Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

Kejang Demam Kompleks Dan Diare Akut Tanpa


Dehidrasi + Trichuriasis





Oleh :




Ayu Rahayu
NIM 0608120857



Pembimbing :
dr. M. Nur, Sp.A




KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD ARIFIN ACHMAD FAK. KEDOKTERAN UNIV. RIAU
PEKANBARU
2014

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kejang bukan merupakan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa
penyakit yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan dari
sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya akibat kelainan anatomi-fisiologi,
biokimia atau keduanya.
1
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38
0
C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
pada anak merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai dan merupakan
penyebab tersering seorang anak dibawa ke Unit Gawat Darurat. Kejang demam terjadi
pada 2-5% populasi anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dengan insiden tertinggi usia 14-18
bulan. Serangan kejang demam pada anak berbeda-beda tergantung ambang kejang tiap
anak. Setiap serangan kejang anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat
terutama kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang karena keterlambatan
penanganan dapat menyebabkan gejala sisa pada anak.
1
Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara
berkembang, dengan perkiraan 3,2 juta kematian tiap tahun pada balita. Secara
keseluruhan anak mengalami rata-rata 3,3 episode diare per tahun. Sekitar 80% kematian
yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyebab utama
kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit
melalui tinja.
2,3
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi
dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya
intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan
gizi serta mengobati penyakit penyerta. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum
efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat
kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan
terganggunya masukan oral karena infeksi.
3




2

1.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Memberikan pemahaman mengenai kejang demam kompleks dan gastroenteritis akut
dengan dehidrasi ringan sedang.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah didalam bidang kedokteran,
khususnya bagian ilmu kesehatan anak.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau.

























3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Definisi Kejang
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38
0
C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau
anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
4,5
Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang belangsung singkat,kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum,tonik atau klonik,tanpa
gerakan fokal dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.
4
Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
4
1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara kejang anak tidak sadar.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

2.1.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan-5 tahun. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam. Kejang demam terjadi pada semua ras dan insidennya
sedikit lebih predominan pada anak laki-laki.
3,6
Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25-50% kasus kejang demam. Kejang
demam kompleks behubungan dengan peningkatan risiko kejang demam berulang, kejang
demam dengan status epileptikus.
7

2.1.3 Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
4

terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium
rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko
rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam
timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsi.
3,6

2.1.4 Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Kejang demam sering berhubungan
dengan infeksi virus penyebab demam pada anak seperti herpes simpleks-6 (HHSV-6),
Shigella, dan influenza A.
7
Penyakit yang mendasari demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu
tinggi dapat menyebabkan kejang.
5
Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor seperti gejala klinisnya
infeksi virus, faktor genetik, dan metabolik serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur
otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom12
yangberhubungan dengan peninngkatan risiko kejang demam kompleks. Kejang demam
kompleks juga memiliki kemungkinan untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi
meningitis bakterial akut.
7

2.1.5 Patofisiologi
Dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO
2
dan
air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
5

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat
pada permukaan sel.
1,6
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
1,5
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1
0
C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
6

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38
0
C
sedangkan pada anak denagn ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40
0
C
atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
1,5
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejangt
lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.
1,6
6

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan antomis di otak hingga terjadi epilepsi.
7

2.1.6 Manifestasi Klinik
Serangan kejang demam berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
dan dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,
gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang
dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa
jamsampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap.
4,7

2.1.7 Diagnostik
Anamnesis
1. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.
2. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
3. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
Pemeriksaan Fisis
Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan
intrakranial, tanda infeksi di luar SSP misalnya otitis media,faringitis dan penyakit
virus lain, pemeriksaan neurologis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan
lain. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningits, terutama pada pasien kejang pertama.
Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
7

tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau
kejang demam fokal.
Foto X-Ray kepala atau pencitraan seperti Computed Tomography Scan (CT-Scan)
atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Diagnosis Banding
Status epileptikus
Meningitis atau Ensefalitis
Bakteriemia dan sepsis

2.1.8 Penatalaksanaan
A. Pengobatan Pada Saat Kejang
4,5
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang.
Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal adalah :
Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun, atau
Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg, atau 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali
Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati
dengan depresi pernafasan. Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena
sebanyak 0,2 - 0,5 mg/kg BB. Berikan perlahan-lahan, dengan kecepatan 0,5 - 1 mg per
menit. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat
diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan
secara intramuskular karena tidak diabsorbsi dengan baik.
Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin intravena sebanyak 15 mg/kg BB perlahan-
lahan. Bila masih tetap kejang, rawat di ruang rawat intensif, berikan pentobarbital dan
pasang ventilator bila perlu. Bila kejang sudah berhenti, tentukan apakah anak termasuk
dalam kejang demam yang memerlukan pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.


8

B. Pengobatan Rumat
4,5
Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus untuk waktu yang
cukup lama.
Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam hanya
fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain tidak bermanfaat
untuk mencegah berulangnya kejang demam.
Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan
fenobarbital 3 - 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis.
Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus yang sangat
selektif.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia kurang dari 2 tahun dapat
menyebabkan gangguan hati. Bila memberikan valproate periksa SGOT dan SGPT setelah
2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan.
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut :
1. Kejang lama > 15 menit
2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, todds paresis, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal
4. Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi.
Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan dalam keadaan :
1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
3. suhu saat kejang rendah

C. Pengobatan Intermiten
4,5
Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan
pada saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari
pemberian antipiretik dan antikonvulsan.
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam. Namun kesepakatan saraf anak menyatakan bahwa pengalaman
menunjukkan bahwa antipiretik tetap bermanfaat.
9

Antipiretik yang dapat digunakan adalah :
- Paracetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali.
- Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3 kali.
Antikonvulsan pada saat kejang
- Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 - 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang.
- Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali diberikan
sebanyak 4 kali per hari.

2.1.9 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%, umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama, dengan faktor risiko ada riwayat kejang dalam keluarga, usia
kurang dari 12 bulan, suhu tubuh saat kejang rendah.
4,5
Kejang demam kompleks, riwayat epilepsi atau abnormalitas neurologis pada
keluarga,dan keterlambatan tumbuh kembang dapat menjadi faktor risiko terjadinya epilepsi
di kemudian hari. Anak dengan faktor risiko ini memiliki kemungkinan 10% untuk
mengalami kejang tanpa demam.
4

2.2.1 Definisi diare akut
Definisi diare adalah buang air besar (defekasi) dengan konsistensi yang encer lebih
dari 3 kali per hari. Buang air besar dengan konsistensi yang encer tersebut dapat/tanpa
disertai lendir dan darah.
2
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14
hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat
disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dan dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare
infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit.
2

2.2.2 Epidemiologi
Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden paling banyak
pada umur 6 10 bulan (pada masa pemberian makanan pendamping). Variasi musiman pola
musim diare dapat terjadi melalui letak geografi. Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri
lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus puncaknya pada musim
dingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun, frekuensi meningkat pada
10

musim kemarau sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada musim hujan.
Kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi ini meningkat di atas umur 2
tahun karena pembentukan imunitas aktif.
8,9

2.2.3 Etiologi
Terdapat beberapa macam penyebab diare antara lain sebagai berikut:
10
1) Faktor infeksi
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans). Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis
dan sebagainya.
3
2) Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat yaitu disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
3) Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap
jenis makanan tertentu.
4) Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
2.2.4 Patofisiologi
Terdapat beberapa mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare yaitu:
8,10
1) Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul
diare karena peningkatan isi lumen usus.
11

3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare.

2.2.5 Manifestasi Klinis
Pada Diare cair akut dapat ditemukan gejala BAB lebih cair/encer dari biasanya,
frekuensi lebih dari 3 kali sehari. Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif).
Dapat disertai dengan muntah, nyeri perut dan panas.
8
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Seseorang yang kekurangan cairan akan
merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
oleh deplesi air yang isotonik.
3
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa haus,
turgor kulit abdomen., ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung, ada atau tidak
adanya air mata, kering mukosa mulut, bibir dan lidah.
3,8
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
2,9
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria sebagai berikut:
8
1) Tanpa dehidrasi:
a. Keadaan umum baik, sadar
b. Tanda vital dalam batas normal
c. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mucosa
mulut dan bibir basah
d. Turgor abdomen baik, bising usus normal
e. Akral hangat.
Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau
minum, muntah terus-menerus, diare frekuen)
8
2) Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan
a. Keadaan umum gelisah atau cengang
12

b. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,
mucosa mulut dan bibir sedikit kering
c. Turgor kurang
d. Akral hangat
Pasien harus rawat inap
8

3) Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dengan dua atau lebih tanda tambahan
a. Keadaan umum lemah, letargi atau koma
b. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mucosa
mulut dan bibir sangat kering
c. Anak malas minum atau tidak bisa minum
d. Turgor kulit buruk
e. Akral dingin
Pasien harus rawat inap
8
.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan darah

Elektrolit

2.2.7 Prinsip Penatalaksanaan Diare Akut
Terdapat lima lintas tatalaksana diare, yaitu:
8
1. Rehidrasi
2. Dukungan nutrisi
3. Supplement zinc
4. Antibiotik selektif
5. Edukasi orang tua
1. Diare cair akut tanpa dehidrasi
2,9
:
a. Memberikan kepada anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi. Dapat kita gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit,
makanan cair (seperti sup dan air tajin) dan bila tidak ada air matang, kita dapat
menggunakan larutan oralit untuk anak. Volume cairan untuk usia kurang dari 1th :
50-100cc, untuk usia 1-5

tahun mendapat 100-200cc, untuk usia lebih dari 5

tahun
dapat diberikan semaunya.
13

b. Memberikan tablet zinc. Pemberian tablet zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-
turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Dosis zinc untuk anak bervariasi, untuk
anak usia dibawah 6 bulan sebesar 10mg (1/2 tablet) perhari, sedangkan untuk usia
diatas 6 bulan sebesar 20 mg perhari. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-
turut, meskipun anak telah sembuh dari diare.
c. Memberikan anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi.
d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut buang air besar cair lebih sering, muntah terus menerus,
rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, dan tinja berdarah.
e. Anak harus diberi oralit dirumah
Formula oralit baru yangberasal dari WHO dengan komposisi sevagai berikut:
Natrium : 75 mmol/L
Klorida : 65 mmol/L
Glukosa, anhydrous : 75 mmol/L
Kalium : 20 mmol/L
Sitrat : 10 mmol/L
Total osmolaritas : 245 mmol/L
Ketentuan pemberian oralit formula baru :
Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru, larutkan 1 bungkus oralit formula baru
dalam 1 L air matang, untuk persediaan 24 jam, berikan larutan oralit pada anak
setiap kali buang air besar dengan ketentuan untuk anak usia kurang dari 2 tahun
berikan 50-100 ml setiap kali buang air besar, sedangkan untuk untuk anak berumur
2 tahun atau lebih berikan 100-200 ml tiap kali buang air besar. Jika dalam waktu 24
jam persediaan oralit masih tersisa, maka sisa larutan itu harus dibuang.

2. Diare cair akut dengan dehidrasi ringan-sedang
2,8

Rehidrasi dapat menggunakan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap kali
buang air besar.





14

I LUSTRASI KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

Identitas pasien
Nama Pasien : An. NS
Umur : 1 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Ayah/ibu : Tn. N / Ny. J
Agama : Kristen
Suku : Batak
Tanggal Masuk RS : 01 April 2014
Alamat : Panam, Pekanbaru

ALLONANAMNESIS
Diberikan oleh : tante pasien
Keluhan Utama : kejang 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari SMRS pasien demam tinggi, demam turun dengan obat penurun panas yg dibeli
sendiri diwarung, menggigil (-), berkeringat dingin (-), pagi harinya demam kembali.
3 jam SMRS pasien muntah, muntah tidak menyemprot, muntah berisi susu, jumlah
sedikit, pasien tetap demam.
2 jam SMRS pasien kejang 1x, lama kejang lebih dari 15 menit, kaki dan tangan
pasien bergerak-gerak, mata mendelik keatas, mulut berbuih (-), pasien langsung
dibawa ke bidan, suhu terukur 38,1
0
C, pasien diberi obat 1x yg dimasukkan lewat
anus, namun pasien masih kejang, pasien dibawa ke dokter umum, suhu terukur 38
0
C,
pasien diberi obat2x lewat anus, kejang berhenti, pasien tampak tertidur, keluarga
disarankan untuk ke RSUD AA.
Pasien juga mencret 3x, konsistensi lembek, ampas lebih banyak dari air, mencret
gelas aqua tiap mencret, darah (-), lendir (-), pasien masih mau minum, bila menangis
masih mengeluarkan airmata, mata cekung (-).
Batuk (-), pilek (-), nyeri ketika BAK (-), nyeri perut (-), pasien masih mau makan.
15

Pada saat di RSUD AA kejang (-), mencret 3x ampas lebih banyak dari air,
konsistensi lembek, tiap mencret gelas aqua, darah (-), lendir (-), pasien masih
minum seperti biasa, tampak kehausan (-), mata cekung (-).

Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu kandung pasien pernah kejang usia 3 tahun

Riwayat orangtua
Sejak bayi pasien dirawat oleh tante dan paman nya
Paman : tukang bengkel
Tante : ibu rumah tangga

Riwayat Kehamilan
Anak tunggal
Hamil cukup bulan, ANC teratur, setiap bulan ke bidan, riwayat demam saat hamil (-)
Lahir spontan ditolong bidan
BBL 3000 gr, lahir langsung menangis
Riwayat Makan dan Minum
ASI : 0 2 tahun
Susu formula : 2 tahun sekarang
Bubur saring : 3 bulan
Nasi biasa : 1 tahun sekarang

Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap : BCG 1X, DPT 3X, HEP.B1 X,POLIO 3X, CAMPAK 1X

Riwayat pertumbuhan
BBL 3000 gr
BBM 9,3 kg

16

Riwayat perkembangan (Kesan perkembangan normal)
Telungkup : 3 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 1 tahun

Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal
Tinggal di rumah permanen, dihuni oleh 5 orang ventilasi dan pencahayaan cukup
Sumber air dan MCK dari sumur bor

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Alert

Tanda-tanda Vital
TD : 90/60 mmHg
Suhu : 38
o
C
Nadi : 108 x/menit
Nafas : 24 x/menit


Gizi
TB : 80 cm
BB : 9,3 kg
LILA : 15 cm
Lingkar kepala : 46 cm
Status Gizi menurut BB/TB NCHS persentil 93% Mild malnutrition

Kepala : simetris, normocephal, UUB cekung (-)
Rambut : pirang, kering, tidak mudah dicabut
Mata :
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Pupil : bulat, isokor, 2mm/2mm
17

Reflek cahaya : (+/+)
Mata cekung : (-)
Telinga : kotoran (+/+), sekret (-/-), dalam batas normal
Hidung : sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut :
Bibir : basah
Mukosa dalam bibir : basah, sianosis (-)
Palatum : utuh
Lidah : tidak kotor
Gigi : caries (-)
Leher :
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kaku kuduk : tidak ditemukan

Thoraks
Inspeksi : gerakan dada simetris kiri kanan, retraksi (-)
Palpasi : fremitussulit dinilai
Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : vesicular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I dan II normal.


Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Palpasi : supel, turgor kulit kembali cepat, organomegali (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Alat kelamin : perempuan, kelainan congenital (-), dalam batas normal

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, clubbing finger (-), pitting edema (-)

Status Neurologis
Refleks fisiologis (+)
Refleks patologis (-)
18


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : (01-04-2014)
Darah :
Hb : 11,3 gr/dl
Ht : 34%
WBC : 9.400/ul
PLT : 186.000 /ul

Urin :
Makroskopis : kuning jernih, endapan (-)
Mikroskopis : eritrosit 0-1/LPB, Leukosit 0-2/LPB, Epitel 2-3/LPK, bakteri (-),protein (-),
bilirubin (-), glukosa (-)

Feses :
Makroskopis : kuning muda, konsinstensi cair, darah (-), lendir (-), cacing (-)
Mikroskopis : eritrosit 0-1/LPB, leukosit 0-1 LPB, telur cacing (+) Trichuris trichiura,
amoeba (-).

Radiologi : -

HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS
Kejang 1x, durasi >15 menit, bentuk tangan dan kaki bergerak-gerak
Mencret 2 kali , mencret gelas aqua/mencret, ampas > air, lendir (-), darah (-)

HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK
Suhu : 38
o
C
Mata cekung (-), turgor kulit kembali cepat
Kaku kuduk (-)

HAL YANG PENTING DARI LAB RUTIN
Feses : telur cacing Trichuris trichiura

19

DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam kompleks dan diare akut tanpa dehidrasi dan tricuriasis

DIAGNOSIS BANDING
Epilepsi yang diprovokasi demam
Kejang et causa gangguan elektrolit

PEMERIKSAAN ANJURAN : Elektrolit
EEG

TERAPI : Resusitasi cairan RL 12 tpm
Oralit 75ml/kgBB/jam
Lacto B 3x1
Zinc 1 x 1
PCT 3x 1 cth
Inj. Ceftriaxon 2x100 mg
Depaken 3x cth
Gizi : ML 1440 kkal

PROGNOSIS :
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam

Follow Up
01 April 2014
S: Mencret (+) 2 x, warna kuning, ampas < air, lendir (-), darah (-)
Muntah (-), demam (+), kejang (+), BAK (+), minum (+)
O: HR: 128 x/menit
RR: 30 x/menit
T : 38
o
C
BB: 9,5 kg
Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-)
Leher: DBN
Thoraks: DBN
20

Abdomen: BU (+) N, turgor kulit baik
Ekstremitas: CRT < 2 detik, akral hangat
A: KDK dan Diare Akut tanpa dehidrasi
P : IVFD RL 12tpm makro
Oralit 50 100 ml
Lacto 2 x 1
Zinc 1 x 1
PCT 3x1 cth
Depaken 3x cth
Inj. Ceftriaxon 2x100

02 April 2014
S: Mencret (-), Demam (-), Muntah (-), BAK (+), minum (+)
O: HR: 132 x/menit
RR: 28 x/menit
T : 37,9
o
C
BB: 15 kg
Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-)
Abdomen: BU (+) N, turgor kulit baik
Ekstremitas: CRT < 2 detik, akral hangat
A: KDK dan Diare Akut dengan Dehidrasi ringan sedang
P : : IVFD RL 12tpm makro
Oralit 50 100 ml
Lacto 2 x 1
Zinc 1 x 1
PCT 3x1 cth
Depaken 3x cth
Inj. Ceftriaxon 2x100 mg

20 Oktober 2012
S: Mencret (+) 1 x, warna kuning, ampas < air, lendir (-), darah (-)
Muntah (-), demam (+), BAK (+), minum (+)
O: HR: 130 x/menit
RR: 28 x/menit
21

T : 37,9
o
C
BB: 15 kg
Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-)
Abdomen: BU (+) N, turgor kulit baik
Ekstremitas: CRT < 2 detik, akral hangat
A: KDK dan Diare Akut dengan Dehidrasi ringan sedang
P : : IVFD RL 12tpm makro
Oralit 50 100 ml
Lacto 2 x 1
Zinc 1 x 1
PCT 3x1 cth
Depaken 3x cth
Inj. Ceftriaxon 2x100 mg

21 Oktober 2012
S: Mencret (-), warna kuning, ampas < air, lendir (-), darah (-)
Muntah (-), demam (-), BAK (+), minum (+)
O: HR: 130 x/menit
RR: 28 x/menit
T : 37,9
o
C
BB: 15 kg
Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-)
Abdomen: BU (+) N, turgor kulit baik
Ekstremitas: CRT < 2 detik, akral hangat
A: KDK dan Diare Akut tanpa Dehidrasi
P : : IVFD RL 12tpm makro
Zinc 1 x 1
PCT 3x1 cth (k/p)
Depaken 3x cth





22


BAB III
PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis kejang demam kompleks dilakukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, pasien perempuan
dengan umur 1 tahun 9 bulan datang dengan keluhan kejang saat demam sebanyak 1 x dalam
waktu 24 jam, dengan lama kejang >15 menit, saat kejang tangan dan kaki kelonjotan,
pasien tidak sadar, mata mendelik keatas, suhu saat kejang 38
0
C. Diketahui ibu kandung
pasien pernah mengalami kejang saat kecil, ini merupakan salah satu faktor resiko untuk
terjadi kejang berulang pada pasien. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam
kompleks. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam, untuk
menyingkirkan diagnosis epilepsi. Pada pasien juga dikeluhkan adanya mencret BAB cair 3x,
air lebih banyak dari ampas, bibir kering (-), turgor kembali cepat, , kaku kuduk tarangsang
meningeal, refleks patologis menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak
disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan
pemeriksaan pungsi lumbal.
Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang penting menunjukkan adanya
peningkatan kadar leukosit dalaam darah (16.000/mm
3
). Hal ini dapat sebagai acuan bahwa
infeksi pada tonsil dan faring disebabkan bakteri, sehingga berguna untuk penatalaksanaan
selanjutnya.
Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk
menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal
juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk
terjadinya kejang.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus D 5% + NaCl 0,9% +KCl. Hal ini
untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam,
tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk keruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang lagi,
sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan
dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal.
Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat tubuh >
38,5
0
C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 38
0
C hanya diberikan obat profilaksis
jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan kepada pasien saat pulang. Hal ini
sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami kejang demam sebanyak 2 kali dalam 24
23

jam dipertimbangkan untuk diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat.
Mengingat efek samping dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1
tahun), maka disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien diberikan
antibiotik karena dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi pada tonsil dan faring oleh
bakteri, sehingga untuk mengatasi demamnya diberikan obat penurun panas berupa
parasetamol dan antibiotik.

Pada pasien anak perempuan berumur 1 tahun 11 bulan dengan berat badan 9,3 kg, dari
anamnesa didapatkan keluhan kejang sebanyak 1 kali 3 jam SMRS yang didahului dengan
demam. Kejang merupakan kejang pertama kali dan berdurasi lebih dari 15 menit. Kejang
pada pasien bersifat tonik, mata mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak
mengeluarkan busa. Pasien tidak sadar saat kejang, pasien dalam keadaan sadar pada saat
sebelum dan setelah kejang.
Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada pasien ini atas dasar lama
kejang pada pasien yang berdurasi selama lebih 15 menit, berulang dalam 24 jam. Demam
terjadi 1 hari SMRS, 38
0
C, naik turun dan berlangsung terus-menerus. Pasien juga
mengalami muntah dan mencret, pasien masih minum seperti biasa. Kemungkinan pasien
telah terjangkit infeksi saluran cerna dan ini telah memicu terjadinya demam.
Diagnosis pasien juga dengan diare akut tanpa dehidrasi. Gejala diare akut pada
pasien ini yaitu pengeluaran tinja dengan konsistensi cair dengan frekuensi 10 kali sehari.
Keluhan diare pasien ini kurang dari 14 hari (akut), yaitu sejak 1 hari SMRS. Pada pasien
rewel dan sering ingin minum.
Dari pemeriksaan fisik mata cekung, turgor kulit berkurang, suhu 38,5C ,
Pemeriksaan refleks meningeal dengan hasil negatif menunjukkan tidak terdapat infeksi pada
otak dan meningen.
Dari pemeriksaan laboratorium pada 17 Oktober 2012, leukositosis dengan nilai
22.700 /uL yang menunjukkan bahwa telah terjadi proses infeksi yang ditandai dengan
demam sebelum terjadinya kejang.
Pada kasus ini, diagnosis banding kejang demam kompleks adalah epilepsi yang
diprovokasi demam. Ada pun perbedaan antara kejang demam kompleks epilepsi yang
diprovokasi demam menurut kriteria Livingstone, gejala epilepsy yang diprovokasi demam
adalah seperti kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan
lebih dari 4 kali / tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam
24

kompleks dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa disebabkan
karena terjadinya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan
listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang
mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di
beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada
saat pasien mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat lelah, atau adakalanya karena terkena
sinar lampu yang tajam.
Infus cairan Ringer Laktat diberikan karena pasien mengalami dehindrasi ringan
sedang dan keadaan demam,cairan yang paling baikuntuk rehidrasi adalah RL. Cairan ini
digunakan karena bersifat isotonis, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan ke
dalam pembuluh darah untuk mengatasi kehilangan cairan yang terjadi karena dehidrasi.
Penggantian cairan menurut WHO dengan larutan oralit 75ml/kgBB/3jam.
Pemberian antipiretik seperti parasetamol dan anti kejang jangka panjang. Depaken
pada pasien ini adalah sebagai terapi internmiten dan rumat dalam upaya mencegah
terjadinya serangan kejang berulang selama periode demam dan tidak demam.
Probiotik (Lacto B) merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang
menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam
lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri
probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati penomena tersebut
bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan pengobaatn diare baik
yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, speudomembran colitis.
Pada terapi, antibiotik yang digunakan adalah inj. ceftriaxon dengan dosis 2x 100mg
IV perhari selama perawatan di rumah sakit. Ceftriaxone digunakan untuk mengatasi infeksi
saluran napas bawah, otitis media akut, infeksi kulit,infeksi gastrointestinal, infeksi saluran
kemih yang juga merupakan etiologi bagi kejang demam.
Pada pasien ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan anjuran yaitu elektrolit
untuk mengetahui adanya gangguaan elektrolit yang memicu terjadinya kejang,
elektroenselfalogram (EEG) untuk mendeteksi sekiranya terdapat gangguan pada otak
terutama pada penderita epilepsi. Gambaran abnormal yang bisa temukan berbentuk spike,
sharp wave, spike and wave dan paroxysmal slow activity.




25



DAFTAR PUSTAKA

1. Tejani NR. Febrile Seizure. Emidicine. Medscape.com. 2010
2. Poorwo sumarso et all, 2003, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi & Penyakit
Tropis, Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC.
Jakarta: 1999
4. UKK. Nuerologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006
5. Soetomenggolo T,Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : IDAI; 244-51
6. Roberton DM, South M. Practical Pediatrics Sixt Edition. UK : Churchill
Livingstone. 2007; 582
7. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2.
2002. Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55
8. Ardhani punky, 2008, Art of Theraphy: Ilmu Penyakit Anak, Pustaka Cendekia
Press: Jogjakarta
9. Pusponegoro hardiyono et all. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak: edisi I,
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004.
10. Hasan Rusepno et all, 2007, Ilmu Kesehatan Anak 1: cetakan ke 11, Infomedika:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai