Anda di halaman 1dari 23

Case Report Session

KEJANG DEMAM

Oleh:
Sylfia Mustika 2040312096

Preseptor:
dr. Roza Erisma, Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD PROF. DR. M ALI HANAFIAH BATUSANGKAR
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di
bidang neurologi khususnya anak. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu
tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial.1,2
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Insiden
bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Kejang demam
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana (Simple febrile
seizure) dan kejang demam kompleks (Complex febrile seizure). Pada kejang
demam sederhana kejang bersifat umum, berlangsung singkat, kurang dari 15 me-
nit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Sedangkan kejang demam kompleks
merupakan kejang fokal, yang berlangsung lama lebih dari 15 menit, atau berulang
dalam 24 jam.1
Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu demam, usia,
riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal (asfiksia,
usia kehamilan dan bayi berat lahir rendah).
Prognosis dari kejang demam biasanya baik. Angka kematian hanya 0,64% -
0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian
berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Walaupun prognosis kejang demam
baik, bangkitan kejang demam cukup mengkhawatirkan bagi orang tuanya. Kejang
demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan
intelegensi dan pencapaian tingkat akademik.
2. Batasan Penulisan
Batasan dalan pemnulisan case report ini mengenai kejang demam, yang
mencakup definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, manfestasi
klinis, diagnosis, tatalaksana, prognosis dan komplikasi.
3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini adalah membahas mengenai kejang demam,
mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, klasifikasi, manfestasi
klinis, diagnosis, tatalaksana, prognosis dan komplikasi.
4. Metode Penulisan
Metode penulisan case report ini berdasarkan tinjauan kepustakaan dari
berbagai literatur
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C ,dengan
metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.Kejang demam bukan merupakan akibat dari infeksi sistem saraf pusat
ataupun ketidakseimbangan metabolik apapun, dan tidak ada riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya.1,2
2. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana
Merupakan kejang umum, biasanya tonik klonik, serangannya berhubungan dengan
demam, berlangsung maksimum 15 menit, dan tidak berulang dalam 24 jam. Tidak
ada efek jangka panjang dari mengalami kejang demam simpleks baik satu kali
ataupun lebih. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5
menit dan berhenti sendiri.1,2,3
b. Kejang demam kompleks
Merupakan kejang demam dengan salah satu dari ciri berikut: kejang lama
(berlangsung lebih dari 15 menit); kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang
umum didahului kejang parsial; kejang berulang dalam 24 jam.1,2,3
3. Epidemiologi
Kejang demam sering terjadi pada usia 6 bulan hingga 5 tahun dengan
puncak insiden pada usia 18 bulan. Sebanyak 2% - 5% bayi dan anak yang sehat
secara neurologis akan mengalami sekurang-kurangnya satu kali episode kejang
demam, biasanya merupakan kejang demam simpleks.1,2 Anak berumur antara 1 -
6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali.Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat. Bayi yang berusia kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi kejang demam melainkan termasuk
ke dalam kejang neonatus. Kejang demam sangat bergantung pada umur, 85%
kejang pertama sebelum usia 4 tahun, terbanyak antara usia 17-23 bulan. Kejang
demam sederhana merupakan 80% dari seluruh kejang demam.20-30% kejang
demam sederhana berpotensi menjadi kejang demam kompleks. Di Asia, prevalensi
kejang demam meningkat dua kali lipat dibandingkan di Eropa dan Amerika. Di
Jepang, kejang demam terjadi sekitar 8,3% - 9,9%. Demam yang terjadi paling
banyak disebabkan oleh infeksi saluran napas atas. Kejang yang paling sering
terjadi adalah kejang yang bersifat umum dan jenisnya didominasi oleh kejang
tonik-klonik. 4,5,6
4. Etiologi dan Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pada anak adalah:7
a. Demam, yang dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan, infeksi
saluran pencernaan, infeksi telinga, hidung, dan tenggorok (THT), infeksi
saluran kemih, roseola infantum/infeksi virus akut lainnya, dan
pascaimunisasi.
b. Usia, yaitu usia 6 bulan-6 tahun dengan puncak tertinggi pada usia 17-23
bulan. Kejang demam sebelum usia 5-6 bulan mungkin disebabkan oleh
infeksi SSP. Kejang demam di atas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan
febrile seizure plus (FS+)
c. Gen. Risiko akan meningkat 2-3x bila saudara kandung mengalami kejang
demam. Risiko akan meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang
demam.
d. faktor resiko intrauterine juga mempengaruhi kejang demam karena
kurangnya berat lahir dan kehamilan kurang bulan.
5. Patogenesis Kejang Demam pada Anak
Otak memerlukan energi untuk energi untuk mempertahankan
kelangsungan hidup sel yang diperoleh dari proses metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme yang terpenting adalah glukosa melalui proses oksidasi. Proses
tersebut akan menghasilkan CO2 dan air.8
Sel dilapisi oleh suatu membran yang bersifat lipoid pada permukaan dalam
dan ionik pada permukaan luar. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya, konsentrasi ion
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah sedangkan kondisi di
luar sel neuron pada kondisi sebaliknya. Perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel menyebabkan adanya perbedaan potensial yang disebut
sebagai potensial membran sel neuron. Oleh karena itu, untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-
ATPase yang terdapat pada permukaan sel.8
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah pada beberapa kondisi.
Penyebab pertama adalah adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
Selain itu, perubahan juga dapat terjadi akibat rangsangan mendadak yang datang,
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik, dan sebagainya. Penyebab lainnya
adalah perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan8
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan meningkatkan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada kenaikan suhu
tubuh tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron.
Dalam waktu singkat, ion kalium maupun ion natrium akan berdifusi melalui
membran sel sehingga lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik sangat
besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran tetangganya dengan
bantuan neurotransmiter dan kejang terjadi.8
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Kejang pada seorang
anak ditentukan oleh tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Kejang demam
berulang lebih sering terjadi pada anak ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
mengalami kejang.8
2.6. Manifestasi Klinis
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak memberikan reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beeberapa menit atau
detik terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti
dengan hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangung beberapa jam
hingga beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh heiparesis
yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering pada kejang
demam pertama.9
7. Diagnosis
Setiap anak dengan kejang demam membutuhkan penggalian riwayat yang
lengkap dan pemeriksaan umum dan neurologis yang menyeluruh. Kejang demam
sering terjadi sebagai akibat dari otitis media, infeksi roseola dan Human Herpes
Virus, Shigella, ataupun infeksi lainnya.2,4
a. Anamnesis
• Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
• Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak
pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala
ISPA, ISK, OMA)
• Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
• Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
menyebabkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia,
asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).3
b. Pemeriksaan Fisik
• Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran
• Suhu tubuh: apakah terdapat demam
• Tanda ransang meningeal: Kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Kernig,
Laseque
• Pemeriksaan nervus kranial
• Tanda peningkatan tekanan intrakranial: UUB menonjol, papil edema
• Tanda infeksi diluar SSP: ISPA, OMA, ISK, dll
• Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek fisiologis, reflek patologis3
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi direkomendasikan untuk anak usia <12 bulan. Kemungkinan
meningitis harus dipikirkan sebagai diagnosis banding karena kejang merupakan
tanda mayor dari meningitis pada 13-15% anak. Usia 12-18 bulan masih dianjurkan
lumbal pungsi karena gejala klinis meningitis masih belum jelas, sedangkan pada
anak diatas usia 18 bulan dapat dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal untuk
mendiagnosis apakah kejang disertai dengan meningitis atau tidak. Pertimbangkan
lumbal pungsi pada anak yang tidak diketahui status imunisasi HiB atau
Streptococcus pneumonia.
Indikasi lumbal pungsi:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan
tanda dan gejala meningitis.1,2,4
2. EEG
Elektroensefalografi tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali bila
terdapat kejang fokal untuk menentukan ada atau tidaknya fokus kejang di otak
yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut. EEG tidak dapat memprediksi rekurensi
dari kejang demam ataupun epilepsi bahkan jika ditemukan hasil yang abnormal.
EEG dilakukan atau diulangi dua minggu atau lebih setelah kejang demam. EEG
dilakukan pada kasus yang dicurigai adanya epilepsi dan digunakan untuk
menentukan tipe epilepsi, bukan memprediksi rekurensinya.1,2,4
3. Laboratorium Darah
Laboratorium darah (elektrolit serum, kalsium, fosfor, magnesium, dan hitung
darah lengkap) tidak direkomendasikan untuk anak dengan kejang demam simpleks
pertama. Pemeriksaan laboratorium dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam karena bakteri merupakan penyebab terbanyak yang
menimbulkan kejang demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas
indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah Evaluasi gula darah harus
dilakukan pada anak dengan prolonged postictal obtundation atau anak dengan
intake per oral yang sedikit. Pada anak dengan klinis dehidrasi, pemeriksaan seum
elektrolit harus dilakukan.Rendahnya kadar natrium berhubungan dengan tingginya
rekurensi kejang demam dalam 24 jam pertama.1,2,8
4. Neuroimaging
CT ataupun MRI tidak direkomendasikan untuk anak dengan kejang demam
simpleks pertama. Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila terdapat indikasi seperti
anak dengan evaluasi neurologi yang abnormal, hemiparesis, atau paresis nervus
kranialis. Sekitar 11% anak dengan status epileptikus febris, biasanya mengalami
edema hipokampus unilateral akut, yang kemudian dapat menjadi atrofi
hipokampus.1,2
8. Diagnosis Banding
Infeksi SSP dapat disingkirkan melalui pemeriksaan klinis dan pemeriksaan cairan
serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang menimbulkan
hemiparesis hingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial.
Anak dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan
sianosis sehingga menyerupai kejang demam. Malaria juga dijadikan salah satu
diagnose banding.8,9
2.9 Tatalaksana
a. Tatalaksana saat kejang
Apabila anak kejang, maka yang pertama dilakukan adalah tetap tenang dan tidak
panik. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. Bila anak tidak
sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan atau lendir
di mulut atau hidung. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat
kecil) lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. Obat yang praktis
dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah diazepam rektal.
Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
12 kg. Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu
pasien datang, kejang sudah berhenti. Bila setelah pemberian diazepam rektal
kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan
interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkan ke rumah sakit.1,2
Apabila saat pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan kejang, obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Algoritma tatalaksana
kejang ditunjukkan oleh gambar 2.1.1
b. Tatalaksana saat Demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah
10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali
sehari.1,2
2. Antikonvulsan Intermieten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan
yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada
kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat

Gambar 2.1 AlgoritmaTatalaksana Kejang akut dan status epileptikus9


Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam
intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada
orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.1,2
3. Antikonvulsan rumatan
Pemberian antikonvulsan rumatan hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun,
penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering
off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.1,2
Terapi tersebut dapat dapat mengurangi, tapi tidak menghilangkan
kemungkinan rekurensi kejang demam. Defisiensi besi berhubungan dengan
peningkatan risiko kejang demam, sehingga skrining keadaan tersebut serta
memberikan tatalaksana sebaiknya dilakukan.1,2
c. Indikasi rawat3
• Kejang demam kompleks
• Hiperpireksia
• Usia dibawah 6 bulan
• Kejang demam pertama kali
• Terdapat kelainan neurologis
10. Prognosis dan Komplikasi
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang,
baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition
memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan
pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.1

Gambar 2.2 Faktor Risiko Rekurensi Kejang Demam2


Kejang demam akan berulang kembali pada sekitar 30% anak yang
mengalami episode pertama kejang demam, 50% setelah dua atu lebih episode
kejang demam, dan pada 50% anak dengan onset kejang demam dibawah usia 1
tahun. Gambar 2.2 menunjukkan faktor risiko rekurensi kejang demam, dimana jika
tidak memiliki faktor risiko sama sekali risiko berulang sekitar 12%, dengan satu
faktor risiko 25-50%, dua faktor risiko 50-59%, tiga atau lebih faktor risiko 73-
100%.1,2
Walaupun sekitar 15% anak dengan epilepsi pernah mengalami kejang
demam, hanya sekitar 2-7% anak yang mengalami kejang demam yang berkembang
menjadi epilepsi dikemudian hari. Faktor risiko kejadian epilepsi dikemudian hari
ditunjukkan oleh gambar 2.3. Masing-masing faktor risiko meningkatkan
kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut
akan meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi
epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.1,2
Gambar 2.3 Faktor risiko kejadian epilepsi setelah kejang demam2
Hampir setiap tipe epilepsi dapat didahului oleh kejang demam, dan
beberapa sindroma epilepsi secara khas diawali dengan kejang demam, yaitu
generalized epilepsy with febrile seizures plus (GEFS+); Dravet syndrome; dan
pada kebanyakan pasien, epilepsi lobus temporal sekunder akibat sklerosis mesial
temporal. 2
GEFS+ merupakan sindroma autosomal dominan dengan fenotip yang
sangat bervariasi. Onset biasanya pada masa kanak-kanak awal dan remisi biasanya
pada pertengahan masa kank-kanak. GEFS+ ditandai dengan kejang demam
multipel, dan beberapa kejang selanjutnya yang merupakan kejang umum tanpa
demam, termasuk kejang tonik klonik umum, kejang absen, kejang myoklonik,
kejang atonik, atau kejang mioklonik astatik, dengan berbagai derajat keparahan.2
Sindroma Dravet merupakan fenotip epilepsi-terkait kejang demam yang
paling berat. Onsetnya dikarakteristikkan dengan kejang klonik unilateral dengan
ataupun tanpa demam berulang setiap 1 atau 2 bulan. Kejang awalnya diinduksi
oleh demam, namun berbeda dengan kejang demam biasanya dimana kejang ini
lebih lama, lebih sering, dan juga fokal. Kejang kemudian mulai terjadi dengan suhu
demam yang lebih rendah, dan kemudian terjadi tanpa demam. Sindrom ini
biasanya disebabkan oleh mutasi de novo, terkadang diwariskan secara autosomal
dominan namun sangat jarang. Gen yang mengalami mutasi sama dengan gen pada
GEFS+. Kebanyakan pasien dengan kejang demam prolonged dan pasien dengan
ensefalopati vaksin kemudian akan mengalami mutasi Sindrom Dravet.2
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
• Nama : An M.RAP
• No.MR : 15.69.54
• Umur : 8 bulan
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Suku bangsa : Indonesia
• Nama Ibu : Ny. Nofrita
• Alamat : Pasir Laweh, Batusangkar
Anamnesis (alloanamnesis dari ibu kandung)
Seorang anak laki-laki usia 8 bulan dibawa Ke RSUD batusangkar pada tanggal 25
Oktober 2021 dengan :
Keluhan utama : Kejang 6 jam sebelum masuk ke rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
• Batuk berdahak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk hanya sesekali,
hilang timbul, batuk disertai pilek, tidak disertai sesak nafas.
• Demam sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Dengan suhu 38°C
diukur dengan thermometer. Demam pertamakali muncul di sore hari. Demam
tidak disertai menggigil dan tidak berkeringat. Pasien sempat dibawa kebidan
oleh orang tua nya, dan mendapatkan obat parasetamol sirup. Kemudian panas
nya berkurang, namun suhu tidak diukur. Pada jam 12 malam sebelum masuk
rumah sakit, pasien kejang dan demam.
• Kejang 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi dimalam hari, saat
pasien sedang digendong oleh orang tuanya. Kerjang terjadi secara tiba-tiba.
Kejang terjadi setelah pasien demam. Jarak antara deman dan kejang adalah
±7 jam. Kejang sebanyak 1 kali dengan durasi kurang dari 15 menit. Sebelum
dan sesudah kejang anak dalam keadaan sadar. Saat kejang, kedua tangan
pasien kaku, mata melihat kearah atas, dan kejang berhenti sendiri.
• Mencret ada sebanyak 1x saat di IGD rumah sakit. Kosistensi encer, berwarna
kekuningan, tidak berlendir dan tidak berdarah.
• Buang air kecil jumlah dan warna biasa
• Tidak terdapat muntah
• Tidak terdapat penurunan berat badan
• Tidak ada riwayat trauma kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Tidak ada riwayat kejang dengan ataupun tanpa demam sebelumnya.
• Tidak ada riwayat kelainan neurologis
Riwayat Penyakit Keluarga:
• Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan dan penyakit yang sama dengan
pasien
• Riwayat epilepsy dalam keluarga tidak ada
• Saudara laki-laki pasien 1 minggu yang lalu memiliki riwayat infeksi saluran
pernafasan yang serupa dengan pasien dan sudah sembuh.
Riwayat Kelahiran :
Lahir spontan cukup bulan ditolong oleh bidan dengan BB lahir 3500 gram dan PL
49 cm, tidak langsung menangis.
Riwayat Makanan dan Minuman :
Bayi ASI : Lahir – sekarang
Buah biskuit : 7 bulan – sekarang
Susu formula : Tidak diberikan
Bubur susu : Tidak diberikan
Nasi tim : 7 bulan – sekarang
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan cukup
Riwayat Imunisasi:
Imunisasi Dasar Booster

BCG 1 bulan, scar (+) -

DPT 1 2 bulan -

2 3 bulan -

3 4 bulan -

Polio 1 0 bulan -
2 2 bulan

3 3 bulan -

Hep B 1 0 bulan

2 2 bulan -

3 3 bulan -

HiB 1 2 bulan -

2 3 bulan -

3 4 bulan -

Campak Belum diimunisasi -

Kesan : Imunisasi dasar hamper lengkap


Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat Tumbuh Kembang :

• Ketawa : 3 bulan
• Miring : 3 bulan
• Tengkurap : 4 bulan
• Duduk : 7 bulan
• Merangkak : 6,5 bulan
• Berdiri : 7 bulan
• Gigi pertama : belum tumbuh
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan normal
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Mulyadi Nofrita
Umur 39 tahun 34 tahun
Pendidikan SLTP SLTP
Pekerjaan Petani IRT
Perkawinan I I
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada
Riwayat Perumahan dan Lingkungan
Rumah tempat tinggal : Semi permanen
Sumber air minum : Air PDAM
Buang air besar : WC di luar rumah
Pekarangan : Ada, dan bersih
Sampah : Dibuang di bakar
Kesan : Sanitasi dan hygiene cukup baik

Pemeriksaan fisik :
(25 Oktober 2021)
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
TD : 88/48 mmHg
Nadi : 140 x/ menit
Nafas : 30x/ menit
Suhu : 36,60C
Tinggi Badan : 67 cm
Berat Badan : 7,6 kg
BB/U : -2 SD s/d +2 SD
TB/U : -2 SD s/d +3 SD
BB/TB : -2 SD s/d +2 SD
Gizi : Gizi baik
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Anemia : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Kulit : Teraba hangat, turgor kembali cepat
KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB
Kepala : Bentuk simetris, normocephal, lingkar kepala 45,5 cm
(-2SD sampai dengan 2SD)
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik.
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada kelainan deformitas.
Tampak sekret bening
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Mulut : Mukosa bibir dan mulut basah
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, Kaku kuduk tidak ada
Thorax
Paru
Inspeksi : Normochest, simetris kiri=kanan, retraksi tidak ada.
Palpasi : fremitus tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC IV
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Irama teratur, S1 S2 regular, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ditemukan adanya kelainan. A1P1G1
Ekstremitas : Akral hangat, CRT< 2 detik, oedem tidak ada.

Pemeriksaan Laboratorium :
Darah tanggal 25/10/2021
Hb : 11,6 gr/dl
Leukosit : 171.9000 /mm3
Trombosit : 524.000/mm3
Diagnosis Kerja
• Kejang demam simpleks
Diagnosis Banding
Enchepalitis Viral
Tatalaksana :
• Oksigen 1liter/menit
• IVFD KaEN IB 8 tpm makrodrip
• Cefotaxim drip 2x200 mg dalam 500 cc Nacl 0,9%
• Paracetamol drip 4x80mg
• Ambroxol drip 3x0,3cc
• Diazepam 3x0,8mg (p.o)
• CTM 1x2 mg (p.o)
Edukasi
• Meyakinkan orang tua bahwa kejang demam umumnya memiliki
prognosis yang baik.
• Memberitahukan cara penanganan kejang dan apa yang harus dikerjakan
bila anak kejang.
• Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
• Memberitahukan bahwa pemberian obat profilaksis untuk mencegah
berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek
samping obat.
• Bila terjadi kejang Kembali, lakukan:
- Tetap tenang dan tidak panik
- Kendorkan pakaian yang dipakai anak
- Bila anak tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala mirinh
- Jangan memasukan sendok atau yang lainnya kedalam mulut
- Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang
- Jangan tinggalkan anak
- Beri diazepam rectal
- Bawa anak kedokter bila kejang lebih dari 5 menit
Rencana pemeriksaan :
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, gula darah, urinalisis
Follow Up

Tanggal Perjalanan Penyakit

26/10/21 S/ Anak sudah tidak demam, Kejang tidak ada, batuk ada namun
sesekali, tidak ada sesak, tidak ada kebiruan, Mual dan muntah
tidak ada, BAK dan BAB biasa.
O/ KU: tampak sakit sedang, HR: 134 x/menit, RR:
30x/menit, , suhu: 36,5oC
A/ Kejang Demam Simplek
P/
- IVFD KaEN 1B 8 tpm
- Drip Cefotaxim 2x400mg iv
- Paracetamol 4x80 mg po
- Diazepam 3x0,8mg po
- Ambroxol 3x6mg po
- Cetirizine 1x2mg po
27/10/21 S/ Demam tidak ada, kejang tidak ada, batuk sekali-sekali, mual dan
muntah tidak ada, BAK dan BAB biasa.
O/ KU: tampak sakit sedang, HR: 134 x/menit, RR:
34x/menit, , suhu: 36,8oC.
A/ Perbaikan
P/ Teruskan pengobatan

28/10/21 S/ Demam tidak ada, kejang tidak ada, batuk sekali-sekali, pilek
ada,muncul bersamaan saat batuk, mukus bening, mual dan muntah
tidak ada, BAK dan BAB biasa.
O/ KU: tampak sakit sedang, HR: 110 x/menit, RR: 30x/menit,
suhu: 36,1oC.
A/ Perbaikan
P/ Teruskan pengobatan
29/10/21 S/ Demam tidak ada, kejang tidak ada, batuk sekali-sekali, pilek ada
muncul bersamaan saat batuk, mukus bening, mual dan muntah
tidak ada, BAK dan BAB biasa, makan dan minum biasa
O/ KU: tampak sakit sedang, HR: 106 x/menit, RR: 35x/menit,
suhu: 36,2oC.
A/ Perbaikan
P/ Teruskan pengobatan

30/10/21 S/ Demam tidak ada, kejang tidak ada, batuk sekali-sekali, pilek
tidak ada, mual dan muntah tidak ada, BAK dan BAB biasa, makan
dan minum biasa
O/ KU: tampak sakit ringan, HR: 110 x/menit, RR: 28x/menit,
suhu: 36oC. BB;8,83kg
A/ Kejang Demam Simplek Stabil
P/ Rawat jalan
BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien lak-laki 8bulan masuk ke IGD RSUD batusangkar dengan
keluhan kejang 6 jam sebelum masuk ke rumah sakit. Kejang didahului deman
dengan jarak ±7 Jam. Kejang pada kejang demam terjadi karena kenaikan suhu
tubuh, bukan karena gangguan elektrolit ataupun metabolik lainnya. Demam akibat
infeksi pada sistem saluran pernapasan sering menjadi penyebab kejang demam.
Penyebab infeksi pada pasien ini berasal dari infeksi saluran nafas karena sebelum
demam terjadi batuk dan pilek. Tidak ada riwayat muntah maupun diare pada pasien
sehingga kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit dapat disingkirkan. Tidak
ada riwayat terbentur pada kepala, serta riwayat kejang sebelumnya dapat
menyingkirkan kemungkinan terjadinya kejang karena kerusakan pada system
saraf.3,5
Hasil pemeriksan fisik ditemukan anak sadar, dan suhu tubuh stabil. Tidak
ada tanda-tanda kelainan neurologis yang dialami pasien ini, tanda rangsang
meningeal tidak ada, reflex fisiologis normal, dan reflex patologis tidak
didapatkan. Pada pasien ini, dapat disingkirkan kemungkinan kejang yang
disebabkan infeksi sistem saraf pusat.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana cairan IVFD KaEN 1B 8 tpm makro,
IVFD KaEN 1B 8 tpm, drip cefotaxim 2x400mg iv, paracetamol 4x80 mg po,
diazepam 3x0,8mg po, ambroxol 3x6mg po, cetirizine 1x2mg po. Walaupun tidak
ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
dapat diberikan. Dosis paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan tiap 4-6 jam. 1
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal.Berikan edukasi kepada orang tua cara penanganan kejang, memberikan
informasi mengenai kemungkinan kejang kembali, pemberian obat profilaksis
untuk mencegah berulangnya kejang dengan tetap mengingat adanya efek samping
obat. 1,2
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S,


penyunting. Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: IDAI
2016.h1-14
2. Mikati MA, Hani AJ. Febrile Seizure. Dalam Kliegman RM, Behrman RE,
Stanton BF, St Gemme VW, Schor NF, penyunting. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi ke-20. Philadelphia: Elsevier, 2016. h2829-31.
3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Indris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED, penyunting. Pedoman Pelayanan Medis jilid I. Jakarta: IDAI, 2010. h150-
153
4. Seinfeld DOS, John MP. Recent research on febrile seizure: a review. J Neurol
Neurophysiol 4(165). 2014. h1-10
5. Wardhani AK. Kejang demam sederhana pada anak usia satu tahun. Medula
1(1). 2013. h57-64
6. Fuadi, Tjipta B, Noor W. Faktor resiko bangkitan kejang demam pada
anak.Sari Pediatri vol 12 no 3. 2010. h142-149
7. Bahtera T, Susilo W, Soemantri AGH. Faktor genetic sebagai resiko kejang
demam. Sari Pediatri vol 10 no.6. 2009. h78-384
8. Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
9. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: IDAI, 1999.
h:244-52
10. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S,
penyunting Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: IDAI 2016.
H4
11. Deliana M. Tatalaksana kejang demam pada anak. Sari Pediatric vol 4 no 2.
2009. h-59-62

Anda mungkin juga menyukai