) disebutkan bahwa katarak
komplikata terjadi karena adanya penyakit intraokular yang mempengaruhi
fisiologi dari lensa (paling sering adalah uveitis). Galloway et al. (2006)
menyebutkan katarak komplikata adalah katarak yang terjadi karena
penyakit lain baik dari penyakit mata atau bukan penyakit mata (sistemik/
penggunaan obat). Pendapat lain mengatakan bahwa katarak komplikata
adalah katarak yang terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel
lensa oleh faktor fisik atau kimiawi atau terjadi karena adanya proses
inflamasi atau penyakit degeneratif dari segmen anterior atau posterior
mata (Ilyas, 2007)
3. Penatalaksanaan katarak komplikata adalah mengikuti penatalaksanaan
katarak pada umumnya, disertai penatalaksanaan pada penyakit yang
mendasari katarak komplikata tersebut. Secara umum penatalaksanaan
tersebut dibagi menjadi dua, yaitu non-bedah dan bedah.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai