Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

EFUSI PERIKARDIUM

Disusun Oleh:
Regitha Octaviola
1965050058

Pembimbing:
dr. Tri Yanti Rahayuningsih, Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 9 DESEMBER 2019 – 22 FEBRUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 9
Desember 2019 – 22 Februari 2020 dengan judul “Efusi Perikardium” yang disusun oleh :
Nama : Regitha Octaviola
NIM : 1965050058
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :
Pembimbing :
dr. Triyanti R. N, Sp.A (K)

Menyetujui,

(dr. Triyanti R. N., Sp.A (K) )


BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. A Tn. B Ny. M
Umur 1 tahun 4 bulan 41 tahun 39 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa Betawi
Pendidikan - SMP SMP
Pekerjaan - Teknisi IRT
Penghasilan - Rp 3.000.000,- -
Hubungan dengan
Keterangan orang tua : Anak
kandung
Tanggal masuk RS 13/12/2019

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis kepada orang tua pasien pada hari Jumat, 13 Desember 2019
pukul 8.00 WIB di bangsal Anggrek RSUD Bekasi.
a. Keluhan Utama
Sesak sejak 1 hari SMRS.
b. Keluhan Tambahan
Batuk berdahak dan pilek ±2 minggu, demam ±1 minggu yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak awalnya dirasakan hilang timbul, terutama saat tidur terlentang, namun
semakin lama semakin memberat dan dirasakan terus menerus. Pasien menjadi sulit makan
dan minum. Pasien juga semakin rewel dan tidak bisa tidur. Kebiruan pada bibir, wajah
maupun ujung–ujung jari disangkal. Sebelumnya, orang tua pasien mengaku bahwa pasien
mengalami batuk-batuk dan pilek sejak ±2 minggu yang lalu, disertai demam ±1 minggu
yang lalu. BAB dan BAK pasien tidak ada keluhan. Bengkak pada perut dan tungkai
disangkal. Orang tua pasien mengatakan berat badan pasien yang awalnya 11,5 kg turun
menjadi 8 kg. Riwayat kontak dengan penderita TB (+).

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare 1 thn Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Asma - Morbili -

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit atau keluhan yang serupa.

f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :


Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan
KEHAMILAN
Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke bidan
Tempat kelahiran Rumah Sakit
Penolong persalinan Dokter spesialis
Cara persalinan Normal
Masa gestasi 9 bulan
Berat lahir 3800 g
KELAHIRAN
Panjang badan 48 cm
Lingkar kepala tidak ingat
Keadaan bayi
Langsung menangis
Nilai apgar tidak tahu
Tidak ada kelainan bawaan

Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik


g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
 Pertumbuhan gigi I : 7 bulan (normal: 5-9 bulan)
 Psikomotor
Tengkurap : 6 bulan (normal: 3-4 bulan)
Duduk : belum bisa (normal: 6 bulan)
Berdiri : belum bisa (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : belum bisa (normal: 13 bulan)
Bicara : belum bisa (normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis : belum bisa
 Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien tidak sesuai usia.

h. Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim

0-2 +/-
2-4 +/-
4-6 +/-

6-8 +/- - + -
8-9 +/- - + -
10-12 +/- - + -
12-24 -

Kesan : Kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik, ASI eksklusif.


i. Riwayat Imunisasi :

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG Lahir - - -

DPT 2 bln 4 bln 6 bln Belum

POLIO Lahir 2 bln 4 bln 6 bln - - -

CAMPAK 9 bln Belum

HEPATITIS B Lahir 2 bln 4 bln

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

j. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu Anak Pertama Anak Kedua
Nama Tn. B Ny. M An. A An. A
Perkawinan ke Pertama Pertama - -
Umur 39 tahun 33 tahun 17 tahun 1 tahun
Keadaan kesehatan Baik Baik Baik Baik

Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dan saudara pasien dalam keadaan baik.

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Tinggal dirumah pribadi. Dinding terbuat dari tembok, atap terbuat dari genteng, dan
ventilasi cukup, cahaya matahari cukup, air minum dan air mandi berasal dari air tanah.
Menurut pengakuan keluarga pasien, keadaan lingkungan rumah lumayan padat, ventilasi
dan pencahayaan baik.
Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Tanda Vital
- Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
- Frekuensi nadi : 124x/menit
- Frekuensi pernapasan : 29x/menit
- Suhu tubuh : 37,4 oC
c. Data antropometri
- Berat badan : 8 kg
- Tinggi badan : 77 cm
- IMT : BB/TB2 = 8/ (0,77)2 = 13,5
- BB/U : 2 sampai -2 SD (gizi baik)
- PB/U : 2 sampai -2 SD (normal)
- BB/PB : -1 sampai -2 SD (normal)
- BMI/U : dibawah -1 SD (normal)
d. Kepala
- Bentuk : Normocephali
- Rambut : Rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Wajah : Pucat (-), sianosis (-), tidak ada kelainan bentuk pada
wajah
- Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+,
- Telinga : Normotia, membran timpani intak, serumen -/-
- Hidung : Bentuk normal, sekret (-), nafas cuping hidung (-)
- Mulut : Faring hiperemis (-) , T1-T1
e. Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
f. Thorax
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
- Palpasi : Gerak napas simetris, stem fremitus simetris
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru, simetris
- Auskultasi : Pulmo SN vesikuler, ronki +/+, wheezing -/-
Cor BJ I & II melemah, murmur (-), gallop (-)
g. Abdomen
- Inspeksi : Perut datar, tidak tampak massa dan pelebaran
pembuluh darah.
- Auskultasi : Bising usus (+), 4x/menit
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien tidak
teraba membesar.
- Perkusi : Nyeri ketok (-), timpani
h. Kulit : Ikterik (-), petechie (-)
i. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), edema (-), pucat (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Echocardiography tanggal 11 Desember 2019 di RSUD Bekasi.

Kesan : Effusi perikardial berat, diameter posterior 18 mm, diameter inferior 15 mm.
b. Electrocardiography tanggal 12 Desember 2019 di RSUD Bekasi

c. Rontgen Thorax PA pada tanggal 9 Desember 2019

Kesan : Susp. Kardiomegali


d. Pemeriksaan Lab (08/12/2019)
HEMATOLOGI Indeks Eritrosit
Darah Lengkap - MCV :76.4 fL
- LED : 50 mm - MCH : 24.4 pg
- Lekosit : 16.6 ribu/uL - MCHC : 31.9 g/dL
- Hitung Jenis : Trombosit : 543 ribu/uL
Basofil : 0%
Eosinofil : 0% KIMIA KLINIK
Batang : 0% Diabetes : GDS : 143 mg/dL
Segment : 84% Elektrolit
Limfosit : 12% - Na : 135 mmol/L
Monosit : 4% - K : 2.3 mmol/L
- Eritrosit : 4.01 juta/uL - Cl : 101 mmol/L
- Hemoglobin : 9.8 g/dL
- Hematokrit : 30.6% Widal test : Negatif

V. RESUME
a. Anamnesis
Pasien anak perempuan usia 1 tahun 4 bulan datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dibawa
oleh orangtuanya dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak awalnya dirasakan hilang timbul, terutama saat tidur terlentang, namun semakin
lama semakin memberat dan dirasakan terus menerus. Pasien menjadi sulit makan dan
minum. Pasien juga semakin rewel dan tidak bisa tidur. Orang tua pasien mengaku bahwa
pasien mengalami batuk-batuk dan pilek sejak ±2 minggu yang lalu, disertai demam ±1
minggu yang lalu. Berat badan pasien yang awalnya 11,5 kg turun menjadi 8 kg. Riwayat
kontak dengan penderita TB (+).
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
- Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
- Tekanan darah :-
- Frekuensi nadi : 124x/menit
- Frekuensi pernapasan : 29x/menit
- Suhu tubuh : 37,4 oC
Thorax
- Auskultasi : Ronki +/+, Cor BJ I & II melemah
c. Pemeriksaan penunjang
Echocardiography tanggal 11/12/2019 di RSUD Kota Bekasi
Kesan : Effusi perikardial berat, diameter posterior 18 mm, diameter inferior 15 mm.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Efusi Perikard

VII. PENATALAKSANAAN
IGD POST PERIKARDIOSENTESIS
a. Non medikamentosa  IVFD RL 1000cc/24 jam + KCl
- Pro Perikardiosentesis 20 meq/kolf
b. Medikamentosa  Ceftriaxone 1x500 mg (IV)
 IVFD RL 1000cc/24 jam + KCl  Ambroxol 3x1/2 cth (PO)
20 meq/kolf  Paracetamol 3x100 mg (IV)
 Nebu ventolin 1cc  OAT : Isoniazid 1x80 mg
 Inj. Anbacim 2x400 mg (IV) Rifampicin 1x120 mg
 Ambroxol 3x1 cth (PO) Ethambutol 1x80 mg
 Paracetamol drip 80 mg (IV)  PZA 2x80 mg
extra  3x1cth (PO)  Vit. B6 1x10 mg
 Prednison 3x5 mg
 Aspar K 3x200 mg (PO
VIII. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia ad malam
- Ad fungsionam : Dubia ad malam
- Ad sanationam : Dubia ad malam
FOLLOW UP PASIEN
Hari/Tanggal Subjek Objek Terapi
Kamis, Perawatan hari Pemeriksaan Fisik IVFD: RL 1000cc/24 jam +
12/12/2019 ke-5, Post KU : TSS KCl 20 meq/kolf
perikardiosentesis, Kes : E4M6V5 Ceftriaxone 1x500 mg (IV)
batuk (+), sesak -, TD : 168/81 mmHg Paracetamol 3x100 mg (IV)
tidak bisa tidur HR : 89x/menit Ambroxol 3x1/2 cth (PO)
RR : 20x/menit Isoniazid 1x80 mg
Suhu : 37 C
Rifampicin 1x120 mg
SpO2: 98%
Ethambutol 1x80 mg
Thorax: Rh +/+ PZA 2x80 mg
Vit. B6 1x10 mg
Pemeriksaan Lobarorium Prednison 3x5 mg
CAIRAN TUBUH Aspar K 3x200 mg (PO)
 Analisa Cairan Tubuh
Bahan: Cairan perikardium
Jam pengambilan sampel:
09.00
 Makroskopis
Warna: Kuning
Kejernihan: Jernih
Bekuan: (-)
Rivalta: (-)
 Mikroskopis
Jumlah sel: 123 sel/uL
PMN: 1%
MN: 99%; ditemukan
mesotel (+)
 Kimia
Protein cairan: 3.43 g/dL
Protein darah: 4.35 g/dL
Rasio prot cairan/darah:
0.79
Glukosa cairan: 95 mg/dL
Glukosa: 115 mg/dL
LDH cairan: 96 U/L
LDH: 1391 U/L
Rasio LDH Cairan/Darah:
0.07
 Mikrobiologi
Pewarnaan gram: Tidak
ditemukan MO
Pewarnaan BTA: (-)
Jumat, Perawatan hari Pemeriksaan Fisik IVFD: RL 1000cc/24 jam
13/12/2019 ke-6, KU : TSS Ceftriaxone 1x500 mg (IV)
Batuk +, sesak – Kes : E4M6V5 Paracetamol 3x100 mg (IV)
TD : 168/81 mmHg Ambroxol 3x1/2 cth (PO)
HR : 89x/menit Isoniazid 1x80 mg
RR : 20x/menit Rifampicin 1x120 mg
Suhu : 37 C
Ethambutol 1x80 mg
SpO2: 98%
PZA 2x80 mg
Thorax: Rh +/+ Vit. B6 1x10 mg
Prednison 3x5 mg
Aspar K 3x200 mg (PO)

Sabtu, Perawatan hari Pemeriksaan Fisik IVFD: RL 1000cc/24 jam


14/12/2019 ke-7 KU : TSS NGT: susu 8 x 20-30 cc
Batuk berkurang, Kes : E4M6V5 Ceftriaxone 1x500 mg (IV)
sesak (-) HR : 100x/menit Paracetamol 3x100 mg (IV)
Cairan yang RR : 20x/menit Ambroxol 3x1/2 cth (PO)
keluar: 23cc Suhu : 36.8 C Isoniazid 1x80 mg
Rifampicin 1x120 mg
Thorax: Rh +/+
Ethambutol 1x80 mg
PZA 2x80 mg
Pemeriksaan Laboraturium
Kimia Klinik Vit. B6 1x10 mg
Na: 137 mmol/L Prednison 3x5 mg
K: 3.7 mmol/L Aspar K 3x200 mg (PO)
Cl: 96 mmol/L
Minggu, Perawatan hari Pemeriksaan Fisik IVFD: RL 1000cc/24 jam
15/12/2019 ke-8 KU : TSS NGT: susu 8 x 20-30 cc
Batuk berkurang Kes : E4M6V5 Ceftriaxone 1x500 mg
s/d hilang HR : 96x/menit PCT drip 3x100 mg
Cairan yang RR : 23x/menit Ambroxol 3x1/2 cth
keluar: 37cc Suhu : 37 C Isoniazid 1x80 mg
Rifampicin 1x120 mg
Ethambutol 1x80 mg
PZA 2x80 mg
Vit. B6 1x10 mg
Prednison 3x5 mg
Aspar K 3x200 mg
Senin aff selang pungsi
perikard
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Perikardium
Perikardium adalah sebuah kantung yang membungkus jantung. Perikardium terdiri atas
dua lapisan yaitu pericardium viseralis dan perikardium parietalis. Perikardium viseralis
merupakan lapisan dalam yang berhubungan langsung dengan epikardium. Sedangkan
pericardium parietalis merupakan lapisan luar yang berhubungan langsung dengan dinding dada.
Diantara lapisan perikardium parietalis dan viseralis terdapat suatu rongga perikardium, normalnya
berisi cairan sebanyak 15 – 50 ml yang disekresi oleh sel mesotelial. Bentuk lapisan fibrosa
perikardium seperti botol dan berdekatan dengan diafragma, sternum dan kartilago costae. Lapisan
viseral lebih tipis dan berdekatan dengan permukaan jantung. Perikardium berfungsi sebagai barier
proteksi dari infeksi atau inflamasi organ-organ sekitarnya.1

Perikardium viseralis adalah suatu membran serosa yang dipisahkan oleh sejumlah kecil
cairan, suatu plasma ultra-filtrat dari sebuah kantung fibrosa yaitu perikardium parietalis.
Perikardium mencegah dilatasi yang tiba-tiba dari ruang-ruang jantung selama latihan dan
hipervolemia serta memberikan kesempatan pengisian atrium selama sistol ventrikel dan ini terjadi
akibat timbulnya suatu tekanan negative intraperikardial. Perikardium juga mempertahankan letak
anatomis jantung, mengurangi gesekan antara jantung dan struktur-struktur disekitarnya, juga
mencegah perubahan letak jantung dan terjadinya lekukan dari pembuluh-pembuluh darah besar
dan mungkin memperlambat penyebaran infeksi dari paru-paru dan rongga pleura ke jantung.1

II.2 Efusi Perikardium

Efusi perikardium adalah akumulasi cairan dalam rongga perikardium. Jumlahnya dapat
lebih dari 1000 ml dan menyebabkan peningkatan tekanan perikardium. Efusi dibagi berdasarkan
kadar protein dalam cairan menjadi transudat (protein tinggi), eksudat (protein rendah), atau darah
(hemoperikardium). Kadang kala ditemukan efusi purulen akibat infeksi bakteri.

Tiga faktor yang menyebabkan efusi perikardium memberikan gejala klinis penekanan
jantung adalah: jumlah cairan, kecepatan akumulasi cairan, dan kemampuan perikardium
menampung cairan perikardium. Tamponade jantung terjadi bila tekanan perikardium melebihi
tekanan dalam ruangan jantung, sehingga terjadi kegagalan pengisian jantung.1,2
II.3 Etiologi Efusi Perikardium1,2

Etiologi efusi perikardium yang dapat menyebabkan tamponade jantung antara lain: infeksi,
keganasan,proses inflamasi dan hubungan perikardium dengan intrakardiak. Etiologi terbanyak
adalah keganasan, infeksi dan perikarditis uremia. Tuberkulosis merupakan penyebab infeksi
tersering pada perikardium. Etiologi efusi perikardium lainnya secara rinci dapat dilihat pada
paragraf dibawah ini:

I. Infeksi
A. Perikarditis virus
B. Bakteri
C. Tuberkulosis
II. Keganasan
A. Metastasis (limfoma, melanoma)
B. Ekstensi langsung (kanker paru, kanker payudara)
C. Tumor jantung
III. Inflamasi
A. Pasca infark miokard (Dressler’s syndrome)
B. Uremia
C. Pasca operasi jantung
D. Penyakit kolagen pembuluh darah
IV. Hubungan perikardium dengan intrakardiak
A. Trauma dada
B. Pasca prosedur kateterisasi (elektrofisologis, valvuloplasti, intervensi koroner)
C. Pecah ventrikel kiri pasca infark miokard

II.4 Efusi Perikardium pada Tuberkulosis Paru1,2,3

Efusi perikardium tuberkulosis terjadi akibat penyebaran fokus tuberkulosis pada organ lain
dalam tubuh, walaupun fokus tersebut sering kali tanpa gejala. Fokus ekstra perikardium terbanyak
yang dapat menyebabkan penyebaran langsung ke rongga perikardium adalah trakea, bronkus,
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum, sternum serta vertebra. Penyebaran secara
hematogen juga dapat terjadi, yaitu dari fokus tuberkulosis di paru, traktus genitourinarius, otot
atau fokus lain dalam tubuh.

Pada fase akut terjadi deposit fibrin di rongga perikardium yang seringkali disertai cairan
efusi serous atau serousanguineous, akibat reaksi hipersensitiviti terhadap tuberkulo protein.
Cairan efusi banyak mengandung lekosit dan infiltrat seluler dengan konsentrasi protein tinggi.
Pada tahap awal lekosit polimorfonuklear merupakan sel radang yang paling banyak ditemukan,
namun dalam 1-2 minggu dominasi diambil alih oleh limfosit, monosit dan sel plasma. Pada
stadium ini Basil Tahan Asam (BTA) masih dapat ditemukan.

Pada fase subakut terjadi inflamasi granulomatosa diikuti nekrosis perkijuan. Sel histiosit
epiteloid dan sel datia Langhans sering kali dapat ditemukan. Pada fase ini BTA masih dapat
ditemukan tetapi dalam jumlah yang lebih jauh sedikit dibandingkan stadium akut.

Pada fase kronik atau fase adhesif pericardium viseral dan parietal menebal, serta terjadi
proliferasi fibroblastik. Gambaran klinik efusi pericardium persisten adalah perikarditis efusi
konstriktif yang selanjutnya menjadi perikarditis konsriktif. Pada fase ini BTA tidak lagi
ditemukan.

Terdapat 4 stadium evolusi perikarditis TB:

1. Stadium Fibrinosa, terjadi deposit fibrin luas bersamaan dengan reaksi granuloma. Stadium
ini sering tidak menimbulkan gejala klinis sehingga tidak terdiagnosis.
2. Stadium Efusi, terbentuk efusi dalam kantong perikardium. Reaksi hipersensitif terhadap
tuberkuloprotein, gangguan resorbsi dan cedera vaskuler dipercaya dapat membentuk efusi
perikardium. Permukaan perikardium menjadi tebal dan berwarna abu-abu tampak seperti
bulu-bulu kusut yang menunjukkan eksudasi fibrin. Efusi dapat berkembang melalui beberapa
fase, yaitu serosa, serosanguinosa, keruh, atau darah. Reaksi seluler awal cairan tersebut
mengandung sel polimorfonuklear (PMN). Jumlah total sel berkisar 10.000/mm3. Terjadi
perubahan kimiawi yang ditandai dengan penurunan glukosa dan peningkatan protein. Pada
stadium ini, dapat terjadi efusi masif.
3. Absorpsi Efusi, pada stadium ini terbentuk fibrin dan kolagen yang menimbulkan fibrosis
perikardium; terbentuk granuloma perkejuan dan penebalan perikardium.
4. Penebalan Perikardium Parietal, konstriksi miokardium akan membatasi ruang gerak
jantung dan ada deposit kalsium di perikardium. Pada kasus ini sudah terjadi penebalan
perkardium parietal dan konstriksi miokardium.

Efusi perikardium menyebabkan peningkatan tekanan rongga perikardium, sehingga


terjadi kompresi jantung; tekanan diastolik meningkat sama dengan tekanan rongga perikardium.
Kondisi tersebut mengakibatkan pengisian jantung terganggu, tekanan vena sistemik dan vena
pulmonal meningkat, serta aliran balik ke jantung terhambat. Peningkatan tekanan vena sistemik
menyebabkan tanda-tanda gagal jantung kanan (distensi vena jugularis, hepatomegali, edema
perifer), sedangkan peningkatan vena pulmonalis menyebabkan bendungan paru. Penurunan
pengisian ventrikel pada fase diastolik menyebabkan penurunan isi sekuncup dan curah jantung.
Perfusi ke organ vital dan perifer punberkurang, dan terjadi syok yang dapat berakhir dengan
kematian.

Tamponade jantung merupakan komplikasi perikarditis yang paling fatal dengan gambaran
klinis tergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Akumulasi cairan dapat menyebabkan
kompensasi, seperti takikardia, peningkatan resistensi vaskuler perifer dan peningkatan volume
intravaskular guna membantu system sirkulasi yang adekuat. Tamponade jantung hampir selalu
disertai: gelisah, sesak napas hebat pada posisi tegak dan agak berkurang jika penderita
membungkuk, tekanan vena jugularis meningkat, takikardia, pulsus paradoksus (penurunan
tekanan sistolik >10 mmHg pada saat inspirasi), tekanan sistolik perikardium. Akumulasi lambat
memberi kesempatan kompensasi jantung yang lebih baik, yaitu takikardi, peningkatan resistensi
vaskuler perifer dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Namun, akumulasi yang cepat
berakibat fatal dalam beberapa menit.

II.5 Manifestasi Klinis1,2

Manifestasi klinis efusi perikardium tuberkulosis merupakan kombinasi keluhan efusi


perikardium dan penyakit tuberkulosis. Manifestasi klinis efusi perikardium timbul akibat dua hal,
yaitu penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan vena sistemik. Penurunan curah jantung
menyebabkan hipotensi, perasaan cepat lelah, penurunan berat badan dan refleks takikardi.
Sedangkan peningkatan tekanan atrium kanan dan vena sistemik menyebabkan bendungan vena
sistemik yang ditandai oleh edema, pembengkakan dan rasa tidak enak di perut akibat asites, serta
hepatomegali. Jika tekanan jantung kanan dan kiri meningkat lebih tinggi, maka gejala bendungan
paru seperti batuk, dispnoe on effort dan orthopnoe akan timbul. Sesak napas hebat timbul bila
terdapat tamponade jantung. Jika tamponade jantung terjadi secara tiba-tiba, maka gejala-gejala
hipotensi dapat terjadi termasuk penurunan kesadaran.

II.6 Pemeriksaan Penunjang 1,2,5


1. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi tidak spesifik. Jika terdapat perikarditis tanpa efusi masif
maka gambaran elektrokardiografi biasanya memperlihatkan elevasi segmen ST pada 2 atau 3
sadapan ekstremitas dan prekordial. Kompleks QRS tidak memperlihatkan perubahan
bermakna kecuali penurunan voltase. Gambaran elektrokardiografi efusi perikardium massif
atau tamponade jantung berupa takikardi, komplek QRS voltase rendah dan alternans.

2. Foto Toraks
Pada paru tampak infiltrat atau kalsifikasi akibat tuberkulosis paru. Jantung membesar
dengan konfigurasi buli-buli air tetapi dapat juga normal. Strang dkk. mendapatkan 70%
pasien dengan rasio kardiotoraks >55%, tetapi hanya 6% yang mempunyai rasio kardiotoraks
>75%. Yang dkk. meneliti penggunaan kortikosteroid pada pasien perikarditis tuberkulosis,
dan dari 19 sampel yang diteliti selama 14 tahun didapatkan 42 % pasien terdapat efusi pleura
dan infiltrat pada foto toraks.

3. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan alat diagnostik pilihan dan sensitif untuk mendiagnosis efusi
perikardium dan tamponade jantung. Ekokardiografi dapat membedakan antara tamponade
jantung dan penyebab lain rendahnya curah jantung (disfungsi ventrikel kiri). Tamponade
jantung dengan gambaran efusi perikardium sedang (batas antara pericardium viseralis dan
parietalis 0,5-2 cm) sampai berat (>2 cm) dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada
pemeriksaan ekokardiografi dan Doppler.
Gambaran yang dapat ditemukan:
 Late diastolic collapse pada atrium kanan
 Jantung yang melambai (swinging heart)
 Pseudohipertrofi ventrikel kiri
 Penunuran lebih dari 25% aliran katup

4. Analisis Cairan Pericardium


Merupakan diagnostik rutin untuk membedakan cairan transudat atau eksudat
berdasarkan kriteria Light. Dilakukan kultur terhadap bakteri, sitologi, jumlah sel dan protein.
Sering sel limfosit predominan.

5. Uji Kulit Tuberkulin


Uji kulit tuberculin menggunakan protein derivat A murni. Reaksi kulit (+) jika indurasi
10 mm dan respons (+) kuat jika indurasi 15 mm. Hasil uji kulit tuberkulin sering negatif pada
penderita perikarditis TB, terutama penderita alergi, penderita HIV dan usia lanjut. Karena itu
hasil negatif tidak dapat menyingkirkan kemungkinan perikarditis TB.

6. Polymerase Chain Reaction (PCR)


Teknologi PCR cara amplifikasi asam nukleat digunakan untuk menegakkan diagnosis
TB. Akurasi PCR hampir sama dengan metode konvesional dan lebih cepat. Kepekaan untuk
cairan perikardium kurang dan risiko positif palsu harus tetap diperhatikan.

II.7 Tatalaksana 2,5


Semua pasien yang dipastikan atau tersangka menderita efusi perikadium tuberkulosis perlu
segera dirawat di rumah sakit dan dilakukan observasi kemungkinan terjadi tamponade jantung.
Tatalaksana efusi perikardium tuberkulosis meliputi pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT),
kortikosteroid, perikardiosintesis dan perikardiektomi.

1. Obat Anti Tuberkulosis


Obat Anti Tuberkulosis berperan besar dalam menurunkan angka kematian pasien
perikarditis tuberkulosis. Pemberian OAT pada efusi perikardium tuberkulosis sama seperti
tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstrapulmoner. Pemberian OAT pada awal pengobatan
terdiri atas 3 macam OAT dengan paduan yang berbeda. Menurut World Health Organization
(WHO) pemberian OAT pada perikarditis tuberkulosis sama dengan pengobatan tuberkulosis
lainnya, yaitu terdiri atas fase intensif yaitu Rifampisin, INH, Pirazinamid dan Etambutol yang
diberikan setiap hari selama 8 minggu kemudian dilanjutkan fase intermiten yaitu Rifampisin
dan INH setiap hari atau 3 kali setiap minggu selama 4 bulan.4

2. Kortikosteroid
Manfaat pemakaian kortikosteroid dalam tatalaksana perikarditis tuberkulosis masih
diperdebatkan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa kortikosteroid bermanfaat, karena dapat
menekan respons inflamasi dini dan mempercepat penyerapan kembali cairan perikardium,
sehingga terjadinya komplikasi konstriksi perikardium dapat dicegah. Pemberian kortikosteroid
diindikasikan pada kasus efusi persisten atau kambuh selama 3 bulan. Dosis prednison adalah
1-2 mg/kgbb/hari selama 5-7 hari dan dikurangi bertahap selama 6-8 minggu.

3. Perikardiosentesis
Perikardiosentesis merupakan tindakan aspirasi
efusi perikardium atau pungsi perikardium yang bisa
dilakukan melalui insisi kecil dibawah ujung sternum atau
diantara tulang iga disisi kiri toraks. Dapat dipasang pig
tail catheter selama 2-3 hari. Drainase perikardium ini
dipertahankan selama beberapa hari sampai dengan
jumlah cairan yang keluar kurang dari 50 ml/hari. Angka
kekambuhan sekitar 6-12%.

4. Perikardiektomi
Perikardiektomi merupakan tindakan reseksi jaringan perikardium melalui pembedahan
dinding toraks. Reseksi dapat meliputi hampir seluruh atau sebagian jaringan pericardium.
Indikasi perikardiektomi yaitu efusi perikardium tuberkulosis yang mengalami tamponade
jantung yang tidak dapat diatasi dengan perikardiosintesis dan perikarditis konstriktif kronik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Zainal Safri, Refli Hasan, Rahmat Isnanta, Arina Vegas. Hubungan Efusi Perikardium
Dengan Mycobacterium Tuberculosis. Divisi Kardiologi-Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H Adam Malik Medan.
[https://pdfs.semanticscholar.org/09ec/12428044efb5246c4b30daa82d1196acb4a3.pdf]
2. Nagawidjaya, Budiyanto. Efusi Perikardium Tuberkulosis. Jurnal Kardiologi Indonesia.
2007;28:454-459.
[http://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:9pnfQZFbhTAJ:scholar.google.com/+ef
usi+perikardium+tuberkulosis&hl=id&as_sdt=0,5]
3. Davey, Patrick. 2006. Medicine at a Glance: Penyakit Perikardium. Jakarta: Erlangga. Hal.
157.
[https://books.google.co.id/books?id=wzIGJflmD4gC&pg=PA157&lpg=PA157&dq=efusi+perikar
dium+akibat+tbc+pdf&source=bl&ots=c3jVXFKQB0&sig=ACfU3U1EjPealHDTiiMgrdk2AtsmfEqp
mA&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwis3JaGybbmAhXpyzgGHeXfBVM4ChDoATAHegQICBAB#v=onep
age&q&f=false]
4. Beidokhty AA, Norouzi Z, Amiri A, Almasian M, Azadi A, Kheirollahi AR. Pericardial
tuberculosis with an emphasis on empiric therapy in endemic areas for tuberculosis.
International Journal of Mycobacteriology. 2016; 6 suppl 7:1-5. [DOI:
10.1016/j.ijmyco.2016.08.006]
5. Panggabean, Marulam. Perikarditis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi IV.
Jakarta Pusat: Interna Publishing. 2014. 1238-40.

Anda mungkin juga menyukai