Anda di halaman 1dari 37

BAB I

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 9 Juli 2016
Usia : 1 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jatinegara
Tanggal Masuk RS : Sabtu, 15 Juli 2017 pukul 06.00 WIB
Tanggal Keluar RS : Jumat, 22 Juli 2017
Bangsal : Bougenville atas

II. IDENTITAS ORANG TUA


Ayah Ibu
Nama Tn. MN Ny. S
Umur 35 tahun 30 tahun
Umur saat menikah 27 tahun 22 tahun
Pekerjaan Karyawan Swasta Ibu Rumah Tangga
Pendidikan SMA SMA
Penghasilan Rp 3.000.000,00 / -
bulan
Alamat Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Batak Batak

III. ANAMNESA
Berdasarkan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 15 Juli 2017
pukul 11.00 WIB di Bougenville atas.
Keluhan Utama:
Sesak yang bertambah berat sejak 1 hari SMRS
Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak yang sulit dikeluarkan, pilek, Demam.
Riwayat Penyakit Sekarang:

1
6 hari SMRS (Minggu):
Pasien mengalami batuk dan pilek, batuk yang dialami pasien ialah batuk
berdahak, namun dahak tersebut sulit dikeluarkan. Batuk terus menerus
sepanjang hari namun tidak sampai mengganggu tidur malam. Selain itu,
pasien juga mengalami pilek dengan ingus yang berwarna bening namun
tidak berbau. Ibu pasien belum membawa pasien ke dokter untuk mengatasi
batuk pilek nya.
3 hari SMRS (Rabu):
Pasien mengalami demam yang muncul perlahan ketika sore hari, naik
ketika sore hingga malam dan mereda ketika pagi hari, dengan suhu
tertinggi ketika demam adalah 38,5C. Selama demam, pasien tidak
mengeluhkan menggigil, kejang, nyeri kepala, pegal-pegal, bintik-bintik
merah di kulit, perdarahan dari gusi atau hidung, BAB berdarah, nyeri atau
rasa panas ketika BAK, sering BAK, gangguan pendengaran seperti telinga
berdenging atau keluar cairan dari telinga, dan penurunan kesadaran.
Riwayat ke daerah yang sering terjangkit malaria pun disangkal. Penurunan
berat badan dalam beberapa minggu terakhir disangkal oleh ibu pasien. Ibu
pasien pun membawa pasien untuk berobat ke klinik dr.Umum di dekat
rumah pasien, pasien diberikan obat antibiotic, obat penurun panas serta
puyer batuk, saat diberikan obat tersebut keluhan akan mereda namun
muncul kembali beberapa saat serta keluhan batuk + pilek pasien pun
semakin parah
1 hari SMRS (Jumat, pukul 23.00 WIB)
Pasien mengalami sesak nafas, sesak yang timbul mendadak saat siang hari,
disertai suara grok-grok, namun tidak ada bunyi ngik-ngik. Saat itu, ibu
pasien mengaku pasien terlihat sulit bernafas, bernafas pendek dan cepat.
Sesak tidak berhubungan dengan aktivitas, cuaca dan keadaan lingkungan
seperti dingin atau debu. Biru pada sekitar mulut atau ujung jari tangan dan
kaki disangkal. Sebelum sesak, pasien tidak tersedak atau pun mengalami
trauma dada. Saat sesak pun, suhu pasien terasa lebih hangat dan suhu nya
ialah 38C, selain itu pasien juga mengalami muntah-muntah sebanyak 3x,
pasien pun menjadi tampak lebih rewel dan tidak nafsu untuk makan, namun

2
pasien selalu merasa haus. BAK pasien normal. Akhirnya, ibu pasien
membawa pasien segera ke IGD RSUP Persahabatan.
15 Juli 2017, pukul 02.00 WIB
Pasien tiba di IGD RSUP Persahabatan, pasien masih tampak sesak, nafas
cepat dan pendek, serta suhu badan masih terasa hangat, pasien segera
diberikan oksigen untuk mengobati sesak nafas nya, pasien juga mencret 4x
saat di igd, lendir disangkal, darah disangkal dan saat diukur suhu pasien ,
ialah 38,5 C dan saturasi oksigen pasien 90% , sehingga pasien pun harus di
rawat inap untuk pengobatan lebih lanjut

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien pernah dirawat inap 2x saat umur 6 bulan dengan diagnose diare dan
saat umur 9 bulan pasien diagnosa oleh dokter Pneumonia.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Keluhan serupa (sesak nafas) tidak ada. Riwayat atopi (asma, rhinitis dan
dermatitis) disangkal. Riwayat kontak TB disangkal. Riwayat batuk (kakek
pasien +)

Riwayat Sosial dan Lingkungan:


Pasien merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara. Tinggal di rumah bersama
Ayah, Ibu, Kakek dan kakanya. Ayah pasien pendidikan terakhir nya ialah
SMA dan bekerja sebagai karyawan swasta, sedangkan Ibu pasien
pendidikan terakhirnya ialah SMA dan bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah pasien beralaskan
ubin, berdinding tembok, jendela hanya berada di depan rumah dan kamar
orangtua . Sedangkan, kamar pasien tidak mempunyai jendela. Ibu Pasien
mengakui bahwa rumah nya mempunyai ventilasi yang kurang baik dan
sinar matahari tidak bisa masuk kedalam rumah. Rumah berada di dalam
gang, tidak terdapat sungai dan pabrik di sekitar rumah pasien. Ayah pasien
memiliki kebiasaan merokok di rumah. Tidak ada tetangga maupun warga
sekitar rumah yang memiliki keluhan serupa. Namun, kakek pasien

3
mempunyai keluhan batuk-batuk yang sudah 1 minggu belum sembuh
namun belum dibawa ke dokter oleh orangtua pasien. Pasien saat ini berobat
ke RSUP Persahabatan dengan akses BPJS.

Riwayat Antenatal:
Selama masa kehamilan Ibu pasien rutin control di bidan maupun di
rumah sakit, yaitu sekitar 5x selama masa kehamilan
Ibu pasien tidak pernah mengalami keguguran sebelumnya
Ibu pasien mengakui tidak pernah sakit selama hamil
Ibu Pasien rutin mengkonsumsi vitamin yang diberikan oleh
dokter/bidan
Kesan : kontrol rutin, kelainan selama kehamilan tidak ada

Riwayat Kelahiran:
Pasien merupakan anak ketiga. Lahir melalui persalinan normal di usia
kehamilan 38 minggu dengan dibantu oleh bidan, dengan berat badan lahir
2850 gr, panjang badan lahir 48 cm, langsung menangis spontan, nilai
APGAR tidak tahu, tidak ada kelainan bawaan, riwayat biru maupun kuning
(-).
Kesan: bayi lahir spontan, neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan,
dengan riwayat persalinan baik.

Riwayat Imunisasi:
Imunisasi dilakukan di bidan dan Puskesmas.
Jenis Imunisasi Waktu Imunisasi
BCG 1 bulan
Hepatitis B 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan
Polio 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan
DPT 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
Campak 9 bulan
Kesan: Imunisasi lengkap dan tidak ada reaksi efek samping setelah
pemberian imunisasi

4
Riwayat Makan dan Nutrisi:
Usia Jenis Makanan Frekuensi
0-6 bulan ASI dan susu sesuai keinginan
Formula saat pasien
usia 3 bulan
7 bulan 8 ASI, susu 2-3x/hari, @
bulan formula, bubur mangkok
halus
9 bulan Susu formula, 3x/hari, @ 1
sekarang pisang/biscuit, mangkok
makanan
dicincan

Kesan: kualitas dan kuantitas baik, namun pasien tidak mendapat asi
eksklusif

Riwayat Perkembangan:

Motorik Motorik Bahasa Personal


Kasar Halus Sosial
Berdiri Memegang Mengoceh Dapat
sendiri (10 benda (4 (5 bulan) tersenyum (2
bulan) bulan) bulan)
Berjalan (12 Memegang Ma-ma Pa- Ambil
bulan) pensil (10 pa (7 bulan) mainan (4
bulan) bulan)
Mengangkat Coret coret Mengerti Memasukkan
tangan ke (1 tahun) bicara (8 makanan ke
posisi bulan) mulut (7
berdiri (11 bulan)
bulan)
Kesan: perkembangan sesuai dengan anak seusianya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK (dilakukan pada tanggal 15 Juli 2017, jam


11.15 WIB)
Kesan umum : tampak sakit sedang, gelisah,
Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital di Bangsal :


Frekuensi Nadi : 110 kali/menit, kuat, regular, isi cukup

5
Frekuensi Napas: 40 kali/menit
Suhu Tubuh : 37C, aksila
Sp02 : 99% (dengan Nasal Kanul 2L 2 l/pm)

Tanda Vital di IGD :


Suhu : 38C, aksila
Frekuensi Napas : 50x/menit
Frekuensi Nadi : 122x/menit
SpO2 : 90% (tanpa nasal Kanul)

Status Antropometri :
BB : 7.8 kg
TB : 70 cm
TB/U (WHO) : 0 < z score < 2 (normal)
BB/U (WHO) : 0 < z score < 2 ( normal)
LK/U (WHO) : 0 < z score < 2 ( normal )
BB/TB (WHO) : 0 < z score < 2 (normal)
Kesan : status gizi baik, normal

Kepala :
Lingkar kepala 46 cm, berdasarkan kurva Nellhaus z score lingkar
kepala pada pasien adalah 0 < z score < +2, normocephal, Ubun-
ubun sudah menutup
Rambut :
Hitam kecoklatan, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
Mata :
Edema palpebra -/-, palpebra cekung -/-, konjungtiva pucat -/-, sclera
ikterik -/-, air mata +/+, pupil isokor 2mm/2mm, reflek cahaya +/+,
mata cekung -/-
Telinga :
Bentuk normal, liang telinga lapang, otorea -/-
Hidung :

6
Bentuk normal, deformitas (-), sekret (+) warna bening, pernapasan
cuping hidung (+)
Tenggorokan :
Mukosa bibir tampak kering, sianosis pada bibir (-), stomatitis (-),
erupsi gigi (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Leher :

JVP normal, massa (-), pembesaran KGB servikal (-)


Thoraks :

Kanan Kiri
Depan I Bentuk dan pergerakan dada
simetris, retraksi intercostal
(+), iktus kordis tidak tampak
P Pergerakan simetris
A VBS Kanan=Kiri, Wheezing-/-,
Ronhki Basah halus +/+,
murmur - , gallop -
Belakang I Bentuk dan pergerakan simetris
P Pergerakan simetris
A VBS Kanan=kiri, Wheezing -/-,
Ronhkhi basah halus +/+

Abdomen :
Inspeksi Datar, Massa abdomen (-)
Palpasi Supel, turgor kulit kembali cepat, hepar
dan lien tidak teraba pembesaran
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+)

Genitalia : Perempuan
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 3 detik, edema -/-;; sianosis (-),
clubbing fingers (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

7
15 Juli 2017, pukul 22.00 WIB
HEMATOLOGI (DARAH RUTIN)

Leukosit 13.88/ mm3 5~14,5


Hitung Jenis
Neutrofil 20,1 % 17~60
Limfosit 72 % 20~70
Monosit 8,6 % 1~11
Eosinofil 0,3 % 1~5
Basofil 0,4 % 0~1

Eritrosit 3.93 juta/uL 3,87~5,39


Hb 10,5 g/dL 11,5~13,5
Ht 30,1 % 34~40
MCV 70,2 Fl 75~87
MCH 23,4 pg 24~30
MCHC 31,3 % 31~37
RDW-CV 14,6 % 11,5~14,5
Trombosit 432 ribu/mm 150~440 x 103
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom, Eosinofilia dan Limfositosis

15 Juli 2017 pukul 22.00 WIB


ANALISIS GAS DARAH
pH 7,374 7,35 7,45
P CO2 30.90 35 - 45
P O2 81.70 75 100
H CO3 18.20 21 25
Total CO2 19.10 21 27
Base Excess -7.20 -2.50 - +2.50
Saturasi o2 95.70 95.00 98.00
Standard HCO3 19.9 22-24
Kesan : Asidosis Metabolik Terkompensasi

15 Juli 2017 pukul 22.00 WIB


ELEKTROLIT
Na darah 138 135 145
K darah 4 3.50 5.00
Klorida Darah 107 98.0 107.0
Kesan : Dalam batas normal

8
Rontgen Thorax 17 Juli 2017

- Infiltrat dikedua paru


- Sinus costoprenichus normal
- CTR normal
Kesimpulan : Pneumonia

16 Juli 2017, pukul 21.00 WIB


Analisa Tinja
Makroskopik
Warna Kuning Kuning
Konsistensi Kental Lembek
Lendir Negatif Negativ
Mikroskopik : Dalam batas normal
Pencernaan : Dalam Batas Normal
Kesan : Dalam batas normal

9
VI. DIAGNOSA KERJA
Pneumonia dan Diare Akut dehidrasi ringan sedang

VII. DIAGNOSA BANDING


Bronkiolitis

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
O2: kanul nasal 2 liter/menit
Cairan: IVFD KaEN 1B 12 tpm makro, dengan dasar perhitungan
rumatan untuk anak BB 8 kg: {(8 x 100) x 20} : (24 x 60) = 12 tpm
Antibiotik:
Ampisillin 25 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam 4 x 375 mg IV
Gentamicin 3 7.5 mg/kgBB/kali IV, setiap 24 jam 1x 55 mg
Antipiretik:
Paracetamol drop 10-15 mg/kgBB/kali 4 x 0.8 cc
Inhalasi ventolin 1 respule + NaCl 0,9% 3 cc setiap 8 jam 3x1
Zink :
Orezink 1x 20 mg
Puyer Batuk :
Ambroxol 3 mg 3 x1
Salbutamol 0,3 mg

Non-medikamentosa:
Asupan makan 260 kkal
Diet lunak tanpa serat
Jaga higienitas pasien

IX. FOLLOW UP

10
Tanggal Tanda Vital Keluhan + Keterangan

N R / S Pemeriksaan Fisik

SpO2

Minggu, 140 50/90% 38 oC BB 7.8 Kg Infus Kaen 1

16 Juli 2017 tanpa Sesak +, batuk + dahak sulit B 12 tpm

O2 keluar Ampicilin

Crackles +/+ 4x375 mg

Retraksi otot Gentamicin

BAB cair 2x 1x55 mg

Puyer Batuk

3x1

Ventolin

Nebul/8 jam

Orezinc

1x10mg

PCT drop

1x0.8cc

*cek FL

* cek rontgen

thorax

Senin, 103x 28x/99% 36 oC BB 7.8 Kg


th/ lanjut
16 Juli 2017 tanpa Sesak , Batuk , Pilek (+)

O2 Cracles +/+ ()

BAB cair -

Selasa, 138 28x/95% 380C BB 7.8 Kg Th/lanjut

17 Juli 2017 tanpa Sesak (-), Batuk (+)

O2 Cracles +/+ ()

BAB 1x, lendir (-)

11
Rabu, 124x 28x/98% 37,1 0C Bab 1x ampas Th/lanjut

18 Juli 2017 tanpa Batuk (+)

O2 Demam

Kamis, 117x 27x/94% 36.4 0C BAB cair Th/lanjut

19 Juli 2017 tanpa Batuk +, Sesak

O2

Jumat, 112x 30x/99% 36.6 0C BAB cair Rencana

20 Juli 2017 tanpa Batuk + , Sesak BLPL

O2 Mual - , muntah -

X. PROGNOSA
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa).1

II. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang
2 juta anak balita meningal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi
di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional 2001, 27%
kematian bayi, 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
respiratori, terutama pneumonia.1

III. ETIOLOGI
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan
terjadinya infeksi1
Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang
Lahir-20 hari Bakteria Bakteria
Escherichia colli Group D streptococci
Group B streptococci Haemophillus influenzae
Listeria Streptococcus pneumoniae
monocytogenes Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus

3 minggu Bakteria Bakteria


3 bulan Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus Haemophillusinfluenza type B

13
pneumoniae & non typeable
Virus Moxarella catarrhalis
Respiratory syncytial Staphylococcus aureus
virus Ureaplasma urealyticum
Influenza virus Virus
Para influenza virus Cytomegalovirus
1,2 and 3
Adenovirus
4 bulan Bakteria Bakteria
5 tahun Streptococcus Haemophillus influenza type
pneumoniae B
Clamydia pneumoniae Moxarella catarrhalis
Mycoplasma Neisseria meningitis
pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Virus
Respiratory syncytial Varicella zoster virus
virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles

5 tahun dewasa Bakteria Bakteria


Clamydia pneumonia Haemophillus influenza type
Mycoplasma B
pneumonia Legionella species
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumoniae Virus
Adenovirus
Epstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus

14
Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya
infeksi 1
Communityy-acquired acute pneumonia
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.
Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A
and B (adults); adenovirus
(military recruits); SARS virus
Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens,
Escherichia coli) and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria,
Histoplasma capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

IV. PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi

sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan

15
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan

tubuhnya , adalah yang paling berisiko.2

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan

yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia

lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan

merusak organ paru-paru.2

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru

banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.

Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis

dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa

cara mikroorganisme mencapai permukaan: 3

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria

atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat

mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila

terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi

aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini

merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari

sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga

16
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug

abuse). 2

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan

reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN

dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum

terbentuknya antibodi. 2

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang

paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,

ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di

paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan

paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran

darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab

pneumonia.

Terdapat empat stadium anatomiS dari pneumonia terbagi atas:

1. Stadium Kongesti (4 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah

pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup

histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium

17
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus

ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah

paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.1,2

2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin

yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus

yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit

dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,

pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 1,2

3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang

terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera

dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah

menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.1,2

4. Stadium Akhir (Resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna

secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim

paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai

keadaan normal.2

18
V. KLASIFIKASI

1. Menurut sifatnya, yaitu:

a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang

tidak mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu

Staphylococcus pneumoniae ( pneumokokus), Hemophilus influenzae, juga

Virus penyebab infeksi pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV).

Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas( atypical) yaitu

mykoplasma, chlamydia, dan legionella.

b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi,

selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi

mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus,

HIV, dan kanker,dll. 3

2. Berdasarkan kuman penyebab, yaitu:

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa

bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya

Klebsiella pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca

infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama

pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 3

3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi, yaitu:

a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia

yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk

19
pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48

jam. 3

b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan

pneumonia yang terjadi di rumah sakit, infeksi terjadi setelah 48 jam

berada di rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di

temukan yaitu Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif

lainnya seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa,

Proteus, dll. Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri

penyebab HAP. 3

c. Pneumonia aspirasi

4. Berdasarkan lokasi infeksi, yaitu:

a. Pneumonia lobaris

Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus

besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran

airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan

edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak

pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi

dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen.

Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti

aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan. 3

b. Bronko pneumonia

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus

terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk

bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan

20
adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat

disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.

Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. 3

c. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan

peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan

mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan

interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus

masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata. 3

VI. MANIFESTASI KLINIS


Pneumonia dapat dideteksi pada anak dengan batuk dan sesak. Demam
tinggi > 39C, atau demam dengan derajat lebih rendah atau bahkan tidak
terjadi demam. Laju pernapasan harus dipastikan dalam 1 menit. Anak
dikatakan takipneu jika :
RR > 60 kali/menit pada anak dibawah 2 bulan
RR > 50 kali/menit pada anak dari 2 bulan sampai 11 bulan
RR > 40 kali/menit pada anak dari 12 bulan sampai 5 tahun

Tanda dari pneumonia berat meliputi :


Retraksi dada (suprasternal, intercostal, subcostal)
napas cuping hidung.
Sianosis (bibir, mucosa mulut, kuku) atau saturasi O2 < 90%
Pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah
Sulit untuk minum atau menyusu
Bayi kurang dari 2 bulan
Malnutrisi berat

21
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya
bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,
interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping
hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan
intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi
tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal,
dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang
interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang
semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana
jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak
yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang
paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant,
kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati
dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus
dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang
lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat
dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan
adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek
secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan
hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi
jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan
napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi

22
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi
vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada
tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang
mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang
atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh
gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas
kecil yang tiba-tiba

VII. DIAGNOSIS KERJA


Pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis
yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari
satu gejala respiratori berikut: takipnea, batuk, nafas cuping hidung, retraksi, ronki
dan suara nafas melemah. Tanda bahaya pada anak:1
1. usia 2 bulan 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, dan gizi buruk.
2. usia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman diagnosis dari
WHO.4

Bukan pneumonia
- Batuk, tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
- Rawat jalan dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simtomatis seperti penurun panas
Pneumonia
- Batuk atau kesulitan bernafas
- ada nafas cepat dengan laju nafas:

23
>50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40x/menit untuk anak 1-5 tahun
- Rawat jalan dan diberikan antibiotik
Pneumonia berat:
- Batuk atau kesulitan bernafas, ditambah minimal salah satu hal berikut
ini:
Kepala terangguk-angguk
Pernafasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Foto dada menunjukkan pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi,
dan lain-lain
- Selain itu, bisa didapatkan tanda-tanda berikut ini:
Nafas cepat
Merintih (grunting) pada bayi muda
Pada auskultasi, terdengar: crackles (ronki), suara pernafasan
menurun, suara pernafasan bronkial
- Rawat inap, diberikan antibiotik dan oksigen

24
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Bronkiolitis
Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti
pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul
batuk yang disertai dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan
wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah
batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik pada
anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea,
takikardi, dan peningkatan suhu diatas 38,5 derajat celcius. Selain itu, dapat
juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis. Obstruksi saluran
respiratori bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala
ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernapasan yang
dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan napas cuping
hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari
pemeriksaan auskultasi paru. sianosis dapat terjadi dan bila gejala
menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia 6 minggu.
Pada rontgen toraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat,
tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma,
pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran
atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret pekat bercampur
sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar dan peningkatan
diameter antero-posterior.
Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif,
yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan
kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen
minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah
digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid, antiviral
seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV
immunoglobuline, atau humanized RSV monoclonal antibody
(palivizumab).2

2. Bronkitis

25
Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai
trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk,
serta biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Pemeriksaan
auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal. Seiring
perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam
ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing, ataupun suatu kombinasi.
Hasil pemeriksaan radiologis biasanya normal atau didapatkan peningkatan
corakan bronkial. Pada umumnya, gejala akan menghilang dalam 10-14
hari. Bila tanda-tanda klinis menetap hingga 2-3 minggu, perlu dicurigai
adanya proses kronis. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri sekunder.2

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma
umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal ataus sedikit meningkat.
Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar
antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (
>5.000/mm3) menunjukan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (<
3.000/ mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering
ditemukan pada keadaan bakteriemi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi. Pada infeksi Chalmydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan
eosinofiilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN
berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan glukosa relatif
lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia
ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil
pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara
infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
2.Uji serologi
Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan
tetapi, diagnosis infeksi streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau

26
antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu.
Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen.
3. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di Rs. Untuk
pemeriksaan mikrobiologis spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru. kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia
sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Spesimen yang
memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 lekosit dan
kurang dari 40 sel epitel/ lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan
pemebesaran kecil.
4. Rontgen toraks
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
pneumonia di Instalasi gawat darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks
posisi AP. Posisi lateral tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Foto AP lateral hanya
dilakuakan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distress pernapasan.
Gambaran foto rongen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat
ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. pada suatu
penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di
paru kanan, terutama lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak
di lobus bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang
lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat
intersisial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus.
Infiltrat alveolar berupa konsolidari segmen atau lobar, bronkopneumonia
dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada
pneumonia stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan
pneumatokel dengan berbagai ukuran. Jika terdapat gambaran retikonodular

27
fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh infeksi
mikoplasma. Demikian pula bila terlihat gambaran perkabutan atau ground
glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation karena infiltrat
intersisial yang konfluens, patut dipertimbangkan adanya infeksi
mikoplasma.1

X. TATALAKSANA5
Adapun kriteria rawat inap bayi dengan pneumonia adalah:
- Saturasi oksigen 92%, sianosis
- Frekuensi nafas > 60x/menit
- Distres pernafasan, apnea intermitten, atau grunting
- Tidak mau minum/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Sedangkan, kriteria rawat inap anak dengan pneumonia adalah:


- Saturasi oksigen 92%, sianosis
- Frekuensi nafas > 50x/menit
- Distres pernafasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Tatalaksana umum
1. Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara
kamar, harus diberikan terapi oksigen dengan nasal kanul, head box atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen diatas 92%.
2. Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus dilakukan observasi
setidaknya 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen
3. Pada pneumonia berat atau asupan per-oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balance cairan secara ketat
4. Antipiretik dan analgetik dapar diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk

28
5. Nebulisasi dengan B2 agonis dan/atau NaCL dapat diberikan untuk
meningkatkan mucociliary clearance

Pemberian Antibiotic
A. Pneumonia Berat (Rawat Inap)

Bayi kurang dari 2 bulan


1. Lini pertama adalah kombinasi ampisilin IV selama 10 hari + Gentamisin
IV atau IM selama 5 hari :
Tabel.2

Sumber : Clinical Giudlines, 2016


Untuk ampisilin, jalur IV lebih direkomendasikan, sedangkan jalur IM
hanya alternative.
Jika ampisilin tidak dapat diberikan maka berikan Benzylpenicilin
procain IM, 50.000 IU/Kg/hari (50 mg/kg/hari) selama 10 hari
(dikombinasi dengan Gentamisin IM seperti diatas). Benzylpenicilin
procain tidak dapat diberikan secara jalur IV.

2. Jika penisilin tidak tersedia, maka alternative lainnya adalah Cefotaxim


IV atau IM : 25-50 mg/kg/8 jam selama 10 hari
3. Atau sebagai pilihan terakhir adalah Ceftriaxon IV atau IM : 50
mg/kg/hari selama 10 hari

Jika dalam 48 jam keadaan tidak membaik dengan tatalaksana diatas,


maka tambahkan cloxacillin IV selama 10-14 hari :
Tabel.3

29
Sumber : Clinical Giudlines, 2016

Anak umur 2 bulan-5 tahun


1. Terapi lini pertama adalah Ceftriaxon IM atau IV : 50 mg/kg/hari, atau
Ampisilin IV or IM : 200 mg/kg/hari (dalam 3-4 dosis terbagi) +
Gentamisin IV atau IM : 6 mg/kg/hari
Tatalaksana diberikan secara jalur parenteral paling tidak selama 3
hari, jika keadaan klinis membaik maka jalur oral dapat diberikan
dengan amoxicillin PO : 100 mg/kg/8 jam sampai 10 hari
Jika dalam 48 jam keadaan tidak membaik, tambahkan Cloxacillin IV
: 100-200 mg/kg/6jam, setelah keadaan klinis membaik tanpa demam
selama 3 hari, ganti dengan jalur oral dengan amoxicillin PO 100
mg/kg/12 jam
Jika keadaan klinis tidak membaik dalam 48 jam dengan Ceftriaxon +
Cloxacillin, curigai Tuberkulosis
Jika tidak terbukti tuberculosis, lanjutkan dengan ceftriaxone +
cloxacillin dan tambahkan azhithromycin (lihat atypical pneumonia)

B. Pneumonia tanpa tanda sakit berat


1. Bayi kurang dari 2 bulan
Tatalaksana anak sebagai pasien rawat inap untuk pneumonia berat

2. Anak umur 2 bulan-5 tahun (pasien rawat jalan)


Amoxicillin PO : 100 mg/kg/8 jam selama 5 hari

Follow up dalam 48-72 jam :


Jika kondisi membaik : lanjutkan antibiotic sampai tatalaksana lengkap
Jika kondisi tidak membaik dalam 3 hari : tambahkan azithromycin (lihat
atypical pneumonia)
Jika kondisi memburuk : rawat di RS dan tatalaksana sebagai pneumonia
berat

30
Kriteria pulang untuk bayi dan anak dengan pneumonia adalah:
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan per oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjut di rumah

XI. KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmuner seperti meningitis
purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri
Ilten F dkk. Melaporkan mengenai komplikasi miokarditis yang cukup
tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis
merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan
teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.1

XII. PROGNOSIS
Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan
sembuh sempurna, walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8
minggu sebelum kembali ke kondisi normal. Pada beberapa anak, pneumonia
dapat berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau dapat berulang. Pada kasus seperti
ini keumgnkinan adanya penyakit lain yang mendasari harus dinvestigasi lebih
lanjut, seperti dengan uji tuberkulin, pemeriksaan hidroklorida keringat untuk
penyakit kistik fibrosis, pemeriksaan imunoglobulin serum dan determinasi sub
kelas IgG, bronkoskopi untuk identifikasi kelaianan anatomis atau mencari benda
asing, dan pemeriksaan barium meal untuk refluks gastroeusofageal.2

XIII. PENCEGAHAN
Vaksin influenza yang diberikan tiap tahun dianjurkan untuk seluruh anak
berusia 6 bulan- 18 tahun. Bayi 6 bulan sampai dengan anak usia 5 tahun memiliki
risiko tinggi terjadinya komplikasi dari influenza yang dilemahkan dapat

31
diberikan pada pasien 2-49 tahun. Beberapa vaksin trivalen telah memiliki lisensi
untuk digunakan sejak berusia 6 bulan. vaksinasi universal sejak masa kanak-
kanak dengan vaksinasi H. Influenza tipe B terkonjungasi dan S.pneumonia telah
menurunkan insidens terjadinya pneumonia secara bermakna. Keparahan suatu
infeksi RSV dapat dikurangi dengan menggunakan palivisumab pada pasien yang
beresiko tinggi.10
Upaya mengurangi durasi ventilasi mekanik dan pemberian antibiotik
dengan bijaksana dapat menurunkan pneumonia akibat ventilator. Tempat tidur
pada bagian kepala harus dinaikan setinggi 30-45 derajad pada pasien terintubasi
untuk meminimalisasi risiko aspirasi dan semua instrumen penghisap lendir dan
cairan saline harus steril. Cuci tangan baik sebelum dan setelah kontak dengan
setiap pasien dan menggunakan sarung tangan steril ketika menggunakan prosedur
invasif sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan infeksi nosokomial.
Staf rumah sakit yang mengalami penyakit respiratori atau menjadi pembawa
penyakit tertentu seperti MRSA (methicillin-resisten S.aureus) harus mematuhi
kebijakan pengendalian infeksi untuk mencegah transmisi penyakit kepada pasien.
Sterilisasi peralatan sumber aerosol (misalnya alat pendingin udara) dapat
mencegah terjadinya pneumonia Legionella.10
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau
keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh
kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk
menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya
untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :
1. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi
ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi
kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap
hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
2. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena
malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai
umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta

32
mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan
ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang
mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak
mendapatkannya.
3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi
yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi
DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan
dan 4 bulan.
4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai
untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai
dengan napas cepat/sesak napas.
5. Mengurangi polusi didalam dan diluar rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap
diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita
ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok,
lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan
masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit
pneumonia.
6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk.
Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada
orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan
menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya
penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan
menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar
mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.1,2

33
tBAB III
PEMBAHASAN

IDAI 2012 mendefinisikan Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai


parenkim paru. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri)
dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll). Manifestasi
klinis Pneumonia dapat dideteksi pada anak dengan batuk dan sesak. Pada pasien
ini diagnosa pneumonia berat ditegakan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang yang dilakukan, sebagai berikut :
Pada kasus ini seorang anak perempuan berusia 1 tahun datang ke IGD
RSUP Persahabatan tanggal 15 Juli 2017 diantar oleh orangtua nya dengan
keluhan sesak nafas yang bertambah berat sejak 1 hari SMRS, namun 1 minggu
SMRS pasien mengalami batuk berdahak dan pilek. Dahak pada pasien sulit
keluar dan cairan ingus yang keluar pada pasien berwarna bening dan tidak
berbau. Selama pasien mengalami batuk pilek, ibu pasien belum pernah membawa
pasien ke klinik untuk berobat. 3 hari SMRS, pasien mengalami demam, demam
yang dirasakan timbul mendadak dan naik ketika sore hari hingga malam hari lalu
mereda pada pagi hari, dengan suhu tertinggi pada pasien ialah 38oC, saat demam
tinggi pada pasien, ibu pasien membawa pasien berobat ke klinik dekat rumahnya,
lalu oleh dokter klinik pasien diberikan obat antibiotic, obat penurun panas dan
puyer batuk. Saat diberikan obat tersebut, malam hari keluhan pasien tampak
membaik namun saat besok siangnya keluhan pasien muncul kembali, batuk dan
pilek yang dirasa semakin parah dan masih demam pada malam harinya. 1 hari
SMRS, pasien tidak mempunyai nafsu makan, malas netek dan minum susu,
nutrisi pasien sebelum sakit ialah susu formula+asi (namun hanya sedikit) serta
makanan halus, pasien juga menjadi sesak nafas, menurut ibu pasien nafas
anaknya menjadi lebih cepat dan pendek serta terdengar bunyi grok-grok pada
dada pasien, akhirnya ibu pasien membawa pasien segera ke IGD ke RSUP
Persahabatan. Saat di IGD, pasien masih tampak sesak, nafas cepat dan pendek
sehingga segera diberikan oksigen, pasien juga mengalami muntah 2x dan
mencret-mencret saat di IGD 4x. Dari anamnesa keluhan utama serta riwayat
penyakit sekarang, keluhan-keluhan pasien mengarahkan diagnosa ke infeksi

34
saluran napas bawah. Adanya riwayat kurang ASI pada pasien dapat menjadikan
hal tersebut sebagai faktor risiko pada pasien ini. Berdasarkan keluhan-keluhan
pasien, dapat kita ambil diagnose sementara yaitu pneumonia, diare akut dehidrasi
ringan sedang dan bronkiolitis, namun harus diperlukan nya pemeriksaan fisik dan
penunjang untuk memastikan diagnose kerja pada pasien ini. Sedangkan,
berdasarkan clinical guidelines (2016), karakteristik gejala pneumonia pada anak
yaitu terdapatnya batuk, sesak dan laju pernapasan >40 kali/menit (pada anak usia
12 bulan 5 tahun), hal ini sesuai dengan kondisi pasien, sehingga dapat di
diagnosis sementara sebagai pneumonia.
Pada pemeriksaan fisik di IGD didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, suhu pasien 38oc, nadi 150x/menit, respirasi
55x/menit dan saturasi oksigen pasien 94% non oksigen.. Mata cekung tidak
ditemukan, Mulut pasien tampak kering. Hidung pasien tampak terlihat adanya
pernafasan cuping hidung. Pada pemeriksaan thorax didapatkan adanya retraksi
intercostal, hal ini menandakan usaha pasien untuk inspirasi karena laju
pernafasan yang cepat, suara nafas vesicular, ditemukan adanya ronki bilateral
pada lapang paru terutama di daerah basal, wheezing tidak ditemukan Menurut
WHO, gejala tersebut sesuai dengan karakteristik pneumonia berat, yakni
meningkatnya laju pernapasan >40 kali/menit (anak usia 2 bulan 5 tahun)
disertai dengan adanya retraksi dada dan dapat terdengar suara ronkhi pada
auskultasi. Pada pemeriksaan abdomen, nyeri tekan tidak ditemukan dan bising
usus + . Pada pemeriksaan ekstremitas, CRT <3 detik, tidak ditemukan sianosis
dan akral hangat. Pada pemeriksaan fisik ini, ditemukan adanya tanda- tanda fisik
yang lebih mengarah ke Pneumonia, dengan ditemukan adanya laju nafas yang
cepat, sesak, demam, pernafasan cuping hidung dan retraksi intercostal. Selain,
Pneumonia juga ditemukan adanya gejala penyerta lain yaitu diare akut dengan
dehidrasi ringan sedang.
Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan
laboratorium darah perifer lengkap dan ditemukan adanya anemia, limfositosis
serta eosinofilia , hal ini menunjukkan bahwa pada pasien ini pneumonia yang
terjadi disebabkan karena infeksi virus, karena didapatkan adanya peningkatan
limfosit dan leukosit dalam batas normal. Pada pemeriksaan Analisis Gas Darah

35
didapatkan pada pasien ini ialah Asidosis Metabolik terkompenasasi, namun hal
ini masih diragukan karena didapatkan kadar Oksigen yang masih normal,
terjadinya asidosis metabolic
serta alkalosis metabolic terkompensasi. Pada foto rontgen pasien
didapatkan adanya gambaran infiltrate pada kedua lapang paru sehingga
didapatkan kesan gambaran pneumonia pada pasien ini, sehingga diagnosa
banding bronkiolitis pada pasien ini dapat disingkirkan.
Pasien mendapatkan penatalaksanaan awal di IGD yaitu dengan pemberian
Oksigen 2 Lpm untuk meningkatkan jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru.
Pasien juga diberikan antipiretik Paracetamol drop 1x0.8cc untuk menurunkan
demam pada pasien serta mengobati simptomatik yang dirasakan pasien. Orezink
syrp 1x10 mg diberikan pada pasien untuk mengobati serta mencegah terjadinya
diare pada pasien. Pasien juga diberikan antibiotic yaitu ampilicilin 4x375 mg dan
Gentamicin 1x55 mg, pemberian antibiotic ini berdasarkan etiologi penyakit
pasien yaitu bakteri, pemilihan antibiotic ini sudah sesuai dengan panduan
penanganan pneumonia berat sesuai IDAI dan WHO. Pemberian inhalasi -agonis
(ventolin) dan NaCl bertujuan untuk memperbaiki mucocilliary clearance. Selain,
tatalaksana medikamentosa pasien juga diberikan tatalaksana non medikamentosa
yaitu dengan diet lunak tanpa serat .
Pada hasil follow up selama 6 hari di Rumah sakit, 3 hari pertama pasien
masih demam yang naik turun, batuk dan adanya BAB Cair, selama perawatan
pasien diberikan antipiretik, antibiotic dan zink, pada hari ke-4 hingga hari ke 6
pasien mengalami perbaikan, pasien sudah tidak mengalami sesak , tidak
ditemukan adanya pernafasan cuping hidung maupun retraksi, saturasi oksigen
pasien pun >94%, pasien sudah bebas demam 2x24 jam tanpa meminum obat
antipiretik, nafsu makan pasien pun sudah baik, BAB cair pun sudah tidak dan
tanda-tanda dehidrasi pun tidak ada, sehingga pasien sudah diperkenankan untuk
pulang dan pasien diberikan obat pulang Cefotaxim 3x350 mg dan Orezinc Syrp
1x20 ml.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N, Supriyanto B, Setyanto DB. Respirologi anak. Edisi ke-1.


Jakarta: IDAI; 2013.
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6. Singapura: Elsevier; 2014.
3. Meadow R, Newell S.. Lecture Notes Pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta:
Erlangga; 2005.
4. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia; 2009.
5. Setyanto DB, Suardi AU, Setiawati L, Triasih R, Yani FF. Pneumonia.
Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
IDAI; 2009.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI
7. WHO, 2013. Pocket Book of Hospital Care of Children.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/81170/1/9789241548373_eng.pdf?u
a=1

37

Anda mungkin juga menyukai