KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD ARIFIN ACHMAD FAK. KEDOKTERAN UNIV. RIAU PEKANBARU 2014
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kejang bukan merupakan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan dari sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya akibat kelainan anatomi-fisiologi, biokimia atau keduanya. 1 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai dan merupakan penyebab tersering seorang anak dibawa ke Unit Gawat Darurat. Kejang demam terjadi pada 2-5% populasi anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dengan insiden tertinggi usia 14-18 bulan. Serangan kejang demam pada anak berbeda-beda tergantung ambang kejang tiap anak. Setiap serangan kejang anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat terutama kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang karena keterlambatan penanganan dapat menyebabkan gejala sisa pada anak. 1 Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang, dengan perkiraan 3,2 juta kematian tiap tahun pada balita. Secara keseluruhan anak mengalami rata-rata 3,3 episode diare per tahun. Sekitar 80% kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja. 2,3 Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya masukan oral karena infeksi. 3
2
1.2. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah : 1. Memberikan pemahaman mengenai kejang demam kompleks dan gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang. 2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah didalam bidang kedokteran, khususnya bagian ilmu kesehatan anak. 3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi Kejang Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 4,5 Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang belangsung singkat,kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum,tonik atau klonik,tanpa gerakan fokal dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. 4 Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: 4 1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara kejang anak tidak sadar. 2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
2.1.2 Epidemiologi Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan-5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Kejang demam terjadi pada semua ras dan insidennya sedikit lebih predominan pada anak laki-laki. 3,6 Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25-50% kasus kejang demam. Kejang demam kompleks behubungan dengan peningkatan risiko kejang demam berulang, kejang demam dengan status epileptikus. 7
2.1.3 Faktor Resiko Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan 4
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi. 3,6
2.1.4 Etiologi Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak seperti herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A. 7 Penyakit yang mendasari demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. 5 Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor seperti gejala klinisnya infeksi virus, faktor genetik, dan metabolik serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom12 yangberhubungan dengan peninngkatan risiko kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut. 7
2.1.5 Patofisiologi Dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan 5
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. 1,6 Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya: 1,5 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. 6
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 0 C sedangkan pada anak denagn ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 0 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. 1,5 Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejangt lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. 1,6 6
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan antomis di otak hingga terjadi epilepsi. 7
2.1.6 Manifestasi Klinik Serangan kejang demam berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral dan dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jamsampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. 4,7
2.1.7 Diagnostik Anamnesis 1. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat. 2. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga. 3. Singkirkan penyebab kejang lainnya. Pemeriksaan Fisis Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP misalnya otitis media,faringitis dan penyakit virus lain, pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningits, terutama pada pasien kejang pertama. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang 7
tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. Foto X-Ray kepala atau pencitraan seperti Computed Tomography Scan (CT-Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: 1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) 2. Paresis nervus VI 3. Papiledema Diagnosis Banding Status epileptikus Meningitis atau Ensefalitis Bakteriemia dan sepsis
2.1.8 Penatalaksanaan A. Pengobatan Pada Saat Kejang 4,5 Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal adalah : Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun, atau Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati dengan depresi pernafasan. Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena sebanyak 0,2 - 0,5 mg/kg BB. Berikan perlahan-lahan, dengan kecepatan 0,5 - 1 mg per menit. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan secara intramuskular karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin intravena sebanyak 15 mg/kg BB perlahan- lahan. Bila masih tetap kejang, rawat di ruang rawat intensif, berikan pentobarbital dan pasang ventilator bila perlu. Bila kejang sudah berhenti, tentukan apakah anak termasuk dalam kejang demam yang memerlukan pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.
8
B. Pengobatan Rumat 4,5 Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus untuk waktu yang cukup lama. Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam hanya fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain tidak bermanfaat untuk mencegah berulangnya kejang demam. Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan fenobarbital 3 - 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis. Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus yang sangat selektif. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan hati. Bila memberikan valproate periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut : 1. Kejang lama > 15 menit 2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, todds paresis, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus 3. Kejang fokal 4. Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi. Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan dalam keadaan : 1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam 2. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan. 3. suhu saat kejang rendah
C. Pengobatan Intermiten 4,5 Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan. Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Namun kesepakatan saraf anak menyatakan bahwa pengalaman menunjukkan bahwa antipiretik tetap bermanfaat. 9
Antipiretik yang dapat digunakan adalah : - Paracetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali. - Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3 kali. Antikonvulsan pada saat kejang - Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 - 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang. - Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali diberikan sebanyak 4 kali per hari.
2.1.9 Prognosis Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%, umumnya terjadi pada 6 bulan pertama, dengan faktor risiko ada riwayat kejang dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, suhu tubuh saat kejang rendah. 4,5 Kejang demam kompleks, riwayat epilepsi atau abnormalitas neurologis pada keluarga,dan keterlambatan tumbuh kembang dapat menjadi faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari. Anak dengan faktor risiko ini memiliki kemungkinan 10% untuk mengalami kejang tanpa demam. 4
2.2.1 Definisi diare akut Definisi diare adalah buang air besar (defekasi) dengan konsistensi yang encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar dengan konsistensi yang encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 2 Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dan dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit. 2
2.2.2 Epidemiologi Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden paling banyak pada umur 6 10 bulan (pada masa pemberian makanan pendamping). Variasi musiman pola musim diare dapat terjadi melalui letak geografi. Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus puncaknya pada musim dingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun, frekuensi meningkat pada 10
musim kemarau sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada musim hujan. Kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi ini meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukan imunitas aktif. 8,9
2.2.3 Etiologi Terdapat beberapa macam penyebab diare antara lain sebagai berikut: 10 1) Faktor infeksi Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans). Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. 3 2) Faktor Malabsorbsi Malabsorbsi karbohidrat yaitu disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). 3) Faktor Makanan Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu. 4) Faktor Psikologis Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas). 2.2.4 Patofisiologi Terdapat beberapa mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare yaitu: 8,10 1) Gangguan osmotik Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi lumen usus. 11
3) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare.
2.2.5 Manifestasi Klinis Pada Diare cair akut dapat ditemukan gejala BAB lebih cair/encer dari biasanya, frekuensi lebih dari 3 kali sehari. Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif). Dapat disertai dengan muntah, nyeri perut dan panas. 8 Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. 3 Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen., ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung, ada atau tidak adanya air mata, kering mukosa mulut, bibir dan lidah. 3,8 Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). 2,9 Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria sebagai berikut: 8 1) Tanpa dehidrasi: a. Keadaan umum baik, sadar b. Tanda vital dalam batas normal c. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mucosa mulut dan bibir basah d. Turgor abdomen baik, bising usus normal e. Akral hangat. Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus-menerus, diare frekuen) 8 2) Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan a. Keadaan umum gelisah atau cengang 12
b. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mucosa mulut dan bibir sedikit kering c. Turgor kurang d. Akral hangat Pasien harus rawat inap 8
3) Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dengan dua atau lebih tanda tambahan a. Keadaan umum lemah, letargi atau koma b. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mucosa mulut dan bibir sangat kering c. Anak malas minum atau tidak bisa minum d. Turgor kulit buruk e. Akral dingin Pasien harus rawat inap 8 .
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan darah
Elektrolit
2.2.7 Prinsip Penatalaksanaan Diare Akut Terdapat lima lintas tatalaksana diare, yaitu: 8 1. Rehidrasi 2. Dukungan nutrisi 3. Supplement zinc 4. Antibiotik selektif 5. Edukasi orang tua 1. Diare cair akut tanpa dehidrasi 2,9 : a. Memberikan kepada anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi. Dapat kita gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan cair (seperti sup dan air tajin) dan bila tidak ada air matang, kita dapat menggunakan larutan oralit untuk anak. Volume cairan untuk usia kurang dari 1th : 50-100cc, untuk usia 1-5
tahun mendapat 100-200cc, untuk usia lebih dari 5
tahun dapat diberikan semaunya. 13
b. Memberikan tablet zinc. Pemberian tablet zinc diberikan selama 10-14 hari berturut- turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Dosis zinc untuk anak bervariasi, untuk anak usia dibawah 6 bulan sebesar 10mg (1/2 tablet) perhari, sedangkan untuk usia diatas 6 bulan sebesar 20 mg perhari. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut- turut, meskipun anak telah sembuh dari diare. c. Memberikan anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi. d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut buang air besar cair lebih sering, muntah terus menerus, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, dan tinja berdarah. e. Anak harus diberi oralit dirumah Formula oralit baru yangberasal dari WHO dengan komposisi sevagai berikut: Natrium : 75 mmol/L Klorida : 65 mmol/L Glukosa, anhydrous : 75 mmol/L Kalium : 20 mmol/L Sitrat : 10 mmol/L Total osmolaritas : 245 mmol/L Ketentuan pemberian oralit formula baru : Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru, larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 L air matang, untuk persediaan 24 jam, berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar dengan ketentuan untuk anak usia kurang dari 2 tahun berikan 50-100 ml setiap kali buang air besar, sedangkan untuk untuk anak berumur 2 tahun atau lebih berikan 100-200 ml tiap kali buang air besar. Jika dalam waktu 24 jam persediaan oralit masih tersisa, maka sisa larutan itu harus dibuang.
2. Diare cair akut dengan dehidrasi ringan-sedang 2,8
Rehidrasi dapat menggunakan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap kali buang air besar.
14
I LUSTRASI KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
Identitas pasien Nama Pasien : An. NS Umur : 1 tahun 11 bulan Jenis Kelamin : Perempuan Ayah/ibu : Tn. N / Ny. J Agama : Kristen Suku : Batak Tanggal Masuk RS : 01 April 2014 Alamat : Panam, Pekanbaru
ALLONANAMNESIS Diberikan oleh : tante pasien Keluhan Utama : kejang 2 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang 1 hari SMRS pasien demam tinggi, demam turun dengan obat penurun panas yg dibeli sendiri diwarung, menggigil (-), berkeringat dingin (-), pagi harinya demam kembali. 3 jam SMRS pasien muntah, muntah tidak menyemprot, muntah berisi susu, jumlah sedikit, pasien tetap demam. 2 jam SMRS pasien kejang 1x, lama kejang lebih dari 15 menit, kaki dan tangan pasien bergerak-gerak, mata mendelik keatas, mulut berbuih (-), pasien langsung dibawa ke bidan, suhu terukur 38,1 0 C, pasien diberi obat 1x yg dimasukkan lewat anus, namun pasien masih kejang, pasien dibawa ke dokter umum, suhu terukur 38 0 C, pasien diberi obat2x lewat anus, kejang berhenti, pasien tampak tertidur, keluarga disarankan untuk ke RSUD AA. Pasien juga mencret 3x, konsistensi lembek, ampas lebih banyak dari air, mencret gelas aqua tiap mencret, darah (-), lendir (-), pasien masih mau minum, bila menangis masih mengeluarkan airmata, mata cekung (-). Batuk (-), pilek (-), nyeri ketika BAK (-), nyeri perut (-), pasien masih mau makan. 15
Pada saat di RSUD AA kejang (-), mencret 3x ampas lebih banyak dari air, konsistensi lembek, tiap mencret gelas aqua, darah (-), lendir (-), pasien masih minum seperti biasa, tampak kehausan (-), mata cekung (-).
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga Ibu kandung pasien pernah kejang usia 3 tahun
Riwayat orangtua Sejak bayi pasien dirawat oleh tante dan paman nya Paman : tukang bengkel Tante : ibu rumah tangga
Riwayat Kehamilan Anak tunggal Hamil cukup bulan, ANC teratur, setiap bulan ke bidan, riwayat demam saat hamil (-) Lahir spontan ditolong bidan BBL 3000 gr, lahir langsung menangis Riwayat Makan dan Minum ASI : 0 2 tahun Susu formula : 2 tahun sekarang Bubur saring : 3 bulan Nasi biasa : 1 tahun sekarang
Riwayat perkembangan (Kesan perkembangan normal) Telungkup : 3 bulan Duduk : 7 bulan Merangkak : 8 bulan Berdiri : 1 tahun
Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal Tinggal di rumah permanen, dihuni oleh 5 orang ventilasi dan pencahayaan cukup Sumber air dan MCK dari sumur bor
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Alert
Tanda-tanda Vital TD : 90/60 mmHg Suhu : 38 o C Nadi : 108 x/menit Nafas : 24 x/menit
Gizi TB : 80 cm BB : 9,3 kg LILA : 15 cm Lingkar kepala : 46 cm Status Gizi menurut BB/TB NCHS persentil 93% Mild malnutrition
Kepala : simetris, normocephal, UUB cekung (-) Rambut : pirang, kering, tidak mudah dicabut Mata : Konjungtiva : anemis (-) Sklera : ikterik (-) Pupil : bulat, isokor, 2mm/2mm 17
Reflek cahaya : (+/+) Mata cekung : (-) Telinga : kotoran (+/+), sekret (-/-), dalam batas normal Hidung : sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-) Mulut : Bibir : basah Mukosa dalam bibir : basah, sianosis (-) Palatum : utuh Lidah : tidak kotor Gigi : caries (-) Leher : KGB : tidak ada pembesaran KGB Kaku kuduk : tidak ditemukan
Thoraks Inspeksi : gerakan dada simetris kiri kanan, retraksi (-) Palpasi : fremitussulit dinilai Perkusi : sonor dikedua lapangan paru Auskultasi : vesicular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I dan II normal.
Abdomen Inspeksi : datar, venektasi (-) Palpasi : supel, turgor kulit kembali cepat, organomegali (-), nyeri tekan (-) Perkusi : timpani Auskultasi : Bising usus (+) normal
Alat kelamin : perempuan, kelainan congenital (-), dalam batas normal
HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS Kejang 1x, durasi >15 menit, bentuk tangan dan kaki bergerak-gerak Mencret 2 kali , mencret gelas aqua/mencret, ampas > air, lendir (-), darah (-)
HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK Suhu : 38 o C Mata cekung (-), turgor kulit kembali cepat Kaku kuduk (-)
HAL YANG PENTING DARI LAB RUTIN Feses : telur cacing Trichuris trichiura
19
DIAGNOSIS KERJA Kejang demam kompleks dan diare akut tanpa dehidrasi dan tricuriasis
DIAGNOSIS BANDING Epilepsi yang diprovokasi demam Kejang et causa gangguan elektrolit
PROGNOSIS : Quo ad vitam : bonam Quo ad fungsionam : bonam
Follow Up 01 April 2014 S: Mencret (+) 2 x, warna kuning, ampas < air, lendir (-), darah (-) Muntah (-), demam (+), kejang (+), BAK (+), minum (+) O: HR: 128 x/menit RR: 30 x/menit T : 38 o C BB: 9,5 kg Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-) Leher: DBN Thoraks: DBN 20
Abdomen: BU (+) N, turgor kulit baik Ekstremitas: CRT < 2 detik, akral hangat A: KDK dan Diare Akut tanpa dehidrasi P : IVFD RL 12tpm makro Oralit 50 100 ml Lacto 2 x 1 Zinc 1 x 1 PCT 3x1 cth Depaken 3x cth Inj. Ceftriaxon 2x100
02 April 2014 S: Mencret (-), Demam (-), Muntah (-), BAK (+), minum (+) O: HR: 132 x/menit RR: 28 x/menit T : 37,9 o C BB: 15 kg Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-) Abdomen: BU (+) N, turgor kulit baik Ekstremitas: CRT < 2 detik, akral hangat A: KDK dan Diare Akut dengan Dehidrasi ringan sedang P : : IVFD RL 12tpm makro Oralit 50 100 ml Lacto 2 x 1 Zinc 1 x 1 PCT 3x1 cth Depaken 3x cth Inj. Ceftriaxon 2x100 mg
20 Oktober 2012 S: Mencret (+) 1 x, warna kuning, ampas < air, lendir (-), darah (-) Muntah (-), demam (+), BAK (+), minum (+) O: HR: 130 x/menit RR: 28 x/menit 21
T : 37,9 o C BB: 15 kg Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-) Abdomen: BU (+) N, turgor kulit baik Ekstremitas: CRT < 2 detik, akral hangat A: KDK dan Diare Akut dengan Dehidrasi ringan sedang P : : IVFD RL 12tpm makro Oralit 50 100 ml Lacto 2 x 1 Zinc 1 x 1 PCT 3x1 cth Depaken 3x cth Inj. Ceftriaxon 2x100 mg
21 Oktober 2012 S: Mencret (-), warna kuning, ampas < air, lendir (-), darah (-) Muntah (-), demam (-), BAK (+), minum (+) O: HR: 130 x/menit RR: 28 x/menit T : 37,9 o C BB: 15 kg Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-) Abdomen: BU (+) N, turgor kulit baik Ekstremitas: CRT < 2 detik, akral hangat A: KDK dan Diare Akut tanpa Dehidrasi P : : IVFD RL 12tpm makro Zinc 1 x 1 PCT 3x1 cth (k/p) Depaken 3x cth
22
BAB III PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis kejang demam kompleks dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, pasien perempuan dengan umur 1 tahun 9 bulan datang dengan keluhan kejang saat demam sebanyak 1 x dalam waktu 24 jam, dengan lama kejang >15 menit, saat kejang tangan dan kaki kelonjotan, pasien tidak sadar, mata mendelik keatas, suhu saat kejang 38 0 C. Diketahui ibu kandung pasien pernah mengalami kejang saat kecil, ini merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadi kejang berulang pada pasien. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam kompleks. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam, untuk menyingkirkan diagnosis epilepsi. Pada pasien juga dikeluhkan adanya mencret BAB cair 3x, air lebih banyak dari ampas, bibir kering (-), turgor kembali cepat, , kaku kuduk tarangsang meningeal, refleks patologis menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal. Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang penting menunjukkan adanya peningkatan kadar leukosit dalaam darah (16.000/mm 3 ). Hal ini dapat sebagai acuan bahwa infeksi pada tonsil dan faring disebabkan bakteri, sehingga berguna untuk penatalaksanaan selanjutnya. Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk terjadinya kejang. Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus D 5% + NaCl 0,9% +KCl. Hal ini untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam, tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk keruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat tubuh > 38,5 0 C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 38 0 C hanya diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan kepada pasien saat pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami kejang demam sebanyak 2 kali dalam 24 23
jam dipertimbangkan untuk diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat. Mengingat efek samping dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien diberikan antibiotik karena dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi pada tonsil dan faring oleh bakteri, sehingga untuk mengatasi demamnya diberikan obat penurun panas berupa parasetamol dan antibiotik.
Pada pasien anak perempuan berumur 1 tahun 11 bulan dengan berat badan 9,3 kg, dari anamnesa didapatkan keluhan kejang sebanyak 1 kali 3 jam SMRS yang didahului dengan demam. Kejang merupakan kejang pertama kali dan berdurasi lebih dari 15 menit. Kejang pada pasien bersifat tonik, mata mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Pasien tidak sadar saat kejang, pasien dalam keadaan sadar pada saat sebelum dan setelah kejang. Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada pasien ini atas dasar lama kejang pada pasien yang berdurasi selama lebih 15 menit, berulang dalam 24 jam. Demam terjadi 1 hari SMRS, 38 0 C, naik turun dan berlangsung terus-menerus. Pasien juga mengalami muntah dan mencret, pasien masih minum seperti biasa. Kemungkinan pasien telah terjangkit infeksi saluran cerna dan ini telah memicu terjadinya demam. Diagnosis pasien juga dengan diare akut tanpa dehidrasi. Gejala diare akut pada pasien ini yaitu pengeluaran tinja dengan konsistensi cair dengan frekuensi 10 kali sehari. Keluhan diare pasien ini kurang dari 14 hari (akut), yaitu sejak 1 hari SMRS. Pada pasien rewel dan sering ingin minum. Dari pemeriksaan fisik mata cekung, turgor kulit berkurang, suhu 38,5C , Pemeriksaan refleks meningeal dengan hasil negatif menunjukkan tidak terdapat infeksi pada otak dan meningen. Dari pemeriksaan laboratorium pada 17 Oktober 2012, leukositosis dengan nilai 22.700 /uL yang menunjukkan bahwa telah terjadi proses infeksi yang ditandai dengan demam sebelum terjadinya kejang. Pada kasus ini, diagnosis banding kejang demam kompleks adalah epilepsi yang diprovokasi demam. Ada pun perbedaan antara kejang demam kompleks epilepsi yang diprovokasi demam menurut kriteria Livingstone, gejala epilepsy yang diprovokasi demam adalah seperti kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam 24
kompleks dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa disebabkan karena terjadinya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat pasien mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat lelah, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam. Infus cairan Ringer Laktat diberikan karena pasien mengalami dehindrasi ringan sedang dan keadaan demam,cairan yang paling baikuntuk rehidrasi adalah RL. Cairan ini digunakan karena bersifat isotonis, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan ke dalam pembuluh darah untuk mengatasi kehilangan cairan yang terjadi karena dehidrasi. Penggantian cairan menurut WHO dengan larutan oralit 75ml/kgBB/3jam. Pemberian antipiretik seperti parasetamol dan anti kejang jangka panjang. Depaken pada pasien ini adalah sebagai terapi internmiten dan rumat dalam upaya mencegah terjadinya serangan kejang berulang selama periode demam dan tidak demam. Probiotik (Lacto B) merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan pengobaatn diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, speudomembran colitis. Pada terapi, antibiotik yang digunakan adalah inj. ceftriaxon dengan dosis 2x 100mg IV perhari selama perawatan di rumah sakit. Ceftriaxone digunakan untuk mengatasi infeksi saluran napas bawah, otitis media akut, infeksi kulit,infeksi gastrointestinal, infeksi saluran kemih yang juga merupakan etiologi bagi kejang demam. Pada pasien ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan anjuran yaitu elektrolit untuk mengetahui adanya gangguaan elektrolit yang memicu terjadinya kejang, elektroenselfalogram (EEG) untuk mendeteksi sekiranya terdapat gangguan pada otak terutama pada penderita epilepsi. Gambaran abnormal yang bisa temukan berbentuk spike, sharp wave, spike and wave dan paroxysmal slow activity.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Tejani NR. Febrile Seizure. Emidicine. Medscape.com. 2010 2. Poorwo sumarso et all, 2003, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi & Penyakit Tropis, Ikatan Dokter Anak Indonesia. 3. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC. Jakarta: 1999 4. UKK. Nuerologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006 5. Soetomenggolo T,Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : IDAI; 244-51 6. Roberton DM, South M. Practical Pediatrics Sixt Edition. UK : Churchill Livingstone. 2007; 582 7. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. 2002. Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55 8. Ardhani punky, 2008, Art of Theraphy: Ilmu Penyakit Anak, Pustaka Cendekia Press: Jogjakarta 9. Pusponegoro hardiyono et all. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak: edisi I, Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. 10. Hasan Rusepno et all, 2007, Ilmu Kesehatan Anak 1: cetakan ke 11, Infomedika: Jakarta.