Disusun oleh :
dr. Agnes Indri Ratnasari
Pembimbing:
dr. Bondhan Prajati
dr. Iik Rachmawati
LAPORAN KASUS
DEMAM BERDARAH DENGUE
Disusun oleh:
dr. Agnes Indri Ratnasari
i
BAB I
LAPORAN KASUS
1
2.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada
tanggal 17 April 2019 pukul 16.00 WIB, di ruang bangsal anak RSUD Balaraja.
Keluhan Utama : demam naik turun sejak 6 hari
Keluhan Tambahan : mual, nafsu makan berkurang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Balaraja dengan keluhan demam naik turun sejak +
6 hari SMRS, demam turun ketika diberi obat parasetamol, namun naik lagi setelah 8 jam,
suhu tubuh naik dapat kapan saja dan tidak menentu. Demam mencapai 38C, jika turun
tidak pernah mencapai suhu normal, seperti 37.7C. Semenjak demam timbul ruam merah
pada kulit yang menyebar pada seluruh tubuh terutama kaki dan tangan. Setelah 2 hari
demam, pasien merasakan mual dan tidak nafsu makan. BAB dan BAK normal.
Perdarahan dari hidung dan gusi yang mudah berdarah disangkal. Pasien merasa lemas
sehingga tidak bermain dengan teman-teman dekat rumahnya.
Menurut pernyataan ibu pasien, di dekat rumah terdapat tempat pembuangan
sampah yang banyak plastik bekas dan kebetulan belakangan ini hujan terus menerus. Ibu
memiliki kebiasaan tidak pernah menguras bak dan membiarkan ember yang terisi air
tidak tertutup. Tetangga di sekitar rumah pasien juga ada yang mengalami keluhan sama
tetapi di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan sama. Hal ini baru dialami
pertama kali oleh pasien.
2
Tinggal dirumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari
cukup, air minum dan air mandi berasal dari air tanah.
Kesan : Keadaan lingkungan rumah cukup baik.
Panjang badan 50 cm
Langsung menangis
3
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : 7 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan (normal: 3-4 bulan)
Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri : 10 bulan (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)
Bicara : 9 bulan (normal: 9-12 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.
Riwayat Makanan
Umur ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
(bulan)
0-2 +
2-4 +
4-6 +
6-8 + + - -
8-10 + + + -
10-12 + + + +
12-24 Makanan Keluarga
24-59 Makanan Keluarga
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik
4
Riwayat Imunisasi :
vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG Lahir - - -
DPT 2 bln 4 bln 6 bln -
POLIO Lahir 2 bln 4 bln - - -
CAMPAK 9 bln -
HEPATITIS B Lahir 2 bln 4 bln
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Tanda Vital
TD : tidak diperiksa
HR : 100x/m
RR : 20x/m
S : 36,5 C
BB : 15kg
Status Generalis
Kepala : Normosefali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Bentuk normal, deformitas (-), deviasi (-), sekret (-/-), napas cuping
hidung (-).
Telinga : Normotia, discharge (-/-).
Mulut : Bibir kering (+), bibir sianosis (-).
Leher : Simetris, tidak terdapat pembesaran KGB.
Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris.
o Paru :
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan – kiri. Retraksi supraklavikula dan
epigastrium (-). Gerak napas simetris, tidak ada hemithotax yang tertinggal.
Palpasi : Simetris, tidak ada yang tertinggal.
Perkusi : sonor pada kedua hemitoraks.
5
Auskultasi : Suara nafas vesikuler(+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
o Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : Datar, simetris.
Auskultasi : Bising usus (+).
Palpasi : Supel, distensi (-), hepar dan lien tidak membesar, asites (-).
Perkusi : timpani di 4 kuadran.
Genitalia : tidak ada kelainan, jenis kelamin perempuan.
Anorektal : tidak ada kelainan.
Ekstremitas:
Superior Inferior
Deformitas -/- -/-
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT < 2” < 2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
7
(19/04/2019 06.13)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 11.6 g/dL 10.4 – 15.6
Hematokrit 33 % 31 – 41
Eritrosit 4.05 10^6 /μL 3.60 – 5.20
Leukosit 8.89 10^3 /μL 6.0 – 18.0
Trombosit 65 10^3 /Μl 150 – 450
IgG Dengue Positif Negatif
IgM Dengue - Negatif
(20/04/2019 05.18)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 11.1 g/dL 10.4 – 15.6 2.5.
Hematokrit 32 % 31 – 41 D
Eritrosit 3.87 10^6 /μL 3.60 – 5.20
Leukosit 10.66 10^3 /μL 6.0 – 18.0
Trombosit 100 10^3 /Μl 150 – 450
AFTAR MASALAH
Febris
Trombositopenia
2.6. DIAGNOSIS
Demam berdarah dengue
2.7. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
- Pro rawat inap
- Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita
- Pemeriksaan seri DHF rutin perhari
7
b. Medikamentosa
- IVFD RL 5cc/kgBB/jam
- Paracetamol 3x150mg
- Ranitidine 1x15mg
- Ondansentron 1x1,5mg
2.8. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
8
Paru : SN Vesikular +/+ Rh -/-, Wh -/- Paru : SN Vesikular +/+ Rh -/-, Wh -/-
Abd : supel Abd : supel
Akral hangat Akral hangat
A DHF Grade III DHF Grade III
RL 3cc/kgBB/jam Boleh pulang
Observasi KU dan TTV Kontrol ke poli anak tgl 24/04/19
PCT 150mg tiap 4-6jam Obat pulang :
P H2TL tiap 12jam PCT 3x7,5ml
Curcuma 1x5ml
Isprinol 3x1/3 tab
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah
dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). Gambaran manifetasi
klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan
kasus DBD dan DSS yang dirawat di rumah sakit sebagai puncak gunung es yang
terlihat diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue
infection dan demam dengue) merupakan dasarnya. Berikut klasifikasi DBD :
B. Etiologi
dengue termasuk grup B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavivirus, family Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan
di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang
dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa
keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Seroyipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.
10
C. Patofisiologi
1. Volume plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Pada kasus berat, syok terjadi
secara akut, nilai hematocrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai
hematocrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai
akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vascular melalui kapiler yang rusak.
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti
secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa
dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara
akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastic.
2. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan
pada sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa
demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara
cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-
10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan
mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit.
Penyelidikan dengan radioisotope membuktikan bahwa pengahncuran
trombosit terjadi dalam system retikuloendotelial, limpa dan hati. Penyebab
peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat
menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif system komplemen,
kerusaka sel endotel dan aktivasi system pembekuan darah secara bersamaan
atau terpisah. Lebih lanjut lagi fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun
mungkin disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun
dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit
dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.
11
parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembukan menurun,
termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD terjadi
peningkatan fibrinogen degradation products (FDP). Penelitian lebih lanjut
faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktifitas antithrombin III.
Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktifitas faktor VII, faktor
II dan antithrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal
ini menimbulkan dgaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII
tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi system koagulasi, tetapi juga oleh
konsumsi system fibrinolysis. Kelainan fibrinolysis pada DBD dibuktikan
dengan penurunan aktifitas -2 plasmin inhibitor dan penurunan aktifitas
plasminogen.
4. System komplemen
Penelitian system komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan
kadar C3, C3 proaktivator, C4 dan C5, baik pada kasus yang disertai syok
maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen
dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkirakan bahwa pada
dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur
alternative. Aktivasi C3A dan C5A yang mempunyai kemampuan menstimulasi
sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma,
dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitope virus pada
sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan waktu
paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok dan perdarahan. Di
samping itu komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin
seperti TNF, interferon gamma, IL-2 dan IL-1.
D. Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika dan biokimiawi
DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan moel
bianatang yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti
pad amanusia. Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut the secondary
heterogenous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila sesorang setelah terinfeksi virus
dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.
12
The immunological Enhancement Hypothesis. Antibody yang terbentuk pada
infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi
virus dalam monosit yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada
saat ini dikenal 2 jenis tipe antibody yaitu (1) kelompok monoclonal reaktif yang
tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2)
antibody yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu
replikasi virus. Antibody non neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi
sekunder virus dengue oleh serotipe yang berbeda cenderung menyebabkan
manifestasi berat.
Aktivasi limfosit T. limfosit T juga memegang peran penting dalam
pathogenesis DBD. Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau
antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon. Pada infeksi
sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T
CD4+ dan CD4+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan
mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.
E. Manifestasi Klinis
Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam
tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegaly, dan kegagalan
peredaran darah. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat
penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik. Perbedaan gejala antara DBD dan DD tertera pada Tabel 1.
13
Klinis. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
1. Manifestasi perdarahan (min. uji tourniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain seperti petekie, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis
melena)
2. Pembesaran hati
3. Syok (nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi < 20 mmHg, TD turun <
80 mmHg, akral dingin, sianosis sekitar mulut, pasien menjadi gelisah)
F. Laboratorium
Trombositopenia (<100.000/uL) dan hemokonsentrasi (Ht meningkat >20%).
Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup membuat diagnose klinis DBD.
G. Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedagkan pasien DBD dirawat
di ruang perawtan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan
dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan
kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila dila diperlukan.
Diagnosis dini dan edukasi untuk segera dirawat bila terdapat tadna syok,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain,
14
perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak
tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/DSS terletak pada keterampilan
para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase
penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
15
16
17
18
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Infeksi Virus Dengue : Buku Ajar Penyakit Infeksi dan Tropis. IDAI.
Jakarta : 2012
2. World Health Organization. Guide for Diagnosis, treatment and control of
dengue hemorrhagic fever. 2nd ed. WHO Geneva 1980
19