Disusun Oleh :
I Gusti Ayu Ratna Dewi
1665050238
Pembimbing :
dr. Triyanti R.N, Sp.A (K)
1
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode
25 Februari – 4 Mei 2019 dengan judul “Sindrom Nefrotik Relaps” yang disusun oleh :
Nama : I Gusti Ayu Ratna Dewi
NIM : 1665050174
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :
Pembimbing :
dr. Tri Yanti, Sp.A (K)
Menyetujui,
2
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada hari Kamis tanggal 28 Maret
2019
a. Keluhan Utama
Bengkak sejak 3 hari yang lalu
b. Keluhan Tambahan
Sakit kepala, batuk, sesak, mual, nafsu makan menurun, buang air kecil jarang.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan bengkak sejak 3 hari yang lalu. Bengkak awalnya
pada daerah wajah terutama di daerah kelopak mata, kemudian menjalar semakin lama
ke kedua tangan dan kaki juga mengalami bengkak. Selain itu pasien juga mengeluhkan
sakit kepala, batuk, sesak, mual, dan nafsu makan yang menurun ahir-akhir ini. Batuk
dirasakan sulit untuk mengeluarkan dahaknya. Mual yang dirasakan pasien tanpa
disertai muntah, hanya nafsu makan yang menurun. Pasien juga mengeluhkan buang
air kecil (BAK) yang menjadi jarang sejak 1 minggu yang lalu, biasanya sehari minimal
5 kali, namun sekarang menjadi 1 kali dengan kuantitas yang sedikit atau tidak buang
air kecil sama sekali dan berwarna kecoklatan. Riwayat alergi obat-obatan dan makanan
3
disangkal. Keluhan lain seperti demam, mual, muntah, dan diare disangkal. Buang air
besar (BAB) tidak terdapat keluhan.
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien, pasien
sudah pernah mengelami keluhan serupa sebelumnya sejak berusia 2 tahun dan
beberapa kali kambuh, terakhir kambuh sekitar 2 tahun yang lalu. Pasien rutin kontrol
ke poli anak setiap 3 bulan sekali dan sudah berhenti meminum obat sejak kurang lebih
1 tahun yang lalu.
4
Berdiri : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)
Bicara : 14 bulan (normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis : 4 tahun
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.
h. Riwayat Makanan
Umur ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
(bulan)
0-2 + - - -
2-4 + - - -
4-6 + - - -
6-8 + + - -
8-10 + + + -
10-12 + + + +
12-24 Makanan Keluarga
24-59 Makanan Keluarga
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik
i. Riwayat Imunisasi :
vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG Lahir - - -
DPT 2 bln 4 bln 6 bln 5 tahun
POLIO Lahir 2 bln 4 bln - - -
CAMPAK 9 bln 7 tahun
HEPATITIS B Lahir 1 bln 6 bln
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
j. Riwayat Keluarga
Anak Anak Anak Anak
Ayah Ibu
Pertama Kedua Ketiga Keempat
Nama Tn. H Ny. N An. A An. M An. M An.C
Perkawinan
Pertama Pertama - - - -
ke
1 tahun 10
Umur 41 tahun 32 tahun 8 tahun 11 tahun 2 bulan
bulan
Keadaan
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
kesehatan
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.
5
Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik.
6
g. Abdomen
- Inspeksi : perut terlihat sedikit membuncit, lingkar perut: 70 cm
- Auskultasi : bising usus 4x/menit
- Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak membesar
- Perkusi : nyeri ketok (-), pekak alih (+)
h. Kulit : petechie (-)
i. Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), edema (+) kedua tangan
dan kaki
7
Leukosit Esterase Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Mikroskopis Urine
Eritrosit 5 – 10 /lpb ≤2
Leukosit 0–5 /lpb ≤5
Silinder Granular cast (+) Negatif
Epitel Gepeng (+2) Gepeng (+)
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Positif 1 (+) Negatif
Lain-lain Negatif Negatif
V. RESUME
a. Anamnesis
An. N datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan bengkak sejak 3 hari
yang lalu. Bengkak awalnya pada daerah wajah terutama di daerah kelopak mata,
kemudian menjalar semakin lama ke kedua tangan dan kaki juga mengalami bengkak.
Selain itu pasien juga mengeluhkan sakit kepala, batuk, sesak, mual, dan nafsu makan
yang menurun ahir-akhir ini. Batuk dirasakan sulit untuk mengeluarkan dahaknya.
Mual yang dirasakan pasien tanpa disertai muntah, hanya nafsu makan yang menurun.
Pasien juga mengeluhkan buang air kecil (BAK) yang menjadi jarang sejak 1 minggu
yang lalu, biasanya sehari minimal 5 kali, namun sekarang menjadi 1 kali dengan
kuantitas yang sedikit atau tidak buang air kecil sama sekali dan berwarna kecoklatan.
Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal. Keluhan lain seperti demam, mual,
muntah, dan diare disangkal. Buang air besar (BAB) tidak terdapat keluhan.
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien, pasien
sudah pernah mengelami keluhan serupa sebelumnya sejak berusia 2 tahun dan
beberapa kali kambuh, terakhir kambuh sekitar 2 tahun yang lalu. Pasien rutin kontrol
ke poli anak setiap 3 bulan sekali dan sudah berhenti meminum obat sejak kurang lebih
1 tahun yang lalu.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda Vital
- Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
- Tekanan darah : 115/86 mmHg
- Frekuensi nadi : 125x/menit
- Frekuensi pernapasan : 22x/menit
8
- Suhu tubuh : 36,7 oC
Kepala : bengkak pada kedua kelopak mata, bibir bengkak, faring hiperemis (+)
Abdomen : perut terlihat sedikit membuncit, lingkar perut: 70 cm, nyeri tekan (+),
pekak alih (+)
Ekstremitas : edema (+) kedua tangan dan kaki
c. Pemeriksaan penunjang
d. HEMATOLOGI
Darah Lengkap
LED 65 ↑ mm 0 – 10
Leukosit 10,1 ↑ ribu/uL 5 – 10
Hitung Jenis
Eosinofil 0↓ % 1–3
Batang 1,0 ↓ % 2–6
Segmen 80 ↑ % 52 – 70
Limfosit 16 ↓ % 20 – 40
Eritrosit 5,50 ↑ juta/uL 4–5
Hemoglobin 9,1 ↓ g/dL 12 – 16
Hematokrit 31,6 ↓ % 37 – 47
Indeks Eritrosit
MCV 57,4 ↓ fL 82 – 92
MCH 16,5 ↓ pg 27 – 32
MCHC 28,8 ↓ g/dL 32 – 37
Trombosit 661 ↑ ribu/uL 150 – 400
KIMIA KLINIK
Albumin 1,55 ↓ mg/dL 3,5 – 4,5
URINE LENGKAP
Kimia Urine
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Albumin urine Positif 3 (+++) Negatif
Darah Samar Positif 1 (+) Negatif
Mikroskopis Urine
Eritrosit 5 – 10 /lpb ≤2
Silinder Granular cast (+) Negatif
Epitel Gepeng (+2) Gepeng (+)
Bakteri Positif 1 (+) Negatif
VII. PENATALAKSANAAN
- Pro rawat inap
9
- Venflon
- O2 Nasal kanul 3 lpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr
- Inj. Lasix 2x1amp
- Transf. albumin 20% 100cc
- Ambroxol syr 3x1 cth
- Prednisone 3x4mg
- Inhalasi/ 8 jam
- Balance cairan/24 jam
- Diet nefrotik
VIII. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia ad bonam
- As fungsionam : Dubia ad malam
- Ad sanationam : Dubia ad malam
10
Tanggal FOLLOW UP
28/03/19 S/ bengkak, batuk, sesak, mual, BAK sedikit
O/ KU: TSS , Kes: CM
Suhu: 36,7oC, Nadi:125x/menit, TD : 115/86 mmHg
RR: 22x/menit
Kepala : bengkak pada kedua kelopak mata, bibir bengkak,
faring hiperemis (+)
Abdomen : perut terlihat sedikit membuncit, lingkar perut: 70
cm, nyeri tekan (+), pekak alih (+)
Ekstremitas : edema (+) kedua tangan dan kaki
Laboratorium :
Laboratorium darah 28 Maret 2019
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
LED 65 ↑ mm
Leukosit 10,1 ↑ ribu/uL
Eritrosit 5,50 ↑ juta/uL
Hemoglobin 9,1 ↓ g/dL
Hematokrit 31,6 ↓ %
Trombosit 661 ↑ ribu/uL
KIMIA KLINIK
Albumin 1,55 ↓ mg/dL
URINE LENGKAP
Kimia Urine
Kejernihan Agak Keruh
Albumin urine Positif 3 (+++)
Darah Samar Positif 1 (+)
Eritrosit 5 – 10 /lpb
Silinder Granular cast (+)
Epitel Gepeng (+2)
Bakteri Positif 1 (+)
Balance cairan :
I : minum 800 cc + albumin 100cc
O : urin 100 cc + IWL 450 cc
B : 900 – 550 cc = +350 cc
A/ Sindrom nefrotik relaps
P/ Pro rawat inap
Venflon
O2 Nasal kanul 3 lpm
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Inj. Lasix 2x1amp
Transf. albumin 20% 100cc
Ambroxol syr 3x1 cth
Prednisone 3x4mg
Inhalasi/ 8 jam
Balance cairan/24 jam
Diet nefrotik
29/03/19 S/ bengkak mulai sedikit berkurang, batuk, sesak berkurang, mual berkurang, BAK
jarang
O/ KU: TSS , Kes: CM
Suhu: 36,9oC, Nadi:109x/menit, TD : 110/80 mmHg, RR: 20x/menit
Kepala : bengkak pada kedua kelopak mata
Abdomen : perut terlihat sedikit membuncit, lingkar perut: 69 cm, nyeri tekan (+),
pekak alih (+)
11
Ekstremitas : edema (-)
Balance cairan :
I : minum 200 cc + infus 500 cc
O : urin 300 cc + IWL 450 cc
B : 700 – 750 cc = -50 cc
A/ Sindrom nefrotik relaps
P/ IVFD RL 500cc
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Inj. Lasix 2x1amp
Ambroxol syr 3x1 cth
Prednisone 3x4mg
Inhalasi/ 8 jam
Balance cairan/24 jam
Diet nefrotik
30/03/19 S/ bengkak mulai sedikit berkurang, batuk, sesak berkurang, BAK sedikit
O/ KU: TSS , Kes: CM
Suhu: 36,9oC, Nadi:109x/menit, TD : 110/70 mmHg, RR: 20x/menit
Kepala : bengkak (-)
Abdomen : lingkar perut: 67 cm
Ekstremitas : edema (-)
Balance cairan :
I : minum 200 cc + infus 500cc
O : urin 600 cc + IWL 450 cc
B : 700 – 1050 cc = -350 cc
A/ Sindrom nefrotik relaps
P/ IVFD RL 500cc
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Inj. Lasix 2x1amp
Ambroxol syr 3x1 cth
Prednisone 3x4mg
Inhalasi/ 8 jam
Balance cairan/24 jam
Diet nefrotik
31/3/19 S/ tidak ada keluhan
O/ KU: TSS , Kes: CM
Suhu: 36,8oC, Nadi:98x/menit, TD : 110/80 mmHg, RR: 20x/menit
Abdomen : lingkar perut: 65 cm
Balance cairan :
I : minum 200 cc + infus 500cc
O : urin 500 cc + IWL 450 cc
B : 700 – 950 cc = -250 cc
A/ Sindrom nefrotik relaps
P/ IVFD RL 500cc
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Ambroxol syr 3x1 cth
Prednisone 3x4mg
Inhalasi/ 8 jam
Balance cairan/24 jam
Diet nefrotik
1/4/19 S/ tidak ada keluhan
O/ ku: TSS , Kes: CM
Suhu: 36.7C, Nadi:101x/menit, TD : 110/80 mmHg, RR: 19x/menit
Abdomen : lingkar perut: 66 cm
12
Balance cairan :
I : minum 500 cc
O : urin 200 cc + IWL 450 cc
B : 500 – 650 cc = -150 cc
A/ Sindrom nefrotik relaps
P/ Boleh pulang
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pasien dengan relaps sering dan dependen steroid bila berlangsung lama akan
menimbulkan efek samping steroid, antara lain moon face, hipertensi, striae, dan lain lain.
Pasien SN relaps sering dan dependen steroid sebaiknya dirujuk ke ahli nefrologi anak,
atau setidaknya ditatalaksana bersama-sama dengan ahli nefrologi anak.3
14
B. Etiologi Sindrom Nefrotik
Berdasarkan etiologinya SN dibagi menjadi 2, yaitu: pimer/idiopatik, dan
sekunder/mengikuti penyakit sistemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan,
terlebih pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya
herediter) dan mempunyai prognosis buruk.1
15
pada area yang mengalami sklerosis. Pada pemeriksaan pada mikroskop elektron, dapat
dilihat jaringan parut segmental pada glomerular disertai kerusakan pada lumen kapiler
glomerulus. Lebih dari 35% anak dengan GSFS akan berlanjut hingga gagal ginjal. 1,5
c. Glomerulonefritis Proliferatif Mesangial (GNPM)
Secara histologis menunjukkan pembesaran merata dan pertambahan selularitas
matriks mesangial, lumen dinding kapiler tipis dan halus, disertai perlengketan
kapsulm dan beberapa daerah sklerosis segmental. Jaringan interstitial dapat
mengandung foam cells. Ditemukan endapan IgM dan komplemen difus dalam
mesangium.1,5
d. Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
Disebut juga sebagai glomerulonefritis mesangiokapiler. Glomerulus tampak
besar karena proliferasi sel mesangium dan pertambahan matriks mesangial sehingga
menyebabkan meluasnya daerah mesangial dan terbentuk gambaran lobulasi
glomerulus. Terdapat deposit C3 di pinggir lobulus dan di dalam mesangium, sering
disertai imuniglobulin1,5
e. Glomerulopati Membranosa (GM)
Kelainan dinding kapiler glomerulus yang progresif dan kompleks. Kelainan
terdiri atas deposit padat elektron dan spikes yang tampak menonjol dari membran
basal. Terdapat deposit granular IgG dan C3.1,5
Proteinuria
Proteinuria merupakan kelainan utama SN, sedangkan gejala klinis lainnya
dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan “berat”
16
(≥40mg/jam/m2) untuk membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien
yang bukan sindrom nefrotik.5
Selektivitas Protein
Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan
dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas
albumin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Pada SN dengan kelainan
glomerulus yang lain, keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein
dengan berat molekul besar, dan jenis proteinuria ini disebut proteinuria non
selektif.5
Perubahan pada filter kapiler glomerulus
Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada
tipe kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein
netral dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein
bermuatan negatif seperti albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa kelainan utama
pada SNKM ini ialah hilangnya sawar muatan negatif selektif. Namun pada SN
dengan glomerulonefritis proliferatif, klirens molekul kecil menurun dan yang
bermolekul besar meningkat. Keadaan ini menunjukkan bahwa disamping hilangnya
sawar muatan negatif juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau
kelainan pada keduanya.5
Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Laju sintesis albumin pada SN cenderung normal atau
meningkat, hal ini menunjukkan bahwa kapasitas meningkatkan sintesis hati
terhadap albumin tidak cukup untuk mengompensasi laju kehilangan albumin yang
abnormal.5
17
menurunnya degradasi lipoprotein berpengaruh pada menurunnya aktivitas lipase
lipoprotein akibat hilangnya a-glikoprotein asam sebagai perangsang lipase. Bila
albumin kembali normal, maka umumnya kelainan lipid ini menjadi normal kembali.
Gejala ini mungkin akibat tekanan onkotik albumin serum. Lipid juga dapat ditemukan
dalam urin dalam bentuk titik lemak oval (tetesan lipid dalam sel tubulus yang
berdegenerasi).3,5
Edema
Teori underfill
Menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada
SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
cairan berpindah dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat
penurunan tekanan onkotik plasma dan berpindahnya cairan plasma terjadi
hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium
dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume dan tekanan
intravaskular, namun juga akan menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya
mempercepat gerak cairan masuk ke ruang interstitial dan edema semakin berlanjut. 3,5
Teori overfill
Menjelaskan bahwa tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron akibat
mekanisme intrarenal primer pada defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal
menyebabkan cairan ekstaselular meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju
filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema
18
akibat teraktivasinya sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron terutama kenaikan
konsentrasi hormone aldosterone yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk
mengabsorbsi ion natrium sehingga eksresi ion natrium menurun. 3,5
19
yang kadang-kadang berat pada keadaan SN yang kambuh, kemungkinan adanya abdomen
akut atau peritonitis. Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang
diduga sebagai akibatnya. Anoreksia dan hilangnya protein dalam urin mengakibatkan
malnutrisi berat. Padakeadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikalis dan prolaps ani.5
21
varisela, diberikan profilaksis dengan imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu
kurang dari 72 jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal
imunoglobulin intravena. Bila sudah terjadi infeksi perlu diberikan obat asiklovir dan
pengobatan stroid sebaiknya dihentikan sementara.3,6
22
Bila relaps terjadi pada dosis prednisone rumat 0,1 – 0,5 mg/kgBB alternating tanpa
efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasi dengan levamisol dosis 2,5 mg/kgBB,
selang sehari, selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan obat sitostatika seperti
siklofosfamid (CPA) dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau klorambusil dosis
0,2-0,3 mg/kgBB/hari selama 8-12 minggu bila ditemukan keadaan di bawah ini:3
Terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB dosis alternating, atau
Dosis rumat < 1 mg tetapi disertai :
Efek samping steroid yang berat
Pernah relaps dengan gejala berat, seperti hipovolemia, trombosis, sepsis
Efek samping levamisole adalah mual, muntah, hepatotoksik, neutropenia yang
reversibe. Efek samping siklofosfamid adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang,
alopesia, sistitis hemoragik, azospermia dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi seperti kadar
hemoglobin, leukosit, trombosit setiap 1 – 2 kali seminggu. Pengobatan klorambusil sangat
terbatas karena efek toksik berupa kejang dan infeksi.3
Bila jumlah leukosit < 3.000/uL , haemoglobin < 8 g/dL, hitung trombosit < 100.000/
uL obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit > 5.000/uL,
haemoglobin > 9 g/dL, trombosit > 100.000/uL. 3,6
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik
dianjurkan untuk pemberian siklosporin (CyA) dengan dosis 5 mg/kgBB/hari. Pada SN
relaps sering/dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi,
sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan,
biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin).3,6
D. Pengobatan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS)
Sebelum pengobatan dimulai, pada pasien SNRS sebaiknya dilakukan biopsi ginjal
untuk melihat gambaran patologi anatomi ginjal, karena gambaran patologi anatomi
tersebut mempengaruhi prognosis. Pengobatan dengan CPA memberikan hasil lebih baik
bila hasil biopsi ginjal menunjukkan SNKM daripada GSFS. 3,6
1. Siklofosfamid (CPA)
Pemberian CPA oral pada SNRS dilaporkan dapat menimbulkan remisi pada 20%
pasien. Bila terjadi relaps kembali setelah pemberian CPA dapat dicoba lagi pengobatan
relaps dengan prednison, karena SNRS dapat menjadi sensitif lagi. 3,6
CPA oral 2-3mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 3-6 bulan
23
Prednison dosis 40mg/m2 LPB/hari selama pemberian CPA oral, kemudian
prednison di tappering off dengan dosis 1 mg/kgBB selama 1 bulan, lalu
dilanjutkan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan.
2. Siklosporin (CyA)
Pada SNRS, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60
pasien dan remisi parsial pada 13%. Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia,
hipertrofi gingiva dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstitial.
Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap: 3,6
Kadar CyA dalam serum (pertahankan antara 100 – 200ug/mL)
Kadar kreatinin darah berkala
Biopsi ginjal berkala setiap 2 tahun
Harga obat ini mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif
3. Metiprednisolon puls
Metilprednisolon puls selama 82 minggu bersamaan dengan prednison oral dan
siklosfamid/klorambusil 8-12 minggu. Namun efek samping metilprednisolon puls
banyak, sehingga pengobatan dengan cara ini agak sukar untuk direkomendasikan di
Indonesia. 3,6
F.3. Pemberian Obat Non-Imunosupresif Untuk Mengurangi Proteinuria
Pada pasien SN yang telah resisten terhadap obat kortikosteroid, sitostatik, dan
siklosporin (atau tidak mampu membeli obat ini) dapat diberikan diuretik (bila ada edema)
dikombinasikan dengan ACE inhibitor (ACEI) untuk mengurangi proteinuria. Captopril
0,3mg/kgBB 3x sehari, atau enalapril 0,5mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.3,6
Cara kerja obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan
tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus. ACEI juga mempunyai efek
renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming growth factor (TGF)-ß1 dan
plasminogen activator inhibitor (PAI)-1, keduanya merupakan sitokin penting yang
berperan dalam terjadinya glomerulosklerosis.6
F.4. Pengobatan Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada semua pasien SN. Deteksi dini sangat diperlukan sehingga
dapat dilakukan penanggulangan yang cepat.
a. Infeksi
Pada SN mudah terjadi infeksi dan yang paling sering adalah selulitis dan peritonitis.
Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen faktor B dan D di
24
urin. Pemakaian obat imunosupresif menambah risio terjadinya infeksi. Bila terjadi
peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus
pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral, dikombinasikan dengan
sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari.3,6
b. Tromboemboli
Trombosis pada SN dapat terjadi karena adanya hiperkoagulasi, peningkatan kadar
fibrinogen, faktor VIII, dan penurunan konsentrasi antitrombin III. Trombosis dapat
terjadi di dalam vena maupun arteri. Adanya dehidrasi meningkatkan kemungkinan
terjadinya trombosis. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian aspirin dosis
rendah (80mg) dan dipiridamol, tetapi sampai saat ini belum ada studi terkontrol
terhadap efektivitas pengobatan ini. Heparin diberikan bila sudah terjadi trombosis.3,6
c. Hiperlipidemia
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterl LDL dan
VLDL, trigliserida, dan lipoprotein, sedangkan HDL menurun atau normal. Zat-zat
tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik. Pada SN sensitif stroid cukup dengan
pengurangan diet lemak, sedangkan pada SNRS dapat dipertimbangkan penurunan
lipid dengan obat seperti questran, derivat fibrat dan inhibitor HMGCoA reduktasia
(statin) karena biasanya peningkatan kadar lemak tersebut berlangsung lama, tetapi
manfaat pemberian obat tersebut masih diperdebatkan.3,6
d. Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena
1. Penggunaan steroid jangka panjang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia
2. Kebocoran metabolit vitamin D
Suplementasi kalsium 500mg/hari/vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan
kalsium glukonas 50mg/kgBB intravena.3,6
e. Hipovolemia
Pembeian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikaridia, ekstremitas dingin,
dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologik disusul
dengan albumin 1 g/kgBB atau plasma 20ml/kgBB (tetesan lambat 10 per menit). Bila
hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemud 1-2
mg/kgBB intravena.3,6
25
BAB III
ANALISIS KASUS
26
g/dL)) dapat diberikan infus albumin 20-
25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 2-4
jam. Bila pasien tidak mampu dapat
diberikan plasma 20ml/kgBB/hari secara
pelan (10tpm).
- pemberian antibiotik profilaksis dengan
penisilin oral 125-250 mg 2 kali sehari.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB dan Behrman RE. 2015. Nelson Essentials of
Pediatrics 7th Edition . Philadephia : Elsevier
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada
anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.
3. Prabowo AY. Nephrotic Syndrome in Children. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung,
Volume 2, Nomor 4, Juni 20014: 9-15
4. Pudjiastuti PT, Gatot D, Ariani Y. Sindrom Nefrotik Sekunder pada Anak dengan
Limfoma Hodkin. Sari Pediatri vol. 8 (1). Juni 2006. h. 37 – 42.
5. Wirya IGNW.: Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: BP-IDAI 2009 h. 381 –
426.
6. Trihono PP, Alatas HA, Tambunan T dan Pardede SO. 2012. Konsensus Tatalaksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia
28