Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sindrom mielodisplastik adalah sekelompok gejala dari keganasan hematologi kronis yang
ditandai oleh displasia, hematopoiesis yang tidak efektif dan risiko perkembangan menjadi
leukemia myeloid akut. Keluhan dan gejala secara umum lebih dikaitkan dengan adanya
sitopenia, umumnya pasien datang dengan keluhan cepat lelah dan lesu yang disebabkan oleh
anemia. Perdarahan karena trombositopenia dan infeksi atau demam yang dikaitkan dengan
leukopenia/neutropeni juga dapat menjadi keluhan pasien. Anemia akan mendominasi perjalanan
awal penyakit. Kebanyakan pasien mengeluhkan kelelahan dan kelemahan yang terjadi secara
bertahap, sesak napas, dan pucat, tetapi beberapa pasien tidak menunjukkan gejala apapun, dan
sindrom mielodisplastik hanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan darah rutin.
Sindrom mielodisplastik adalah bentuk yang relatif umum dari kegagalan sumsum tulang,
dengan tingkat kejadian yang dilaporkan sebesar 35 hingga >100 per 1 juta orang dalam populasi
umum dan 120 hingga >500 per 1 juta orang pada orang dewasa yang lebih tua. Sindrom
mielodisplastik dikaitkan dengan adanya paparan lingkungan seperti radiasi dan benzene.
Sindrom mielodisplastik dibagi menjadi tipe primer yaitu suatu sindrom yang ditandai oleh
displasia dari sistem hemopoietik (dismielopoiesis, diserthoropoiesis, dan distrombopoiesis),
baik tunggal maupun campuran, disertai dengan terjadinya gangguan maturasi dan diferensiasi
yang penyebabnya tidak diketahui dan tipe sekunder dengan penyebab seperti adanya defisiensi
vitamin B12 atau defisiensi asam folat, akibat komplikasi dari toksisitas akhir dari pengobatan
kanker, biasanya kombinasi radiasi dan agen alkilasi radiomimetik seperti busulfan, nitrosourea,
procarbazine, atau inhibitor DNA topoisomerase.
Diharapkan tinjauan pustaka ini dapat membantu rekan-rekan sejawat dalam memahami sindrom
mielodisplastik.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny.Astria Fransiska
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 66 tahun
Tempat, tanggal lahir : Manado, 31 Maret 1952
Status : Sudah menikah
Agama : Kristen Katolik
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl.Kramat Pulo Gg.V, Jakarta Pusat

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Bangsal PU lantai 5 kamar 505 RSPAD
Gatot Soebroto pada 27 Juni 2018.

 Keluhan Utama:
Lemas yang semakin memberat sejak 2 hari SMRS

 Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan lemas yang semakin memberat sejak 2 hari SMRS.
Keluhan lemas dirasakan pada seluruh tubuh dan tidak membaik meskipun pasien telah
beristirahat. Pasien juga mengeluhkan rasa cepat lelah dan cepat mengantuk, padahal
pasien tidak melakukan aktivitas yang berat. Keluhan lemas seperti ini sudah sering
dirasakan oleh pasien sejak 10 tahun yang lalu, pasien mengatakan sudah sangat sering
dirawat di rumah sakit dan setiap dirawat selalu dilakukan transfusi darah karena Hb pasien
rendah. Keluhan lemas yang dirasakan saat ini disertai dengan adanya rasa seperti
kesemutan pada kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki. Tidak ada keluhan lain
seperti bicara pelo, sesak, demam, rasa ingin pingsan, mual, dan muntah.

2
10 tahun SMRS, pasien pernah mengalami muntah hitam dan BAB hitam, saat itu
pasien segera dibawa ke RS Carolus dan mendapat transfusi darah sebanyak 5 kantong dan
dirawat selama 1 minggu lalu kemudian dipulangkan. Seminggu setelah dipulangkan,
pasien kembali merasa lemas sehingga kembali berobat dan dirawat serta mendapat
transfusi darah lagi sebanyak 3 kantong.

Pasien juga mengatakan sering timbul lebam-lebam pada kulit yang kemudian akan
menghilang dengan sendirinya, namun pasien menganggap hal itu bukan masalah karena
lebam-lebam seperti itu juga dialami oleh ibu pasien. Menurut pasien, ibunya juga sering
mengalami keluhan lemas seperti dirinya dan sering mendapat transfusi darah. Selain itu,
pasien juga sering mengalami panas dingin, biasanya 4-5 kali dalam sebulan, dan akan
menghilang bila pasien mengonsumsi obat penurun panas.

Nafsu makan pasien baik, BAB pasien tidak ada keluhan, sehari pasien BAB 1-2x,
warna kuning kecokelatan, tidak ada lendir dan tidak ada darah. BAK pasien juga normal,
dengan warna kuning jernih dan tidak ada keluhan nyeri saat BAK.

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Hematemestis melena 10 tahun lalu
- Tidak ada riwayat diabetes melitus, hipertensi, alergi, dan asma.

 Riwayat Keluarga
- Ayah dan adik laki-laki pasien memiliki hipertensi.
- Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita kencing manis.

 Riwayat sosial ekonomi


Pasien tidak memiliki riwayat merokok, konsumsi alkohol dan pemakaian jarum
suntik. Pasien adalah ibu rumah tangga, biaya rumah sakit ditanggung BPJS.

3
III. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
 Kesadaran : kompos mentis
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Tanda vital :
o Denyut nadi : 85 x/menit, teraba kuat, isi cukup dan
irama reguler
o Pernapasan : 20 x/menit, tipe abdominotorakal
o Tekanan darah : 124/51 mmHg
o Suhu tubuh : 36oC
 Antropometri :
o Berat badan : 56 kg
o Tinggi Badan : 155 cm
o BMI : 23,3 kg/m2 (preobesitas)
 Aspek Kejiwaan :
Tingkah laku wajar, alam perasaan biasa, proses berpikir wajar.

 Status generalis
o Kepala : Normosefali, rambut hitam dan terdistribusi merata
o Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-,
exophtalmus -/-, enophthalmus -/-, edema
periorbital -/-, injeksi konjungtiva -/-.
o Telinga : Serumen minimal, cairan -/-
o Hidung : Perdarahan mukosa hidung (-), hiperemis (-)
o Tenggorok : Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
o Mulut : Sianosis (-), lidah tremor (-), lidah miring (-)
o Leher : pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH2O

4
o Toraks :
 Paru :
 Inspeksi : normotoraks, simetris dalam keadaan
statis dan dinamis, tidak ada pergerakan dada yang
tertinggal (flail chest)
 Palpasi : nyeri tekan (-), vokal fremitus simetris.
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua lapang
paru +/+, rhonki -/-,wheezing -/-
 Jantung :
 Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : iktus cordis teraba pada sela iga 5 linea
midclavicula sinistra
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal.
 Auskultasi : BJ I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
o Abdomen :
 Inspeksi : datar, simetris, caput medusa (-),
 Auskultasi : bising usus (+), normoperistaltik
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-),
balotemen -/-, shifting dullness (-)
 Perkusi : timpani
o Urogenital : Tidak dilakukan pemeriksaan
o Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema lengan -/-, edema
tungkai -/-

5
IV. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium (25 Juni 2018)

Jenis Pemeriksaan Nilai Pasien Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 7,0 g/dL* 12.0 - 16.0 g/dL

Hematokrit 21 %* 37 - 47%

Eritrosit 2,4 juta/uL* 4.3 - 6.0 juta/uL

Leukosit 1.110/uL* 4.800 - 10.800/uL

Trombosit 24.000/uL* 150.000 - 400.000/uL

Hitung Jenis:

*Basofil 0 0 - 1%

*Eosinofil 5* 1 - 3%

*Batang 2 2 - 6%

*Segmen 47* 50 - 70%

*Limfosit 37 20 - 40%

*Monosit 9* 2 - 8%

MCV 88 fL 80 - 96 fL

MCH 29 pg 27 – 32 pg

MCHC 33 g/dL 32 – 36 g/dL

RDW 24,30%* 11,5 – 14,5%

6
V. Resume
Perempuan usia 66 tahun datang dengan keluhan lemas yang memberat sejak 2 hari
SMRS. Pasien merasa cepat lelah dan cepat mengantuk, keluhan seperti ini sudah sering
dirasakan sejak 10 tahun lalu dan sudah sering mendapat transfusi darah. Menurut pasien,
ibunya juga sering lemas dan sering ditransfusi.
Dari hasil pemeriksaan fisik tampak pasien sakit sedang dengan kesadaran kompos
mentis. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah = 124/51 mmHg,
frekuensi nafas = 20x/menit, frekuensi nadi = 85x/menit, suhu = 360C, dan konjungtiva
pucat +/+.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia normositik normokrom,
leukopenia, trombositopenia, dan peningkatan RDW.

VI. Daftar Masalah


1. Pansitopeni

VII. Pengkajian Masalah


1. Pansitopeni et causa suspek sindrom mielodisplastik
Atas dasar :
- Anamnesis: pasien merasa lemas sejak 2 hari SMRS, pasien memiliki
riwayat sering lemas hingga dirawat di rumah sakit dan selalu
transfusi darah. Ibu pasien juga sering lemas dan sering transfusi
darah. Sering timbul lebam-lebam pada tubuh pasien dan selalu
menghilang dengan sendirinya.
- Pemeriksaan fisik : konjungtiva pucat +/+.
- Pemeriksaan penunjang: anemia normositik normokrom, leukopenia,
trombositopenia, dan peningkatan RDW.

Rencana diagnosis: Gambaran darah tepi, pungsi dan biopsi sumsum tulang,
pemeriksaan sitogenetika.

7
Rencana terapi:
- Medikamentosa : IVFD NaCl 0,9% 500 cc/8 jam, transfusi PRC 500cc

Edukasi: menjelaskan penyakit pasien serta rencana diagnosis yang akan dilakukan.

Prognosis :
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia
- Quo ad sanationam : dubia ad malam

VIII. Lampiran
Riwayat perjalanan penyakit pasien selama perawatan di RSPAD Gatot Soebroto.
Kamis, 28 Juni 2018
S : Pasien mengeluh masih merasa lemas, demam (-), tanda-tanda perdarahan (-), BAK
dan BAB tidak ada keluhan.
O : Kesadaran: kompos mentis, keadaan umum: tampak sakit sedang
Tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 78x/menit, frekuensi napas
20x/menit, suhu 36ºC.
Mata konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Cor BJ I/II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen datar, supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), timpani, bising usus (+)
normoperistaltik
Ekstremitas akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
A : suspek sindrom mielodisplastik
P : DPL post transfusi
Asam folat 1 x 3 tab
B12 3 x 1 tab
B6 3 x 1 tab

8
Jumat, 29 Juni 2018
S : pasien mengatakan lemas sudah berkurang, demam (-), tanda-tanda perdarahan (-),
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
O : Kesadaran: kompos mentis, keadaan umum: tampak sakit ringan
Tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi napas
20x/menit, suhu 36ºC.
Mata konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Cor BJ I/II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen datar, supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), timpani, bising usus (+)
normoperistaltik
Ekstremitas akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
A : suspek sindrom mielodisplastik
P : DPL post transfusi
Asam folat 1 x 3 tab
B12 3 x 1 tab
B6 3 x 1 tab

Sabtu, 30 Juni 2018


S : pasien mengeluh lemas, demam (-), tanda-tanda perdarahan (-),
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
O : Kesadaran: kompos mentis, keadaan umum: tampak sakit ringan
Tekanan darah: 120/70 mmHg, frekuensi nadi: 80x/menit, frekuensi napas:
20x/menit, suhu 36ºC.
Mata konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Cor BJ I/II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen datar, supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), timpani, bising usus (+)
normoperistaltik
Ekstremitas akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
A : suspek sindrom mielodisplastik

9
P : DPL post transfusi
Asam folat 1 x 3 tab
B12 3 x 1 tab
B6 3 x 1 tab

Minggu, 1 Juli 2018


S : pasien masih merasa lemas, tangan dan kaki terasa seperti kesemutan, demam (-),
tanda-tanda perdarahan (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan.
O : Kesadaran: kompos mentis, keadaan umum: tampak sakit ringan
Tekanan darah: 120/80 mmHg, frekuensi nadi: 85x/menit, frekuensi napas:
18x/menit, suhu 36,2ºC.
Mata konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Cor BJ I/II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen datar, supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), timpani, bising usus (+)
normoperistaltik
Ekstremitas akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
A : suspek sindrom mielodisplastik
P : IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Asam folat 1 x 3 tab
B12 3 x 1 tab
B6 3 x 1 tab

Senin, 2 Juli 2018


S : pasien mengatakan keluhan lemas sudah mulai berkurang, kebas pada tangan dan kaki
sudah mulai berkurang, demam (-), tanda-tanda perdarahan (-), BAK dan BAB tidak
ada keluhan.
O : Kesadaran: kompos mentis, keadaan umum: tampak sakit ringan
Tekanan darah: 137/68 mmHg, frekuensi nadi: 80x/menit, frekuensi napas:
20x/menit, suhu 36ºC.
Mata konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

10
Cor BJ I/II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen datar, supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), timpani, bising usus (+)
normoperistaltik
Ekstremitas akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)
A : sindrom mielodisplastik
P : DPL post transfusi
Asam folat 1 x 3 tab
B12 3 x 1 tab
B6 3 x 1 tab
Ca gluconas 1 amp post transfusi

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Sindrom mielodisplastik atau myelodysplastic syndrome (MDS) juga dikenal sebagai
anemia dismielopoietik refrakter.1 Sindrom mielodisplastik adalah sekelompok gejala dari
keganasan hematologi kronis yang ditandai oleh displasia, hematopoiesis yang tidak
efektif dan risiko perkembangan menjadi leukemia myeloid akut.2 Sindrom
mielodisplastik primer adalah suatu sindrom yang ditandai oleh displasia dari sistem
hemopoietik (dismielopoiesis, diseritoropoiesis, dan distrombopoiesis), baik tunggal
maupun campuran, disertai dengan gangguan maturasi dan diferensiasi yang sebabnya
belum diketahui. Jika penyebabnya diketahui disebut sindrom dismielopoetik sekunder,
misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat, pengobatan sitostatik, dan
sebagainya.3
Klasifikasi FAB (French, American, British) sindroma mielodisplastik dibagi menjadi
lima kategori, yaitu anemia refrakter (RA), anemia refrakter dengan sideroblas bercincin
(RARS), anemia refrakter dengan blas berlebihan (RAEB), leukemia mielomonositik
kronik (CMML), dan anemia refrakter dengan kelebihan transformasi blas (RAEB-T).1

3.2. Epidemiologi
Sindrom mielodisplastik pada umumnya terjadi pada usia lanjut dengan rata-rata
umur 60-75 tahun dengan prevalensi laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan.3
Sindrom mielodisplastik adalah bentuk yang relatif umum dari kegagalan sumsum tulang,
dengan tingkat kejadian yang dilaporkan sebesar 35 hingga >100 per 1 juta orang dalam
populasi umum dan 120 hingga >500 per 1 juta orang pada orang dewasa yang lebih tua.
Sindrom mielodisplastik jarang terjadi pada anak-anak. Prevalensi sindrom
mielodisplastik telah meningkat dari waktu ke waktu, karena penegakkan diagnosis yang
lebih baik oleh dokter berdasarkan sindrom yang ada.4

12
3.3. Etiologi

Sindrom mielodisplastik dibagi menjadi tipe primer yang penyebabnya tidak


diketahui dan tipe sekunder yang merupakan komplikasi dari toksisitas akhir pada
pengobatan kanker, biasanya kombinasi radiasi dan agen alkilasi radiomimetik seperti
busulfan, nitrosourea, atau procarbazine (dengan periode laten 5-7 tahun) atau inhibitor
DNA topoisomerase (dengan periode laten 2 tahun). Sindrom mielodisplastik dikaitkan
dengan adanya paparan lingkungan seperti radiasi dan benzene. Anemia aplastik didapat,
anemia Fanconi dan penyakit kegagalan sumsum tulang konstitusional lainnya dapat
berevolusi menjadi sindrom mielodisplastik. Namun, pasien sindrom mielodisplastik
tipikal tidak memiliki riwayat paparan lingkungan yang sugestif atau penyakit hematologi
sebelumnya. Sindrom mielodisplastik adalah penyakit karena faktor penuaan, yang
menunjukkan terjadinya kumulatif intrinsik secara acak dan kerusakan pada sel sumsum
tulang belakang.

Sindrom mielodisplastik merupakan gangguan sel induk hematopoietik klonal yang


ditandai oleh proliferasi sel yang tidak beraturan dan gangguan diferensiasi, yang
kemudian mengakibatkan sitopenia dan risiko perkembangan menjadi leukemia.
Kromosom dan ketidakstabilan genetik yang menjadi dasar terjadinya sindrom
mielodisplastik kemungkinan disebabkan oleh faktor penuaan. Abnormalitas sitogenetik
ditemukan pada sekitar 75% pasien dengan sindrom mielodisplastik.

Kehilangan satu kromosom atau kelebihan satu kromosom (aneuploidi) lebih sering
ditemukan dibandingkan translokasi. Tes yang lebih sensitif, seperti hibridisasi genomik
komparatif dan susunan polimorfisme nukleotida tunggal, dapat menunjukkan kelainan
kromosom pada sebagian besar pasien dengan sitogenetika konvensional normal.
Akselerasi yang ditimbulkan dari gesekan telomer dapat mengganggu kestabilan genom
pada kegagalan sumsum tulang dan menjadi predisposisi terjadinya lesi pada kromosom.

Kelainan sitogenetik yang paling sering ditemukan adalah delesi lengan panjang
kromosom 5 (5q-), delesi kromosom 7 atau 5 (-7,-5), atau trisomi 8. Seiring dengan waktu
mungkin ditemukan berbagai kelainan sitogenetik tambahan. Jenis dan jumlah kelainan

13
sitogenetik sangat erat hubungannya dengan kemungkinan transformasi menjadi leukemia
dan kelangsungan hidup dari pasien.4

3.4. Patofisiologi
Bidang yang mempelajari tentang genom (genomik) telah menemukan peran mutasi
dalam patofisiologi sindrom mielodisplastik. Mutasi somatik yang rekuren ditemukan
dalam sel sumsum yang abnormal dan tidak ditemukan di sel germ, telah diidentifikasi
pada hampir 100 gen. Penemuan yang terbaru adalah penemuan dari mutasi pada gen
mesin penyambung RNA, terutama SF3BI, yang sangat terkait dengan anemia
sideroblastik. Beberapa mutasi akan berhubungan dengan prognosis, contohnya adalah
adanya defek pada spliceosome memiliki prognosis yang baik sedangkan mutasi pada
EZH2, TP53, RUNXI, dan ASLX1 memiliki prognosis yang buruk. Mutasi dan kelainan
sitogenetik saling berkaitan satu sama lain, dimana mutasi pada TP53 berhubungan
dengan kelainan sitogenetik kompleks dan mutasi TET2 dengan sitogenetik
normal.Analisis pada pasien dengan sindrom mielodisplastik yang berkembang menjadi
Accute Myelocytic Leukemia (AML) telah menunjukkan bukti bahwa terjadi mutasi lebih
lanjut yang memungkinkan terjadinya dominasi klonal.
Patofisiologi telah dikaitkan dengan mutasi dan kelainan kromosom pada beberapa
sindrom mielodisplastik yang spesifik. Delesi 5q menyebabkan hilangnya heterozigot dari
gen protein ribosom yang juga mutan pada anemia Diamond-Blackfan, dan keduanya
dikarakterisasi oleh defisiensi eritropoiesis. Patofisiologi imun dapat mendasari sindrom
mielodisplastik trisomi 8, di mana pasien sering mengalami peningkatan jumlah darah
setelah terapi imunosupresif, ada aktivitas sel T yang mengarah pada progenitor
hematopoietik. Namun, secara umum untuk sindrom mielodisplastik, peran sistem
kekebalan tubuh dan sitokinnya; peran sel induk hematopoietik, dan interaksi sel-sel; dan
bagaimana sel-sel mutan menghasilkan kegagalan sumsum pada sindrom mielodisplastik
tidak dipahami dengan baik.

14
3.5. Manifestasi Klinis
Keluhan dan gejala secara umum lebih dikaitkan dengan adanya sitopenia.
Umumnya pasien (80%-85%) datang dengan keluhan cepat lelah dan lesu yang
disebabkan oleh anemia. Anemia pada sindrom mielodisplastik biasanya merupakan
anemia makrositik atau anemia normositik.5 Perdarahan karena trombositopenia dan
infeksi atau panas yang dikaitkan dengan leukopenia/neutropeni juga dapat menjadi
keluhan pasien walaupun jarang.3
Anemia akan mendominasi perjalanan awal penyakit. Kebanyakan pasien
mengeluhkan kelelahan dan kelemahan yang terjadi secara bertahap, sesak napas, dan
pucat, tetapi beberapa pasien tidak menunjukkan gejala apapun, dan sindrom
mielodisplastik hanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan darah rutin.
Kemoterapi atau paparan radiasi sebelumnya merupakan suatu riwayat yang penting untuk
ditanyakan pada pasien. Sindrom mielodisplastik pada anak-anak jarang dan ketika
apabila terdiagnosa lebih cenderung pada adanya kemungkinan penyakit genetik yang
mendasari. Anak-anak dengan Sindrom Down rentan terhadap sindrom mielodisplastik.4
Pemeriksaan fisik akan menunjukkan tanda-tanda anemia dan sangat jarang terjadi
organomegali. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi pada pasien sindrom mielodisplastik
menunjukkan hasil hiperselularitas.5

3.6. Diagnosis

Diagnosis sindrom mielodisplastik dipertimbangkan pada setiap pasien dewasa yang


memiliki gejala-gejala seperti anemia dan/perdarahan-perdarahan dan/febris yang tidak
jelas sebabnya dan refrakter terhadap pengobatan, pemeriksaan darah tepi menunjukkan
adanya sitopeni dari satu atau lebih dari sistem darah, adanya sel-sel muda atau blas dalam
jumlah sedikit (<30%) dengan/tanpa monositosis di darah tepi, sumsum tulang dapat
hiposelular, normoselular, atau hiperselular dengan disertai displasia sistem hemapoiesis
dan gambaran tersebut tidak dapat dimasukkan dalam diagnosis yang jelas dari penyakit-
penyakit lain seperti ITP, leukemia, anemia aplastik, dan lain-lain.

Diagnosis sindrom mielodisplatik perlu dilakukan pemeriksaan pembiakkan sel-sel


sumsum tulang dan pemeriksaan sitogenetik. Sitogenetik sumsum tulang dapat

15
memberikan informasi prognosis dan adanya abnormalitas kromosom yang merupakan
kunci untuk membedakan sindrom mielodisplastik primer dan sekunder. Kromosom
abnormal sumsum tulang ditemukan pada 30%-50% pasien sindrom mielodisplastik
primer. Berbagai kelainan sitogenetik pada sindrom mielodisplastik termasuk delesi,
trisomi, monosomi, dan anomaly struktur seperti delesi 5q, monosomi 7, trisomi 8,
kehilangan kromosom Y, delesi 20q, 3q rearrangements, berbagai abnormalitas
kromosom 11, berbagai abnormalitas kromosom 17p, dan defek kromosom kompleks lain.

World Health Organization (WHO) menggolongkan sindrom mielodisplastik dalam


beberapa kategori (Tabel 2), yaitu Refractory Anemia (RA), Refractory Anemia with
Ringed Sideroblast (RARS), Refractory Cytopenia with Multilineage Dysplasia (RCMD),
Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB-tipe 1 = 5-9% blas pada darah atau
sumsum dan RAEB-tipe 2 = 10-19% blas pada darah atau sumsum), 5q syndrome, dan
Myelodysplastic Syndrome Unclassified.6

Tabel 2. Penggolongan Sindrom Mielodisplastik Berdasarkan WHO

16
3.7. Diagnosis Banding
Diagnosis sindrom mielodisplastik mungkin sulit ditegakkan, khususnya pada pasien
dengan penemuan sel blas pada sumsum tulang <5% dan hanya satu sitopenia. Tidak ada
satu morfologi khas yang dapat ditegakkan sebagai suatu diagnosis sindrom
mielodisplastik sehingga penting untuk diingat bahwa sindrom mielodisplastik terkadang
ditegakkan sebagai diagnosis ketika semua kemungkinan telah disingkirkan. Sehingga
untuk alasan tersebut, pemeriksaan menyeluruh untuk mengesampingkan diagnosis
banding perlu dilakukan. Diagnosis banding dari sindrom mielodisplastik antara lain
adalah defisiensi vitamin B12 atau defiesiensi asam folat, terapi sitotoksik yang baru
dilakukan, infeksi HIV, anemia pada penyakit kronik (infeksi, inflamasi, kanker), sitopeni
autoimun, penyakit hati kronik, konsumsi alkohol berlebihan, paparan terhadap logam
berat, drug-induced cytopenias, gangguan stem sel lain seperti leukemia akut, anemia
aplastik, mielofibrosis (pada kasus sindrom mielodisplastik dengan fibrosis sumsum), dan
Paroksismal Nokturnal Hemoglobinuria (PNH).6

3.8. Penatalaksanaan

Secara historis, terapi sindrom mielodisplastik tidak memuaskan, tetapi dengan


adanya obat-obat baru yang telah disetujui sebagai terapi dari penyakit ini. Beberapa
rejimen tampaknya tidak hanya meningkatkan jumlah darah tetrapi untuk menunda
timbulnya leukemia dan untuk meningkatkan kelangsungan hidup.

Transplantasi sumsum tulang dapat menjanjikan kesembuhan pada pasien dengan


sindrom mielodisplastik. Tingkat kelangsungan hidup saat ini adalah 50% dan terus
menunjukkan perbaikan. Namun, mortalitas dan morbiditas terkait pengobatan meningkat
seiring dengan meningkatnya usia penerima donor. Hal-hal yang perlu dipikirkan untuk
melakukan transplantasi adalah risiko yang tinggi, usia pasien yang akan dilakukan
transplantasi, dan kambuhnya penyakit.

Sindrom mielodisplastik dianggap sebagai refraktori rejimen kemoterapi sitotoksik,


dan seperti Accute Myeloid Leukemia (AML) pada orang tua, keracunan obat sering terjadi
dan berakibat fatal, dan jika terjadi remisi, maka hanya akan bertahan dalam waktu
singkat. Dari pengalaman ini, terapi farmakologi telah muncul berdasarkan analog

17
pirimidin. Obat-obatan baru ini diklasifikasikan sebagai modulator epigenetik, yang
bertindak melalui mekanisme demethylating untuk mengubah regulasi gen dan
memungkinkan diferensiasi sel-sel darah dewasa dari sel induk dari pasien sindrom
mielodisplastik yang abnormal.

Azacitidine dan Decitabine adalah modulator epigenetik yang sering digunakan


dalam klinik terkait kegagalan sumsum tulang. Azacitidine meningkatkan jumlah darah
dan kelangsungan hidup pada pasien sindrom mielodisplastik. Azacitidine biasanya
diberikan secara subkutan, setiap hari selama 7 hari, pada interval 4 minggu, setidaknya
selama empat siklus sebelum menilai respon. Secara keseluruhan, umumnya
meningkatkan jumlah darah dengan penurunan kebutuhan transfusi yang terjadi pada 50%
pasien dalam uji coba yang dipublikasikan. Respon tergantung pada pemberian obat yang
berkelanjutan, dan kebanyakan pasien pada akhirnya tidak akan lagi mengalami sitopenia
atau progresifitas menjadi Accute Myeloid Leukemia (AML).

Decitabine mirip seperti Azacitidine, tetapi lebih kuat; 30-50% pasien menunjukkan
respon dalam jumlah darah, dengan durasi respon hampir satu tahun. Decitabine biasanya
diberikan dengan infus intravena terus menerus dalam rejimen dengan berbagai dosis dan
jangka waktu 3 hingga 10 hari dalam siklus berulang. Toksisitas utama Azacitidine dan
Decitabine adalah mielosupresi, yang dapat memperburuk hasil dari jumlah darah.

Lenalidomide, merupakan turunan thalidomide dengan profil toksisitas yang lebih


baik, sangat efektif dalam terapi anemia pada pasien sindrom mielodisplastik dengan 5q-
sindrom; tidak hanya prevalensi yang tinggi dari pasien yang kemudian menjadi transfusi
independen dengan kadar hemoglobin normal atau hampir normal, tetapi sitogenetika
pasien juga menjadi normal. Lenalidomide diberikan secara oral. Kebanyakan pasien akan
membaik dalam 3 bulan setelah memulai terapi. Toksisitas termasuk mielosupresi
(trombositopenia dan neutropenia memburuk, sehingga memerlukan pemantauan jumlah
darah) dan peningkatan risiko trombosis vena dalam dan emboli paru.

Imunosupresi seperti yang digunakan pada terapi anemia aplastik, juga dapat
menghasilkan keberhasilan pasien menjadi transfusi independen dan meningkatkan
kelangsungan hidup. Siklosporin dan antibodi monoklonal anti-CD52 Alemtuzumab

18
sangat efektif pada pasien sindrom mielodisplastik dengan usia muda (<60 tahun) dengan
skor IPSS yang lebih baik dan yang memiliki antigen histokompatibilitas HLA-DR15.

HGFs dapat meningkatkan jumlah darah, tetapi seperti pada kebanyakan kegagalan
sumsum tulang, pengobatan ini paling bermanfaat bagi pasien dengan pansitopenia yang
parah. EPO tunggal atau dalam kombinasi dengan G-CSF dapat meningkatkan kadar
hemoglobin. Kelangsungan hidup tampaknya tidak diperbaiki dengan pengobatan G-CSF
saja tetapi dapat ditingkatkan oleh eritropoietin dan ameliorasi anemia. Pengobatan G-CSF
saja gagal memperbaiki kelangsungan hidup dalam uji coba terkontrol.

Meskipun terjadi perbaikan dalam terapi obat, banyak pasien akan mengalami
anemia selama bertahun-tahun. Dukungan transfusi sel darah merah harus disertai dengan
kelasi besi untuk mencegah hemokromatosis sekunder.4

Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk pengobatan


pasien sindrom mielodisplastik. Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan kadang-
kadang dapat memberikan respon pada tipe RASB walaupun sangat kecil. Danazol 600
mg/hari/oral selama 3 bulan dapat meningkatkan trombosit terutama pada sindrom
mielodisplastik tipe trombopeni. 13- cis retinoic acid dengan dosis 1 mg/kgBB/hari/oral
dapat memberikan respon 21%-33% setelah 3 minggu pengobatan.3

3.9.Prognosis
Sindrom mielodisplastik adalah penyakit yang sangat heterogen baik dari sudut
pandang patogenetik, klinis, maupun prognostik. International Prognostic Scoring System
(IPSS) adalah model prognostik yang paling banyak digunakan (Tabel 3).5
Pada sebagian besar sindrom mielodisplastik mempunyai perjalanan klinis menjadi
kronis dan secara bertahap terjadi kerusakan pada sitopeni. Angka harapan hidup sangat
bervariasi dari beberapa minggu sampai beberapa tahun (Tabel 4). Kematian dapat terjadi
pada 30% pasien yang progresif menjadi Acute Myeloid Leukemia (AML) atau Bone
Marrow Failure. Indikator prognosis baik dari sindrom mielodisplastik adalah usia muda,
neutrofil dan trombosit normal atau agak menurun, hitung sel blast rendah pada sumsum
tulang dan tidak ada sel blas di darah, tidak ada batang Auer, sideroblas bercincin,

19
kariotipe normal atau kariotipe campuran tanpa abnormalitas kromosom kompleks, dan
kultur in vitro sumsum tulang menunjukkan pola pertumbuhan non leukemik. Sedangkan,
indikator prognosis buruk dari sindrom mielodisplastik adalah usia lanjut, neutropenia
berat (<0,5x103/mm3) atau trombositopenia (<50x103/mm3), jumlah sel blast di sumsum
tulang tinggi atau ditemukan sel blast di darah perifer, ditemukan batang Auer, dan tidak
ada sideroblas bercincin.3
Tabel 3. International Prognostic Scoring System6

20
Tabel 4. Angka Harapan Hidup Berdasarkan International Prognostic Scoring System6

Kategori Total Skor Median Median Survival Median Survival Waktu hingga 25% pasien
Survival pasien ≤60 tahun Pasien >60 tahun yang bertahan hidup dalam
(n=205) (n=611) kategori berkembang menjadi
leukemia

Rendah 0 5.7 tahun 11.8 tahun 4.8 tahun 9.4 tahun

Intermediate-1 0.5-1.0 3.5 tahun 5.2 tahun 2.7 tahun 3.3 tahun

Intermediate-2 1.5-2.0 1.2 tahun 1.8 tahun 1.1 tahun 1.1 tahun

Tinggi ≥2.5 0.4 tahun 0.3 tahun 0.5 tahun 0.2 tahun

21
BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang pasien perempuan berusia 66 tahun didiagnosis berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

4.1 Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan lemas yang semakin memberat sejak 2 hari SMRS.
Pasien juga mengeluh cepat lelah dan mengantuk. Keluhan seperti ini sudah sering
dirasakan sejak 10 tahun lalu, dan pasien sering dirawat di rumah sakit dan selalu
dilakukan transfusi darah karena Hb pasien rendah. Keluhan lemas yang dirasakan saat ini
disertai dengan adanya rasa kebas pada kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki.

10 tahun SMRS, pasien pernah muntah hitam dan BAB hitam, saat itu pasien segera
dibawa ke Rumah Sakit dan mendapat transfusi darah sebanyak 5 kantong. Seminggu
setelah dipulangkan, pasien kembali merasa lemas sehingga kembali mendapat transfusi
darah lagi sebanyak 3 kantong.

Pasien mengatakan sering timbul lebam-lebam pada kulit yang akan menghilang
dengan sendirinya. Ibu pasien juga dulu sering lemas dan sering ditransfusi serta timbul
lebam-lebam. Pasien juga sering demam, demam dialami 4-5 kali dalam sebulan.

4.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapati hasil keadaan umum tampak sakit sedang dengan
kesadaran kompos mentis. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah
pasien 124/51 mmHg, frekuensi nafas 20x/menit, frekuensi nadi 85x/menit, dan suhu
360C. Konjungtiva kanan dan kiri pasien tampak pucat yang menandakan pasien
mengalami anemia.

22
4.3 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hemoglobin 7,0 g/dL, hematokrit


21%, eritrosit 2,4 juta/ g/dL, leukosit 1.110/µL, trombosit 24.000/µL, dan RDW 24.30%.

Hasil dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan pasien mengalami pansitopeni, yang


sesuai dengan manifestasi dari sindrom mielodisplastik. Namun, untuk menyingkirkan
diagnosis banding lainnya, maka harus dilakukan pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan
gambaran darah tepi, aspirasi dan biopsi sumsum tulang, dan pemeriksaan sitogenetika.

23
BAB IV

KESIMPULAN

Sindrom mielodisplastik atau myelodysplastic syndrome (MDS) juga dikenal sebagai


anemia dismielopoietik refrakter, merupakan sekelompok gejala dari keganasan
hematologi kronis yang ditandai oleh displasia, hematopoiesis yang tidak efektif dan
risiko perkembangan menjadi leukemia myeloid akut. Sindrom mielodisplastik dibagi
menjadi tipe primer yang penyebabnya tidak diketahui dan tipe sekunder yang merupakan
akibat komplikasi dari toksisitas akhir dari pengobatan kanker, biasanya kombinasi radiasi
dan agen alkilasi radiomimetik seperti busulfan, nitrosourea, procarbazine, atau inhibitor
DNA topoisomerase.
Sindrom mielodisplastik adalah bentuk yang relatif umum dari kegagalan sumsum
tulang, dengan tingkat kejadian yang dilaporkan sebesar 35 hingga >100 per 1 juta orang
dalam populasi umum dan 120 hingga >500 per 1 juta orang pada orang dewasa yang
lebih tua dan pada umumnya terjadi pada usia lanjut dengan rata-rata umur 60-75 tahun
dengan prevalensi laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan.
Keluhan dan gejala secara umum lebih dikaitkan dengan adanya sitopenia.
Umumnya pasien datang dengan keluhan cepat lelah dan lesu yang disebabkan oleh
anemia. Perdarahan karena trombositopenia dan infeksi atau panas yang dikaitkan dengan
leukopenia/neutropeni juga dapat menjadi keluhan pasien walaupun jarang. Terapi yang
dapat diberikan untuk pasien dengan sindrom mielodisplastik antara lain adalah
transplantasi sumsum tulang, modulator epigenetic, imunosupresi, HGF-S, G-CSF. dan
transfusi darah.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu


Penyakit Dalam. In : Asdie AH, editor. 13th ed. Jakarta : EGC;2018.p.1955.
2. Papaemmanuil E, Gerstung M, Malcovati L, Tauro S, Gundem G, Loo PV, et al. Clinical
and biological implications of driver mutations in myelodysplastic syndromes. Blood
journal. 2013 [cited 1 July 2018]. Available from: https://www.bloodjournal.org.
3. Ashariati A. Sindrom dismielopoetik, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Vol II.
Ed.VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014.h.2711-4.
4. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill education;
2015.p.669-71.
5. Samiev D, Bhatt VR, Armitage JD, Maness LJ, Akhtari M. A primary care approach to
myelodysplastic syndromes. Korean J. Fam Med. 2014 [cited 1 July 2018]. Available
from: http://dx.doi.org/10.4082/
6. Nordic MDS Group. Guidelines for the diagnosis and treatment of myelodysplastic
syndromes and chronic myelomonocytic leukemia. MDS Guideline. 2014 [cited 1 July
2018]. Available from: https://www.cancercentrum.se.

25

Anda mungkin juga menyukai