MOLA HIDATIDOSA
Disusun Oleh :
DEVY DAMAYANTI
N 111 16 010
PembimbingKlinik:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
OKTOBER 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola
hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1atau 2 cm. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-
villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast
pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan
biasa.1,2,3
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang
membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi
memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus molahidatidosa,
jaringan berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak
dapat berfungsi secara normal.4
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1/120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1/2.000 kehamilan). Di
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1/40 persalinan), faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun
dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik.2
Pada permulaanya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan
kehamilan biasa, yaitu mual, muntah pusing dan lain-lain, hanya saja derajat
keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkebangannya lebih pesat,
sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan
inilah yang menyebabkan mereka datang kerumha sakit. Gejala perdarahan
ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-
14 minggu. Karena perdarahan ini biasa pasien jatuh kedalam keadaan
anemia.
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4 tahap yaitu dengan
perbaikan keadaan umum, pengeluaraan jaringan mola dengan dua cara yaitu
vakum kuretase dan histerektomi serta pemeriksaan tindak lanjut.
Komplikasi dari mola hidatidosa yaitu Perdarahan yang hebat sampai
syok, kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal, Perdarahan berulang-
ulang yang dapat menyebabkan anemia serta Infeksi sekunder.
Di negara maju, kematian karena molahidatidosa hampir tidak ada,
mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis
yang lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang
kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan
5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena
perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis[1]
2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan ini adalah
mengetahui dan mempelajari perjalanan suatu penyakit dari salah seorang
pasien, sehingga dapat mengikuti perkembangan penyakit yang terjadi pada
pasien dengan melakukan penilaian kondisi pasien dari awal terjadinya
penyakit hingga post diberikan tindakan.
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
STATUS OBSTETRI
Tanggal Pemeriksaan : 12 Oktober 2017 Ruangan : IGD RSUD
ANUTAPURA
Jam : 17.00 WITA
IDENTITAS
Nama : Ny. D Nama Suami : Tn. A
Umur : 36 tahun Umur : 25 tahun
Alamat : Jln. kangkung Alamat : Jln. Kangkung
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
ANAMNESIS
P1A0 Usia Kehamilan : 17-18 minggu
HPHT : 11-06-2017 Menarche : 14 tahun
TP : 18-03-2018 Perkawinan : I, 1 tahun.
Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit Dahulu: Kejang (-), Hipertensi (-), penyakit jantung (-),
Diabetes Melitus (-). Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang
serupa.
PEMERIKSAAN UMUM
KU : Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, retraksi (-), sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), fokal fremitus kanan = kiri
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada jantung, batas paru-hepar SIC
VII linea mid-clavicula dextra, batas jantung dalam batas normal.
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II
murni
reguler
Abdomen :
I : kesan datar
A: Peristaltik (+) kesan normal
P : timpani
P : Nyeri tekan regio abdomen (-)
Pemeriksaan Obstetri :
1. Leopold I : TFU : 1 jari di atas umbilicus
2. Leopold II :-
3. Leopold III :-
4. Leopold IV :-
DJJ : -
HIS : (+)
Pergerakan janin : -
TBJ : -
Genitalia :
Pemeriksaan dalam (VT)
Vulva : tidak ada kelainan
Vagina : tidak ada kelainan
Porsio : lunak
Pembukaan : 1
Ketuban :-
Bagian terdepan :-
Penurunan :-
UUK : sulit dinilai
Pelepasan : darah (+)
Ekstremitas : Edema ekstremitas atas (-), edema ekstermitas bawah (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RBC : 2,54x106/L
Hb : 8,8 g/dL
HCT : 29,4 %
CT : 7 menit 30 detik
BT : 4 menit
HbSAg : (-)
Test kehamilan : (+)
I. DIAGNOSIS
G1P0A0 26 tahun + Molahidatidosa+ anemia berat
II. PENATALAKSANAAN
Pro kuretase
O :Ku : sedang
Kesadaran : komposmentis
N: 84 x/m S : 36,5 C
P : IVFD RL 20 tpm
Metilergotamin 3x1
Follow Up Hari ke 2 (14 Oktober 2016)
S : Nyeri perut (-),perdarahan pervaginam (-) , mual (-) muntah (-), pusing (-),
sakit kepala (-), BAK biasa, dan BAB lancar
O :Ku : Baik
Kesadaran : komposmentis
N: 80 x/m
P: 20 x/m
S : 36,7 C
Vit C 3x1
PEMBAHASAN
1. Diagnosis
Pada kasus ini, diagnosis molahidatidosa ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang ditemukan
pada pasien. Pada anamnesis, pasien mengeluhkan adanya darah yang
banyak keluar dari jalan lahir. Hal ini merupakan gejala utama dari
molahidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak selama beberapa minggu sampai beberapa bulan (antara
bulan pertama sampai bulan ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu). Selain
itu pasien juga mengalami amenore dan tanda-tanda kehamilan yang
kemudian mendukung untuk ditegakkan diagnosis molahidatidosa [4]
Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya kehamilan mola yang
memungkinkan ialah faktor keadaan sosioekonomi yang rendah, sehingga
kekurangan asupan protein dan asam folat.
Status lokalis, didapatkan konjungtiva anemis, namun pemeriksaan
lain masih dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen didapatkan TFU
setinggi umbilikus, djj tidak dinilai, balotement (-), dan tidak teraba bagian
janin, uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan,tidak teraba
bagian janin dan ballotemen juga gerakan janin . Pada kasus molahidatidosa
temuan klinis yang dapat ditemukan untuk menentukan diagnosis pasti
antara lain adalah uterus yang membesar tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan serta tidak teraba bagian janin dan ballotemen juga gerakan janin.
Berdasarkan taksiran hari pertama haid terakhir pasien usia kehamilan
pasien adalah sekitar 17 18 minggu, sedangkan TFU pasien setara
dengan usia kehamilan 20-22 minggu [4,5]
2. Penatalaksanaan
Pada pasien ini dilakukan kuretase dan didapatkan darah keluar
bersama cairan putih dan coklat dan banyak jaringan mola. Ada tidaknya
janin tidak dapat diketahui dari temuan intra kuretase karena sebagian besar
jaringan mola sudah dikeluarkan melalui tindakan kuretase. Tindakan
curetase pada pasien ini sudah tepat dilakukan dan perlu tindakan kuret ke-2
(7-10 hari berikutnya) untuk memastikan tidak ada jaringan mola yang
tersisa. Pasien dianjurkan untuk melakukan kontrol kembali pada hari ke 10
untuk menilai titer -hC, jika titer -hCG masih terlampau tinggi maka
dapat direncanakan untuk melakukan tindakan kuretase kembali[5]
Setelah pengeluaran jaringan mola, maka perlu dilakukan pemeriksaan
tindak lanjut (follow up). Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya
kemungkinan keganasan setelah molahidatidosa. Tes hCG harus mencapai
nilai normal 8 minggu setelah evaluasi. Lama pengawasan berkisar 1 tahun.
Sebagai penatalaksanaan lanjutan pasien sebaiknya menunda kehamilan
selama masa pengawasan tersebut dengan menggunakan kontrasepsi[5,7]
Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur
dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk dilakukannya histerektomi
adalah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor
predisposisi untuk terjadi keganasan. Batasan yang dianggap layak
untuk dilakukannya Histerektomi adalah usia diatas 35 tahun dan
dengan memiliki anak 3 orang.
c. Pemeriksaan Tindak Lanjut
Pemeriksaan ini diperlukan mengingat adanya kemungkinan
terjadinya keganasan setelah mola hidatidosa. Tes hCG harus
mencapai normal pada 8 minggu setelah evakuasi. Lama pengawasan
berkisar 1 tahun. Pemeriksaan kadar hCG diselenggarakan tiap
minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu, dan
selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan sampai kadar hCG menjadi
negatif. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk tidak hamil agar
tidak mengacaukan pemantauan kadar hCG. Pasien dapat
menggunakan kondom dan mengkonsumsi pil kontrasepsi dengan
tujuan mencegah kehamilan.
3. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien mola hidatidosa
diantaranya adalah [2,5,7]
Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat
berakibat fatal
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena keganasan dan karena tindakan
Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma
Tirotoksikosis
Emboli sel trofoblas ke paru-paru
4. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi,
payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian akibat mola
hampir tidak ada lagi, akan tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi
yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari pasien mola akan segera
sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan tetapi ada sekelompok
perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi
koriokarsinoma. Persentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik
sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%. Bila terjadi keganasan, maka
pengelolaan harus dilakukan secara khusus[4,6]
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1. Perdarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai
dengan pertimbangan masing-masing. Perdarahan pada usia muda
menyebabkan kegagalan kelangsungan kehamilan itu sendiri.
Penyebab utamanya yaitu abortus, kehamilan ektopik terganggu dan
mola hidatidosa.
2. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara
makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran
bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1atau 2 cm.
3. Pada kasus ini terjadi perdarahan pada kehamilan muda akibat mola
hidatidosa, serta dilakukan tindakan kuretase.
4. Pada kasus ini juga terjadi anemia akibat komplikasi dari perdarahan
dan dilakukan transfusi darah 2 bag WB untuk menangani komplikasi
perdarahan.
1.2 Saran
Memberikan edukasi pada pasien menegenai penyebab perdarahan
pada kehamilan muda, pencegahan serta memberikan edukasi pada ibu
agar persalinannya ditolong tenaga kesehatan ahli.
DAFTAR PUSTAKA