Anda di halaman 1dari 25

Portofolio

KEJANG DEMAM

Oleh:
dr. Mindy Pasuma Putra

Dokter Penanggung Jawab Pasien:


dr. Silvi Dioni Sp.A

Pembimbing:
dr. Sidrati Amir

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SAWAHLUNTO


2022
No. ID dan Nama dr. Mindy Pasuma Putra
Peserta
No.ID dan Nama RSUD Sawahlunto
Wahana
Topik Kejang Demam
Tanggal (kasus) 24 Juli 2022

Nama Pasien An L No.RM 07-09-94


Tanggal Presentasi 13 Oktober 2022 Pendamping dr. Silvi Dioni Sp.A
dr. Sidrati Amir
Tempat Presentasi Ruang Komite Medik RSUD Sawahlunto

Objektif Presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Remaja Dewasa Lansia Bumil


Bayi Anak
Neonatus
Deskripsi Pasien Anak Laki-Laki 2 tahun datang ke IGD RSUD Sawahlunto dengan
keluhan kejang sejak tadi pagi SMRS

Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Abses Bartolin

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama : An L No.Registrasi :


07-09-94
Nama RS : RSUD Sawahlunto Telp : Terdaftar Sejak :
24-07-2022
BAB I
LAPORAN KASUS

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


ANAMNESIS
(Alloanamnesis kepada orangtua pasien pada tanggal 24 Juli 2022 pk 09.30 WIB)

1. Keluhan Utama
Kejang 1 jam sebelum masuk ke rumah sakit

2. Riwayat Penyakit Sekarang


 Kejang 1 jam sebelum masuk ke rumah sakit, durasi ±5 menit,
frekuensi 1 kali. Kejang berulang di bangsal anak, frekuensi 1x. Jarak
antar kejang1 ke 2 ±5 jam. Kejang seluruh tubuh, disertai mata melirik
ke atas, mulut keluar busa, ngompol tidak ada, berkeringat tidak ada,
keluar BAB tidak ada, sadar setelahkejang
• Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, tinggi, tidak
menggigil, terus menerus. dan telah diberi paracetamol sirup 3x

• BAK dan BAB baik


• Mual (-), muntah (-), diare (-)
• Batuk (+), batuk >1 minggu (+), pilek (+), sesak napas (-)
• Trauma kepala (-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat kejang demam usia 12 bulan frekuensi 1x durasi <5 menit dan
usia 1 tahun2 bulan frekuensi 1x durasi <5 menit. Pola kejang seluruh
tubuh, disertai mata melirik ke atas, mulut keluar busa, ngompol tidak
ada, berkeringat tidak ada, keluar BAB tidak ada, sadar setelah kejang
4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat kejang demam pada ayah pasien 2x saat masih kecil

5. Riwayat Persalinan
 Lama hamil : 32-33 minggu
 Ditolong oleh : dokter
 Cara lahir : sectio caesaria
 Indikasi : KPD dan aspirasi mekonium
 Berat lahir : 2200 gram
 Panjang lahir : 47 cm
 Saat lahir langsung menangis : kuat

6. Riwayat Makanan dan Minuman


Bayi : ASI : umur : 0-15 hari
Susu formula : umur : 15 hari
Buah biskuit : umur : 12 bulan
Bubur susu : umur : 6 bulan
Nasi tim : umur : 10 bulan
Nasi keluarga : umur : 12 bulan
Anak : Makanan utama : 3 x/hari, menghabiskan 1 porsi
Daging : 1 x/minggu
Ikan : 1-2 x/minggu
Telur : 2 x/minggu
Sayur : 2 x/minggu
Buah : 2 x/minggu
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan cukup

7. Riwayat Imunisasi
 BCG : umur 1 bulan, scar (+)
 DPT : umur 3 bulan
 Polio : umur 1 bulan
 Hepatitis B : saat lahir
 HiB : tidak imunisasi
 Campak : 24 bulan
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Riwayat Tumbuh Kembang


 Ketawa : 3 bulan
 Miring : 6 bulan
 Tengkurap : 6 bulan
 Duduk : 9 bulan
 Merangkak : 9 bulan
 Berdiri : 10 bulan
 Lari : 14 bulan
 Bicara : 12 bulan
 Gigi pertama : 8 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan normal

9. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu

Nama Sukri Arliza

Umur 27 tahun 28 tahun

Pendidikan SD SMK

Pekerjaan Buruh IRT

Perkawinan I I

Kejang
Penyakit yang pernah
demam 2x Tidak ada
diderita
saat kecil

10. Riwayat Perumahan dan Lingkungan


 Rumah tempat tinggal : orang tua
 Sumber air minum : PDAM
 Buang air besar : jamban di dalam rumah
 Pekarangan : ada dan cukup luas
 Sampah : dibakar
 Kesan : Sanitasi dan hygiene cukup baik

11. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis cooperatif
- Vital Sign
Nadi : 130 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/ menit
Suhu : 40 0 C
BB : 18,3Kg
b. Pemeriksaan Sistemik

 Kulit : tidak ada ikterik, tidak ada sianosis


 Kepala : normochepal, rambut hitam, tidak mudah rontok
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
diameter3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal.
 Mulut : mukosa bibir tidak kering, tidak ada atrofi papil lidah, arcus
faringsimetris, uvula di tengah, faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1.
 KGB :tidak ada pembesaran KGB submandibula, colli,
supraclavicula,infraclavicula, axila, dan inguinal.
 Leher : JVP 5 + 0 cmH20
 Thoraks :
Paru : Inspeksi : statis simetris kanan = kiri
dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat


Palpasi : iktus cordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Perkusi : Batas kanan : RIC IV LPSD

Batas Atas : RIC II


Batas Kiri : RIC VI 1 Jari Lateral LMCS RIC VI
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba, NTE (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Extremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
12. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah tanggal 24-07-2022:
 Hb : 11,3 gr/dl
 Leukosit : 9.100/mm3
 Trombosit :183.000/mm3
 Hematokrit : 34%
 Kesan :hasil dalam batas normal

13. Diagnosis Kerja


 Kejang Demam Kompleks

14. Tatalaksana
• Kegawatdaruratan
-O2 1-2 L
-IVF KA-EN 1B 12 tts/i (makrodrips) 16 tts/i jika demam >38,5°C
• Medikamentosa
Diazepam 3x1,2 mg p.o (Inj.diazepam 5 mg IV bolus pelan jika
kejang)Paracetamol 14 cc IV
Paracetamol syr 4x1 cth

15. Prognosis
dubia ad bonam

Rencana lanjutan
-observasi
-cek gula darah
Prognosis
dubia ad bonam

Rencana lanjutan
- observasi
-cek gula darah

Follow Up

Tanggal Perjalanan Penyakit

25 Juli S/ Demam (-), kejang (-), batuk (-), sesak napas (-), mual muntah
2022 (-),BAB dan BAK baik, nafsu makan kurang

O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran; sadar (CM);


HR:110 x/menit; RR: 30 x/menit; suhu: 37oC, SO2: 98%
Mata: pupil isokor, RC (+/+), Ꝋ 2 mm/2 mm
Thoraks: cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan
Abdomen: tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Kejang demam kompleks

P/ IVFD KA-EN 1B 12 tts/i (makro)  16 tts/i jika


demam
Diazepam 3x1,2 mg (Inj.diazepam 5 mg IV bolus
pelanjika kejang)
Paracetamol syr 4x1 cth

26 Juli S/ Demam (-), kejang (-), batuk (-), sesak napas (-), mual muntah
2022 (-),BAB dan BAK baik, nafsu makan kurang

O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran; sadar (CM);


HR:100 x/menit; RR: 25 x/menit; suhu: 36,8oC, SO2:
98% Mata: pupil isokor, RC (+/+), Ꝋ 2 mm/2 mm
Thoraks: cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan
Abdomen: tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
detik
A/ Kejang demam kompleks

P/ IVFD KA-EN 1B 12 tts/i (makro)  16 tts/i jika


demam
Diazepam 3x1,2 mg (Inj.diazepam 5 mg IV bolus
pelanjika kejang)
Paracetamol syr 4x1 cth
27 Juli S/ Demam (-), kejang (-), batuk (-), sesak napas (-), mual muntah
2022 (-),BAB dan BAK baik, nafsu makan kurang

O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran; sadar (CM);


HR:110 x/menit; RR: 30 x/menit; suhu: 36,5oC, SO2:
98% Mata: pupil isokor, RC (+/+), Ꝋ 2 mm/2 mm
Thoraks: cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan
Abdomen: tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
detik

A/ Kejang demam kompleks

P/ IVFD KA-EN 1B 12 tts/i (makro)  16 tts/i jika


demam
Diazepam 3x1,2 mg (Inj.diazepam 5 mg IV bolus
pelan jika kejang)
Paracetamol syr 4x1 cth
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (>38°C) yang tidak
disebabkan oleh proses intracranial (ekstrakranial). Kejang demam bukan merupakan
akibat dari infeksi sistem saraf pusat ataupun ketidakseimbangan metabolik apapun,
dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang berhubungan dengan
demam, tapi tidak disebabkan oleh infeksi intrakranial atau penyebab lain seperti
trauma kepala, gangguan keseimbangan elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.1,2,3

2. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana
Kejang umum (tonik dan atau klonik), serangannya berhubungan dengan demam,
berlangsung singkat <15 menit, dan tidak berulang dalam 24 jam. Tidak ada efek
jangka panjang dari mengalami kejang demam simpleks baik satu kali ataupun
lebih.1,2,4
b. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu dari ciri yaitu kejang lama (>5 menit), kejang
fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, kejang berulang
atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.1,2,4

3. Epidemiologi
Kejang demam sering terjadi pada usia 6 bulan hingga 5 tahun dengan puncak
insiden pada usia 18 bulan. Sebanyak 2%-5% bayi dan anak yang sehat secara
neurologis akan mengalami sekurang-kurangnya satu kali episode kejang demam,
biasanya merupakan kejang demam simpleks.1,2 Anak berumur antara 1-6 bulan masih
dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali. Bila anak berumur kurang dari
6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama
infeksi susunan saraf pusat. Bayi yang berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam rekomendasi kejang demam melainkan termasuk ke dalam kejang neonatus.
Kejang demam sangat bergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum usia 4
tahun, terbanyak antara usia 17-23 bulan. Kejang demam sederhana merupakan 80%
dari seluruh kejang demam.20-30% kejang demam sederhana berpotensi menjadi
kejang demam kompleks. Di Asia, prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat
dibandingkan di Eropa dan Amerika. Di Jepang, kejang demam terjadi sekitar 8,3% -
9,9%. Demam yang terjadi paling banyak disebabkan oleh infeksi saluran napas atas.
Kejang yang paling sering terjadi adalah kejang yang bersifat umum dan jenisnya
didominasi oleh kejang tonik-klonik.5,6,7

4. Etiologi dan Faktor Risiko


Faktor risiko kejang demam pada anak adalah:3,8
a. Demam
b. Usia, yaitu 6 bulan-6 tahun dengan puncak tertinggi pada usia 17-23 bulan. Kejang
demam sebelum usia 5-6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP. Kejang
demam di atas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+)
c. Gen. Risiko akan meningkat 2-3x bila saudara kandung mengalami kejang demam.
Risiko akan meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam.
d. Faktor resiko intrauterine juga mempengaruhi kejang demam karena kurangnya
berat lahir dan kehamilan kurang bulan.
5. Manifestasi Klinis
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak
tidak memberikan reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beeberapa menit atau detik
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti dengan
hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangung beberapa jam hingga
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering pada kejang demam
pertama.10

6. Diagnosis
a. Anamnesis3,4
 Keluhan utama adalah kejang
 Tipe kejang, durasi, frekuensi dan kesadaran pasca kejang, factor pencetus
 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala ISPA, ISK,
OMA, dll)
 Riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
 Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang menyebabkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang
dapat menyebabkan hipoglikemia.

a. Pemeriksaan Fisik3,4
 Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran
 Tanda tanda vital (suhu tubuh: apakah terdapat demam)
 Tanda peningkatan tekanan intrakranial: kepala, ubun ubun besar menonjol, papil
edema
 Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Kernig, Laseque
 Pemeriksaan neurologis: TRM, pupil, saraf kranial, tonus otot, motorik, reflek
fisiologis, reflek patologis
 Tanda infeksi diluar SSP: ISPA, OMA, ISK, dll

b. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan hematologi rutin dan urin rutin
2. Pemeriksaan atas indikasi: glukosa, elektrolit, pungsi lumbal, EEG, pencitraan3
a. Laboratorium Darah
Laboratorium darah (elektrolit serum, kalsium, fosfor, magnesium, dan hitung darah
lengkap) tidak direkomendasikan untuk anak dengan kejang demam simpleks pertama.
Pemeriksaan laboratorium dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam karena bakteri merupakan penyebab terbanyak yang menimbulkan
kejang demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi
misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah Evaluasi gula darah harus dilakukan
pada anak dengan prolonged postictal obtundation atau anak dengan intake per oral
yang sedikit. Pada anak dengan klinis dehidrasi, pemeriksaan seum elektrolit harus
dilakukan.Rendahnya kadar natrium berhubungan dengan tingginya rekurensi kejang
demam dalam 24 jam pertama.1,2,11
b. Lumbal Pungsi
c. EEG
Elektroensefalografi tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali bila terdapat
kejang fokal untuk menentukan ada atau tidaknya fokus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut. EEG tidak dapat memprediksi rekurensi dari
kejang demam ataupun epilepsi bahkan jika ditemukan hasil yang abnormal. EEG
dilakukan atau diulangi dua minggu atau lebih setelah kejang demam. EEG dilakukan
pada kasus yang dicurigai adanya epilepsi dan digunakan untuk menentukan tipe
epilepsi, bukan memprediksi rekurensinya.1,2,5
c. Pencitraan
CT ataupun MRI tidak direkomendasikan untuk anak dengan kejang demam
simpleks pertama. Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila terdapat indikasi seperti anak
dengan evaluasi neurologi yang abnormal, hemiparesis, atau paresis nervus kranialis.
Sekitar 11% anak dengan status epileptikus febris, biasanya mengalami edema
hipokampus unilateral akut, yang kemudian dapat menjadi atrofi hipokampus.1,2

8. Diagnosis Banding
Infeksi SSP dapat disingkirkan melalui pemeriksaan klinis dan pemeriksaan cairan
serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang menimbulkan
hemiparesis hingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Anak
dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis
sehingga menyerupai kejang demam. Malaria juga dijadikan salah satu diagnose
banding.8,9 Selain itu diagnosis banding kejang demam, yaitu meningitis, epilepsy,
gangguan metabolic seperti gangguan elektrolit.3

9. Tatalaksana Kejang Demam12


a. Tatalaksana saat kejang
Apabila saat pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan kejang, obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena
adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Algoritma tatalaksana kejang ditunjukkan oleh
gambar 2.3.

b. Tatalaksana saat Demam


 Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kalisehari.1,2
 Antikonvulsan Intermieten
Obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
 Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
 Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
 Usia <6 bulan
 Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39°C
 Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat

Gambar 2.3 AlgoritmaTatalaksana Kejang akut dan status epileptikus10


Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal
0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam
intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada
orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.1,2

 Antikonvulsan rumatan
Pemberian antikonvulsan rumatan hanya diberikan pada kasus selektif dan dalamjangka
pendek. Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalammenurunkan
risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan
gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah
asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun,
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun,penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam
tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.1,2
Terapi tersebut dapat dapat mengurangi, tapi tidak menghilangkan kemungkinan
rekurensi kejang demam. Defisiensi besi berhubungan dengan peningkatan risiko kejang
demam, sehingga skrining keadaan tersebut serta memberikan tatalaksana sebaiknya
dilakukan.1,2

c. Indikasi rawat4
 Kejang demam kompleks
 Hiperpireksia
 Usia dibawah 6 bulan
 Kejang demam pertama kali
 Terdapat kelainan neurologis

10. Prognosis dan Komplikasi


Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan
neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum
maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada
anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi
kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.1

Gambar 2.4 Faktor Risiko Rekurensi Kejang Demam2

Kejang demam akan berulang kembali pada sekitar 30% anak yang mengalami
episode pertama kejang demam, 50% setelah dua atu lebih episode kejang demam, dan
pada 50% anak dengan onset kejang demam dibawah usia 1 tahun. Gambar 2.2
menunjukkan faktor risiko rekurensi kejang demam, dimana jika tidak memiliki faktor
risiko sama sekali risiko berulang sekitar 12%, dengan satu faktor risiko 25-50%, dua
faktor risiko 50-59%, tiga atau lebih faktor risiko 73-100%.1,2
Walaupun sekitar 15% anak dengan epilepsi pernah mengalami kejang demam,
hanya sekitar 2-7% anak yang mengalami kejang demam yang berkembang menjadi
epilepsi dikemudian hari. Faktor risiko kejadian epilepsi dikemudian hari ditunjukkan
oleh gambar 2.3. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat
dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.1,2

Gambar 2.5 Faktor risiko kejadian epilepsi setelah kejang demam2

Hampir setiap tipe epilepsi dapat didahului oleh kejang demam, dan beberapa
sindroma epilepsi secara khas diawali dengan kejang demam, yaitu generalized
epilepsy with febrile seizures plus (GEFS+); Dravet syndrome; dan pada kebanyakan
pasien, epilepsi lobus temporal sekunder akibat sklerosis mesial temporal. 2
GEFS+ merupakan sindroma autosomal dominan dengan fenotip yang sangat
bervariasi. Onset biasanya pada masa kanak-kanak awal dan remisi biasanya pada
pertengahan masa kank-kanak. GEFS+ ditandai dengan kejang demam multipel, dan
beberapa kejang selanjutnya yang merupakan kejang umum tanpa demam, termasuk
kejang tonik klonik umum, kejang absen, kejang myoklonik, kejang atonik, atau kejang
mioklonik astatik, dengan berbagai derajat keparahan.2
BAB 3

DISKUSI

Seorang anak laki-laki, berusia 2 tahun datang ke IGD RSUD Sawahlunto


tanggal 24 Juli 2022 dengan keluhan utama kejang 1 jam sebelum masuk ke rumah
sakit. Kejang 1 jam sebelum masuk ke rumah sakit durasi ±5 menit frekuensi 1 kali.
Kejang berulang di bangsal anak durasi >5 menit, frekuensi 1x. Jarak antar kejang ±5
jam. Kejang seluruh tubuh, disertai mata melirik keatas, mulut keluar busa, ngompol
tidak ada, berkeringat tidak ada, keluar BAB tidak ada, sadar setelah kejang. Kejang
pada pasien ini didahului oleh demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, tinggi,
terus menerus, tidak menggigil, dan tidak berkeringat dan telah diberi paracetamol syr
3x. Kejang demam ini merupakan episode ke 3x nya yang mana kejang demam
pertama saat usia 12 bulan dan kejang demam kedua pada usia 1 tahun 2 bulan lalu.
Pola kejang sama dan didahului oleh demam tinggi. Kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami
kenaikan suhu tubuh >38°C yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Riwayat
kejang berulang dengan frekuensi 2x dan diantara 2 bangkitan kejang anak sadar
dengan jarak bangkitan pertama dan kedua ±5 jam (dalam 24 jam) menandakan ciri
kejang demam kompleks. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena
gangguan elektrolit atau metabolic lainnya. Demam terjadi karena kenaikan suhu
tubuh yang ditengahi oleh kenaikan titik ambang regulasi panashipotalamus. Demam
terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme
pertahanan hospes. Pasien tidak ada muntah dan diare kemungkinan kejang akibat
gangguan elektrolit dapat
disingkirkan. Trauma pada kepala tidak ada dapat menyingkirkan kemungkinan kejang
akibat trauma.
Hasil pemeriksan fisik ditemukan anak kejang seluruh tubuh, disertai mata
melirik ke atas, mulut keluar busa, ngompol tidak ada, berkeringat tidak ada, keluar
BAB tidak ada, sadar setelah kejang, peningkatan suhu tubuh 40°C, tidak ada
tanda-tanda kelainan neurologis yang dialami pasien ini, tanda rangsang meningeal
tidak ada, reflex fisiologis positif normal, dan reflex patologis negatif. Pada pasien
ini, dapat disingkirkan kemungkinan kejang yang disebabkan infeksi sistem saraf
pusat.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 11,3 g/dL, leukosit
9.100 /mm3, Ht 34%, trombosit 183.000 /mm3 dengan kesan normal
Pada pasien ini periksa ABCDnya, berikan O2 1-2 L untuk napas bantuan,
terapi cairan IVFD KA-EN 1B 12 tts/i (makro) (16 tts/i jika suhu >38°C) untuk
memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi, diazepam 3x1,2 mg p.o
(inj.diazepam 5 mg IV), untuk menghentikan kejang dan paracetamol syr 4x1 cth dan
sebagai antipiretik meskipun tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi risiko terjadinya kejang demam, dokter neurologi anak di indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Prognosis kejang demam secara umum baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal. Berikan edukasi kepada orang tua cara penanganan
kejang, memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali, pemberian
obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang dengan tetap mengingat adanya
efek samping obat. 1,2
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S,


penyunting. Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: IDAI
2016.h1-14
2. Mikati MA, Hani AJ. Febrile Seizure. Dalam Kliegman RM, Behrman RE, Stanton
BF, St Gemme VW, Schor NF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi
ke-20. Philadelphia: Elsevier, 2016. h2829-31.
3. Panduan Praktis Klinis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Edisi 1,
Cetakan II. 2017. h.218-221.
4. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Indris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,
penyunting. Pedoman Pelayanan Medis jilid I. Jakarta: IDAI, 2010. h150-153
5. Seinfeld DOS, John MP. Recent research on febrile seizure: a review. J Neurol
Neurophysiol 4(165). 2014. h1-10
6. Wardhani AK. Kejang demam sederhana pada anak usia satu tahun. Medula 1(1).
2013. h57-64
7. Fuadi, Tjipta B, Noor W. Faktor resiko bangkitan kejang demam pada anak.Sari
Pediatri vol 12 no 3. 2010. h142-149
8. Bahtera T, Susilo W, Soemantri AGH. Faktor genetic sebagai resiko kejang
demam. Sari Pediatri vol 10 no.6. 2009. h78-384
9. Arvin, Ann M. Demam. Dalam: A. Samik Wahab. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Edisi bahasa Indonesia. Edisi 15 Vol 2. Jakarta: EGC 2000, pp 854-856.
10. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: IDAI, 1999.
h:244-52
11. Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
12. Deliana M. Tatalaksana kejang demam pada anak. Sari Pediatric vol 4 no 2. 2009.
h-59-62

Anda mungkin juga menyukai