Anda di halaman 1dari 25

1

I. PENDAHULUAN

Kardiomiopati adalah sekumpulan kelainan pada otot jantung dan


seringkali berakhir dengan gagal jantung. Penyakit ini diklasifikasikan
berdasarkan bentuk perubahan anatominya menjadi tiga yaitu kardiomiopati
dilatasi, hipertrofik dan restriktif (Rosendorff, 2005).
Kardiomiopati dilatasi adalah kelainan miokardium yang ditandai dengan
dilatasi dan kelainan fungsi sistolik ventrikel kiri atau kedua ventrikel tanpa
penyakit arteri koroner, kelainan katup, penyakit perikardium, dan penyakit
jantung bawaan. Manifestasi klinis kardiomiopati dilatasi sangat bervariasi dan
bergantung pada usia pasien serta beratnya disfungsi ventrikel (Lilly, 2011;
Abraham et al., 2012).
Sebagian besar kasus menunjukkan manifestasi klinis gagal jantung yaitu
peningkatan gejala tekanan vena pulmonalis dan atau curah jantung yang rendah.
Angka harapan hidup pasien kardiomiopati dilatasi adalah 79% pada 1 tahun dan
61% pada 5 tahun (Towbin, 2006). Faktor risiko kematian pasien kardiomiopati
dilatasi, yaitu disfungsi ventrikel kiri, gagal jantung kongestif, emboli trombus,
dan aritmia (Elkilany, 2008).
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk membahas kasus Congestive
Heart Failure (CHF) e.c dilated cardiomiophaty (DCM).
2

II. PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. WA
Usia : 34 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Sudah menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat :
Tanggal masuk RS : 19 Agustus 2016
Tanggal periksa : 20 Agustus 2016
No. CM :

B. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak dan cepat lelah bila beraktifitas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak dan cepat lelah
bila beraktivitas. Lelah disertai sesak hingga megap-megap apabila
beraktivitas walaupun hanya melakukan aktivitas ringan.
Keluhan dirasakan sejak Mei 2012, 4 bulan setelah pasien
melahirkan anak keduanya dengan operasi sectio caesarea atas indikasi
ketuban pecah dini. Dimulai dengan keluhan seluruh tubuh bengkak, awal
terasa mual-mual, nyeri dada. Pasien dirawat di salah satu RS di
Banyumas sekitar 13 hari. Setelah keluar dari Rumah Sakit, kemudian
pasien merasa jalan sedikit ngos-ngosan, sering kebangun ketika malam
hari karena sesak, batuk, ketika tidur minimal menggunakan 2 bantal.
Selain itu pasien mengeluhkan dada sering berdebar-debar. Keluhan tidak
dirasakan pasien setelah melahirkan anak pertamanya sekitar 15 tahun
yang lalu.
3

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat keluhan serupa : diakui
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat kencing manis : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
f. Riwayat stroke : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan yang tidak padat penduduk. Rumah
satu dan rumah lainnya tidak berdekatan. Hubungan pasien dengan
keluarga dan tetangga baik.
b. Home
Rumah pasien berdinding tembok. Pasien tinggal bersama suami
dan anaknya.
c. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

C. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis, GCS = E4M6V5
c. Vital sign
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 72x/menit
4

RR : 24x/menit
Suhu :360C
Status generalis :
Kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-)
Rambut : Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, terdistribusi
merata
Mata : Simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+) normal isokor 3 mm
Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), atrofi
papil lidah (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), JVP 5+2 cmH20
Status lokalis :
Pulmo
Inspeksi : Dinding dada sebelah kanan tampak lebih cembung,
retraksi interkostal (-), ketinggalan gerak (-), jejas (-)
Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan = hemitoraks kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+), RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing
(-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral linea
midclavicula sinistra, pulsasi epigastrium (-), pulsasi
parasternal (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI 2 jari lateral linea
midclavicula sinistra dan kuat angkat (+)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC VI 2 jari lateral LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (+), Murmur (-)
5

Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+), tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, datar, undulasi (-), nyeri tekan (-).
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap (19 Agustus 2016)
Darah lengkap
Jenis pemeriksaan Hasil Keterangan
Hb 12,7 g/dl Nomal
Leukosit 12500 U/L High
Ht 39% Normal
Eritrosit 4,8 10^6/uL Normal
Trombosit 348.000/uL Normal
MCV 81,4fL Normal
MCH 26,5 pg/cell Normal
MCHC 32,6% Normal
RDW 15,2% High
MPV 10,2 fL Normal
Hitung jenis :
Basofil 0,6% Normal
Eosinofil 1,0% Low
Batang 0,4% Low
Segmen 70,2% High
Limfosit 21,1% Low
Monosit 6,7% Normal
6

Kimia klinik :
Total Protein 7,11 g/dL Normal
Albumin 3,88 g/dL Normal
Globulin 3.23 g/dL High
Ureum darah 28,6 mg/dL Normal
Kreatinin darah 0,87 mg/dL Normal
GDS 111 mg/dL Normal
SGOT 97 U/L High
SGPT 104 U/L High
Na 145 mmol/L Normal
K 4,9 mmol/L Normal
Cl 104 mmol/L Normal
Ca 8,8 mg/dL Normal
Imunologi (20 Agustus 2016)
HbSAg Non Reaktif

b. Pemeriksaan EKG (19 Agustus 2016)

Gambar 1. EKG Ny. WA


7

c. Pemeriksaan Ro Thorax

Gambar 2. Ro Thorax

D. ASSESSMENT
1. Diagnosis Klinis:
CHF NYHA III e.c DCM
F. PLANNING
1. Terapi
a. Farmakologi
- Infus NaCl 10 tpm
- Inj Furosemid 3 x 2 amp iv
- Spironolakton 25mg 1-0-0
- Digoxin 1 x 1 tab
- ISDN 3 x 5mg
- Ramipril 1 x 2,5mg
b. Non farmakologi
1) Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit, serta komplikasi
yang dapat terjadi
2) Bed rest
3) Kurangi konsumsi makanan dengan garam tinggi.
4) Konsumsi makanan lunak.
5) Edukasi pasien untuk tidak mengejan ketika BAB.
8

2. Monitoring
Monitoring :
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Evaluasi klinis
1) Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi
2) Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik

G. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
9

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Dilated cardiomyopathy (DCM ) didefinisikan sebagai dilatasi
ventrikel kiri dan disfungsi sistolik tanpa kondisi pengisian/loading yang
abnormal atau Coronary Artery Disease (CAD) mencukupi untuk
menyebabkan gangguan sistolik global (Elliot et al., 2008). Sedangkan
menurut AHA (2016), DCM adalah kelompok besar dari gangguan
miokardium heterogen yang ditandai oleh dilatasi ventrikel dan penurunan
kontraktilitas miokardium tanpa kondisi “loading” abnormal seperti
hipertensi atau gangguan katup.
Kardiomiopati dilatasi adalah kelainan miokardium yang ditandai
dengan dilatasi dan kelainan fungsi sistolik ventrikel kiri atau kedua ventrikel
tanpa penyakit arteri koroner, kelainan katup, penyakit perikardium, dan
penyakit jantung bawaan (Rosendorff, 2005; Abraham et al., 2012).

B. ETIOLOGI
DCM merupakan penyebab gagal jantung yang dikategorikan sebagai
noniskemik kardiomiopati (Elliot et al., 2008). DCM memiliki banyak
etiologi antara lain: genetik, bahan toksik (alkohol, doxorubicin), peripartum,
miokarditis virus, kelainan neuromuskular, tetapi pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah idiopatik (Lilly, 2011; Abraham et al., 2012).

C. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2006, AHA mengklasifikasikan kardiomiopati primer
(genetic, didapat atau campuran) dan sekunder (infiltrasi, toksik, atau
inflamasi). Empat besar jenis dari kardiomiopati meliputi dilatasi, hipertrofi,
aritmia, dan restriksi dari ventrikel kanan. Kardiomiopati karena dilatasi
ventrikel terjadi lebih banyak pada pria dibandingkan wanita, dan lebih
banyak pada orang dewasa 20 hingga 60 orang (AHA, 2016). Penyakit ini
merupakan kasus yang paling umum dengan perbandingan angka kejadian
5:100.000 pada orang dewasa dan 0.57 dari 100.000 anak anak. Di Amerika,
10

penyakit ini merupakan urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit


arteri koroner dan hipertensi (Wexler et al, 2009).
Angka kejadian kardiomiopati yang sebenarnya belum diketahui
dengan pasti. Sebagaimana penyakit lain, hal ini bergantung pada kasus kasus
yang dilaporkan untuk menentukan prevalensi dan angka insidensi di suatu
tempat. Ketidakkonsistenan dalam klasifikasi dan koding penyakit pada
kardiomiopati menyebabkan data kejadian kardiomiopati hanya
menggambarkan sebagian dari seluruh kejadian penyakit ini. Namun dengan
pertimbangan beberapa faktor lain, angka kejadian kardiomiopati cenderung
mengalami peningkatan. Angka kejadian yang dilaporkan ialah 400.000 –
550.000 kasus per tahun, dengan prevalensi mencapai 4 – 5 juta orang.
Kardiomiopati merupakan proses penyakit kompleks yang dapat
mempengaruhi seluruh usia, dan menimbulkan gejala yang baru terlihat
setelah dekade ke tiga atau ke empat (Goswami, 2014).

D. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko utama yang dapat meningkatkan risiko kardiomiopati. Di


antara faktor-faktor risiko utama tersebut adalah (Goswami, 2014; AHA,
2016):
1. Riwayat keluarga kardiomiopati, gagal jantung atau serangan jantung
mendadak (SCA)
2. Sebuah penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan kardiomiopati,
seperti penyakit jantung koroner, serangan jantung, atau infeksi virus
yang mengobarkan otot jantung
3. Diabetes atau penyakit metabolik lainnya (seperti penyakit tiroid), atau
obesitas berat
4. Penyakit yang dapat merusak hati, seperti hemochromatosis, sarkoidosis
atau amiloidosis
5. Alkoholisme jangka panjang
6. Tekanan darah tinggi jangka panjang
7. Komplikasi selama bulan terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan
kelahiran (postpartum cardiomyopathy).
11

8. Obat-obatan tertentu (seperti kokain dan amfetamin) dan dua obat-obatan


yang digunakan untuk mengobati kanker (doxorubicin dan daunorubisin)

E. PATOMEKANISME
Tanda utama pada kardiomiopati dilatasi adalah adanya dilatasi
ventrikel dan penurunan fungsi kontraksi. Pada kardiomipati dilatasi sering
ditemukan terjadi pembesaran pada kedua ventrikel. Akan tetapi terkadang
hanya terjadi pembesaran pada ventrikel kiri, sangat jarang ditemukan
pembesaran ventrikel kanan. Kardiomiopati dilatasi dikarakteristikkan dengan
pembesaran ventrikel dan disfungsi sistolik dengan ukuran kavitas ventrikel
kiri yang membesar dengan sedikit atau tanpa hipertrofi dinding ventrikel.
Hipertrofi dinilai dari rasio massa ventrikel kiri terhadap ukuran kavitas, rasio
tersebut berkurang pada individu dengan kardiomiopati dilatasi (Goswami,
2014).
Pembesaran ruang jantung lainnya disebabkan terutama oleh
kegagalan ventrikel kiri , namun hal ini juga dapat terjadi sebagai akibat
sekunder dari proses kardiomiopati primer itu sendiri. Dilatasi kardiomiopati
diasosiasikan dengan disfungsi sistolik maupun diastolik. Pengurangan fungsi
sistolik adalah abnormalitas yang paling sering dan utama. Hal ini mengarah
ke peningkatan volume end-diastolic dan end-systolic (Goswami, 2014).

Gambar 1. Patofisiologi CHF ec DCM


12

Dilatasi progresif dapat mengarah ke regurgitasi mitral dan trikuspid


yang signifikan, yang pada akhirnya dapat semakin mengurangi cardiac
output dan meningkatkan volume end-systolic dan stress pada dinding
ventrikel. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan semakin bertambahnya
dilatasi dan disfungis miokardial. Kompensasi Awal untuk disfungsi sistolik
dan pengurangan cardiac output dicapai dengan peningkatan stroke
volume, heart rate , atau keduanya (cardiac output = stroke volume x heart
rate), yang juga diiringi dengan peningkatan tonus vaskular periferal.
Peningkatan tonus periferal membantu mempertahankan tekanan darah yang
memenuhi. Selain itu juga dapat ditemukan sebuah peningkatan ekstraksi
oksigen jaringan dengan pergeseran pada kurva disosiasi hemoglobin
(Goswami, 2014).
Dasar untuk kompensasi cardiac output yang rendah dijelaskan oleh
hukum Frank-Starling , dimana dikatakan bahwa kekuatan miokardial pada
end-diastole dibandingkan dengan end-systole meningkat seiring peningkatan
panjang otot, sehingga menghasilkan kekuatan yang lebih besar seiring
peregangan otot. Namun peregangan yang berlebihan dapat mengarah ke
kegagalan kontraktilitas unit miokardial. Mekanisme kompensasi ini menurun
pada orang dengan kardiomiopati dilatasi, jika dibandingkan dengan orang
yang memiliki fungsi sistolik ventrikel kiri yang normal. Sebagai tambahan,
mekanisme kompensasi ini dapat mengarah semakin memburuknya cedera
miokardial, disfungsi dan remodelling geometrik (concentric maupun
eccentric) (Goswami, 2014).
1. Aktivasi Neurohormonal
Pengurangan cardiac output dengan penurunan resultan pada organ
perfusi mengakibatkan aktivasi neurohormonal, termasuk stimulasi sistem
saraf adrenergik dan sistem renin-angiotensin-aldosterone (RAAS). Faktor
tambahan yang penting terhadap kompensasi aktivasi neurohormonal
termasuk didalamnya adalah pelepasan arginine vasopressin dan sekresi
peptida natriuretik. Walaupun pada awalnya respon ini merupakan
kompensasi, pada akhirnya dapat mengarah pada perburukkan penyakit.
13

Perubahan pada sistem saraf adrenergik mengakibatkan peningkatan


signifikan dari jumlah dopamin yang bersirkulasi dan, khususnya,
norepinefrin. Dengan meningkatnya tonus simpatik dan menurunnya
aktivitas parasimpatik, sebuah peningkatan kinerja jantung (reseptor beta-
adrenergik) dan tonus periferal (reseptor alfa-adrenergik) diupayakan
terjadi.
Sayangnya, terpaparnya kadar katekolamin yang tinggi dalam jangka
panjang mengarah pada penurunan regulasi reseptor di miokardium dan
penumpulan respons. Respons terhadap katekolamin yang beredar juga
mengalami penumpulan. Secara teoritis, peningkatan kadar katekolamin
yang diobservasi pada kardiomiopati yang diakibatkan kompensasi itu
sendiri dapat menjadi kardiotoksik dan mengarah pada disfungsi lebih
lanjut. Sebagai tambahan, stimulasi reseptor alfa-adrenergik, yang
mengarah ke peningkatan tonus vaskular periferal, meningkatkan beban
kerja miokardial, yang dapat semakin menurunkan cardiac output. Kadar
norepinefrin yang bersirkulasi berhubungan berbanding terbalik dengan
prognosis yang baik.
Aktivasi RAAS merupakan aspek kritis dari perubahan
neurohormonal pada orang dengan CHF. Angiotensin II mempotensiasi
efek norepinefrin dengan meningkatkan resistansi sistemik vaskular.
Angiotensin II juga meningkatkan sekresi aldosterone, yang memfasilitasi
retensi air dan sodium dan dapat berkontribusi terhadap fibrosis
miokardial. Pelepasan arginine vasopressin dari hipotalamus dikendalikan
baik oleh rangsangan osmotik (hiponatremi) maupun nonosmotik (diuresis,
hipotensi, angiotensin II). Arginine vasopressin dapat mempotensiasi
konstriksi vaskular periferal melalui mekanisme tersebut. Efeknya pada
ginjal adalah mengurangi klirens air bebas.
Kadar peptida natriuretik meningkat pada orang dengan
kardiomiopati dilatasi. Peptida natriuretik pada tubuh manusia antara
lain atrial natriuretic peptide (ANP), brain natriuretic peptide (BNP),
dan C-type natriuretic peptide. ANP utamanya dilepaskan oleh atrium
(lebih sering oleh atrium kanan). Peregangan atrium kanan adalah stimulus
14

penting untuk pelepasannya. Efek dari ANP antara lain vasodilatasi,


kemungkinan terhambatnya pertumbuhan sel, diuresis, dan inhibisi
aldosterone. Walaupun BNP pada awalnya diidentifikasikan pada jaringan
otak (dapat dilihat dari penamaannya), BNP disekresikan oleh ventrikel
jantung sebagai respons terhadap overload tekanan maupun volume.
Sehingga, kadar BNP meningkat pada pasien dengan CHF. BNP
menyebabkan vasodilatasi dan natriuresis.
Respons regulasi yang berlawanan terhadap aktivasi neurohormonal
melibatkan pelepasan prostaglandin dan bradikinin. Namun hal ini tidak
terlalu dapat mengimbangi secara signifikan terhadap mekanisme
kompensasi yang telah dibahas sebelumnya. Kompensasi yang dilakukan
oleh tubuh terhadap kegagalan jantung terbukti hanya untuk jangka
pendek. Kompensasi untuk penurunan cardiac output tidak dapat
dipertahankan tanpa dekompensasi lebih lanjut. Sehingga penalaran untuk
modal penanganan medis yang paling sukses untuk kardiomiopati adalah
berdasarkan perubahan respons neurohormonal tersebut.
2. Sitokin yang bersirkulasi sebagai mediator kerusakan
Tissue necrosis factor-alpha (TNF-alpha) terlibat dalam semua
bentuk cedera kardiak. Pada kardiomiopati, TNF-alpha telah terimplikasi
dalam perburukan fungsi ventrikular, namun mekanisme lengkap
mengenai proses ini masih sepenuhnya belum dipahami. Perburukan
progresif dari fungsi ventrikel kiri dan kematian sel (TNF-alpha
mempunyai peranan dalam apoptosis) terlibat dalam mekanisme TNF-
alpha. Hal ini juga secara langsung menekan fungsi miokardial dengan
perilaku sinergis dengan interleukin lainnya. Peningkatan kadar beberapa
interleukin ditemukan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.
Interleukin (IL)–1b telah menunjukkan menekan fungsi miokardial. Suatu
teori bahwa kadar IL-2R yang meningkat pada pasien dengan CHF kelas
IV kemungkinan limfosit-T memegang peranan pada gagal jantung tahap
lanjut. IL-6 menstimulasi produksi hepatik (hati) dari C-reactive protein,
yang berperan sebagai penanda inflamasi. IL-6 juga berhubungan dengan
perkembangan hipertrofi sel otot jantung, dan peningkatan kadar IL-6 juga
15

ditemukan pada pasien dengan CHF. IL-6 ditemukan berkorelasi dengan


pengukuran hemodinamik seseorang dengan disfungsi ventrikel kiri.

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS

DCM didiagnosis berdasarkan riwayat kesehatan (gejala dan riwayat


keluarga), pemeriksaan fisik, tes darah, elektrokardiogram (EKG), X-ray
dada, echocardiografi, latihan uji stres, kateterisasi jantung, CT scan, dan
MRI. Banyak orang dengan kardiomiopati dilatasi tidak memiliki gejala atau
gejala hanya kecil, dan hidup normal. Beberapa yang lain mengalami gejala,
yang bisa berlanjut dan memburuk karena fungsi jantung memburuk. Gejala
yang mungkin dalam kardiomiopati dilatasi sebagai berikut (Goswami,
2014):
1. Kelelahan
2. Dispnea saat aktivitas, napas pendek
3. Ortopnea, paroksismal nocturnal dispnea
4. Meningkatnya edema, berat badan, atau lingkar perut
5. Pingsan (disebabkan oleh kondisi seperti irama jantung yang tidak teratur,
respon abnormal pembuluh darah selama latihan, atau ada penyebab lain)
6. Palpitasi (karena irama jantung abnormal)
7. Pusing
8. Nyeri dada
9. Kematian mendadak
Pada pasien kardiomiopati dilatasi, ditanyakan pula beberapa penyakit
dahulu yang dapat berhubungan dengan kejadian kardiomiopati, diantaranya :
1. Hipertensi
2. Angina
3. Penyakit arteri koroner
4. Anemia
5. Disfungsi tiroid
6. Kanker payudara
7. Riwayat gagal jantung atau cedera miokard
8. Riwayat sosial (misalnya, tembakau, alkohol, penggunaan narkoba)
16

9. Riwayat keluarga kardiomiopati atau kematian jantung mendadak


Pada pemeriksaan fisik, mencari tanda-tanda dari gagal jantung dan
volume overload. Menilai tanda-tanda sebagai berikut:
1. Takipnea
2. Takikardia
3. Hipertensi
4. Tanda-tanda hipoksia (misalnya, sianosis, clubbing)
5. Distensi vena jugularis (JVD)
6. Edema paru (crackles dan / atau mengi)
7. S 3 gallop
8. Pembesaran hati
9. Edema perifer
Pemeriksaan jantung
1. Pemeriksaan untuk menentukan kardiomegali.
2. Murmur, takikardia, S2 di dasar (paradoks membelah, P2 menonjol), S3,
dan S4 dapat dicatat.
3. Irama tidak teratur (fibrilasi atrium) dapat dicatat.
4. Gallop hampir selalu hadir pada orang dengan kardiomiopati dilatasi.
Pemeriksaan penunjang
1. Hitung darah lengkap
2. Panel metabolik
3. Tes fungsi tiroid
4. Biomarker jantung
5. B-type natriuretic peptide assay
6. Rontgen dada : dapat menunjukkan apakah jantung mengalami
pembesaran dan dapat menunjukkan apakah terdapat cairan di paru-paru
7. Echocardiografi : tes yang menggunakan gelombang suara untuk
menciptakan gambar bergerak dari jantung. Ini menunjukkan seberapa
baik jantung bekerja, ukuran dan bentuk. Ada beberapa jenis gema,
termasuk gema stres, yang dilakukan sebagai bagian dari tes stres. gema
stres dapat menunjukkan apakah terjadi penurunan aliran darah ke
jantung tanda penyakit jantung koroner.
17

8. Cardiac magnetic resonance imaging (MRI)


9. Elektrokardiografi (EKG) : mencatat aktivitas listrik jantung,
menunjukkan seberapa cepat jantung berdetak dan apakah ritme stabil
atau tidak teratur. EKG digunakan untuk mendeteksi dan mempelajari
beberapa masalah jantung, termasuk serangan jantung, aritmia (detak
jantung tidak teratur) dan gagal jantung.
10. Test Stress : selama pengujian stres, berolahraga atau diberikan obat jika
Anda tidak dapat berolahraga. Tujuannya adalah untuk membuat jantung
Anda bekerja keras dan berdenyut cepat sementara tes jantung dilakukan.
11. Biopsi hati, di mana sampel jaringan diambil dari hati dan diperiksa di
bawah mikroskop untuk menentukan penyebab gejala.
12. Dalam banyak kasus kardiomiopati, biopsi endomiokardium dilakukan.
Indikasi untuk biopsi endomiokard adalah sebagai berikut:
a. Onset baru saja dari fungsi jantung yang memburuk dengan cepat
b. Pasien yang menerima kemoterapi dengan doxorubicin
c. Pasien dengan penyakit sistemik dengan kemungkinan keterlibatan
jantung (misalnya, hemokromatosis, sarkoidosis, amiloidosis, Löffler
endokarditis, fibroelastosis endomiokard)

G. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Perikarditis Akut
Perikarditis akut merupakan penyakit dengan inflamasi pericardium
yang ditandai dengan nyeri dada, adanya gesekan lapisan pericardium,
dan beberapa perubahan pada EKG. Nyeri dada pada perikarditis akut
biasanya pada retrosternal atau prekordial yang menjalar hingga leher,
pundak kiri atau lengan. Gejala gejala tersebut umumnya disertai demam
berselang seling, takipneu atau dispneu, batuk batuk, dan disfagia. Pada
pemeriksaan EKG didapatkan adanya ST elevasi di semua lead.
Pemeriksaan ekokardiografi juga dapat digunakan untuk membantu
diagnosis jika dicurigai adanya efusi pericardial (Spangler, 2014).
2. Tamponade Jantung
18

Penyakit ini merupakan kumpulan gejala klinis akibat penumpukan


cairan pada ruang pericardium. Hal tersebut menyebabkan penurunan
pengisian ventrikel dan kegagalan hemodinamik. Gejala pasien dengan
tamponade jantung meliputi dispneu, takikardi, dan takipneu. Beberapa
pasien juga mengalami ekstremitas teraba lembab atau basah dan dingin.
Peningkatan tekanan vena jugular, pulsus paradoxus, nyeri pada sistem
muskulo-skeletal, demam, dan disforia. Diagnosis ini ditegakkan dari
penampakan klinis. Akan tetapi ekokardiografi juga dapat membantu
untuk melihat kompresi ventrikel dan atrium (Yarlagadda, 2015)
3. Hipertiroid
Hipertiroid merupakan penyakit yang disebabkan karena sintesis
berlebihan hormon tiroid yang menimbulkan kondisi metabolisme
tirotoksikosis berlebihan. Gejala umum tirotoksikosis meliputi cemas,
intoleransi terhadap panas, hiperaktivitas dan palpitasi. Sedangkan tanda
pada tirotoksikosis meliputi takikardi atau aritmia, hipertensi sistolik
dengan tekanan pulsasi yang lebar, kulit teraba hangat halus dan lembab,
mata membelalak, tangan gemetar, kelemahan otot, penurunan berat
badan walaupun nafsu makan tinggi, oligomenorre. Penegakkan
diagnosis dapat dibantu dengan pemeriksaan hormon T3, T4 dan TSH
(Lee, 2016).
4. Miokarditis
Miokarditis merupakan penyakit inflamasi miokardium yang dapat
terjadi pada orang sehat dan berkembang secara progresif, serta dapat
mengakibatkan hal yang fatal. Pasien dengan miokarditis memiliki
gejala tertentu berdasarkan jenisnya. Pada miokarditis ringan gejala yang
sering timbul ialah nyeri dada, demam, berkeringat, menggigil dan
dispneu. Pada miokarditis karena virus gejala yang ditimbulkan meliputi
adanya gejala flu 1-2 minggu, atralgia, malaise, faringitis, tonsillitis dan
infeksi saluran nafas. Beberapa gejala lainnya meliputi palpitasi, sinkop
atau henti jantung mendadak karena aritmia ventrikel atau blok atrio-
ventrikel. Penegakkan diagnosis didapatkan dari tanda gejala dan
19

beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu seperti hitung


jenis, EKG, dan ekokardiografi (Tang, 2014).

H. TATALAKSANA
Orang yang memiliki cardiomyopathy tapi tidak ada tanda-tanda atau
gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan. Kadang-kadang,
kardiomiopati dilatasi yang datang tiba-tiba bahkan mungkin pergi sendiri.
Pengobatan tergantung pada jenis kardiomiopati; keparahan gejala dan
komplikasi; usia dan kesehatan secara keseluruhan. Tujuan utama dari
pengobatan kardiomiopati meliputi (Goswami, 2014; AHA, 2016):
1. Mengelola kondisi yang menyebabkan atau memberikan kontribusi
terhadap penyakit
2. Mengontrol tanda dan gejala sehingga Anda dapat hidup senormal
mungkin
3. Mencegah penyakit menjadi lebih parah
4. Mengurangi komplikasi dan risiko serangan jantung mendadak (SCA)

Perubahan gaya hidup - Perubahan gaya hidup dapat membantu mengelola


kondisi yang menyebabkan kardiomiopati (Goswami, 2014; AHA, 2016):
1. Diet sehat dan Aktivitas Fisik
Diet sehat dan aktivitas fisik adalah bagian dari gaya hidup sehat. Diet
sehat mencakup berbagai
a. Buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian.
b. Memilih makanan yang rendah lemak jenuh, lemak trans, dan
kolesterol. Pilihan yang sehat termasuk daging tanpa lemak, unggas
tanpa kulit, ikan, kacang-kacangan, dan susu dan produk susu atau
rendah lemak bebas lemak.
c. Memilih dan menyiapkan makanan dengan sedikit natrium (garam).
Terlalu banyak garam dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi.
d. Memilih makanan dan minuman yang rendah gula.
e. Hindari minum alkohol.
20

f. Menyeimbangkan kalori yang masuk dengan kalori yang digunakan


selama aktivitas fisik.
2. Berhenti merokok
3. Mengurangi berat badan
4. Menghindari obat-obatan terlarang
5. Cukup tidur dan istirahat
6. Mengurangi stres
7. Mengobati kondisi yang mendasari, seperti diabetes dan tekanan darah
tinggi
Pengobatan kardiomiopati dilatasi pada dasarnya sama dengan pengobatan
gagal jantung kronis (CHF). Tujuan terapi medis yaitu pengurangan preload,
penurunan afterload, diuresis, dan dukungan saluran napas. Obat yang
digunakan adalah sebagai berikut (Goswami 2014; Beckerman, 2016):
1. ACE inhibitor : Menurunkan tekanan darah
2. Angiotensin II receptor blocker (ARB) : Menurunkan tekanan darah
3. Beta-blocker : Menurunkan tekanan darah, memperlambat detak jantung.
4. Antagonis aldosteron : Menurunkan tekanan darah, menyeimbangkan
elektrolit
5. Glikosida jantung : Memperlambat detak jantung
6. Diuretik : Membuang kelebihan cairan dan natrium
7. Vasodilator
8. Antiaritmia : Menjaga jantung berdetak dengan irama normal
9. Agen inotropik
10. Antikoagulan dapat digunakan pada pasien tertentu : Mencegah
penggumpalan darah
Berbagai pilihan tindakan bedah yang tersedia untuk pasien dengan penyakit yang
sulit disembuhkan dengan terapi medis. Ini meliputi (Goswami 2014; Beckerman,
2016)
1. Alat bantu ventrikel kiri (left ventricular assist device)
2. Terapi sinkronisasi jantung (biventricular pacing)
Bagi sebagian orang dengan DCM, merangsang kedua ventrikel
kanan dan kiri dengan alat pacu jantung ini meningkatkan kemampuan
21

jantung untuk berkontraksi dengan kekuatan yang lebih, dengan demikian


memperbaiki gejala dan meningkatkan panjang waktu dapat beraktivitas.
pacu ini juga akan membantu seseorang dengan blok jantung atau
bradycardias (denyut jantung lambat).
3. Implan cardioverter defibrillator (ICD).
ICD disarankan untuk seseorang yang berisiko aritmia yang
mengancam jiwa atau kematian jantung mendadak. ICD terus memonitor
irama jantung. Ketika terdeteksi sangat cepat, irama jantung tidak normal,
''shocks'' otot jantung kembali ke irama normal.
4. Operasi pemulihan ventrikel.
5. Transplantasi jantung
Transplantasi jantung adalah operasi untuk mengganti jantung
seseorang yang sakit dengan jantung yang sehat dari donor meninggal.
Sebuah transplantasi jantung adalah pengobatan terakhir bagi orang-orang
yang memiliki stadium akhir gagal jantung. "Akhir-tahap" berarti kondisi
telah menjadi begitu parah sehingga semua perawatan, selain transplantasi
jantung, gagal.
Dalam kasus gagal jantung akut, layanan medis darurat dapat dimulai dengan
memberikan oksigen, nitrat, dan furosemide selama perjalanan ke rumah
sakit. monitoring jantung, pulsasi oksimetri terus menerus, dan
elektrokardiografi (EKG). dukungan ventilasi lebih lanjut atau bahkan
intubasi dapat diindikasikan jika pasien dalam kondisi yang lebih berat.
Beberapa langkah untuk menurunkan risiko kardiomiopat adalah mengontrol
tekanan darah tinggi, kolesterol darah tinggi dan diabetes dengan cara
pemeriksaan rutin ke dokter, perubahan gaya hidup serta minum obat-obatan
sesuai resep dokter.

I. PROGNOSIS
Walaupun beberapa kasus kardiomiopati dilatasi membaik dengan
penanganan penyakit yang mendasarinya, banyak yang memburuk menjadi
gagal jantung. Jika hingga terjadi dekompensasi, transplantasi jantung
sebaiknya dilakukan. Prognosis pasien bergantung dari beberapa faktor
22

dengan etiologi penyakit tersebut merupakan faktor utama. Faktor faktor lain
yang mempengaruhi prognosis sebagai contoh tingginya angka kematian
berhubungan dengan penambahan usia, jenis kelamin laki laki, dan gagal
jantung berat. Framingham Heart Study menemukan bahwa rata rata, sekitar
50% pasien yang didiagnosis gagal jantung kongestif meninggal dalam waktu
5 tahun. Pasien dengan gagal jantung berat memiliki angka kematian lebih
dari 50% setiap tahunnya, sedangkan pada pasien dengan gagal jantung
ringan memiliki prognosis yang lebih baik secara signifikan, terutama dengan
terapi medis yang optimal (Goswami, 2014).
Sebuah studi oleh Yamada et al menunjukkan bahwa pada pasien
dengan kardiomiopati dilatasi non iskemik, konsumsi oksigen yang rendah
(VO2) dan kadar peningkatan gadolinium akhir (Late Gadolinium
Enhancement/LGE) pada MRI kardiovaskular dapat dimungkinkan adanya
peningkatan kejadian pada jantung (seperti henti jantung, aritmia, dan rawat
inap karena dekompensasi jantung). Dalam studi tersebut, dari 57 pasien
dengan kardiomiopati dilatasi Yamada et al menentukan periode pengamatan
pada pasien selama 71 bulan (± 32 bulan) dan menunjukkan bahwa pada
pasien dengan LGE dan VO2 kurang dari 18.5 mL/kg/menit memiliki angka
kejadian penyakit jantung yang lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa LGE
dan VO2 lebih dari sama dengan 18.5 mL/kg/menit. Berdasarkan analisis
multivariat, LGE dan puncak VO2 merupakan faktor prognostik independen
(Yamada et al, 2014).

J. KOMPLIKASI
Menurut Goswami (2014), berikut ini adalah komplikasi dari Dilated
Cardiomiopathy:
1. Stroke
Gumpalan darah dapat terbentuk dalam ventrikel kiri yang melebar
sebagai akibat dari penyatuan darah; jika gumpalan darah pecah, dapat
menumpuk di arteri dan mengganggu aliran darah ke otak, sehingga
menyebabkan stroke.
23

2. Iskemia Jaringan
Bekuan juga dapat memblokir aliran darah ke organ-organ dalam
perut atau kaki.
3. Kematian
24

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, W.T., Acker, M.A., Ackerman, M.J., Ades, P.A., Antman, E.M.,
Anversa, P., et al. 2012. Braunwald Heart Disease. 9ed. Philadelphia:
Elsevier.

American Heart Association (AHA). 2016. Dilated Cardiomyopathy (DCM).


National Heart, Lung, and Blood Institute: National Institute of Health,
US Department of Health and Human Service. Available at:
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/Cardiomyopathy/Di
lated-Cardiomyopathy-DCM_UCM_444187_Article.jsp#.V9H2t5h97IW
(diakses tanggal 10 September 2016).

Beckerman, J. 2016. Heart Disease and Dilated Cardiomyopathy. Cleveland


Clinic Jantung dan Vascular Institute.

Elliott, P., Andersson, B., Arbustini, E., Bilinska, Z., Cecchi, F., Charron, P., et al.
2008. Classification of the cardiomyopathies: a position statement from
the European Society Of Cardiology Working Group on Myocardial and
Pericardial Diseases. Eur Heart J. Vol. 29: 270–276.

Goswami, V.J. 2014. Dilated Cardiomyopathy. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/152696-overview#a6 (diakses
tanggal 9 September 2016).

Lee, S.L. 2016. Hyerthiroidism. WebMD LCC. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/121865-overview

Lilly, L.S. 2011. Patophysiology of heart disease. 5ed. Philadelphia: Lippincott


William & Wilkins.

Rosendorff, C. 2005. Essential cardiology principle and practice. 2ed. New


Jersey: Humana Press.

Spangler S. 2014. Acute Pericarditis. WebMD LCC. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/156951-overview.

Tang, W.H.W. 2014. Myocarditis. WebMD LCC. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/156330-overview.

Wexler, R., Elton, T., Pleister, A., Feldman, D. 2009. Cardiomyopathy: An


Overview. American Family Physician. Available at:
http://www.aafp.org/afp/2009/0501/p778.pdf

Yamada, T., Hirashiki, A., Okomura, T. 2014. Prognostic Impact of Combined


Late Gadolinium Enhancement on Cardiovascular Magnetic Resonance
and Peak Oxygen Consumption in Ambulatory Patients with
Nonischemic Dilated Cardiomyopathy. Journal of Cardiac Failure
25

Yarlagadda C. 2015. Cardiac Tamponade. WebMD LCC. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview (diakses tanggal
10 September 2016).

Anda mungkin juga menyukai