Anda di halaman 1dari 25

I.

REKAM MEDIS
A. Anamnesis
1. Identifikasi
Nama
Med Rec/Reg
Umur
Suku Bangsa
Agama
Pekerjaan

:
:
:
:
:
:

Ny. S
881087 / RI 16009468
41 tahun
Sumatera
Islam
IRT

Alamat

: Dusun I Bangun Sari

MRS

: 05-04-2016 Pukul 20.05 WIB

2. Riwayat perkawinan
Kawin 5 kali, I : 2 tahun
II : 5 tahun
III : 6 bulan
IV : 1 tahun
V : 21 tahun
3. Riwayat reproduksi
Menarche usia 11 tahun, teratur, siklus haid teratur 28 hari, lama haid 5-7
hari.
HPHT : lupa
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
1. 1996, aterm, spontan, , tidak ditimbang, dukun, sehat
2. 1997, aterm, spontan, , tidak ditimbang, dukun, meninggal usia 5 tahun
3. 1998, aterm, spontan, , tidak ditimbang, dukun, meninggal usia 2 bulan
4. 1998, preterm 32 minggu, spontan, , tidak ditimbang, meninggal usia 2
hari
5. 1999, aterm, spontan, , tidak ditimbang, dukun, sehat

6. 2004, aterm, spontan, , 2800 g, dukun, sehat


7. 2007, aterm, spontan, , 2500 g, bidan, sehat
8. 2008, aterm, spontan, , tidak ditimbang, dukun, meninggal usia 2 hari
9. 2014, abortus usia 12 minggu, dikuret
10. Hamil ini
5. Riwayat penyakit dahulu
Darah tinggi sejak tahun 2007 (saat hamil anak ke-7) sampai sekarang,
tidak rutin minum obat dan kontrol
6.

Riwayat gizi/ sosioekonomi


Sedang

7. Anamnesis khusus (autoanamnesis)


Keluhan utama : Hamil kurang bulan dengan darah tinggi
Riwayat perjalanan penyakit :
Os rujukan dari RS Myria dengan hamil dengan darah tinggi. Os biasa
kontrol kehamilan ke praktik bidan. Bidan mengatakan os hamil 7 bulan
dengan darah tinggi, lalu merujuk os ke RS Myria untuk dirawat. Riwayat
darah tinggi pada kehamilan ini sudah diketahui os sejak hamil dan hanya
kontrol dengan bidan saja. Os menderita darah tinggi sejak tahun 2007,
namun tidak rutin minum obat dan kontrol. Riwayat darah tinggi dalam
keluarga (+) ayah os. Os tidak mengeluh sakit kepala, pandangan mata
kabur, mual, muntah, ataupun nyeri ulu hati. Os juga tidak mengeluh perut
mulas, keluar darah lendir, ataupun keluar air-air dari kemaluan. Os
mengaku gerakan janin masih dirasakan.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Status present
a. Keadaan umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Kompos mentis

Berat badan

: 84 kg

Tinggi badan

: 156 cm

Tekanan darah

: 220/120 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Pernafasan

: 20 kali/menit

Suhu

: 36,6C

b. Keadaan khusus
Kepala

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik

Leher

: Tekanan vena jugularis (5-2) cmH2O

Jantung

: HR 90x/menit, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru

: Vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen

: Abdomen cembung, lemas, bising usus (+)


normal

Ekstremitas

: Edema pretibia (+/+), varises (-), refleks


fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)

2. Pemeriksaan obstetri
Pemeriksaan obstetri tanggal 05-04-2016, pukul 20:10 WIB didapatkan :
Pemeriksaan luar : 2 jari di atas pusat (20 cm), ballottement eksterna (+), his
(-),DJJ : 152 x/m, taksiran berat badan janin 1085 g.
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (05-04-2016, pukul 19:31 WIB)
Hb
: 14,2g/dL
Eritrosit
: 5.550.000/mm3

(N: 11,7-15,5)
(4,30-4,87 x106)

Leukosit
: 16.100/mm3
Ht
: 44%
Trombosit
: 177.000/mm3
DC
: 0/0/79/17/4
Protein urin (dipstick) : +++
Albumin
: 2,7
LDH
: 1555
Ureum
: 41
Kreatinin
: 1,52
As. Urat
: 5.8
Kalsium
: 8,1
Magnesium : 2,69
Natrium
: 140
Kalium
: 4,7

(4,5-11 x103)
(43-49)
(150-450 x103)
(0-1/1-6/50-70/20-40/2-8)

USG IRD (GIN)


Janin tunggal hidup, intrauterin
BPD : 67 mm AC : 211 mm
EFW : 817 gram
HC : 242 mm FL : 45 mm
Plasenta di fundus
Ketuban cukup, SP: 5,3 cm
Kesan : Hamil 26 minggu janin tunggal hidup intrauterin
D. Indeks gestosis
Indeks gestosis

Jumlah

Edema
Proteinuria
TD sistolik
TD diastolik

1
2
3
3
9

D. Diagnosa kerja
G10P8A1 hamil 26 minggu belum inpartu dengan superimposed preeklampsia
pada hipertensi kronis janin tunggal hidup intrauterin
E. Prognosis

Ibu

: dubia

Janin : dubia
F. Tatalaksana
- Ekspektatif
- Stabilisasi 3 jam
- Observasi tanda vital ibu, denyut jantung janin, tanda inpartu, tanda
impending eklampsia
- IVFD RL gtt XX /menit
- Kateter menetap, catat balans cairan
- Inj. MgSO4 40% 8 gram boka dan boki IM (apabila urin output 0,5-1
cc/kgBB/jam atau 100 cc/4 jam)
- Nifedipine tab 10 mg/8 jam
- Pematangan paru dengan inj. Dexametason 6 mg/12 jam IV (2 hari)
- Evaluasi sesuai satgas gestosis
- Konsul Departemen Penyakit Dalam dan Mata
- Rencana USG konfirmasi
- Konseling tubektomi
G. Follow up
Tanggal
Jam

Pemeriksaan

Tatalaksana

06-04-16
06.00 WIB
(EPM)

S : tidak bisa tidur


O : Status present :
KU: sedang TD : 210/120 mmHg RR: 20x/m
Sens: CM
N : 86x/m
T : 36,6C
Indeks gestosis : 7
Status obstetri :
PL : FUT 2 jari di atas pusat ballotement ekstrerna (+),
his (-), DJJ: 148 x/m, TBJ 1085 g.
Urin output : 700 cc/10 jam
Hasil Labor (05-04-16)
Albumin
: 2,7
LDH
: 1555

P:
- Ekspektatif
- Observasi TVI, DJJ, tanda inpartu
- Inj. MgSO4 40% 8 gram boka boki
IM
- Evaluasi sesuai satgas gestosis
- R/ USG konfirmasi
- Konsul ulang PDL untuk reevaluasi

Ureum
Kreatinin
As. Urat
Kalsium
Magnesium
Natrium
Kalium

: 41
: 1,52
: 5.8
: 8,1
: 2,69
: 140
: 4,7
Hasil konsul Departemen Penyakit Dalam :
- Hipertensi urgensi
Saat ini cor dan pulmo fungsional
kompensata
Saran : Metildopa tab 500 mg/8 jam, evaluasi
ulang tekanan darah
Labetalol 2x200mg po sebagai lini pertama
dengan target TD < 150/80-100mmHg
Hasil konsul Departemen Mata :
- Saat ini tidak ditemukan tanda-tanda koroidopati
dan retinopati hipertensi
- Regulasi tekanan darah sesuai TS. Konsul ulang
bila terjadi penurunan visus mendadak.
A : G10P8A1 hamil 26 minggu belum inpartu dengan
superimposed preeklampsia pada hipertensi kronis
+ sindroma HELLP parsial + hipoalbuminemia +
hipokalsemia JTH intrauterine
06-04-16
USG (AK)
12:45 WIB
Janin tunggal hidup, intrauterin
BPD : 67 mm AC : 211 mm
EFW : 817 gram
HC : 242 mm FL : 45 mm
Plasenta di fundus
Ketuban cukup, SP: 5,3 cm
Kesan : Hamil 26 minggu janin tunggal hidup
intrauterin
Saran : Terminasi kehamilan
06-04-16
S : sakit kepala hebat
13:00 WIB O : Status present :
(ARP)
KU: sedang TD : 190/120 mmHg RR: 20x/m
Sens: CM
N : 90x/m
T : 36,6C
Indeks gestosis : 7
Status obstetri :
PL : FUT 2 jari di atas pusat ballotement ekstrerna (+),
his (-), DJJ: 148 x/m, TBJ 1085 g.
Urin output : 200 cc/9 jam
A : G10P8A1 hamil 26 minggu belum inpartu dengan
impending eklampsia + sindroma HELLP parsial +
hipoalbuminemia + hipokalsemia JTH intrauterin

P:
- Terminasi kehamilan
- Observasi TVI, DJJ, tanda inpartu
- Inj. MgSO4 40% 8 gram boka boki
IM
- Inj. Dexamethasone 10mg/12 jam
- Evaluasi sesuai satgas gestosis
- Konsul ulang PDL untuk reevaluasi
Lapor DPJP: Dr. H. Amir Fauzi,
SpOG(K)
Saran :
- Terminasi kehamilan pervaginam

06-04-16
16:00 WIB

Hasil konsul ulang Departemen Penyakit Dalam


- Hipertensi urgensi
G10P8A1 dengan impending eklampsia
Saran : Drip nicardipine 1 ampul dalam D5
100cc gtt xx/menit (mikro) maintenance sampai
target terapi TD 160/90mmHg
Jika target tercapai stop drip, switch oral
dengan metildopa 3x500mg po
RB divisi ginjal hipertensi

06-04-16
17:30 WIB
(LIH)

S : sakit kepala hebat


O : Status present :
KU: sedang TD : 190/120 mmHg RR: 20x/m
Sens: CM
N : 90x/m
T : 36,6C
Indeks gestosis : 7
Status obstetri :
PL : FUT 2 jari di atas pusat ballotement ekstrerna (+),
his (-), DJJ: 148 x/m, TBJ 1085 g.
VT : postio lunak, anterior, : 3cm, kepala, teraba
balon kateter, penunjuk sulit dinilai
A : G10P8A1 hamil 26 minggu inpartu kala I fase laten
dengan impending eklampsia + sindroma HELLP
parsial + hipoalbuminemia + hipokalsemia JTH
intrauterine

07-04-16
02:30 WIB
(LIH)

Pasang balon transervikal 50cc


Drip oksitosin 10IU dalam 500cc
RL gtt x/menit

P:
- R/ Partus pervaginam
- Observasi TVI, DJJ, tanda inpartu
- IVFD D5 100cc + nicardipine
mikro xx/menit
- IVFD RL = oksitosin 10IU gtt
xx/menit
- Balon transervikal 50cc
- Inj. MgSO4 40% 8 gram boka boki
IM
- Inj. Dexamethasone 10mg/12 jam
IV
- Evaluasi sesuai satgas gestosis
- Jika TD <160 mmHg stop
nicardipine ganti oral dengan
metildopa 3x500mg + adalat oros
1x30gr

S : sakit kepala berkurang


P:
O : Status present :
- R/ Partus pervaginam
KU: sedang TD : 180/120 mmHg RR: 20x/m
- Observasi TVI, DJJ, tanda inpartu
Sens: CM
N : 90x/m
T : 36,6C
- IVFD D5 100cc + nicardipine
Status obstetri :
mikro xx/menit
PL : FUT 1 jari di atas pusat ballotement ekstrerna (+), - IVFD RL + oksitosin 10IU gtt
his (-), DJJ: 115 x/m, TBJ 1085 g.
xx/menit
VT : portio lunak, anterior, : 6cm, kepala, teraba - Inj. MgSO4 40% 8 gram boka boki
balon kateter, penunjuk sulit dinilai
IM
A : G10P8A1 hamil 26 minggu inpartu kala I fase aktif - Inj. Dexamethasone 10mg/12 jam
dengan impending eklampsia + sindroma HELLP
IV
parsial + hipoalbuminemia + hipokalsemia JTH - Evaluasi sesuai satgas gestosis
intrauterine
07-04-16
LAPORAN PERSALINAN
07:00 WIB
- Tampak parturient ingin mengedan kuat. Pada pemeriksaan dalam didapatkan portio tak
(LIH)
teraba, lengkap, kepala, ketuban (-), jernih, bau (-), UUK kanan depan
D/ G10P8A1 hamil 26 minggu inpartu kala II dengan impending eklampsia +
sindroma HELLP parsial + hipoalbuminemia JTH intrauterine
Th/ Pimpin persalinan

07-04-16
07.00 WIB
(LIH)

Pukul 07.05 lahir neonatus hidup, laki-laki, BB : 800gram, PB : 25cm, A/S : 2/3
PTAGA
- Dilakukan manajemen aktif kala III
- Plasenta lahir lengkap, BP:210gr, PTP : 45 cm, 13x14 cm
- Dilakukan eksplorasi jalan lahir tidak ditemukan adanya laserasi jalan lahir
- KU ibu post partum baik, perdarahan aktif (-)
S : habis melahirkan
P:
O : Status present :
- Observasi TVI, tanda perdarahan
KU: sedang TD : 180/100 mmHg RR: 20x/m
- IVFD RL + oksitosin 20IU gtt
Sens: CM
N : 86x/m
T : 36,6C
xx/menit
Status obstetri :
- Inj. MgSO4 40% 8 gram boka boki
PL : FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik,
IM s/d 24 jam post partum
perdarahan aktif (-), vulva tenang
- Inj. Dexamethasone 10mg/12 jam
Hasil Labor (07-04-16)
IV
- Vulva hygiene
Hb
: 13,4
- Obat : cefadroxil 2x500mg
Leukosit
: 20.400
As. Mefenamat 3x500mg
Trombosit
: 113.000
Neurodex 2x1
Ht
: 40
Metildopa 3x250mg
R/
tubektomi
tanggal 08-04-2016
LDH
: 1132/
Protein urin
: ++
A : P9A1 post partum spontan dengan impending
eklampsia + sindroma HELLP parsial +
hipoalbuminemia perawatan hari I
Hasil Departemen Penyakit Dalam
- Hipertensi stage I
Saat ini cor dan pulmo fungsional
kompensata
Saran : Drip nicardipine gtt x/menit
diteruskan sampai habis, lalu stop ganti dengan
captopril 3x25mg, amlodipine 1x10mg.
Hasil konsul Departemen Anesthesi
- Pasien kami evaluasi ulang besok pagi
- Terapi hipertensi sesuai TS PDL

08-04-16
07.00 WIB
(GUH)

S : pusing
O : Status present :
KU: sedang TD : 200/140 mmHg RR: 20x/m
Sens: CM
N : 90x/m
T : 36,6C
Status obstetri :
PL : FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-), vulva tenang
Hasil Labor (08-04-16)
Hb
: 10,9
Leukosit
: 18.000

P:
- Observasi TVI, tanda perdarahan
- IVFD RL gtt xx/menit
- Inj. Dexamethasone 10mg/12 jam
IV
- Vulva hygiene
- Obat : cefadroxil 2x500mg
As. Mefenamat 3x500mg
Neurodex 2x1
Metildopa 3x250mg

Trombosit
Ht
LDH
Protein urin

: 110.000
: 33
: 907
: ++
A : P9A1 post partum spontan dengan impending
eklampsia + sindroma HELLP perbaikan perawatan
hari ke II

captopril 3x25mg,
amlodipine 1x10mg,
HCT 1x25mg
- R/ tubektomi tanggal 09-04-2016

Hasil Departemen Penyakit Dalam


- Hipertensi stage II
P9A1 post partum spontan
Saran : captopril 3x25mg
Amlodipine 1x10mg
HCT 1x25mg
Hasil konsul Departemen Anesthesi
- Tunda operasi untuk regulasi hipertensi revisi TS
PDL
09-04-16
07.00 WIB
(CGH)

S : mau steril, pusing (-)


O : Status present :
KU: sedang TD : 170/120 mmHg RR: 20x/m
Sens: CM
N : 90x/m
T : 36,6C
Status obstetri :
PL : FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-), vulva tenang
A : P9A1 post partum spontan dengan superimposed
preeclampsia pada hipertensi kronik + sindroma
HELLP parsial perawatan hari ke III

10-04-16
07.00 WIB
(CGH)

Hasil Departemen Penyakit Dalam


- Hipertensi stage II
Terapi : captopril 3x25mg, amlodipine
1x10mg,
HCT 1x25mg
S : mau steril, pusing (-)
O : Status present :
KU: sedang TD : 180/100 mmHg RR: 20x/m
Sens: CM
N : 90x/m
T : 36,8C
Status obstetri :
PL : FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-), lokhia (+), vulva tenang
A : P9A1 post partum spontan dengan superimposed
preeclampsia pada hipertensi kronik + sindroma
HELLP parsial perawatan hari ke IV

P:
- Observasi TVI, tanda perdarahan
- Inj. Dexamethasone 10mg/12 jam
IV
- Vulva hygiene
- Obat : cefadroxil 2x500mg
As. Mefenamat 3x500mg
Neurodex 2x1
Metildopa 3x250mg
captopril 3x25mg,
amlodipine 1x10mg,
HCT 1x25mg.

- R/ tubektomi Senin tanggal 11-042016

P:
- Observasi TVI, tanda perdarahan
- Regulasi TD
- Inj. Dexamethasone 10mg/12 jam
IV
- Vulva hygiene
- Obat : cefadroxil 2x500mg
As. Mefenamat 3x500mg
Neurodex 2x1
Metildopa 3x250mg
Captopril 3x25mg
Amlodipine 1x10mg

10

Hasil Departemen Penyakit Dalam


- Hipertensi stage II
Terapi : istirahat
Edukasi
Diet
Terapi lain lanjutkan
11-04-16
07.00 WIB
(CGH)

S : mau steril, pusing (-)


O : Status present :
KU: sedang TD : 200/120 mmHg RR: 22x/m
Sens: CM
N : 88x/m
T : 36,5C
Status obstetri :
PL : FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-), lokhia (+) , vulva tenang
A : P9A1 post partum spontan dengan superimposed
preeclampsia pada hipertensi kronik + sindroma
HELLP parsial perawatan hari ke V
Hasil Departemen Penyakit Dalam
- Hipertensi stage II
Saran : captopril 3x25mg, amlodipine
1x10mg, HCT 1x25mg, diet rendah garam

12-04-16
07.00 WIB
(CGH)

Hasil Departemen Anesthesi


- Pasien ditunda operasi untuk terapi dan
regulasi TD dengan target TD sistolik 140150mmHg dan diastolik 80-90 mmHg
terkontrol dan stabil selama 3-5 hari
- Konsul ulang bila pasien telah terkontrol dan
teregulasi tekanan darahnya
S : mau steril, pusing (-)
O : Status present :
KU: sedang TD : 160/100 mmHg RR: 22x/m
Sens: CM
N : 88x/m
T : 36,5C
Status obstetri :
PL : FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-), lokhia (+) , vulva tenang
Hasil Labor (12-04-16)
Hb
Leukosit
Trombosit
Ht
LDH
Protein urin

: 12,2
: 19.300
: 288.000
: 38
: 795
:-

A : P9A1 post partum spontan dengan superimposed


preeclampsia pada hipertensi kronik + sindroma

HCT 1x25mg
R/ tubektomi tanggal 11-04-2016

P:
- Observasi TVI, tanda perdarahan
- Regulasi TD
- Diet rendah garam
- Inj. Dexamethasone 10mg/8 jam IV
- Vulva hygiene
- Obat : cefadroxil 2x500mg
As. Mefenamat 3x500mg
Neurodex 2x1
Metildopa 3x250mg
Captopril 3x25mg
Amlodipine 1x10mg
HCT 1x25mg
- R/ Tubektomi

P:
- Observasi TVI, tanda perdarahan
- Regulasi TD
- Diet rendah garam
- Inj. Dexamethasone 10mg/8 jam IV
- Vulva hygiene
- Obat : cefadroxil 2x500mg
As. Mefenamat 3x500mg
Neurodex 2x1
Metildopa 3x250mg
Captopril 3x25mg
Amlodipine 1x10mg
HCT 1x25mg
- R/ Tubektomi masih ditunda
- Lapor Dr. H. Amir Fauzi, SpOG(K)
untuk saran kontrasepsi
- Pasien boleh pulang
- KB hormonal insersi IUD
- Rencanakan
tubektomi

11

HELLP parsial perbaikan perawatan hari ke VI

13-04-16
07.00 WIB
(CGH)

Hasil Departemen Penyakit Dalam


- Hipertensi stage II
Saran : captopril 3x25mg, amlodipine
1x10mg, HCT 1x25mg, diet rendah garam
S : mau steril, pusing (-)
O : Status present :
KU: sedang TD : 180/110 mmHg RR: 22x/m
Sens: CM
N : 88x/m
T : 36,5C
Status obstetri :
PL : FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-), lokhia (+) , vulva tenang
A : P9A1 post partum spontan dengan superimposed
preeclampsia pada hipertensi kronik + sindroma
HELLP parsial perbaikan perawatan hari ke VII
Hasil Departemen Penyakit Dalam
- Hipertensi stage II
Saran : captopril 3x25mg, amlodipine
1x10mg, HCT 1x25mg, diet rendah garam
- ACC rawat jalan. Control ulang di Poli Ginjal
Hipertensi
Hasil Poli PKBRS
- Telah dilakukan konseling KB dan
pemasangan IUD.

interval

P:
- Observasi TVI, tanda perdarahan
- Regulasi TD
- Diet rendah garam
- Inj. Dexamethasone 10mg/8 jam IV
- Vulva hygiene
- Obat : cefadroxil 2x500mg
As. Mefenamat 3x500mg
Neurodex 2x1
Metildopa 3x250mg
Captopril 3x25mg
Amlodipine 1x10mg
HCT 1x25mg
- R/ Tubektomi interval
- Konsul
poli
PKBRS
untuk
pemsangan KB
- R/ pulang dengan edukasi

II. PERMASALAHAN
A. Bagaimanakah cara menegakkan diagnosis superimposed preeklampsia pada
hipertensi kronik pada pasien ini?
B. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat? Kapan waktu optimal
untuk terminasi pada kasus superimposed preeklampsia?
C. Bagaimana metode terminasi yang tepat pada kasus ini, pervaginam atau
perabdominam?
III. ANALISA KASUS

12

A. Bagaimanakah

cara

menegakkan

diagnosis

superimposed

preeklampsia pada hipertensi kronik pada pasien ini?


Preeklampsia adalah malfungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang
menyebar luas sehingga terjadi vasospasme pembuluh darah yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Preeklampsia terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan
pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema
nondependen, dan dijumpai proteinuria.1
Invasi trofoblas yang inadekuat terhadap myometrium menyebabkan
gangguan pada proses vasodilatasi fisiologis dari arteri spiralis maternal.
Gangguan aliran darah intervillus menyebabkan perfusi yang inadekuat dan
iskemia pada trimester kedua kehamilan. Hal ini kemungkinan menyebabkan
diproduksinya oksigen reaktif. Pada keadaan preeklampsia, antioksidan
endogen normal tidak dapat mengkompensasi keadaan tersebut, sehingga
akan timbul kondisi stress oksidatif. Stress oksidatif atau zat vasoaktif yang
dikeluarkan dari plasenta, menyebabkan terjadinya aktivasi dari sel endotel
vaskular. Pembuluh darah endotel dikenal mensuplai semua sistem organ,
sehingga terjadi gangguan pada profil lipid, seperti kadar trigliserida dan asam
lemak bebas yang meningkat dua kali lipat. Adanya peningkatan peroksidasi
lipid baik secara sistemik maupun dalam plasenta, menunjukkan bahwa stress
oksidatif mendasari kerusakan pada sel endotel. Sel endotel yang rusak pada
preeklampsia akan merangsang agregasi platelet serta pelepasan tromboksan
A2 (TXA2) yang merupakan agen vasokonstriktor. Mekanisme ini
menyebabkan penurunan produksi prostasiklin (agen vasodilator) oleh sel
endotel. Berkurangnya jumlah prostasiklin memungkinkan sensitivitas
vaskular yang lebih besar terhadap angiotensin II, sehingga menyebabkan
vasospasme dan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
menimbulkan peningkatan tekanan darah.1

13

Gambar 1. Proses patofisiologi preeklampsia


Dikutip dari Steegers, dkk 2

Pada kasus ini, pasien merupakan grandemultipara, usia 41 tahun, dengan


riwayat darah tinggi tidak terkontrol sejak 9 tahun yang lalu, dan riwayat
preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. Terminologi yang selanjutnya
digunakan untuk mendiagnosis pasien ini adalah superimposed preeklampsia
pada hipertensi kronis. Kriteria diagnosis superimposed preeklampsia adalah:
a.

Ditemukannya proteinuria (300 mg protein dalam 24 jam, tanpa riwayat


proteinuria sebelumnya) setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita
dengan hipertensi kronis.

b.

Apabila hipertensi dan proteinuria sudah timbul sejak usia kehamilan <20
minggu, maka saat ini ditemukan : peningkatan proteinuria, peningkatan
tekanan darah (hipertensi), jumlah trombosit <100.000/mm 3, dan
peningkatan kadar enzim hepar (SGOT dan/atau SGPT 70 IU/L).3

Diagnosis superimposed preeklampsia ditegakkan dengan adanya hipertensi


kronis dan ditemukan proteinuria +3 (dipstik) pada saat MRS. Prognosis

14

maternal maupun janin pada superimposed preeklampsia jauh lebih buruk


dibandingkan pada kasus hipertensi kronis atau preeklampsia. Komplikasi
superimposed sama dengan preeklampsia, namun biasanya lebih sering terjadi
dan derajatnya lebih berat, terutama komplikasi maternal. 3,4,5
Pasien ini juga menderita sindroma HELLP (Hemolisis, Elevated liver enzym,
dan Low Platelet). Kriteria sindroma HELLP menurut klasifikasi Tennessee
adalah : 3
a. Adanya hemolisis yang ditandai dengan hasil apusan darah tepi abnormal,
LDH >600 IU/L, bilirubin total 1,2 mg/dl
b. Peningkatan enzim hepar, yaitu kadar SGOT atau SGPT 70 IU/L
c. Trombosit <100.000/mm3.
Diagnosis sindroma HELLP pada kasus ini ditegakkan dengan adanya
peningkatan LDH 1555 U/L.
Sindroma HELLP terjadi pada 10-20% kasus preeklampsia berat. Sekitar
72% kasus terdiagnosis saat antepartum (70% terjadi pada usia kehamilan 2836 minggu, 20% pada >37 minggu, dan hanya 10% pada <28 minggu) dan
28% terdiagnosis postpartum (80% pada <48 jam pertama, 20% pada 48 jam
postpartum). 3
Kerusakan dari sel endotel arteri spiralis mengakibatkan hipoksia dan
seterusnya menjadi aterosis akut. Aterosis akut ditandai dengan adanya
diskontinuitas dari sel endotel, gangguan fokal pada membrana basalis,
deposisi trombosit, terbentuknya mural trombus dan akhirnya terjadi nekrosis
fibrinoid. Dengan rangsangan dari trombosit growth factor terjadi perubahan
proliferasi yang tidak teratur pada tunika intima, dan pada tunika media
mengakibatkan hiperplasia. Aterosis akut ini merupakan keadaan yang
patognomonis pada preeklampsia. Efek semua kejadian yang telah disebutkan
di atas terjadilah gangguan sirkulasi sistemik dan gangguan koagulasi pada
ibu yang selanjutnya menjadi sindroma HELLP. 6

15

Pada keadaan normal, setiap sel mempunyai daya pertahanan terhadap


serangan ekstraselular. Membran sel sangat berperan dalam fungsi pertahanan
ini. Sel darah merah pada penderita preeklampsia tidak memiliki pertahanan
terhadap radikal bebas yang selanjutnya mengakibatkan membran sel darah
merah menjadi tidak stabil dan mengalami kerusakan. Daya pertahanan
membran sel darah merah ini berhubungan dengan kadar prostasiklin di dalam
plasma melalui gen superoxidase dismutase (SOD). Penurunan aktivitas dari
SOD ini mengakibatkan penurunan daya pertahanan terhadap radikal bebas.
Perubahan stabilitas membran sel darah merah menyebabkan masuknya
kalsium ke dalam sel, terjadi peningkatan aktivitas sel dan terjadi perubahan
dari rigiditas membran. Perubahan ini menyebabkan sel darah merah berubah
bentuknya, mudah pecah (fragmentasi) dan sel cenderung menjadi lisis.
Keadaan di atas dapat menerangkan terjadinya hemolisis pada penderita
preeklampsia.

Pada

sindroma

HELLP

terjadi

anemia

hemolitik

mikroangiopati. Akibat fragmentasi sel darah merah, sel darah merah menjadi
menjadi lebih mudah keluar dari pembuluh darah yang kecil. Dimana
pembuluh darah tersebut telah mengalami kebocoran akibat kerusakan endotel
dan adanya deposit fibrin. Pada gambaran darah tepi terlihat gambaran
spherocytes, schistocytes, triangular cell dan burr cell.6
Penurunan jumlah trombosit pada sindroma HELLP disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi atau destruksi dari trombosit. Meningkatnya
konsumsi trombosit disebabkan oleh agregasi trombosit. Hal ini akibat dari
kerusakan endotel, penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis
maupun peningkatan jumlah radikal bebas. Penyebab pasti dari destruksi
trombosit sampai saat ini belum diketahui. Dijumpainya peningkatan
megakaryosit pada biopsi sumsum tulang menunjukkan pendeknya life span
dari trombosit dan cepatnya proses daur ulang.6

16

Beberapa peneliti terdahulu beranggapan bahwa DIC merupakan proses


primer yang terjadi pada sindroma HELLP. Walaupun didapatinya gambaran
histologis dari mikrotrombi yang mirip antara sindroma HELLP dan DIC
tetapi pada sindroma HELLP tidak dijumpai koagulopati intravaskular. Pada
sindroma HELLP terjadi mikroangiopati dengan kadar fibrinogen yang
normal. Jadi, DIC yang terjadi pada sindroma ini bukan merupakan proses
primer tetapi merupakan kelanjutan dari proses patofisiologis sindroma
HELLP itu sendiri (sekunder).6
Hipertensi urgensi dapat timbul sebagai komplikasi pada preeklampsia atau
hipertensi

kronis. Meskipun patofisiologinya

dapat

berbeda,

namun

pendekatan manajemennya sama dengan preeklampsia, yaitu menghindari


ensefalopati

hipertensi

dan

cerebrovascular

accident

(CVA),

serta

menurunkan tekanan darah secara agresif untuk mencegah eklampsia.


Hipertensi urgensi adalah keadaan klinis hipertensi yang memerlukan
penurunan tekanan darah dalam beberapa jam atau harus dikendalikan dalam
jangka waktu 24 jam. Pada keadaan ini tidak disertai kerusakan tetapi
potensial menyebabkan kerusakan target organ. Hipertensi urgensi didiagnosis
apabila tekanan diastolik >115 mmHg dan/ atau sistolik >200 mmHg. Pada
pasien ini, didapatkan hasil pengukuran tekanan darah 220/120 mmHg.
Kematian maternal pada preeklampsia dapat disebabkan oleh perdarahan
serebrovaskular sebagai akibat dari hipertensi akut.7
Selanjutnya, akibat adanya disfungsi endotel pada ginjal akan menyebabkan
gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut ditandai dengan berkurangnya laju filtrasi
glomerulus, sehingga memicu retensi ureum, air, elektrolit berlebih dan
mengganggu keseimbangan asam-basa. Gagal ginjal akut akibat faktor
prerenal dan intrarenal (akut tubular nekrosis) menyumbang 83-90% dari
semua kasus gagal ginjal akut pada preeklampsia. Kerusakan ginjal sekunder
ini sering terjadi pada preeklampsia dan akan mengalami perbaikan setelah

17

persalinan. Sebaliknya, nekrosis korteks renal bilateral, berkisar 10-29% dari


kasus-kasus gagal ginjal akut pada kehamilan, adalah kondisi yang jauh lebih
serius dan dihubungkan dengan angka kematian maternal dan angka kematian
perinatal beserta komplikasinya. Hal ini paling sering terjadi pada wanita
dengan hipertensi kronik dan superimposed preeklampsia, riwayat penyakit
parenkim ginjal, solusio plasenta, atau DIC.7
Selain karena pasien menderita superimposed preeklampsia, adanya
sindroma HELLP yang menyebabkan mikroangiopati hemolisis dan berlanjut
menjadi koagulopati diseminata intravaskular dan gagal ginjal akut
menyebabkan pasien mengalami perburukan kondisi lebih cepat dan berujung
dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran diduga disebabkan oleh
perdarahan intraserebral akibat koagulopati dan hipertensi, ensefalopati
metabolik, atau edema serebri.
B. Apakah penatalaksanaan eskpektatif pada kasus ini sudah tepat?
Kapan waktu optimal untuk terminasi pada kasus superimposed
preeklampsia?
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah memperbaiki luaran
perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia
kehamilan, tanpa membahayakan ibu. Menurut Sibai, keputusan untuk
melakukan manajemen ekspektatif atau terminasi pada kasus preeklampsia
bergantung dengan usia kehamilan, kondisi janin, dan beratnya kondisi
maternal saat assesment. Lebih lanjut, Sibai menyatakan bahwa manajemen
ekspektatif dapat dipertimbangkan pada kasus preeklampsia pada usia
kehamilan 24-34 minggu yang bertujuan untuk memperbaiki luaran perinatal.
Pada pasien dengan usia kehamilan <24 minggu, direkomendasikan untuk
terminasi kehamilan karena belum ada bukti ilmiah yang melaporkan janin
atau nenonatus dapat bertahan hidup selama eskpektatif.8

18

Satgas gestosis POGI menyebutkan manajemen ekspektatif bertujuan


untuk mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan
yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan; serta meningkatkan
kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.
Manajemen ekspektatif diindikasikan pada kehamilan <37 minggu tanpa
disertai tanda dan gejala impending eklampsia. 9
Odendaal, dkk melakukan uji kontrol acak pada pasien preeklampsia berat
dengan usia kehamilan 28-34 minggu yang mendapat terapi ekspektatif. Dari
uji tersebut, tidak didapatkan peningkatan komplikasi pada ibu, sebaliknya
dapat memperpanjang usia kehamilan (rata-rata 7,1 hari); mengurangi
kebutuhan ventilator pada neonatus; dan mengurangi komplikasi neonatal
seperti penyakit membran hialin dan necrotizing enterocolitis. Uji kontrol
acak yang dilakukan Sibai, dkk pada pasien preeklampsia berat dengan usia
kehamilan 28-32 minggu mendapatkan hasil yang kurang lebih sama. Pada uji
tersebut, tidak didapatkan peningkatan komplikasi maternal, sebaliknya dapat
memperpanjang usia kehamilan (15,4 hari); berkurangnya lama perawatan
neonatus di NICU; dan mengurangi insiden sindroma gawat napas.8
Pasien preeklampsia berat dengan usia kehamilan <34 minggu dilakukan
manajemen ekspektatif, meliputi pemberian magnesium sulfat untuk
mencegah kejang dan antihipertensi untuk menurunkan hipertensi (apabila
tekanan darah sistolik >160 mmHg dan/atau diastolik >110 mmHg). Tujuan
pemberian antihipertensi adalah mencapai tekanan darah sistolik antara 14155 mmHg dan diastolik antara 90-105 mmHg. Selain itu, pasien diberi
kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Setelah pemeriksaan fisik dan
evaluasi hasil laboratorium, maka harus diputuskan tatalaksana ekspektatif
atau terminasi (aktif).8
Pasien dengan hipertensi berat persisten, setelah diterapi dengan dosis
maksimal labetalol intravena (220 mg), hidralazine intravena (25 mg), atau

19

nifedipin oral (50 mg); atau gejala klinis serebral yang persisten, harus
diterminasi dalam 24-48 jam, tanpa memandang usia kehamilan. Pasien
dengan trombositopenia (<100.000/mm3), sindroma HELLP dengan klinis
nyeri epigastrium, kreatinin serum 1,5 mg/dl juga harus diterminasi dalam
48 jam. Pasien dengan usia kehamilan 33-34 minggu yang disertai tanda
inpartu, ketuban pecah, pertumbuhan janin terhambat (<5 persentil),
oligohiramnion persisten (indeks cairan amnion <5 cm minimal dalam 2 kali
pemeriksaan, dengan jarak 24 jam), atau gambaran Doppler a. umbilikalis
abnormal, harus diterminasi dalam 48 jam. Pasien dengan usia kehamilan 2433 minggu dievaluasi berdasarkan respon klinis selama 24 jam pertama.
Apabila tekanan darah terkontrol secara adekuat dan kondisi janin baik, maka
pemberian magnesium diteruskan sampai 24 jam. Terminasi kehamilan
dilakukan apabila ditemukan indikasi terminasi selama pemantauan. 3,8 Sibai
dan Barton merekomendasikan algoritma tatalaksana preeklampsia berat
dengan usia kehamilan <34 minggu, yang dapat dilihat pada gambar 3.

20

Gambar 2. Algoritma manajemen preeklampsia berat pada usia kehamilan <34


minggu
Dikutip dari Sibai 8,10

Tabel 1. Indikasi terminasi menurut Sibai


Variabel
Maternal

Indikasi
Nyeri kepala hebat yang persisten, pandangan mata kabur, eklampsia
Sesak napas atau nyeri dada disertai ronki, dan/ atau oksimetri <94%, atau
edema paru
Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas dengan SGOT atau SGPT >2 kali
lipat di atas nilai normal
Hipertensi berat tidak terkontrol, setelah diberi 2 jenis antihipertensi dengan
dosis maksimal
Oliguria (<500 ml/24 jam) atau kreatinin serum 1,5 mg/dl
Trombositopenia persisten (<100.000/mm3)
Suspek solusio plasenta, adanya tanda inpartu, dan/atau pecah ketuban

21

Janin

Pertumbuhan janin terhambat (<5 persentil)


Oligohidramnion berat persisten (ICA <5 cm)
Deselerasi denyut jantung janin berulang
Biofisik profil 4 yang persisten, setelah dievaluasi 6 jam
Gambaran Doppler a. umbilikalis ditemukan REDV
Kematian janin
Dikutip dari Sibai 8, Haddad 11

Tabel 2. Kriteria manajemen ekspektatif atau terminasi kehamilan pada


preeklampsia berat menurut PNPK
Terminasi kehamilan
Data klinis maternal
Data klinis janin
Kardiovaskular: tekanan darah diastolik tidak Pertumbuhan janin terhambat melalui USG
terkontrol >110 mmHg
dengan tanda gawat janin
Perdarahan retinal atau ablasio retina
Oligohidramnion
Ginjal: gangguan fungsi seperti oliguria, Profil biofisik <6
peningkatan kreatinin serum (>2 mg/dl), atau Solusio plasenta
penurunan creatinine clearance, proteinuria Doppler a. umbilikalis: absent atau reversed
>3g/24 jam
CVS: kejang, koma, amaurosis, gangguan
penglihatan
Hepar: SGOT atau SGPT >2 kali batas
normal dan nyeri ulu hati atau kuadran kanan
atas
Dikutip dari HKFM 12

Pasien merupakan grandemultipara, usia 41 tahun, masuk rumah sakit


tanggal 05-04-2016 pukul 20.05 WIB, diantar bidan, dengan keluhan tekanan
darah tinggi yang tidak membaik sejak 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 9 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan, tidak didapatkan
gejala impending eklampsia dan tanda inpartu. Penghitungan indeks gestosis
didapatkan 9, dengan hipertensi emergensi yaitu tekanan darah 220/120
mmHg. Pasien selanjutnya ditatalaksana dengan manajemen ekspektatif.
Hipertensi emergensi dikelola dengan pemberian nifedipine 10 mg/8 jam.
Pematangan paru janin dilakukan dengan pemberian dexametason. Pada poin
ini, tatalaksana ekspektatif sebenarnya belum layak dilakukan, berdasarkan
pertimbangan berikut :
1. Pasien datang dengan usia kehamilan 26 minggu tanpa disertai gejala
impending eklampsia. Karena usia kehamilan belum aterm, maka menjadi

22

dasar pemikiran manajemen ekspektatif pada kasus ini. Namun, pasien


disertai dengan kondisi hipertensi emergensi dengan indeks gestosis 9,
yang memerlukan upaya stabilisasi minimal 4-8 jam. Target stabilisasi
adalah menurunkan tekanan darah sekitar 20% atau tekanan darah sistolik
140-150 mmHg dan diastolik 90-100 mmHg. Manajemen ekspektatif
ataupun terminasi (aktif) baru dapat diputuskan setelah stabilisasi.
2. Keputusan ekspektatif maupun tatalaksana aktif harus mempertimbangkan
kondisi klinis, hasil pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium.
Stabilisasi pasien ini dilakukan selama 3 jam sejak pemberian anti
hipertensi terakhir. Hasil laboratorium menunjukkan adanya sindroma
HELLP parsial, ditandai dengan peningkatan LDH 1555 U/L. Selanjutnya,
pasien didiagnosis dengan G10P8A1 hamil 26 minggu belum inpartu
dengan superimposed preeklampsia pada hipertensi kronis + sindroma
HELLP parsial JTH intrauterin, dan ditatalaksana tambahan injeksi
dexametason 10 mg/12 jam intravena. Selanjutnya pasien mengeluh sakit
kepala hebat sehingga diagnosis berubah menjadi G10P8A1 hamil 26
minggu belum inpartu dengan impending eklampsia + sindroma HELLP
parsial JTH intrauterine dan ditatalaksana secara aktif untuk terminasi
kehamilan.
Sibai merekomendasikan persalinan pervaginam pada seluruh pasien
preeklampsia berat dengan usia kehamilan >32 minggu dan presentasi
kepala, serta pasien dengan usia kehamilan 27-32 minggu tanpa adanya
pertumbuhan janin terhambat dan/atau gambaran Doppler a. umbilikalis
abnormal. Persalinan harus segera tercapai dalam 24 jam setelah induksi.
Sebaliknya, Sibai merekomendasikan seksio sesaria elektif pada pasien
dengan usia kehamilan <27 minggu atau pada pasien dengan kehamilan
<32 minggu yang disertai pertumbuhan janin terhambat dan/atau AEDV
atau REDV.8

23

Seravalli juga merekomendasikan persalinan pervaginam dengan induksi


persalinan pada kasus preeklampsia berat, dimana keberhasilan induksi
bervariasi antara 34-90% pada berbagai penelitian. Kajian ini juga
menyertakan angka seksio sesaria pada berbagai rentang usia kehamilan.3
Sedangkan menurut pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan
POGI, terminasi pada kasus preeklampsia berat sedapat mungkin diarahkan
pervaginam. Apabila pasien belum inpartu, maka dilakukan induksi untuk
persalinan pervaginam bila skor Bishop >8. Bila perlu dilakukan permatangan
serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II
dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus
di susul dengan seksio sesaria.
Indikasi seksio sesaria adalah tidak ada indikasi untuk persalinan
pervaginam, induksi persalinan gagal, terjadi maternal distress, terjadi fetal
distress, dan bila umur kehamilan <33 minggu. Apabila pasien sudah inpartu,
maka perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman atau partograf
WHO, memperpendek kala II, seksio sesaria dilakukan bila terdapat maternal
distress dan fetal distress, primigravida direkomendasikan seksio sesaria, dan
anestesia berupa regional atau epidural anestesia. Tidak dianjurkan anastesia
umum.9
Tabel 3. Pertimbangan pemilihan metode terminasi
Pervaginam
Benefit
Risk
Grandemultipara
Induksi
dengan
Skor Bishop
oksitosin
berisiko
ruptur uteri
Taksiran
berat
Usia gestasi <32
badan janin kecil
minggu
berisiko
Janin
mati
gagal
induksi
sehingga
tidak
Induksi memanjang
menciderai ibu
harus dihindari
Perdarahan
postpartum

Perabdominam
Benefit
Risk
Tidak berisiko Hematoma spinal
ruptur uteri
Perdarahan
subkutis
dan
fascia
Perdarahan
postpartum
histerektomi

24

A. Bagaimana metode terminasi yang tepat pada kasus ini, pervaginam


atau perabdominam?
Pada pasien ini, metode terminasi yang disarankan adalah pervaginam, dengan
pertimbangan :
1. Meskipun skor Bishop rendah (serviks belum matang), namun pasien
adalah grandemultipara, dimana paritas merupakan faktor penting yang
dapat mendukung keberhasilan induksi persalinan.
2. Karena skor Bishop pasien ini 2, maka dilakukan pematangan serviks
terlebih dahulu. Pematangan serviks menggunakan misoprostol pada
grandemultipara lebih sering berisiko ruptur uteri, meskipun Zeteroglu,
dkk meneliti bahwa misoprostol intravaginal sama efektifnya dengan
oksitosin untuk pematangan serviks pada grandemultipara. Pada kasus ini,
pematangan serviks dengan oksitosin dinilai lebih aman dan dapat
dilakukan dengan titrasi. Selain dengan oksitosin, dapat digunakan balon
kateter untuk pematangan serviks. Balon kateter Folley no 18 diisi cairan
sebanyak 30 ml yang kemudian dimasukkan ke dalam serviks sampai
balon dari kateter melewati ostium uteri internum selama waktu 8-12 jam.
Pematangan serviks dengan cara ini diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain adanya tekanan mekanis balon kateter tersebut sehingga
selaput ketuban dari segmen bawah rahim (SBR) terlepas, akibatnya
lisosom dalam sel-sel desidua akan terlepas, sehingga enzim litik akan
dibebaskan
pembentukan

diantaranya
asam

fosfolipase

arakidonat

dari

A yang

berpengaruh

fosfolipid,

sehingga

dalam
terjadi

peningkatan pembentukan prostaglandin. Metode ini tidak berisiko ruptur


pada uteri.

25

Rujukan
1. Cunninmn gham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rause, Spong CY, eds. Williams
obstetrics. 24 th ed. New York: McGraw-Hill, 2014.
2. Steegers E, Dadelszen P, Duvekot JJ, Pijnenborg R. Preeclampsia. The Lancet 2010;376:631-44.
3. Seravalli V, Baxter JK. Hypertensive disorders. In: Berghella V, ed. Maternal fetal medicine.
Philadelphia: Informa Healthcare, 2012:1-19.
4. Markham KB, Funai EF. Pregnancy-related hypertension. In: Creasy RK, Resnik R, Iams JD,
Lockwood JC, Moore TR, Greene MF, eds. Creasy and Resniks maternal fetal medicine:
principles and practice. Philadelphia: Saunders, 2014:756-81.
5. Valent AM, DeFranco EA, Allison A, Salem A, Klarquist L, Gonzales K, dkk. Expectant
management of mild preeclampsia versus superimposed preeclampsia up to 37 weeks. Am J Obstet
Gynecol. 2015;212:515.e1-8.
6. Abilgaard U, Heimdal K. Pathogenesis of the syndrome of hemolysis, elevated liver enzym, and
low platelet count (HELLP): a review. Eur J Obstet Gynecol. 2013;166:117-23.
7. Norwitz ER, Hsu CD, Repke JT. Acute complications of preeclampsia. Clin Obstet Gynecol.
2002;45(2):308-29.
8. Sibai BM, Barton JR. Expectant management of severe preeclampsia remote from term: patient
selection, treatment, and delivery indications. Am J Obstet Gynecol. 2007;196:514.e1-9.
9. Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia. Pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan.
Jakarta: POGI, 2005.
10. Sibai BM. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34 weeks gestation. Am J
Obstet Gynecol. 2011;9:191-8.
11. Haddad B, Sibai BM. Expectant management in pregnancies with severe preeclampsia. Semin
Perinatol. 2009;33:143-51.
12. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Panduan nasional pelayanan kedokteran tentang
preeklampsia. Jakarta: Bina Husada, 2015:1-51.

Anda mungkin juga menyukai