Anda di halaman 1dari 38

BORANG PORTOFOLIO – Kasus

Medik
Nama Peserta: Dr. Nurul
Rohmawatiningrum
Nama Wahana: RSU Aisyiyah
Ponorogo
Topik: G1P0A0 Hamil 40-41 minggu
dengan Grave’s Disease dan
Preeklampsia Berat
Tanggal (kasus): 21 November 2017
Nama Pasien: Ny. CH No. RM : 428677
Tanggal Presentasi: 18 Januari 2018 Nama Pendamping: dr.Ani Ruliana
Tempat Presentasi: Ruang Komite Medik
Obyektif Presentasi:
 Keilmuan O Keterampilan O Penyegaran O Tinjauan Pustaka
 Diagnostik O Manajemen O Masalah O Istimewa
O Neonatus O Bayi  Anak O Remaja o Dewasa O Lansia O Bumil
Deskripsi: Pasien, G1P0A0, hamil 40-41 minggu datang ke poli Obsgyn untuk kontrol kehamilan, HPHT 11 Februari 2017, HPL 18 November
2017, pasien belum merasakan kenceng-kenceng (-), nyeri boyok (-), keluar lendir darah (-), kedua kaki bengkak sejak usia kehamilan 36 minggu,
pandangan kabur (-), nyeri kepala (-), mual muntah (-). Riwayat haid teratur setiap bulan, pasien belum pernah menggunakan kb, riwayat
pernikahan bulan September 2016. Selama kehamilan tidak ada keluhan nyeri kepala (-), mual muntah (-), pandangan kabur (-). Pasien kontrol
teratur di bidan dan Sp.OG. Riwayat penyakit hipertiroid sejak bulan September 2016. Pada awal bulan September 2016, BB pasien turun ±20 kg,
badan terasa gatal, rambut rontok (+). Pertengahan september pasien menikah. Akhir September pasien memeriksakan diri, oleh dr Sp. PD di
diagnosis dengan hipertiroid dan dianjurkan untuk menunda kehamilan. Pasien diberikan Propanolol 1x20 mg, PTU 3x100 mg, dan digoksin 1x1
k/p. 2 bulan pengobatan BB pasien mulai bertambah dan rambut rontok mulai berkurang. Bulan Maret 2017 pasien dinyatakan hamil (+), selama
kehamilan tetap dianjurkan konsumsi PTU 3x100 mg, namun 1 minggu terakhir tidak konsumsi obat-obatan sama sekali.

1
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum cukup, kesadaran CM,
tekanan darah 160/110 mmHg, nadi
120x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu
36,6 oC. Pada regio kepala didapatkan
pupil bulat isokor, RC +/+, konjungtiva
anemis (-/-), sclera icterik (-/-),
lagophtalmus (-/-). Pembesaran kelenjar
tiroid (-). Pada regio abdomen didapatkan TFU 28 cm, presentasi kepala, punggung kiri, HIS (-), DJJ 156x/menit. Ekstremitas udem (-/-/+/+),
tremor (-). Pemeriksaan dalam (VT) pembukaan (-).
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap Hb 11,7, leukosit 11,0 hematokrit 37, trombosit 200, SGOT 20, SGPT 8, HBsAg negatif, albumin
+2, TSH-S (Metode ELFA) <0.05. Pasien dianjurkan untuk rawat inap dan dilakukan SC.
Tujuan: mendiagnosis, menatalaksana, dan menganalisis permasalahan yang dialami pasien
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka O Riset  Kasus O Audit
Cara membahas: O Diskusi Presentasi & diskusi O Email O Pos

Data pasien: Nama: Ny. CH Nomor Registrasi: 428677


Nama ruangan: IGD RSU Aisyiyah Ponorogo Telp: - Terdaftar sejak: -
Data untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/gambaran klinis:
Pasien, G1P0A0, hamil 40-41 minggu datang ke poli Obsgyn untuk kontrol kehamilan, HPHT 11 Februari 2017, HPL 18 November 2017, pasien
belum merasakan kenceng-kenceng (-), nyeri boyok (-), bloody show (-), kedua kaki bengkak sejak usia kehamilan 36 minggu, pandangan kabur
(-), nyeri kepala (-). Riwayat haid teratur setiap bulan, pasien belum pernah menggunakan kb, riwayat pernikahan bulan September 2016. Selama
kehamilan kontrol teratur di bidan dan Sp.OG, selama kehamilan tidak ada keluhan nyeri kepala (-), mual muntah (-), pandangan kabur (-).
Riwayat penyakit hipertiroid sejak bulan September 2016. Pada awal bulan September 2016, BB pasien turun ±20 kg, badan terasa gatal, rambut

2
rontok (+). Pertengahan september pasien
menikah. Akhir september pasien
memeriksakan diri, oleh dr Sp. PD
didiagnosis dengan hipertiroid dan
dianjurkan untuk menunda kehamilan.
Pasien diberikan Propanolol 1x20 mg,
PTU 3x100 mg, dan digoksin 1x1 k/p. 2
bulan pengobatan BB pasien mulai
bertambah dan rambut rontok mulai berkurang. Bulan Maret 2017 pasien dinyatakan hamil (+), selama kehamilan tetap dianjurkan konsumsi PTU
3x100 mg, namun 1 minggu terakhir ini pasien tiak konsumsi obat-obatan lagi.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : CM
Keadaaan Umum : Cukup
Vital Sign
Tekanan Darah : 160/110 mmHg Nadi : 120x/menit, Pernafasan : 18 x/menit, Suhu : 36,6 oC
Pemeriksaan Fisik
Mata : Pupil bulat isokor, RC +/+, anemis -/-, ikterik-/-, lagophtalmus (-/-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, retr ss-/-, pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : Bentuk gerak simetris, retr ICS -/-, VBS ka-ki, rh -/-, S1-S2, murmur (-)
Abdomen : TFU 28 cm, presentasi kepala, puki, HIS (-), hepar lien tidak dapat dinilai, DJJ 156x/menit
Ekstremitas : Akral hangat , CRT < 2 detik, oedem +/+, tremor (-)
Pemeriksaan Dalam (VT)
Pembukaan (-)
3
2. Riwayat pengobatan:
Konsumsi PTU 3x100 mg, propanolol
1x20 mg, dan digoksin 1x1 secara
teratur sejak bulan September 2016,
namun 1 minggu ini obat tidak
dikonsumsi.
3. Riwayat kesehatan/penyakit:
Riwayat hipertiroid (+) sejak bulan
September 2016
Riwayat DM, asma, penyakit jantung disangkal

4. Riwayat keluarga:
Keluhan serupa disangkal
5. Riwayat pekerjaan: -
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Pasien tinggal bersama orangtua, anak, dan suaminya.

7. Riwayat imunisasi: -
8. Diagnosis
G1P0A0 Hamil 40-41 minggu dengan riwayat Hipertiroid dan PEB

4
9. Lain-lain:
21 November 2017 Laboratorium TSH-S (Metode ELFA) <0.05
Darah rutin:
Hb
11,7 mg/dL ;
Leukosit
11.100/mm3;
Hematokrit
37%
Trombosit 192.000/mm3;
Bleeding Time (BT) 2
Cloting time (CT) 8
SGOT 20
SGPT 8
HBsAg Negatif
Albumin (+2)
10. Follow Up
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
21 November 2017 G1P0A0 hamil 40-41 minggu Ku. Cukup kes. CM G1P0A0 Hamil 40-41 -Inf. RL 20 tpm
kenceng-kenceng (-), keluar TD 160/110 mmHg minggu dengan -Pasang syringe pump
lendir darah (-), kaki bengkak HR 120 x/menit Hipertiroid dan PEB MgSO4 1g/jam
(+), pandangan kabur (-), RR 18 x/menit - PRO SC Besok
nyeri kepala (-), riwayat T 36,6 OC - Konsul Anestesi

5
hipertiroid dan
konsumsi obat- Cek DL, LFT, CT, BT,
obatan teratur Albumin, HBsAg, TSH
sejak
September
2016 Dr. Sp.An advice
-Propanolol 2x10 mg
-PTU 1x300 mg
Kepala Mata CA (-/-), SI (-/-),
-Cek TD dan Nadi tiap 6
lagophtalmus (-/-)
jam
Leher Pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Tho. SI-II reg, bising (-), pulmo
SDV (+/+), Rk (-/-), Whz (-/-)
Abd. TFU 28 cm, presentasi
kepala, puki, belum masuk
panggul, HIS (-), hepar lien
tidak dapat dinilai, DJJ
156x/menit. Ekstremitas udem
(-/-/+/+), tremor (-).
Pemeriksaan Dalam (VT)
Pembukaan (-)
22 November 2017 Kenceng-kenceng (-), keluar Ku.Cukup kes. CM G1P0A0 Hamil 40-41 Dr. Sp.An advice

6
lendir darah minggu -Propanolol 10 mg Extra
(-), kaki dengan - PTU 300 mg Extra
bengkak (+),
pandangan - Puasa
kabur (-), nyeri - PRO SC
kepala (-) - Inf. RL 20 tpm
- Inj. Amoxicilin 3x1
- Inj. Gentamycin 2x1
Hipertiroid dan PEB
TD 160/80 mmHg
- Inj. Antrain 3x1
HR 101 x/menit
-Drip Oksitosin 30 tt/jam
RR 18 x/menit
-Monitor VS dan tanda
O
T 36,4 C
intoksikasi SM
Kepala Mata CA (-/-), SI (-/-),
- Konsul IPD
lagophtalmus (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar
Dr. Sp.PD Advice
tiroid (-)
- Dx. Grave’s Disease
Tho. SI-II reg, bising (-), pulmo
- Tx. PTU 2x100 mg
SDV (+/+), Rk (-/-), Whz (-/-)
Propanolol 2x40 mg
Abd. TFU 28 cm, presentasi
kepala, puki, belum masuk
panggul, HIS (-), hepar lien
tidak dapat dinilai, DJJ
147x/menit. Ekstremitas udem

7
(-/-/+/+), tremor (-)
23 November 2017 Nyeri pada luka operasi (+), Ku. Cukup kes. CM P1A0 Post SC e/c Inf. RL 20 tpm
nyeri kepala (-), pandangan TD 140/90 mmHg Hamil 40-41 minggu - Inj. Amoxicilin 3x1
kabur (-), mual (-), muntah (-). HR 80 x/menit dengan Grave’s - Inj. Gentamycin 2x1
RR 20 x/menit Disease dan PEB - Inj. Antrain 3x1
T 36 OC -Drip Oksitosin 30 tt/jam
Kepala Mata CA (-/-), SI (-/-), -Monitor VS dan tanda
lagophtalmus (-/-) intoksikasi SM
Leher Pembesaran kelenjar - PTU 2x100 mg
tiroid (-) - Propanolol 2x40 mg
Tho. SI-II reg, bising (-), pulmo
SDV (+/+), Rk (-/-), Whz (-/-)
Abd. Luka operasi tertutup kasa
(+), darah (-), pus (-), NT (+).
Ekstremitas udem (-/-/+/+)
24 November 2017 Nyeri pada luka operasi (+), Ku. Cukup kes. CM P1A0 Post SC e/c ACC Pulang
8
nyeri kepala Hamil Lepas infus
(-), pandangan 40-41
kabur (-), mual minggu - Amoxicilin 3x500 mg
(-), muntah (-). dengan -Thiamphenicol 3x500
Grave’s mg
Disease -Dexketoprofen 3x1 tab
dan -Nutribreast 3x1 tab
PEB -Propanolol 2x40 mg
TD 140/80 mmHg
-PTU 2x100 mg
HR 82 x/menit
RR 20 x/menit
T 36 OC
Kepala Mata CA (-/-), SI (-/-)
Tho. SI-II reg, bising (-), pulmo
SDV (+/+), Rk (-/-), Whz (-/-)
Abd. Luka operasi tertutup kasa
(+), darah (-), pus (-), NT (+).
Ekstremitas udem (-/-/+/+)

Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis dan penatalaksanaan Grave’s Disease dan PEB dalam kehamilan

9
RANGKUMAN
1. Subyektif:
Pasien, G1P0A0, hamil 40-41
minggu datang ke poli Obsgyn untuk
kontrol kehamilan, HPHT 11 Februari
2017, HPL 18 November 2017, pasien
belum merasakan kenceng-kenceng (-),
nyeri boyok (-), bloody show (-), kedua
kaki bengkak sejak usia kehamilan 36 minggu, pandangan kabur (-), nyeri kepala (-). Riwayat haid teratur setiap bulan, pasien belum pernah
menggunakan kb, riwayat pernikahan bulan September 2016. Selama kehamilan kontrol teratur di bidan dan Sp.OG, selama kehamilan tidak ada
keluhan nyeri kepala (-), mual muntah (-), pandangan kabur (-). Riwayat penyakit hipertiroid sejak bulan September 2016. Pada awal bulan
September 2016, BB pasien turun ±20 kg, badan terasa gatal, rambut rontok (+). Pertengahan september pasien menikah. Akhir september pasien
memeriksakan diri, oleh dr Sp. PD di diagnosis dengan hipertiroid dan dianjurkan untuk menunda kehamilan. Pasien diberikan Propanolol 1x20 mg,
PTU 3x100 mg, dan digoksin 1x1 k/p. 2 bulan pengobatan BB pasien mulai bertambah dan rambut rontok mulai berkurang. Bulan Maret 2017
pasien dinyatakan hamil (+), selama kehamilan tetap dianjurkan konsumsi PTU 3x100 mg, namun 1 minggu terakhir ini pasien tiak konsumsi obat-
obatan lagi.
2. Obyektif:
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran CM, tekanan darah 160/110 mmHg, nadi 120x/menit, pernafasan
20x/menit, suhu 36,6 oC. Pada regio kepala didapatkan pupil bulat isokor, RC +/+, konjungtiva anemis (-/-), sclera icterik (-/-), lagophtalmus (-/-).
Pembesaran kelenjar tiroid (-). Pada regio abdomen didapatkan TFU 28 cm, presentasi kepala, punggung kiri, HIS (-), DJJ 147x/menit. Ekstremitas
udem (-/-/+/+), tremor (-). Pemeriksaan dalam (VT) pembukaan (-).
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap Hb 11,7, leukosit 11,0 hematokrit 37, trombosit 200, SGOT 20, SGPT 8, HBsAg negatif,
albumin +2, TSH-S (Metode ELFA) <0.05. Pasien dianjurkan untuk rawat inap dan dilakukan SC.
10
3. Assessment : G1P0A0 Hamil 40-41
minggu dengan dengan Grave’s Disease
dan PEB

HIPERTIROIDISME
Definisi
Menurut American Thyroid
Association dan American Association of Clinical Endocrinologists tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidisme
adalah tirotoksikosis yang
diakibatkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperaktif. Dengan kata
lain hipertiroid terjadi karena
adanya peningkatan hormon
tiroid dalam darah dan biasanya
berkaitan dengan keadaan
klinis tirotoksikosis.

Gambar 1. Anatomi kelenjar


tiroid

11
Etiologi & Klasifikasi
Penyebab hipertiroid dibedakan dalam
2 klasifikasi, dimana pembagiannya
berdasarkan pusat penyebab dari
hipertiroid, yaitu organ yang paling
berperan.
a. Hipertiroid primer : jika terjadi
hipertiroid karena berasal dari
kelenjar tiroid itu sendiri, misalnya penyakit graves, hiperfungsional adenoma (plummer), toxic multinodular goiter.
b. Hipertiroid skunder : jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid, misalnya tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon
tiroid dalam jumlah banyak, pemasukan iodium yang berlebihan, serta penyakit mola hidatidosa pada wanita.
c. Tidak berkaitan dengan hipertiroidisme: tiroiditis granulomatosa subakut (nyeri), tiroiditis limfositik subakut (tidak nyeri), struma ovarii (teratoma
ovarium dengan tiroid ektopik) dan tirotoksikosis palsu (asupan tiroksin eksogen)

Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme Primer Tirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme
Hipertiroidisme Sekunder
 Penyakit Graves  Hormon tiroid berlebih  TSH-secreting
 Struma multinodular (tirotoksikosis faktisia) tumor chGH secreting
toksik  Tiroiditis subakut tumor
 Adenoma toksik  Silent thyroiditis  Tirotoksikosis gestasi
 Obat: yodium lebih,  Destruksi kelenjar : (trimester I)
lithium amiodaron,radiasi,  Resistensi hormon
 Karsinoma tiroid yang adenoma, infark tiroid
berfungsi
 Struma ovarii (ektopik)
 Mutasi TSH-r

12
Kira-kira 70% tirotoksikosis karena
penyakit Graves (morbus Graves),
sisanya karena gondok multinodular
toksik (morbus Plummer) dan adenoma
toksik (morbus Goetsch).
a. Graves’ Disease
Grave’s disease merupakan
penyebab utama hipertiroidisme. Penyakit
ini biasanya terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya diabetes mellitus tipe 1.
Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkatan kadar hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid, kondisi ini disebabkan karena
adanya thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb memicu
perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal. TSAb dihasilkan melalui
proses respon imun karena adanya paparan antigen. Namun pada Grave’s disease sel-sel APC (antigen presenting cell) menganggap sel kelenjar tiroid
sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel T helper melalui bantuan HLA (human leucocyte antigen). Selanjutnya T helper akan merangsang sel B
untuk memproduksi antibodi berupa TSAb. Salah satu faktor risiko penyebab timbulnya Graves’ Disease adalah HLA. Pada pasien Grave’s disease
ditemukan adanya perbedaan urutan asam amino ke tujuh puluh empat pada rantai HLA-DRb1. Pada pasien Graves’ Disease asam amino pada urutan
ke tujuh puluh empat adalah arginine, sedangkan umumnya pada orang normal, asam amino pada urutan tersebut berupa glutamine.
Untuk membantu menegakkan diagnosis pasien menderita Graves’ disease perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis Graves’ disease yaitu TSH serum, kadar hormon tiroid (T3 dan T4) total dan bebas,
iodine radioaktif, scanning dan thyrotropin receptor antibodies (TRAb). Pada pasien Graves’ disease, kadar TSH ditemukan rendah disertai
peningkatan kadar hormon tiroid. Dan pada pemeriksaan dengan iodine radioaktif ditemukan uptake tiroid yang melebihi normal. Sedangkan pada
teknik scanning iodine terlihat menyebar di semua bagian kelenjar tiroid, dimana pola penyebaran iodine pada Graves’ disease berbeda pada
hipertiroidisme lainnya. TRAb ditemukan hanya pada penderita Graves’ disease dan tidak ditemukan pada penyakit hipertiroidisme lainnya sehingga
13
dapat dijadikan sebagai dasar diagnosis
Graves’ disease. Selain itu TRAb dapat
digunakan sebagai parameter
keberhasilan terapi dan tercapainya
kondisi remisi pasien. Terapi pada pasien
Graves’ disease dapat berupa pemberian
obat anti tiroid, iodine radioaktif atau
tiroidektomi. Di Amerika Serikat, iodine
radioaktif paling banyak digunakan sebagai terapi pada pasien Graves’ disease. Sedangkan di Eropa dan Jepang terapi dengan obat anti tiroid dan
operasi lebih banyak diberikan dibandingkan iodine radioaktif. Namun demikian pemilihan terapi didasarkan pada kondisi pasien misalnya ukuran
goiter, kondisi hamil, dan kemungkinan kekambuhan. Selain pemberian terapi di atas, pasien Graves’ disease perlu mendapatkan terapi dengan beta-
blocker. Beta-blocker digunakan untuk mengatasi keluhan seperti tremor, takikardia dan rasa cemas berlebihan.

Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves


Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan Tanda
Umum Tak tahan hawa panas, Psikis dan saraf Labil. Iritabel, tremor,
hiperkinesis, capek, BB psikosis, nervositas,
turun, tumbuh cepat, paralisis periodik
toleransi obat, youth dispneu
fullness

14
hipertensi,
aritmia,
palpitasi,
gagal jantung

Gastrointestinal Hiferdefekasi, lapar, Jantung


makan banyak, haus,
muntah, disfagia,
splenomegali
Muskular Rasa lemah Darah dan limfatik Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
membesar
Genitourinaria Oligomenorea, Skelet Osteoporosis, epifisis
amenorea, libido turun, cepat menutup dan
infertil, ginekomastia nyeri tulang
Kulit Rambut rontok,
berkeringat, kulit
basah, silky hair dan
onikolisis
Graves disease
Terdapat trias manifestasi Graves:
1. Tirotoksikosis: pembesaran difus tiroid yang hiperfungsional
2. Oftalmopati infiltratif: menyebabkan eksoftalmus pada 40% pasien
3. Dermopati infiltratif lokal (miksedema pratibia) : pada sebagian kecil pasien

15
Diagnosis
Diagnosis hipertiroidisme
ditegakkan tidak hanya berdasarkan
gejala dan tanda klinis yang dialami
pasien, Untuk itu dikenal indeks klinis
Wayne dan New Castle yang didasari pada
anamnesis dan PF teliti. Kemudian
dilanjutkan PP konfirmasi laboratorium
dan radiodiagnostik.
Indeks Wayne
No Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
1 Sesak saat kerja +1
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5
5 Suka udara dingin +5
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
8 Nafsu makan naik +3
9 Nafsu makan turun -3
No
10 TandaBerat badan naik Ada Tidak Ada
-3
111 Tyroid teraba
Berat badan turun +3 -3 +3
2 Bising tyroid +2 -2
3 Exoptalmus +2 -
4 Kelopak mata tertinggal gerak bola mata +1 -
Hipertiroid jika indeks ≥ 5 Hiperkinetik +4 -2 20
NEW 6 Tremor jari +1 - CASTLE INDEX
7 Item Tangan panas Grade +2 Score-2
8 Age of onset (year)Tangan basah 15-24 +1 0 -1
9 Fibrilasi atrial +4 -
16
Nadi teratur - -3
< 80x per menit - -
10
80 – 90x per menit +3 -
> 90x per menit
+4

25-34
35-44 +8
45-54 +12
>55 +16
Psychological precipitant Present -5
Absent 0
Frequent cheking Present -3
Absent 0
Severe anticipatory anxiety Present -3
absent 0

Increased appetite Present +5


absent 0
Goiter Present +3
Absent 0
Thyroid bruit Present +18
Absent 0
Exophthalmos Present +9
Absent 0
Lid retraction Present +2
Absent 0
Hyperkinesis Present +4

17
0

Absent
Fine finger tremor Present +7
Absent 0
Pulse rate > 90/min +16
+8
0

80-90 > min


< 80/min

 Eutiroid (–11) - (+23)


 Prob. Hipertiroid (+24) – (+39)
 Hipertiroid (+40) – ( +80)

a. TSH
Bahn et al (2011), menyarankan pemeriksaan serum TSH sebagai pemeriksaan lini pertama pada kasus hipertiroidisme karena perubahan kecil
pada hormon tiroid akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga pemeriksaan serum TSH sensitivitas dan spesifisitas
18
paling baik dari pemeriksaan darah
lainnya untuk menegakkan diagnosis
gangguan tiroid. Pada semua kasus
hipertiroidisme (kecuali hipertiroidisme
sekunder atau yang disebabkan produksi
TSH berlebihan) serum TSH akan sangat
rendah dan bahkan tidak terdeteksi (<0.01
mU/L). Hal ini bahkan dapat diamati pada
kasus hipertiroidisme ringan dengan nilai T4 dan T3 yang normal sehingga pemeriksaan serum TSH direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar
yang harus dilakukan .
b. T4 dan T3
Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar untuk diagnosis hipertiroidisme.
Pemeriksaan utamanya dilakukan pada bentuk bebas dari hormon tiroid karena yang menimbulkan efek biologis pada sistem tubuh adalah bentuk tak
terikatnya. Pada awal terapi baik dengan obat anti tiroid, iodine radioaktif dan tiroidektomi pemeriksaan kadar hormon tiroid perlu dilakukan untuk
mengetahui kondisi sebelum terapi. Satu bulan setelah terapi perlu dilakukan pemeriksaan terhadap free T4, total T3 dan TSH untuk mengetahui
efektivitas terapi yang diberikan dan pemeriksaan dilakukan setiap satu bulan hingga pasien euthyroid .
Selain itu dari rasio total T3 dan T4 dapat digunakan untuk mengetahui etiologi hipertiroidisme yang diderita pasien. Pada pasien
hipertiroidisme akibat Graves’ Disease dan toxic nodular goiter rasio total T3 dan T4> 20 karena lebih banyak T3 yang disintesis pada kelenjar tiroid
hiperaktif dibandingkan T4 sehingga rasio T3 lebih besar. Sedangkan pada pasien painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis rasio total T3 dan
T4< 20.
c. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb)
Dalam menegakkan diagnosis hipertiroidisme akibat autoimun atau Graves’ disease perlu dilakukan pemeriksaan titer antibodi. Tipe TRAb
yang biasanya diukur dalam penegakan diagnosis Graves’ disease adalah antithyroid peroxidase antibody (anti-TPOAb), thyroid stimulating antibody
19
(TSAb), dan antithyroglobuline antibody
(anti-TgAb). Ditemukannya TPOAb,
TSAb dan TgAb mengindikasikan
hipertiroidisme pasien disebabkan karena
Graves’ disease. TPOAb ditemukan pada
70–80% pasien, TgAb pada 30–50%
pasien dan TSAb pada 70–95% pasien
(Joshi, 2011).
Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk memprediksi hipertiroidisme pada orang dengan faktor risiko misal memiliki keluarga yang
terkena gangguan tiroid dan tiroiditis post partum.Pada wanita hamil yang positif ditemukan TPOAb dan TgAb pada trimester pertama memiliki
kemungkinan 30 – 50% menderita tiroiditis post partum (Stagnaro-Green et al, 2011).
d. Radioactive Iodine Uptake
Iodine radioaktif merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui berapa banyak iodine yang digunakan dan diambil melalui transporter
Na+/I- di kelenjar tiroid. Pada metode ini pasien diminta menelan kapsul atau cairan yang berisi iodine radioaktif dan hasilnya diukur setelah periode
tertentu, biasanya 6 atau 24 jam kemudian. Pada kondisi hipertiroidisme primer seperti Graves’ disease, toxic adenoma dan toxic multinodular goiter
akan terjadi peningkatan uptake iodine radioaktif. Pemeriksaan ini dikontraindikasikan bagi pasien wanita yang hamil atau menyusui.
e. Scintiscanning
Scintiscanning merupakan metode pemeriksaan fungsi tiroid dengan menggunakan unsur radioaktif. Unsur radioaktif yang digunakan dalam
tiroid scintiscanning adalah radioiodine (I131) dan technetium (99mTcO4 -). Kelebihan penggunaan technetium radioaktif daripada iodine diantaranya
harganya yang lebih murah dan pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat. Namun kekurangannya risiko terjadinya false-positive lebih tinggi, dan
kualitas gambar kurang baik dibandingkan dengan penggunaan radioiodine. Karena pemeriksaan dengan ultrasonography dan FNAC lebih efektif dan
akurat, scintiscanning tidak lagi menjadi pemeriksaan utama dalam hipertiroidisme.

20
f. Ultrasound Scanning
Ultrasonography (US) merupakan
metode yang menggunakan gelombang
suara dengan frekuensi tinggi untuk
mendapatkan gambaran bentuk dan
ukuran kelenjar tiroid. Kelebihan metode
ini adalah mudah untuk dilakukan,
noninvasive serta akurat dalam
menentukan karakteristik nodul toxic adenoma dan toxic multinodular goiter serta dapat menentukan ukuran nodul secara akurat. Pemeriksaan US
bukan merupakan pemeriksaan utama pada kasus hipertiroidisme. Indikasi perlunya dilakukan pemeriksaan US diantaranya pada pasien dengan nodul
tiroid yang teraba, pasien dengan multinodular goiter, dan pasien dengan faktor risiko kanker tiroid.
g. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC)
FNAC merupakan prosedur pengambilan sampel sel kelenjar tiroid (biopsi) dengan menggunakan jarum yang sangat tipis. Keuntungan dari
metode ini adalah praktis, tidak diperlukan persiapan khusus, dan tidak mengganggu aktivitas pasien setelahnya. Pada kondisi hipertiroidisme dengan
nodul akibat toxic adenoma atau multinodular goiter FNAC merupakan salah satu pemeriksaan utama yang harus dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis Hasil dari biopsi dengan FNAC ini selanjutkan akan dianalisis di laboratorium. Hasil dari biopsi pasien dapat berupa tidak
terdiagnosis (jumlah sel tidak mencukupi untuk dilakukan analisis), benign (non kanker), suspicious (nodul dicurigai kanker), dan malignant (kanker).
Tatalaksana
1. Tirostatika (OAT- Obat Anti Tiroid)

Efek berbagai obat digunakan dalam pengelolaan tiroksikosis.


Kelompok obat Efeknya Indikasi

21
Obat anti tiroid Pengobatan lini
Propiltiourasil pertama pada
(PTU) graves. Obat
Metimazol jangka pendek
(MMI) prabedah / pra
Karbimazol RA1
(CMZMMI)
Anatagonis
adrenergik – β Menghambat sintesis hormon tiroid
dan berefek imunosupresif (PTU) juga
menghambat konversi T4 T3
β Adrenergic antagonis Mengurangi dampak hormor tiroid Obat tambahan kadang
pada jaringan sebagai obat tunggal pada
Propranolol tirolditis
Metoprolol
Atenolol
Nadolol
Bahan mengandung iodine Menghambat keluarnya T4 dab T3 Persiapan tiroidektomi
Kalium iodide Menghambat T4 dan T3 serta Para krisis tiroid
Solusi Lugol Produksi T3 ekstratiroidal Bukan untuk penggunaan
Natrium ipodat rutin
Asam iopanoat

22
Obat lainya Bukan indikasi
Kalium rutin
perklorat Pada sub akut
Litium tiroiditis berat
karbonat dan krisis
Glukokortikoids tiroid.

Menghabat transpor yodium sintesis


dan keluarnya hormon.
Memperbaiki efek hormon dijaringan
dan sifat imunologis.

2. Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol
fortior 7-10 jam preoperatif, dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi
subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan tiroidetomi subtotal lobus lain.
3. Yodium radioaktif (radio active iodium – RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir
pengobatan RAI. Dosis Rai berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk
mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi, kontra indikasi ialah graviditas.
Komplikasi
1. Penyakit jantung tiroid (PJT) .
Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak, edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik
didapatkan adanya atrium fibrilasi.
2. Krisis Tiroid (Thyroid Storm).

23
Merupakan suatu keadaan akut berat
yang dialami oleh penderita
tiritoksikosis (life-threatening
severity). Biasanya dipicu oleh faktor
stress (infeksi berat, operasi dll).
Gejala klinik yang khas adalah
hiperpireksia, mengamuk dan tanda
tanda-tanda hipertiroid berat yang
terjadi secara tiba-tiba (adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan dapat dicetuskan oleh antara lain : infeksi dan tindakan
pembedahan) Prinsip pengelolaan hampir sama, yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang teijadi.
3. Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).
Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah
adanya hipokalemi akibat kalium terlalu anyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan
(karbohidrat), oleh karena glukosa akan dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium (K channel ATP-ase).
4. Komplikasi akibat pengobatan. Komplikasi ini biasanya akibat overtreatment (hipotiroid) atau akibat ES obat (agranulositosis,hepatotoksik)

DEFINISI PREEKLAMPSIA
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi . Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan
berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria. Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90 mmHg. Dengan catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24 jam atau sama dengan ≥1+ dipstick. Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan
24
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai
proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau kualitatif 4+.
Sedangkan pasien yang sebelumnya
mengalami preeclampsia kemudian disertai
kejang dinamakan eklampsia. Penggolongan
preeclampsia menjadi preeclampsia ringan
dan preeclampsia berat dapat menyesatkan
karena preeclampsia ringan dalam waktu
yang relative singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat.
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan
jarak periksa 1 jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm.

Preeklampsia berat dibagi menjadi:


25
a) Preeklampsia berat
tanpa impending eclampsia
b) Preeklampsia berat
dengan impending eclampsia.
Disebut impending eclampsia
bila preeklampsia berat disertai gejala-
gejala subjektif berupa :
 Muntah-muntah
 Sakit kepala yang keras karena
vasospasm atau oedema otak
 Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung
 Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta. Hal ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae. Perubahan
– perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop.

ETIOLOGI
a. Invasi trofoblas abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling akibat invasi endovascular trophoblasts ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal
ini menimbulkan degenerasi lapisan otot arteri spiralis sehingga terjadi dilatasi dan distensi. Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak sempurna
dan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis. Dalam hal ini, hanya pembuluh darah desidua (bukan pembuluh darah miometrium)
yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas. Akibatnya, lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami distensi dan
dilatasi. Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis mengalami vasokonstriksi relative.
b. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut;
 Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida

26
 Ibu multipara yang kemudian
menikah lagi mempunyai risiko
lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.
 Seks oral mempunyai risiko lebih
rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode
hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte
Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G
pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu dan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan decidua ibu.
Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam decidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga
merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Selain itu, pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan yang
mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel yang lebih rendah dibanding pada normotensive.
c. Teori Radikal Bebas dan Disfungsi Sel Endotel
Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeclampsia disebabkan oleh gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu
proses inflamasi intravaskuler sistemik. Dalam teori ini dinyatakan bahwa preeclampsia timbul akibat adanya leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem
dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan
preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya
menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel, mengacaukan produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat
lainnya adalah terbentuknya sel makrofag yang mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi mikrovaskuler menyebabkan
trombositopenia; dan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria.
27
28
Gambar . Patogenesis hipertensi dalam kehamilan
(Cunningham, et al, 2007)
d. Faktor Defisiensi Nutrisi
Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak
ikan, termasuk hati halibut, dapat
mengurangi resiko preeclampsia.
Minyak ikan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik bahwa konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat digunakan untuk mencegah preeclampsia.
Studi lain menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet kaya buah-buahan dan sayuran yang banyak mengandung aktioksidan berkaitan dengan
penurunan tekanan darah. Studi ini berkaitan dengan penelitian Zhang bahwa resiko preeklampsi menjadi dua kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi asam
askorbat kurang dari 85 mg. C-Reactive Protein (CRP) yang merupakan marker inflamasi, juga meningkat pada obesitas. Hal ini selanjutnya juga berkaitan
dengan preeclampsia karena obesitas pada orang tidak hamil pun dapat menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik akibat atherosklerosis.
e. Faktor genetik
Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden
risiko preeklampsia adalah 20 sampai 40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11 sampai 37 persen untuk saudara wanita preeklampsia dan 22-47
persen dalam studi kembar.
FAKTOR RESIKO
Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, termasuk preeclampsia berat, yaitu:
 Primigravida, primipaternitas
 Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
 Umur yang ekstrim.
 Riwayat keluarga pernah preeclampsia/ eklampsia.
29
 Penyakit-penyakit ginjal dan
hipertensi yang sudah ada sebelum
hamil.
 Resiko preeclampsia meningkat dari
4.3 % pada ibu hamil dengan BMI
kurang dari 19,8 kg/m2 hingga
13,3% pada ibu hamil dengan BMI
lebih dari 35 kg/m2
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre eklamsia yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)
e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= < 31 u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
4) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 – 2,7 mg/dL
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume
cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan bahwa denyut jantung janin lemah
PENATALAKSANAAN
30
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia
adalah sebagai berikut :
1. Melindungi ibu dari efek
peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit
menjadi eklampsia
3. Mengatasi dan menurunkan
komplikasi pada janin
4. Terminasi kehamilan dengan cara
yang paling aman
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:
 Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
 Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:
 Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya: kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi medikamentosa
 Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.
Penanganan di rumah sakit
Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya.
Penanganan penyulit pada PEB meliputi (Prasetyorini, 2009):
a. Pencegahan Kejang
• Tirah baring, tidur miring kiri
• Infus RL atau RD5
• Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
- Loading / initial dose : dosis awal
- Maintenance dose : dosis rumatan
 Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin
31
Tabel . Tatacara Pemberian SM pada PEB

Loading dose Maintenance dose


SM 20 % 4 g iv pelan-pelan - SM 40 % 10 g im, terbagi pada
selama 5 menit glutea kiri dan kanan
- SM 40 % 5 g per 500 cc RD5 30
tts/m
1. SM rumatan diberikan sampai 24
jam pada perawatan konservatif dan
24 jam setelah persalinan pada
perawatan aktif

Syarat pemberian SM :

- Reflex patella harus positif


- Respiration rate > 16 /m
- Produksi urine dalam 4 jam 100cc
- Tersedia calcium glukonas 10 %

32
Antidotum :
Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium
gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit
Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :

1. Sodium thiopental 100 mg iv


2. Diazepam 10 mg iv
3. Sodium amobarbital 250 mg iv
4. Phenytoin dengan dosis :
- Dosis awal 100 mg iv
- 16,7 mg/menit/1 jam
500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam
b. Antihipertensi
• Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126
• Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam
33
• Penurunan darah dilakukan
secara bertahap :
- Penurunan awal 25 %
dari tekanan sistolik
- Target selanjutnya
adalah menurunkan
tekanan darah < 160/105
mmHg atau MAP < 125
c. Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
• Memperberat penurunan perfusi plasenta
• Memperberat hipovolemia
• Meningkatkan hemokonsentrasi
Indikasi pemberian diuretikum :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
a. Perawatan konservatif
1. Tujuan :
• Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan yang memnuhi syarat janin dapat hidup di luar rahim
• Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu
2. Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia
3. Pemberian anti kejang :
Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose ( loading dose tidak diberikan )
34
4. Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol
untuk PER.
5. Induksi Maturasi Paru
Diberikan injeksi
glukokortikoid, dapat
diberikan preparat
deksametason 2 x 16 mg
iv/24 jam selama 48 jam atau
betametason 24 mg im/24 jam sekali pemberian.
6. Cara perawatan :
• Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia
• Menimbang berat badan tiap hari
• Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya
• Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur
• Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase, Albumin serum dan faktor koagulasi
• Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk kriteria PER, pasien tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru diperbolehkan rawat jalan.
Kunjungan rawat jalan dilakukan 1 minggu sekali setelah KRS.
7. Terminasi kehamilan
• Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm
• Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan indikasi obstetrik
b. Perawatan aktif
1. Tujuan : Terminasi kehamilan
2. Indikasi :
(i). Indikasi Ibu :
35
• Kegagalan terapi
medikamentosa :
- Setelah 6 jam
dimulainya
terapi
medikamaentosa
terjadi kenaikan
tekanan darah
persisten
- Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa terjadi kenaikan tekanan darah yang progresif
• Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia
• Didapatkan gangguan fungsi hepar
• Didapatkan gangguan fungsi ginjal
• Terjadi solusio plasenta
• Timbul onset persalinan atau ketuban pecah
(ii). Indikasi Janin
• Usia kehamilan ≥ 37 minggu
• PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial
• NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8
• Terjadi oligohidramnion
(iii). Indikasi Laboratorium
• Timbulnya HELLP syndrome
3. Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel 1.
4. Terminasi kehamilan :
Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam, mode of delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut :
36
(i) Pasien belum inpartu
• Dilakukan induksi
persalinan bila skor
pelvik ≥ 8. Bila skor
pelvik < 8 bisa
dilakukan ripening
dengan menggunakan
misoprostol 25 μg
intravaginal tiap 6
jam. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya induksi, bila tidak maka dianggap induksi persalinan gagal dan
terminasi kehamilan dilakukan dengan operasi sesar.
• Indikasi operasi sesar :
- Indikasi obstetrik untuk operasi sesar
- Induksi persalinan gagal
- Terjadi maternal distress
- Terjadi fetal compromised
- Usia kehamilan < 33 minggu
(ii) Pasien sudah inpartu
• Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti partograf
• Kala II diperingan
• Bila terjadi maternal distress maupun fetal compromised, persalinan dilakukan dengan operasi sesar
• Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan operasi sesar
Mengetahui
Pendamping

37
Dr. Ani Ruliana

38

Anda mungkin juga menyukai