KATARAK
Disusun Oleh:
Salma Rizqi Amanah 1920221093
Pembimbing :
dr. Ade Irawan, Sp. M
dr. Devi Cynthia Sari, Sp. M
0
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Katarak
Disusun oleh :
RSUD Cilegon
Pembimbing,
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul ‘Katarak’ Referat
ini ditulis merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Penyakit Mata RSUD Cilegon.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak berasal dari kata Yunani, Katarrhakies, dan latin cataracta yang berarti air
terjun. Dalam Bahasa Indonesia, disebut bular dimana pengelihatan seperti tertutup air terjun
akibat lensa yang keruh. Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak di dunia. Penyakit
katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga
mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Biasanya kekeruhan pada mata berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
Indonesia sebagai negara berkembang tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan
saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya berada di negara
berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan angka kebutaam
sebesar 1,47%.Di dunia ini 48% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak.
Katarak umunya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Berbagai macam penyakit
mata dapat menyebabkan katarak, seperti glaucoma, ablasi retina, uveitis, rhinitis pigmentosa
bahkan toksik khusus (kimia dan fisik). Katarak dapat berhubungan dengan penyakit
intraokular lainya.
Tatalaksana katarak adalah tindakan operatif. Beberapa teknik operasi katarak makin
berkembang dengan irisan lebih kecil, penyembuhan cepat, dan angka komplikasi rendah.
Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk mendeteksi komplikasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 1. Anatomi lensa
6
menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na- ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.
Lensa memiliki kandungan air sebesar 65% dan protein sebesar 35%. Lensa memiliki
pHi sekitar 6.9, suhu yang relatif rendah, dan relatif hipoksik. Kebanyakan produksi energi
dan transpor aktif terjadi pada epitel. Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%)
dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak
dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase
adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol diubah menjadi fruktosa
oleh enzim sorbitol dehidrogenase.2
2.2 KATARAK
2.2.1 Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat keduanya Biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat juga tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.3
8
sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin local atau
umum. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan
pemakaian bat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat
kejang, tetani, ikterus atau hepatosplenomegali.
b) Katarak Juvenile
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti:3
1. Katarak metabolik
a.Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
b.Katarak hipokalsemik (tetanik)
c. Katarak defisiensi gizi
d. Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
e. Penyakit Wilson
f. Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
2. Otot
Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
3. Katarak traumatik
4. Katarak komplikata
C) Katarak Senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya
mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senil sebaiknya disingkirkan
penyakit mata lokal dan penyakit sistemik seperti diabetes melitus yang dapat
menimbulkan katarak komplikata. Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4
stadium yaitu insipien, imatur, matur, dan hipermatur.
1. Katarak insipient/iminens.
Pada stadium ini akan terihat hal-hal berikut: Kekeruhan mulai dari tepi ekuator
9
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, krekeruhan mulai
terlihat anterior subcapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks
berupa jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien
2. Katarak imatur
Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat
bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif., Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak matur.
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan in bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran
yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh ensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan
iris negatif.
4. Katarak hipermatur.
Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi
keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul
lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor.
Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat. Keadaan in disebut sebagai katarak Morgagni.
10
(air+massa lensa
berkurang)
Iris Normal terdorong normal Tremulans
Bilik Mata Normal dangkal normal Dalam
depan
Sudut bilik mata normal sempit normal Terbuka
Shadow test negatif positif negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma
Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senil3
11
menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti plak di korteks
subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk pada tempat
terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh.
12
2.2.6 Tatalaksana
Tatalaksana definitif dari katarak adalah pembedahan. Beberapa penelitian seperti
penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk
menghilangkan katarak.
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan. Keputusan
melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari derajat tajam penglihatan, namun lebih pada
berapa besar penurunan tersebut mengganggu aktivitas pasien.
Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa
silau yang sangat mengganggu, dan simtomatik anisometrop.
Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain: glaukoma fakolitik,
glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat
sehingga menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati
diabetika ataupun glaukoma
Beberapa pembedahan katarak yang dikenal adalah3,7
• Menekan lensa sehingga jatuh ke dalam badan kaca (couching)
• Kemudian penggunaan midriatika
• Jarum penusuk dari emas (tahun 1700)
• Aspirasi memakai jarum
• Memakai sendok Daviel
• Pinset kapsul + zolise
• Erisofek(erisiphake)
• Memakai krio teknik karbon dioksid, freon, termoelektrik
• mengeluarkan nukleus lensa dan aspirasi korteks lensa
• fako(phacoemulsification)
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak. Dapat
dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lens atau
ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (Korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior
yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Tindakan bedah
ini pada sat ini dianggap lebih baik karena mengurangi beberapa penyulit.
13
a. Operasi katarak Ekstrakapsular, atau Ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)3
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa melalui
lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai
tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO)
• EKEK Konvensional
teknik ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil
sehingga luka lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan
penyembuhan luka lebih cepat. Pada EKEK, kapsul posterior yang intak
mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema kornea, serta mencegah penempelan
vitreus ke iris, LIO, atau kornea
• Small Incision Cataract Surgery(SICS)
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan irisan
sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai
SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan
risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat
mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di
negara berkembang karena tidak membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang
mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang
padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak
subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal.
b. Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi2,5-3 mm dan kemudian dimasukan
lensa intraokular yang dapat dilpat. Keuntungan yang didapat dengan tindakan insisi
kecil ini adalah pomulhan visus lebih cepat. induksi astigmatis atibat operasi
minimal. Renyulit yang dapat timbul pada pembedahan katarak ekstrakapsul, dapat
terjadi katarak sekunder yang dapat dihilangkan/ dikurangi dengan tindakan Yag
laser.
c. Operasi katarak intrakapsular, atau Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK).
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan
pada zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada katarak
ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
14
pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan in dilakukan dengan
mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga penyulit tidak
banyak seperti sebelumnya. Katarak ekstraksi intrakapsular in tidak boleh dilakukan
atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmat, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.3,7
2.2.7 Penyulit
Katarak yang tidak diterapi dapat mengakibatkan glaucoma, uveitis dan bahkan
kebutaan. Maka itu harus dilakukan Tindakan operatif sesuai indikasi. Komplikasi operasi
katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah operasi. Pemeriksaan periodik pasca
operasi katarak sangat penting untuk mendeteksi komplikasi operasi.2,3,4
Beberapa komplikasi yang timbul selama operasi diantaranya;
a. Pendangkalan kamera okuli anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat
terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi
yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi
suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid.
b. Posterior Capsule Rupture (PCR)
PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang sering
terjadi. Beberapa faktor risiko PCR adalah miosis, KOA dangkal
pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan zonulopati. Apabila terjadi PCR,
sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk mencegah komplikasi yang lebih
berat.
c. Nucleus drop
Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah
nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga
vitreus
Beberapa komplikasi yang terjadi setelah operasi;
a) Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
15
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia,
radang, atau peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan
edema kornea
b) Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan
retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema.
c) Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO
ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang
sendiri dan tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika
peningkatan TIO menetap, diperlukan terapi antiglaukoma.
d) Uveits kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi
katarak dengan pemakaian steroid topikal.Inflamasi yang menetap lebih dari
4 minggu, didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang
terkadang disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti
malposisi LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal,
menjadi penyebab uveitis kronik
e) Edema macula kistoid
EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran
karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau
gambaran penebalan retina pada pemeriksaan OCT
f) Ablasio Retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan <1%
pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca
bedah katarak.
g) Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang,
namun sangat berat. Gejala muncul setelah 3 sampai 10 hari operasi katarak.
Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus
16
aureus, dan Streptococcus
h) Surgical Induced Astigmatism
Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK konvensional, mengubah
topografi kornea dan akibatnya timbul astigmatisma pasca operasi. Risiko
SIA meningkat dengan besarnya insisi (> 3 mm), lokasi insisi di superior,
jahitan, derajat astigmatisma tinggi sebelum operasi, usia tua, serta kamera
okuli anterior dangkal.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat keduanya Biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat juga tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama. Tatalaksana definitif katarak adalah tindakan operatif.
Operasi katarak bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan. Pemilihan teknik operasi
berdasarkan pertimbangan dan pemeriksaan periodik dilakukan untuk mencegah komplikasi
operasi
3.2 Saran
Diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai katarak dari lebih banyak
literatur agar lebih dipahami. Pendeteksian dini terhadap penyakit ini sebaiknya
dilakukan untuk mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan mencegah komplikasi-
komplikasi yang mungkin muncul.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan, Paul, Whitcher, John P. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta: EGC.
2. James, Bruce,Chris C., Anthony B..2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta :
Erlangga.
3. Ilyas, Sidarta, 2019. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and clinical
Science course. San Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology; 2015.
5. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012.
6. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 6th ed. Edinburgh:
Butterworth Heinemann/Elsevier; 2007.
7. Schaumberg DA, Dana MR, Christen WG, Glynn RJ. A Systematic overview of the
incidence of posterior capsule opacification. Ophthalmology. 1998;105(7):1213-21.
19