Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

DEMAM REMATIK AKUT

Disusun Oleh :
I Gusti Ayu Ratna Dewi
1665050238

Pembimbing :
dr. Tri Yanti R.N, Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 25 FEBRUARI – 4 MEI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
BEKASI
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode
25 Februari – 4 Mei 2019 dengan judul “Demam Rematik Akut” yang disusun oleh :
Nama : I Gusti Ayu Ratna Dewi
NIM : 1665050174
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :
Pembimbing :
dr. Tri Yanti, Sp.A (K)

Menyetujui,

(dr. Tri Yanti, Sp.A (K) )

2
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Data Pasien Ayah Ibu


Nama An. A Tn. W Ny. E
Umur 4 tahun 31 tahun 31 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Bojong Nangka RT 003 RW 008 Jatirahayu Pondok Melati
Alamat
Kota Bekasi 17414 Jawa Barat
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa Betawi
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Karyawan swasta Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - ± Rp 4.000.000 -
Hubungan dengan
Keterangan orang tua : Anak
kandung

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada hari Senin tanggal 8 April 2019
a. Keluhan Utama
Nyeri pada sendi lutut kanan sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
b. Keluhan Tambahan
Demam, bengkak pada pergelangan kaki, badan pegal, penurunan nafsu makan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar ibunya dengan keluhan nyeri sendi lutut kanan sejak 1
minggu yang lalu. Nyeri muncul secara tiba-tiba setelah terbangun dari tidur. Nyeri
dirasakan sangat hebat, hingga pasien tidak dapat menggerakkan kakinya dan tidak
dapat berjalan. Selain nyeri lutut, pasien juga mengeluhkan bengkak pada pergelangan
kaki dan badan dirasa pegal-pegal, serta demam setiap hari, namun belum pernah diukur
dengan termometer, hanya melalui perabaan saja. Sebelumnya pasien sudah sering
mengalami keluhan yang serupa dan berulang dalam 6 bulan terakhir ini, dengan
keluhan nyeri yang berpindah-pindah antara persendian tangan dan kaki, disertai
penurunan nafsu makan.
Ibu pasien sudah mencoba beberapa kali melakukan pijat urut kepada pasien dan
berobat ke puskesmas, lalu pasien diberikan obat anti nyeri dan anti radang sendi.

3
Setelahnya keluhan sempat hilang, dan pasien dapat berjalan lagi. Namun ternyata
keluhan muncul kembali dalam satu hingga dua minggu kemudian setelahnya.
Pasien memiliki riwayat sering jajan es sembarangan dan sering mengalami batuk
pilek, namun tidak pernah diobati ke dokter. Keluhan lain seperti sesak, nyeri dada,
disangkal. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Di keluarga tidak ada
yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang 1 tahun Darah -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Asma - Morbili -

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang serupa.

f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :


KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan
Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke dokter
KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Normal
Masa gestasi 9 bulan
Berat lahir 3000 g
Panjang badan 52 cm
Keadaan bayi Lingkar kepala tidak ingat
Langsung menangis
Nilai apgar tidak tahu
Tidak ada kelainan bawaan
Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik

g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan gigi I : 6 bulan (normal: 5-9 bulan)
Tengkurap : 3 bulan (normal: 3-4 bulan)
Duduk : 7 bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)

4
Bicara : 14 bulan (normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis : 4 tahun
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.

h. Riwayat Makanan
Umur ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
(bulan)
0-2 + - - -
2-4 + - - -
4-6 + - - -
6-8 + + - -
8-10 + + + -
10-12 + + + +
12-24 Makanan Keluarga
24-59 Makanan Keluarga
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik

i. Riwayat Imunisasi :
vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG Lahir - - -
DPT 2 bln 4 bln 6 bln
POLIO Lahir 2 bln 4 bln - - -
CAMPAK 9 bln
HEPATITIS B Lahir 1 bln 6 bln
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

j. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu Anak Pertama Anak Kedua
Nama Tn. W Ny. E An. N An. A
Perkawinan ke Pertama Pertama - -
Umur 31 tahun 31 tahun 9 tahun 4 tahun
Keadaan kesehatan Baik Baik Baik Kurang Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dan adik pasien dalam keadaan baik.

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Tinggal dirumah sendiri. Terdapat tiga kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup,
air minum dan air mandi berasal dari air tanah.
Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik.

5
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : tampak sakit sedang
b. Tanda Vital
- Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
- Frekuensi nadi : 105x/menit
- Frekuensi pernapasan : 21x/menit
- Suhu tubuh : 37 oC
c. Data antropometri
- Berat badan : 13,2 kg
- Tinggi badan : 100 cm
- IMT : BB/TB2 = 13,2/ (1.00)2 = 13,2
- BB/U : -3 SD (gizi buruk)
- TB/U : 0 SD s.d. -1 SD (perawakan normal)
- BMI/TB : -2 SD (gizi kurang)
d. Kepala
- Bentuk : normocephali
- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+
- Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-
- Hidung : bentuk normal, sekret (-), nafas cuping hidung (-)
- Mulut : faring hiperemis (+) , T1-T1
e. Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
f. Thorax
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
- Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
- Perkusi : sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : Pulmo SN vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor BJ I & II normal, murmur -, gallop –
g. Abdomen
- Inspeksi : perut tampak mendatar
- Auskultasi : bising usus 4x/menit
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak membesar
- Perkusi : nyeri ketok (-), pekak alih (-)

6
h. Kulit : petechie (-)
i. Ekstremitas :
o Atas : akral hangat, sianosis (-), capillary refill test < 2 detik, nyeri tekan
(-/-), ROM pasif normal, ROM aktif normal, edema (-/-)
o Bawah : akral hangat, sianosis (-), capillary refill test < 2 detik, nyeri tekan
(+/-), ROM pasif terbatas, ROM aktif terbatas, edema (+/-)
pergelangan kaki

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium 8 April 2019
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
LED 120 ↑ mm 0 – 10
Leukosit 10,1 ↑ ribu/uL 5 – 10
Hitung Jenis
Basofil 0 % <1
Eosinofil 1,0 % 1–3
Batang 0↓ % 2–6
Segmen 46 ↑ % 52 – 70
Limfosit 52 ↓ % 20 – 40
Monosit 1,0 ↓ % 2–8
Eritrosit 3,65 ↑ juta/uL 4–5
Hemoglobin 8,7 ↓ g/dL 12 – 16
Hematokrit 27,1 ↓ % 37 – 47
Indeks Eritrosit
MCV 74,3 ↓ fL 82 – 92
MCH 23,9 ↓ pg 27 – 32
MCHC 32,1 g/dL 32 – 37
Trombosit 280 ribu/uL 150 – 400
IMUNOSEROLOGI
Rheumatoid Factor Negatif Negatif
ASTO Non reaktif Non reaktif
CRP kuantitatif >30 mg/L > 5.0 mg/L kemungkinan
inflamasi akut

7
Echocardiography 8 April 2019

Kesan : normal intrakardiak

V. RESUME
a. Anamnesis
Pasien datang diantar ibunya dengan keluhan nyeri sendi lutut kanan sejak 1
minggu yang lalu. Nyeri muncul secara tiba-tiba setelah terbangun dari tidur. Nyeri
dirasakan sangat hebat, hingga pasien tidak dapat menggerakkan kakinya dan tidak
dapat berjalan. Selain nyeri lutut, pasien juga mengeluhkan bengkak pada pergelangan
kaki dan badan dirasa pegal-pegal, serta demam setiap hari, namun belum pernah
diukur dengan termometer, hanya melalui perabaan saja. Sebelumnya pasien sudah
sering mengalami keluhan yang serupa dan berulang dalam 6 bulan terakhir ini, dengan
keluhan nyeri yang berpindah-pindah antara persendian tangan dan kaki, disertai
penurunan nafsu makan.
Ibu pasien sudah mencoba beberapa kali melakukan pijat urut kepada pasien dan
berobat ke puskesmas, lalu pasien diberikan obat anti nyeri dan anti radang sendi.
Setelahnya keluhan sempat hilang, dan pasien dapat berjalan lagi. Namun ternyata
keluhan muncul kembali dalam satu hingga dua minggu kemudian setelahnya.
Pasien memiliki riwayat sering jajan es sembarangan dan sering mengalami batuk
pilek, namun tidak pernah diobati ke dokter. Keluhan lain seperti sesak, nyeri dada,
disangkal. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Di keluarga tidak ada
yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

8
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda Vital
- Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
- Frekuensi nadi : 105x/menit
- Frekuensi pernapasan : 21x/menit
- Suhu tubuh : 37 oC
Kepala : faring hiperemis (+)
Ekstremitas :
Bawah : akral hangat, sianosis (-), capillary refill test < 2 detik, nyeri tekan
(+/-), ROM pasif terbatas, ROM aktif terbatas, edema (+/-)
pergelangan kaki

c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
LED 120 ↑ mm 0 – 10
Leukosit 10,1 ↑ ribu/uL 5 – 10
Hitung Jenis
Basofil 0 % <1
Eosinofil 1,0 % 1–3
Batang 0↓ % 2–6
Segmen 46 ↑ % 52 – 70
Limfosit 52 ↓ % 20 – 40
Monosit 1,0 ↓ % 2–8
Eritrosit 3,65 ↑ juta/uL 4–5
Hemoglobin 8,7 ↓ g/dL 12 – 16
Hematokrit 27,1 ↓ % 37 – 47
Indeks Eritrosit
MCV 74,3 ↓ fL 82 – 92
MCH 23,9 ↓ pg 27 – 32
MCHC 32,1 g/dL 32 – 37
Trombosit 280 ribu/uL 150 – 400

KIMIA KLINIK
Diabetes
Gula Darah Sewaktu 102 mg/dL 60 – 110
Elektrolit
Natrium 130 mmol/L 135 – 145
Kalium 4.3 mmol/L 3.5 – 5.0
Clorida 104 mmol/L 94 – 111
IMUNOSEROLOGI

9
Rheumatoid Factor Negatif Negatif
ASTO Non reaktif Non reaktif
CRP kuantitatif >30 mg/L > 5.0 mg/L
kemungkinan
inflamasi akut

VI. DIAGNOSIS KERJA


Demam Rematik Akut

VII. PENATALAKSANAAN
- Pro rawat inap
- IVFD 3A 1000cc/hari
- Erythromicin syr 3x3/4 cth
- Ranitidine 3x1/4 tab (pulv)
- Miniaspilet 6x2 tab (pulv)
- Imobilisasi

VIII. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia ad bonam
- As fungsionam : Dubia ad bonam
- Ad sanationam : Dubia ad bonam

10
Tanggal FOLLOW UP
8/04/19 S/ demam, nyeri sendi, bengkak, tidak dapat digerakkan
O/ KU: TSS , Kes: CM
Suhu: 37oC, Nadi:105x/menit, RR: 21x/menit
Kepala : faring hiperemis (+)
Ekstremitas :
Bawah : nyeri tekan (+/-), ROM pasif terbatas, ROM aktif terbatas, edema (+/-)
pergelangan kaki
Laboratorium :
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
LED 120 ↑ mm 0 – 10
Leukosit 10,1 ↑ ribu/uL 5 – 10
Hitung Jenis
Basofil 0 % <1
Eosinofil 1,0 % 1–3
Batang 0↓ % 2–6
Segmen 46 ↑ % 52 – 70
Limfosit 52 ↓ % 20 – 40
Monosit 1,0 ↓ % 2–8
Eritrosit 3,65 ↑ juta/uL 4–5
Hemoglobin 8,7 ↓ g/dL 12 – 16
Hematokrit 27,1 ↓ % 37 – 47
Indeks Eritrosit
MCV 74,3 ↓ fL 82 – 92
MCH 23,9 ↓ pg 27 – 32
MCHC 32,1 g/dL 32 – 37
Trombosit 280 ribu/uL 150 – 400
KIMIA KLINIK
Diabetes
Gula Darah Sewaktu 102 mg/dL 60 – 110
Elektrolit
Natrium 130 mmol/L 135 – 145
Kalium 4.3 mmol/L 3.5 – 5.0
Clorida 104 mmol/L 94 – 111
IMUNOSEROLOGI
Rheumatoid Factor Negatif Negatif
ASTO Non reaktif Non reaktif
CRP kuantitatif >30 mg/L > 5.0 mg/L
kemungkinan
inflamasi akut
Echocardiography : normal intrakardiak
A/ Demam rematik akut
P/ Pro rawat inap
IVFD 3A 1000cc/hari
Erythromicin syr 3x3/4 cth
Ranitidine 3x1/4 tab (pulv)
Miniaspilet 6x2 tab (pulv)
Imobilisasi
9/04/19 S/ demam (-), nyeri sendi berkurang, bengkak berkurang
O/ KU: TSS , Kes: CM
Suhu: 36,5oC, Nadi:110x/menit, RR: 21x/menit
Kepala : faring hiperemis (-)
Ekstremitas :

11
Bawah : nyeri tekan (+/-), ROM pasif terbatas, ROM aktif terbatas, edema (-/-)
pergelangan kaki
A/ Demam rematik akut
P/
IVFD 3A 1000cc/hari
Erythromicin syr 3x3/4 cth
Ranitidine 3x1/4 tab (pulv)
Miniaspilet 6x2 tab (pulv)
Imobilisasi
10/03/19 S/ demam (-), nyeri sendi berkurang, bengkak (-)
O/ KU: TSS , Kes: CM
Suhu: 36,6oC, Nadi:101x/menit, RR: 20x/menit
Kepala : faring hiperemis (-)
Ekstremitas :
Bawah : nyeri tekan (-/-), ROM pasif terbatas, ROM aktif terbatas, edema (-/-)
pergelangan kaki
A/ Demam rematik akut
P/
IVFD 3A 1000cc/hari
Erythromicin syr 3x3/4 cth
Ranitidine 3x1/4 tab (pulv)
Miniaspilet 6x2 tab (pulv)
Imobilisasi
11/4/19 S/ tidak ada keluhan
O/ KU: TSS , Kes: CM
Suhu: 36,8oC, Nadi:98x/menit, RR: 20x/menit
Kepala : faring hiperemis (-)
Ekstremitas :
Bawah : nyeri tekan (-/-), ROM pasif terbatas, ROM aktif terbatas, edema (-/-)
pergelangan kaki
A/ Demam rematik akut
P/ boleh pulang

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam rematik adalah suatu peradangan, penyakit bersifat sistemik yang bersifat akut,
subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi SGA di saluran pernafasan
bagian atas. Demam rematik merupakan suatu reaksi peradangan terhadap infeksi, yang
menyerang berbagai bagian tubuh (misalnya persendian, jantung, kulit).1
Demam reumatik adalah suatu proses radang akut yang didahului oleh infeksi kuman
SGA seperti tonsilitis, faringitis, atau otitis media dan mempunyai ciri khas cenderung kambuh.
Penyakit ini timbul akibat penyakit ISPA yang tidak diobati dan ditandai oleh salah satu atau
lebih manifestasi klinis dari karditis, poliarteritis migrans, korea, nodul subkutan dan eritema
marginatum.2
Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi setelah
infeksi SGA pada individu yang mempunyai predisposisi genetic pada penyakit ini. Demam
reumatik dapat menyerang semua usia, tapi biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun. Angka
kejadian penyakit ini kecil, tetapi dapat menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam
kehidudupan. Komplikasi demam reumatik merusak katup-katup jantung secara lambat.3

2.2 Etiologi
Hubungan antara SGA dengan demam rematik sangat erat. Hampir 2/3 pasien dengan
demam rematik memiliki riwayat infeksi dari SGA sebelumnya. Pasien dengan demam rematik
selalu memiliki titer serologis dari streptokokus grup A dan biasanya jumlahnya lebih tinggi
dibandingkan dengan infeksi streptokokus grup A tanpa komplikasi. Penggunaan antibiotik
untuk infeksi streptokokus juga terbukti mencegah timbulnya episode inisial dari demam
rematik akut dan pemberian profilaksis secara terus-menerus juga mencegah angka rekurensi
dari demam rematik akut.1
Tidak semua serotipe dari SGA dapat menyebabkan demam rematik. Sangat rendah
tingkat rekurensi yang disebabkan oleh sebuah serotipe SGA. Dimana infeksi dari serotipe
yang berbeda dapat menimbulkan rekurensi sedangkan infeksi dari serotipe yang sama jarang
sekali menimbulkan rekurensi. Kuman Streptokokus β hemolitik dibagi menjadi beberapa grup
menurut susunan serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut. Saat ini tercatat lebih dari 130 serotipe M yang dapat menimbulkan

13
infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan dengan etiopatogenesis
DR.4 Serotipe M (1,3,5,6,18,29) merupakan serotipe yang paling sering diisolasi dari pasien
yang menderita demam rematik.1
DRA dapat terjadi akibat interaksi individu, agen penyebab penyakit dan faktor
lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan ISPA yang disebabkan oleh SGA.
Pemeriksaan imunologis hampir selalu menunjukkan infeksi dari SGA sebelumnya dengan
naiknya titer antibodi terhadap antigen streptokokus.1
Hubungan kuman Streptokokus β hemolitik grup A sebagai penyebab DR terjadi secara
tidak langsung, banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis yang membuktikan
bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi SGA, terutama serotipe M. Hampir
sepertiga penderita meyangkal adanya riwayat infeksi saluran nafas akibat infeksi
streptokokkus sebelumnya, tetapi respons antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus
dapat ditunjukkan pada hampir semua kasus DR.4

2.3 Epidemiologi
Streptokokus grup A menyebabkan infeksi yang beragam pada manusia yang tersering
adalah faringitis pada anak usia 5-15 tahun. Insidensi demam rematik akut memuncak diantara
usia 5-15 tahun dan jarang mengenai pada usia diatas 30 tahun. Insidensi demam rematik akut
serupa pada laki-laki dan perempuan.2
Angka kejadian tahunan dari demam rematik di beberapa negara berkembang sebesar 50
kasus per 100000 anak, dan diperkirakan jumlah lebih tinggi pada beberapa etnik populasi di
Australia dan Selandia Baru. Di Amerika Serikat pada permulaan abad ke 20, demam rematik
akut merupakan penyebab kematian terbesar pada anak-anak dengan angka insidensi sebesar
100-200 kasus per 10000 populasi. Di tahun 1940, angka kematian akibat demam remati
berkurang menjadi 50 per 100000 populasi. Penurunan drastis ini juga diikuti di beberapa
negara-negara berkembang lainnya.1,2
Penurunan angka kejadian demam rematik pada era pre-antibiotik dikaitkan dengan
beberapa sebab salah satunya karena meningkatnya industrialisasi serta peningkatan kualitas
hidup. Sebelumnya demam rematik sangat dikaitkan dengan populasi over crowded dan
kemiskinan. Selain itu, penurunan kasus demam rematik juga diakibatkan semakin
berkembangnya fasilitas kesehatan dan pengembangan dari obat-obatan yang meningkat
drastis.1,2
Di negara maju insiden DR dan prevalensi PJR sudah jauh berkurang dan bahkan sudah
tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan peningkatan dibeberapa

14
negara maju.13 Dilaporkan dibeberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir
tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian juga pada populasi aborigin di
Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini. 1,3
Pada tahun 1944 diperkirakan diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan
sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit.
Prevalensinya di negara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak
sekolah dan relatif stabil. Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk
tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding
negara berkembang lainnya. Data yang berasal dari negara berkembang memperlihatkan
mortalitas karena DR dan PJR masih merupakan problem dan kematian karena DR akut
terdapat pada anak dan dewasa muda.2,4
Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus β
hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3 persen dari penderita infeksi saluran nafas atas
terhadap Streptokokus β hemolitik grup A di barak militer pada masa epidemi yang menderita
DR dan hanya 0,4 persen didapati pada anak yang tidak diobati setelah epidemi infeksi
Streptokokus β hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil. Diperkirakan sekitar 2000 –
332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Data insidens DR yang
dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa
data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insidens per tahunnya cenderung menurun
dinegara maju, tetapi dinegara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah – 150
per 100.000 di Cina.2,3,4

2.4. Faktor predisposisi


Faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam rematik dapat dibagi
menjadi faktor individu dan faktor lingkungan.5,6

Faktor Individu

1. Faktor genetik
DR sering ditemukan sekaligus dalam satu keluarga, dan lebih sering terjadi pada anak
kembar. Meskipun sampai saat ini mekanisme penurunnan gen belum diketahui secara
pasti.

2. Jenis kelamin

15
Secara spesifik tidak ada perbedaan rasio antara anak perempuan dan laki-laki yang
mengalami DR. Jenis kelamin berpengaruh pada jenis kelainan katup. Stenosis mitral
lebih sering pada anak perempuan dan insufisiensi aorta lebih sering pada anak laki-laki.

3. Golongan etnik dan ras


Kasus serangan DR yang pertama maupun rekurens lebih sering didapatkan pada orang
kulit hitam dibandingkan orang kulit putih. Di negara barat umumnya stenosis mitral
terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung rematik, sementara di India
stenosis organik berat terjadi 6 bulan sampai 2 tahun setelah serangan pertama, dimana
hal ini juga terjadi di Indonesia.

4. Usia
DR paling sering terjadi pada usia 5-15 tahun dengan rata-rata puncaknya pada usia 8
tahun. Distribusi umur ini sesuai dengan insidens infeksi Streptokokus pada anak usia
sekolah.

Faktor lingkungan

1. Keadaan Sosial Ekonomi Yang Buruk


Sanitasi lingkungan yang buruk, rumah berpenghuni padat, rendahnya tingkat
pendidikan, pandapatan yang rendah, dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
terjadinya kasus DR.

2. Cuaca
Perubahan cuaca mendadak sering mengakibatkan infeksi saluran nafas bagian atas
meningkat, sehingga kemungkinan terjadinya demam rematik pun meningkat.

2.5 Patogenesis
Meski pengetahuan mengenai penyakit ini serta penelitian terhadap kuman
Streptokokkus hemolitik grup A sudah berkembang pesat namun sampai saat ini patogenesis
secara pasti masih belum dapat diketahui. Pada umumnya para ahli mengatakan bahwa DR
adalah penyakit autoimun yang merupakan respons auto immune terhadap infeksi Streptokokus β
hemolitik grup A pada tenggorokan. Antigenitas dari epitop SGA dapat melakukan reaksi silang
dengan epitop dari sel host dan menimbulkan reaksi imunitas. Respons manifestasi klinis dan
derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan
lingkungan yang kondusif.6

16
Gambar 2.2 Patofisiologi demam rematik

Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini belum diketahui, tetapi peran antigen
histokompatibiliti mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi yang berkembang
segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor resiko yang potensial dalam
patogenesis penyakit ini. Streptokokus menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel,
produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Kaplan mengemukakan hipotesis
tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptokokus dengan otot jantung yang
mempunyai susunan antigen mirip dengan streptokokus. Hal inilah yang menyebabkan reaksi
autoimun.6
Sel limfosit T memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M
dari Streptokkokus grup A mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotipe biasanya
mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan M--protein. M-protein
adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya homolog dengan myosin kardiak
dan molecul alpha-helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin
merupakan matriks protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel endotelial katup jantung
dan bagian integral dari struktur katup jantung. 6,7
Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24
berhubungan dengan terjadinya DR. Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang
disintesa oleh bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex
molecules dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus streptokokus

17
banyak penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen-like activity dari fragmen M
protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam patogenesis DR. Terdapat bukti kuat
bahwa respons autoimmune terha
dap antigen streptokokkus memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang
yang rentan. Sekitar 0,3 – 3 persen individu yang rentan terhadap infeksi faringitis
streptokokkus berlanjut menjadi DR. 5,6,7
Demam rematik biasanya berlanjut menyerang jaringan otot miokardium, endokardium
dan pericardium, terutama pada katup mitral dan katup aorta. Secara histopatologis, infeksi
demam rematik ditandai dengan adanya proses aschoff bodies yang khas. Daun katup dan
korda tendinea akan mengalami edema, proses fibrosis, penebalan, vegetasi dan mungkin
kalsifikasi.6
Proses-proses tersebut menunjukan bahwa demam rematik memang merupakan suatu
penyakit autoimun, dimana reaksi silang yang terjadi antara streptokokus dengan jaringan
tubuh tertentu dapat menyebabkan kerusakan jaringan secara imunologik. Perjalanan DR
dibagi menjadi 4 stadium :2,5
1) Stadium I
Stadium ini merupakan infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman SGA. Gejala yang
timbul sama seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, seperti demam, batuk, rasa sakit
waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare.
Infeksi ini biasanya berlang 2-4 hari, dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2) Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, merupakan masa antara infeksi streptokok dengan
permulaan gejala DR. Biasanya periode ini berlangsung antara 1-3 minggu.

3) Stadium III
Stadium ini merupakan fase akut dari DR saat timbulnya berbagai manifestasi klinis
demam rematik. Manifestasi klinis yang timbul dapat digolongkan dalam gejala umum dan
manifestasi spesifik demam rematik. Gejala peradangan umum biasanya anak mengalami
demam, menjadi lesu, anoreksia, lekas tersinggung dan berat badan menurun. Hasil dari
pemeriksaan lab dapat ditemukan tanda peradangan akut berupa C- reactive protein dan
leukositosis serta meningginya LED. Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada
EKG terjadi pemanjangan interval P-R.

4) Stadium IV

18
Stadium ini disebut stadium inaktif. Pada stadium ini pasien demam rematik tanpa
kelainan jantung, atau pasien penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup, tidak
menunjukkan gejala.

2.6 Manifestasi Klinis


Menurut kriteria Jones terdapat gejala mayor dan gejala minor yang menandai muncu nya
DR/PJR. Gejala tersebut sebagai berikut:6

Tabel 1. Kriteria Jones

Gejala mayor terdiri dari:

1) Poliartritis
Poliartritis merupakan gejala mayor yang sering ditemukan pada DR akut. Sendi yang
dikenai berpindah-pindah tanpa cacat. Sendi yang biasanya terkena adalah sendi besar seperti
lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku dan bahu. Gejala ini munculnya tiba-tiba
dengan rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan
menghilang secara perlahan-lahan.
Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu dan seringkali sembuh
sempurna. Proses migrasi artritis ini membutuhkan waktu 3-6 minggu. Sendi-sendi kecil jari
tangan dan kaki juga dapat terkena. Pengobatan dengan aspirin dapat merupakan diagnosis
terapetik pada artritis yang bermanfaat.6
2) Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidensi 40-50% dan dapat
berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang-kadang karditis
asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini biasanya hanya mengenai
endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitral merupakan
katup yang paling banyak terkena dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta sendiri

19
jarang dikenai. Dapat dijumpai regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang
menjalar ke aksila, dan kadang-kadang juga disertai bising mid-diastolik (bising carey coobs).
Dengan ekokardiografi dua dimensi dapat mengevaluasi kelainan anatomi jantung, sedangkan
pemeriksaan doppler dapat ditentukan fungsi dari jantung. Miokarditis dapat terjadi bersamaan
dengan endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tak akan
berdiri sendiri, biasanya yang terjadi adalah pankarditis.6
3) Korea
Korea ini didapatkan pada 10% dari DR dan dapat merupakan manifestasi klinis sendiri
atau ditemui bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi SGA dengan korea cukup lama
yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering menyerang wanita pada umur 8-12 tahun dan gejalanya
biasanya muncul selama 3-4 bulan. Gerakan-gerakan tidak disadari yang menghilang saat tidur
akan ditemukan pada wajah dan anggota gerak tubuh dan biasanya unilateral.6
4) Eritema marginatum
Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik
dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,
berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema
marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah
badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah.
Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh
ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan.
Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.
5) Nodul subkutanius
Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor
persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat,
tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa
milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak
terdapat karditis.6

Gejala minor terdiri dari:

1) Riwayat demam rematik sebelumnya


Dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik
sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi,

20
riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang
penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau
bahkan tidak terdiagnosis.6
2) Artralgia
Atralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau
jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada
anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila
poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.6
3) Demam
Pada demam rematik biasanya ringan, meskipun dapat mencapai 39°C, terutama
jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat
ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik,
dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak
memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.6

2.6 Pemeriksaan penunjang


1) Elektrokardiografi (EKG)
Perpanjangan PR interval harus diperhatikan pada beberapa pasien dengan PJR.
Abnormalitas ini mungkin berhubungan dengan inflamasi miokardial lokal yang
meliputi nodus AV atau vaskulitis yang meliputi arteri di nodus AV. Hal ini bukalah
penemuan spesifik dan tidak digunakan dalam kriteri diagnostik PJR.6,7,8
2) Pemeriksaan Laboratorium
a. Kultur tenggorok
Penemuan SGA pada kultur tenggorok biasanya negatif pada saat gejala demam
rematik atau PJR terlihat. Organisme harus di isolasi sebelum terapi antibiotik
inisiasi.
b. Antibodi Antistreptokokus
Gejala klinis demam rematik dimulai saat antibodi berada pada tingkat
puncaknya, oleh karena itu, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk
mengkonfirmasi infeksi SGA sebelumnya. Titer antibodi harus di cek dengan
interval 2 minggu untuk mendeteksi kenaikan. Tes antibodi terhadap
antistreptokokus ekstraselular yang paling sering adalah antistreptolisin O ( ASTO

21
), antideoxyribonuklease (DNAse) B, antihyaluronidase, antistreptokinase,
antistreptococcal esterase dan anti-DNA. Secara umum, rasio antibodi terhadap
antigen ekstraselular streptococcal meningkat selama bulan pertama setelah
terinfeksi dan setelah itu menurun dalam 3-6 bulan sebelum kembali ke kadar normal
setelah 6-12 tahun. ASTO memiliki titer puncak 2-3 minggu setelah onset demam
rematik dengan sensitivitas tes ini 80-85%. Anti DNAse B sedikit lebih sensitif
(90%) untuk mendeteksi demam rematik atau glomerulonefritis akut.
c. C-reactive protein (CRP)
C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah (LED) meningkat pada demam
rematik dikarenakan proses inflamasi yang terjadi. Memiliki sensitivitas yang tinggi
tetapi spesifsitas yang rendah. CRP darah tinggi berarti ada peradangan.8

2.7 Diagnosis

Kriteria WHO yang telah direvisi mengkategorikan diagnosis demam reumatik


menjadi: episode primer demam reumatik, serangan rekuren demam reumatik pada pasien
tanpa RHD, serangan rekuren demam reumatik pada pasien dengan RHD, korea reumatik,
onset karditis reumatik, dan kronik RHD.2

Gambar 2.3 Kriteria diagnosis WHO

Untuk menegakkan diagnosis episode primer demam reumatik, gejala pasien adalah
poliartritis (atau hanya poliatralgia atau monoartritis) dan dengan beberapa (3 atau lebih) gejala
minor lain, ditambah dengan bukti infeksi streptokokus grup A saat ini. Beberapa kasus
kemudian akan berkembang menjadi demam reumatik. Pada kasus-kasus tersebut, demi kehati-
hatian biasanya dianggap sebagai “kemungkinan” demam reumatik (setelah diagnosis lain
dieksklusi) dan disarankan pemberian profi laksis sekunder. Pasien tersebut memerlukan

22
tindak lanjut dan pemeriksaan teratur. Pendekatan ini sesuai diterapkan pada pasien kelompok
usia rentan dan keadaan insiden tinggi demam reumatik.2,5,6
Dalam kondisi terdapat riwayat infeksi streptokokus, 2 gejala mayor, atau kombinasi 1
gejala mayor dan 2 gejala minor sudah dapat ditegakkan diagnosis demam reumatik. Diagnosis
rekurensi demam reumatik pada pasien PJR diperbolehkan berdasarkan adanya gejala minor
dan bukti infeksi streptokokus saat ini. Beberapa serangan rekuren dapat tidak memenuhi
kriteria tersebut.2,5,6

2.7 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan medis pada mereka yang menderita PJR adalah untuk:
1) Mengeliminasi faringitis SGA (bila masih ada)
2) Mensupresi inflamasi dari respon autoimun
3) Memberikan tatalakasana suportif bagi penderita gagal jantung.
1. Antibiotik
Penisilin V oral dalah obat pilihan untuk terapi infeksi SGA faringitis. Dengan dosis:
250mg tablet 2 kali sehari untuk anak-anak, 500mg tablet 2 kali sehari untuk dewasa.
Pengobatan selama 10 hari. Bila penisilin oral tidak ada, dosis tunggal intramuskular
benzathine penisilin G atau benzathine/prokain penisilin kombinasi adalah terapinya.
Dengan dosis: 1,200,000 U jika berat badan lebih 20 kg atau 600,000U jika berat badan
kurang 20 kg
Pada pasien yang alergi dengan penisilin, pemberian eritromisin atau sefalopsporin
generasi pertama, pilihan lainnya meliputi claritromisin selama 10 hari, azitromisin selama
5 hari, atau spektrum sempit (generasi pertama) sefalosporin selama 10 hari. Untuk grup
rekurren SGA faringitis, 10 hari kedua dengan antibiotik yang sama dapat diulang. Obat
pilihan lainnya meliputi sefalosporin spektrum sempit, amoksisilin-klavulanat,
dicloxacillin, eritromisin, dan makrolid lainnya.7,8

Tabel 2.1 Terapi antibiotik untuk DR


Antibiotik Dosis Durasi
Penicillin V 250 mg by peroral 2 to 3 kali sehari (≤27 kg) 10 hari
atau 500 mg peroral 2 to 3 kali sehari (>27

23
kg)

Benzathine penicillin G 600,000 units intramuscular (≤27 kg) atau 1x


1,200,000 units intramuscular (>27 kg)

Cephalosporin Drug-dependent 10 hari

Clindamycin 20 mg/kg/hari terbagi 3 dosis peroral 10 hari


Clarithromycin 15 mg/kg/hari terbagi 2 dosis peroral 10 hari
Azithromycin 12 mg/kg peroral setiap hari 5 hari

2. Anti-Inflamasi untuk Arthritis, Athralgia


Agen anti-inflamasi yang digunakan adalah dari golongan salisilat yaitu Aspirin. Untuk
karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi
direkomendasikan dengan dosis 4-8g/hari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Untuk
arthritis, terapi aspirin selama 2 minggu dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2
sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan
bukti yang mendukung arthritis pada demam rematik akut. Setelah perbaikan, terapi
dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut. Pemberian
prednisone diindikasikan hanya pada kasus karditis berat.7,8

3. Sydenham Korea
Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan emosional
karena chorea adalah self-limiting. Jika chorea dengan gejala yang parah chorea dapat
diberikan antikonvulsi, seperti asam valproik atau carbamazepine.7,8
4. Demam
Demam tidak memerlukan tertentu rawatan khusus. Demam biasanya akan bertindak
balas dengan baik terhadap terapi aspirin.7,8
5. Carditis
Pasien dengan demam rematik akut dan gagal jatung mendapat terapi meliputi digoxin,
diuretik, reduksi afterload, suplemen oksigen, tirah baring dan retriski cairan dan natirum.11
 Glucocorticoids: Bila terdapat karditis sedang hingga berat di indikasikan adanya
kardiomegali, gagal jantung kongestif, blok jatung derajat III, ganti salisilat dengan
prednison per oral. Pemberian prednison selama 2-6 minggu bergantung tingkat
keparahan karditis dan tapering prednisone selama minggu terakhir. Prednison

24
diberikan dengan dosis 1-2mg/kg/hari maksimal 80mg/hari dalam pemberian tunggal
atau dalam dosis terbagi. Diberikan selama 2-3 minggu kemudia diturunkan 20-25%
setiap minggunya.
 Digoxin: Digoxin peroral atau IV dengan dosis 125-250mcg/hari.
 Diuretics: Furosemid peroral atau IV dengan dosis 20-40mg/jam selama 12-24 jam jika
terdapat indikasi.
 Agen pengurang afterload: ACE inhibitor-captopril mungkin efektif untuk
memperbaiki curah jantung, terutama dengan adanya insufisiensi mitral dan aorta.
Mulai dengan dosis initial yang kecil dan berikan hanya bila telah dilakukan koreksi
hipovolemia.
2.9 Pencegahan

Demam reumatik rekuren merupakan penyebab perburukan atau perkembangan


menjadi penyakit jantung reumatik. Pencegahan faringitis streptokokus grup A rekuren adalah
metode paling efektif untuk mencegah penyakit jantung reumatik berat. Namun, infeksi
streptokokus grup A tidak harus simptomatik untuk memicu rekurensi, dan demam reumatik
dapat berulang bahkan ketika infeksi simptomatik diobati secara optima. Profilaksis antibiotik
jangka panjang adalah metode paling efektif mencegah rekurensi demam reumatik. Profilaksis
jangka panjang direkomendasikan pada pasien dengan riwayat demam reumatik dan pada
pasienyang telah didiagnosis penyakit jantung reumatik. Injeksi penisilin G benzatin setiap
empat minggu direkomendasikan untuk pencegahan penyakit jantung reumatik. Pada populasi
tertentu, pemberian setiap tiga minggu dibenarkan karena kadar obat serum akan turun di
bawah kadar protektif sebelum empat minggu setelah dosis inisial. Pemberian dosis tiga
minggu direkomendasikan hanya pada pasien demam reumatik akut meskipun sudah mematuhi
pemakaian obat setiap empat minggu.
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan terapi penisilin selama 10
hari untuk faringitis karena streptokokus. Namun, 30% pasien berkembang menjadi subklinis
faringitis dan oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30% pasien lainnya
berkembang menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan tanda klinis faringitis
streptokokus.15,16
2. Pencegahan sekunder

25
Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea dan pada pasien
dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien menderita demam rematik
akut harus diberikan profilaksis.15,16
Injeksi benzathine penisilin G intramuskular setiap 3-4 minggu direkomendasikan untuk
profilaksis sekunder. Injeksi diberikan sebanyak 13 kali harus diberikan setiap tahun nya bila
di resepkan setiap 4 minggu, dan 17 kali bila diresepkan 3 minggu. Pilihan obat lain yang
direkomendasikan oleh AHA meliputi klindamisin (20mg/kg untuk anak-anak dan 600 mg
untuk orang tua) dan azitromisin atau claritromisin (15mg/kg untuk anak-anak dan 500mg
untuk orang dewasa).
2.9 Prognosis
Pada demam rematik hanya kelainan jantung yang dapat menetap, meninggalkan
sekuel. Kelainan sendi bagaimanapun juga beratnya, selalu akan sembuh sempurna tanpa
gejala sisa.Juga tidak akan ada kelainan syaraf yang menetap, kecuali episode serangan korea
berulang. Jadi prognosis pasien terutama ditentukan oleh kelainan jantung pada fase akut dan
gejala sisi kelainan jantungnya. Prognosis lebih buruk pada pasien yang berumur dibawah 6
tahun, atau bila pemberian profilaksis sekunder tidak adekuat sehingga terdapat kemungkinan
terjadinya reaktivasi penyakit.2,8

26
BAB III

KESIMPULAN

Demam rematik adalah suatu peradangan, penyakit bersifat sistemik yang bersifat akut,
subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi SGA di saluran pernafasan
bagian atas. DR jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling banyak
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak usia 5-15
tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik tidak secara
rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.
Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A dengan terjadinya
DR telah lama diketahui. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa DR yang
mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitisasi dari antigen streptokokus sesudah 1-4 minggu
infeksi streptokokus di faring (proses delayed autoimmune). Terdapat bukti kuat bahwa respons
autoimun terhadap antigen streptokokkus memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR
pada orang yang rentan. Sekitar 0,3 – 3% individu yang rentan terhadap infeksi faringitis
streptokokkus berlanjut menjadi DR.
Adapun gejala-gejala dari DR antara lain: artritis, karditis, korea, eritema marginatum,
dan nodul subkutan. Dalam kondisi terdapat riwayat infeksi streptokokus, 2 gejala mayor, atau
kombinasi 1 gejala mayor dan 2 gejala minor sudah dapat ditegakkan diagnosis demam
reumatik. Artritis, chorea, eritema marginatum, dan nodul subkutan adalah gejala-gejala
nonjantung yang merupakan kriteria mayor diagnostik demam reumatik akut.
Tujuan penatalaksanaan medis pada mereka yang menderita PJR adalah untuk
mengeliminasi faringitis SGA (bila masih ada), mensupresi inflamasi dari respon autoimun,
dan memberikan tatalakasana suportif bagi penderita gagal jantung. Tatalaksana definitif untuk
DR menggunakan antibiotik dan terapi suportif untuk meredakan gejala lainnya. DR dapat
disembuhkan dengan sempurna dan komplikasi yang timbul dapat dicegah dengan diagnosis
lebih dini dan terapi yang adekuat.

27
BAB III
ANALISIS KASUS

Diagnosa DRA: Pada pasien didapatkan :

Dalam kondisi terdapat riwayat infeksi Manifestasi Mayor


streptokokus, 2 gejala mayor, atau 1. Poliartritis
kombinasi 1 gejala mayor dan 2 gejala
minor sudah dapat ditegakkan diagnosis Manifestasi Minor
demam reumatik: 1. Atralgia
2. Demam
Manifestasi Mayor 3. Peningkatan LED dan CRP
1. Karditis
2. Poliartritis
3. Korea
4. Eritema Marginatum
5. Nodulus subkutan

Manifestasi Minor
1. Klinis:
- Atralgia
- Demam
2. Laboratorium:
- Peninggian reaksi fase akut (LED
meningkat dan atau CRP)
- Interval PR memanjang
Tatalaksana DRA : Pada pasien dilakukan terapi :

1. Antibiotik - Pro rawat inap


- Penisilin V oral - IVFD 3A 1000cc/hari
- Benzathine Penisilin G - Erythromicin syr 3x3/4 cth
- Eritromisin atau sefalopsporin - Ranitidine 3x1/4 tab (pulv)
generasi pertama - Miniaspilet 6x2 tab (pulv)
- Claritromisin - Imobilisasi
- Azitromisin selama 5 hari
2. Anti-Inflamasi untuk Arthritis,
Athralgia
- Aspirin

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Shulman ST. Rheumatic Fever. Nelson Textbook of Pediatric 20th edition, 2015. Pg:
1835-39
2. A Breno, R Alline, Antonio N. Rheumatic fever: update on the Jones criteria according
to the American Heart Association review. 2015. revbrasreumatol.2017;5 7(4):364–368
3. Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander RW, O’Rourke
et al. Hurst The Heart; vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill: New York, 2001; p. 1657 – 65.
4. Tavli V. Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Carditisin Izmir. Academic Journal
of Pediatrics & Neonatology: June 2017.
5. Riaz BK, Selim S, et al. Risk Factors of Rheumatic Heart Disease in Bangladesh: A
Case-Control Study. J Health Popul Nutr 2013 Mar;31(1):70-77
6. Report of a WHO Expert Consultation. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease.
WHO Expert Consultation Geneva, Oct 29-Nov 01, 2001; diambil dari:
http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_923.pdf
7. Siti Setiawati, Idrus Alwi, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI jilid 1. Interna
publishing. Jakarta p:1162
8. Lopez WL, de la Paz AG. Jones Criteria for Diagnosis of Rheumatic Fever. A Historical
Review and Its Applicability in Developing Countries. In: Calleja HB, Guzman SV.
Rheumatic fever and Rheumatic Heart Disease, epidemiology, clinical aspect,
management and prevention and control programs. A publication of the Philipine
Foundation for the prevetion and control of rheumatic fever/rheumatic heart disease:
Manila, 2001; p. 17- 26

29

Anda mungkin juga menyukai