Anda di halaman 1dari 44

BAB I

KASUS PASIEN

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA


STATUS ILMU BEDAH RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SUBROTO

Nama Mahasiswa : Yohana Septianxi Merrynda Tanda Tangan


NIM : 161 0221 077 .......................
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Denny Irwansyah, Sp.BP-RE
.......................

I.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. QA
No.CM : 827180
Tanggal lahir : 07 01 2012
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 5 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Bogor
Masuk rumah sakit : 15 November 2017

I.2 ANAMNESIS
Alloanamnesis ibu pasien dilakukan pada tanggal 16 November 2017 pukul
07.00 WIB di ruang perawatan anak.
Keluhan Utama : Lubang berkemih tidak pada ujung penis
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak lahir, orangtua OS mengakui bahwa anaknya mempunyai lubang
berkemih tidak di ujung penis seperti anak laki-laki pada umumnya. Orangtua OS juga
mengaku sejak lahir batang kemaluan OS kelihatan bengkok kebawah dan menutupi
lubang berkemih OS sehingga BAK OS merembes dan tidak bisa diarahkan. Orangtua
OS mengaku, OS tidak pernah menangis atau tidak merasakan nyeri pada saat BAK.
Orangtua OS juga tidak pernah mengalami anyang-anyangan, tidak pernah ada keluhan
BAK kemerahan atau keruh, pasien juga tidak pernah terasa panas saat BAK.
Sejak saat pasien berusia 4 bulan, pasien sudah dibawa berobat ke dokter bedah
di Bogor lalu dirujuk ke dokter bedah plastik dan rekonstruksi lalu di instruksikan untuk
operasi namun menunggu usia pasien hingga 1 tahun. Pasien sudah menjalankan
operasi 2x .

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Operasi Hipospadia 2x
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat infeksi saluran kemih : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Diabetes melitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat hipospadia : disangkal

Riwayat Operasi
Pasien sudah melewati operasi selama 2x , operasi pertama ialah Chordectomy April,
2016 dan operasi yang kedua adalah Urethroplasty, Mei, 2017. Kedua operasi ini
dilakukan di bagian bedah plastik dan rekonstruksi RSPAD Jakarta. Menurut orangtua
pasien, pasien tidak memiliki keluhan demam ataupun nyeri setelah operasi pertama.
Namun, setelah operasi kedua, orangtua pasien masih mengeluhkan BAK pasien masih
tidak diujung penis dan masih ngerembes dari lubang berkermih yang lama.

Riwayat Kehamilan
Saat mengandung pasien, ibu pasien memeriksakan kandungan secara teratur ke bidan
setiap bulan,total kunjungan ibu pasien selama masa kehamilan 5x. Pasien pernah
mengalami riwayat pendarahan saat usia kehamilan 9 minggu. Tidak didapati kelainan
maupun gangguan lainnya selama kehamilan.

6
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di RS dengan bantuan bidan. Pasien lahir normal, cukup bulan dengan berat
lahir 3100 gram serta panjang badan lahir 49 cm. Saat lahir pasien langsung menangis.
Pasien merupakan anak tunggal.

Riwayat Perkembangan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 10 bulan
Berdiri : 8 bulan
Berjalan : 13 bulan
Bicara : 1,5 tahun
Kesan : Perkembangan sesuai dengan umurnya

Riwayat Makanan
Umur ASI /PASI Buah /Biskuit Bubur susu Nasi Tim
0-2 Bulan Ya ASI Tidak
2-4 Bulan Ya ASI Tidak

4-6 Bulan Ya PASI Tidak Tidak

6-8 Bulan Ya PASI Ya Ya Ya

8-10 Bulan Ya PASI Ya Ya

10-12 Bulan Ya PASI Ya Ya

Riwayat Imunisasi
BCG Saat lahir
DPT/Td Usia 2 bulan Usia 5 Usia 7 Usia 18
bulan bulan bulan
Polio Saat lahir Usia 2 Usia 5 Usia 7 Usia 18
bulan bulan bulan bulan
Campak Usia 9 bulan
Hepatitis B Saat lahir Usia 1 Usia 5
7
bulan bulan
Lainnya Tidak
dilakukan
Kesan imunisasi dasar : Imunisasi dasar lengkap

Kesan imunisasi ulangan : Tidak dilakukan

Riwayat Sosial dan ekonomi:


Pasien anak tunggal. Tinggal dengan ayah, ibu, dan neneknya. Pasien berobat dengan
menggunakan BPJS.

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 November 2017 pukul 07.00 WIB di
ruang perawatan anak.
Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital
Nadi : 110 x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 24x/menit, irama teratur
Suhu : 37o C per axilla
BB : 20 kg
TB : 98 cm
IMT : 20,82 (Normoweight)

4. Kelenjar Getah Bening


Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar
Leher : tidak teraba membesar
Ketiak : tidak teraba membesar

5. Kepala

8
Bentuk normocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut

6. Mata
Edem periorbita (-/-), Konjungtiva Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

7. Telinga
Serumen (-/-), Daun telinga dalam batas normal

8. Hidung :
bentuk : normal, deviasi septum (-),
sekret (-/-) napas cuping hidung (-/-)

9. Gigi dan mulut


Bibir : normal Tonsil : T1T1 tenang
Langit-langit : normal Bau pernapasan : tidak ada
Gigi geligi : normal Trismus : tidak ada
Faring : normal Selaput lendir : tidak ada
Lidah : normal Sekret : tidak ada

10. Leher
Posisi : Simetris Trakea : lurus ditengah
kelenjar tiroid : tidak teraba membesar,
kelenjar getah bening : tidak teraba membesar

11. Thoraks
Bentuk normochest & simetris, retraksi (-)
Pulmo :
Inspeksi Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar
dinamis : pengembangan dada kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi interkostalis (-),
retraksi supraklavikula (-).
Palpasi Statis : Simetris
dinamis : pergerakan kanan = kiri,

9
fremitus raba kiri = kanan
Perkusi : Suara sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi
Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, tidak ditemukan wheezing
pada saat inspirasi maupun ekspirasi. Tidak ditemukan ronkhi
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis kuat angkat
Perkusi :
Batas jantung kanan di sela iga IV garis parasternal kanan, batas
atas pada sela iga II garis parasternal kiri, batas kiri ics V
miidclavicula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-) , gallop (-)

12. Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-)
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen

13. Genitalia Eksterna :


Penis :
Inspeksi : tampak belum disirkumsisi, warna kulit lebih gelap dari
sekitarnya, OUE berada di bagian ventral posterior (penoscrotal), udem -, hematom ,
hooding preputium +, scar +
Palpasi : nyeri tekan -, massa tumor

Skrotum :
Inspeksi : tampak menggantung, warna lebih gelap dari warna kulit
sekitarnya, udem -, hematom
Palpasi : teraba 2 buah testis dengan bentuk dan ukuran kesan normal,
nyeri tekan

10
Perineum :
Inspeksi : warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, edem -, hematom
Palpasi : nyeri tekan -,
14. Ekstremitas :
Superior dan Inferior : Akral hangat (+), edem (+), sianosis (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan laboratorium 1-11-2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin

Haemoglobin 14,2 12,6 18.0 g/dL

Hematokrit 44 36-46 %

Eritrosit 5.9 3.3 6.0 juta/L

Leukosit 9860 4,800 10,800 /L

Trombosit 171.000 150,000 400,000 /L

MCV 77 78 - 96 Fl

MCH 26 26 32 pg

MCHC 35 32 36 g/dL

KOAGULASI

WAKTU PROTROMBIN (PT)

Kontrol 11,4 Detik

Pasien 10 10.2 12.2 detik

APTT

Kontrol 36 Detik

11
Pasien 33.7 29.0 47 detik

KIMIA KLINIK

Ureum 24 20 50 mg/dL

Kreatinin 0.6 0.5 1.5 mg/dL

Glukosa Darah (Sewaktu) 97 < 140 mg/dL

Natrium (Na) 139 135 147 mmol/L

Kalium (K) 3.4 3.1 5.0 mmol/L

Klorida (Cl) 101 95 105 mmol/L

SGOT 26 <35 U/L

SGPT 11 <40 U/L

- X-foto thorax :

Kesan : Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru.

RESUME
Anak, 5 tahun
OUE sejak lahir terletak di bagian ventral posterior (Penoscrotal)

12
Sudah operasi 2x (Chordectomy dan Uretroplasty)
Hemodinamik stabil
Pemeriksaan genitalia externa : OUE terletak di penoscrotal, hooding preputium (+),
belum sirkumsisi , scar (+), testis 2 buah dan tidak ada tanda peradangan.
Laboratorium dbn

ASSESSMENT
- Hypospadia Posterior (Penoskrotal)

PLANNING
- Urethroplasty
Urethroplasty (16 November 2017)
o Laporan pembedahan
Tanggal operasi : 16 November 2017
Nama Operasi : Urethroplasty
Macam Operasi : Khusus
Diagnosa Pre Op : Hypospadia tipe Scrotal
Diagnosa Post Op : Hypospadia tipe Scrotal
Pembiusan : General Anesthesi
Komplikasi : tidak ada
Perdarahan : 500 cc

Uretroplasty :
Pasien di posisikan supine, dilakukan tindakan a dan antiseptic daerah
operasi dan sekitarnya dengan povidon iodine 7,5 dan 10%
Dilakukan pemasangan kateter silicon Hipospadi no 8
Dilakukan tegel dengan plain 4/0
Dilakukan desain insisi pada ventral penis, di sekeliling neourethra
yang lama, lalu diinsisi sesuai desain.
Lapisan pertama jahitan PDS 6/0 subcuticuler, lapisan kedua dengan
PDS 6/0 interupted (dilakukan penjahitan kulit uretra sebagai kulit
penis)

13
Dilakukan patch dengan menggunakan tunika dartos , dijahit secara
kontinous dengan PDS 6/0
Perdarahan dirawat
Operasi selesai

PRE OPERASI

14
OPERASI

15
16
Instruksi post operasi
o Monitor tanda vital dan rembesan darah
o Monitor produksi urin dan pertahankan kateter
o Pertahankan penis pada posisi tegak ke perut
o Terapi :
Antibitoik : Inj Gentamisin 2x40 mg
Analgetik : Injeksi Ketolorac 3 x amp
Pencahar : Laxadine syrp 3x1/2 sdm
IVFD RL 16 tpm
o Terapi Non Medikamentosa
Diet Rendah Serat
o Ganti Verban dengan Cendofenicol Zalf Mata

STATUS PERKEMBANGAN PASIEN


- Telah dilakukan Urethroplasty pada tanggal 16 November 2017
- Lama rawat inap di ruangan dari tanggal 15 November 2017 18 November 2017
- Kondisi pasien semakin baik, dan sedikit mengeluh nyeri pada luka operasi.
- Pasien pulang dengan kondisi hemodinamik stabil dan terpasang verban serta
kateter bekas operasi
- Pasien diminta kontrol ke poli Bedah Plastik Selasa atau Kamis

17
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia et bonam
Ad sanactionam : bonam

18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Hipospadia berasal dari bahasa Yunani, hupo yang berarti di bawah dan

spao yang berarti fisura atau retak. Definisi hipospadia yang dipakai saat ini

diberikan oleh Le Petit Larousse (2003); adalah salah satu kelainan bawaan dimana

meatus urethra eksterna terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal

dari tempatnya yang normal (ujung glans penis).(1,2,3) Hipospadia merupakan kelainan

bawaan yang terjadi di antara 300 bayi yang baru lahir.(4,5)

Pada hipospadia, urethra terlalu pendek sehingga tidak mencapai ujung glans

penis. Muaranya terletak ventroproksimal. Kelainan ini terbatas pada urethra anterior,

leher kandung kemih dan urethra posterior tidak mengalami kelainan dan kontinensi

tidak terganggu, pada pada kasus yang berat meatus bermuara pada perineum dan

skrotum tampak terbelah (bifida) dan kadang-kadang meluas ke basis dorsal penis

(transposisi skrotum) dan chordee adalah ekstrim.(4)

II. ANATOMI

Penis terdiri atas tiga buah korpora berbentuk silindris, yaitu dua buah korpora

kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di

sebelah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastis tunika

albunginea sehingga merupakan satu kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal

terpisah menjadi dua sebagai krura penis. Setiap krus penis dibungkus oleh otot ishio-

kavernosus yang kemudian menempel pada rami osis ischii.(6)

19
Gambar 1. Dikutip dari Atlas Anatomi Sobotta

Korpus spongiosum membungkus urethra mulai dari diafragma urogenitalis

dan di sebelah proksimal dilapisi oleh otot bulbo-kavernosus. Korpus spongiosum ini

berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis. Ketiga korpora ini dibungkus oleh

fasia Buck dan lebih superficial lagi oleh fasia Colles atau fasia Dartos yang

merupakan kelanjutan dari fasia Scarpa.(6)

Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika albunginea terdapat

jaringan erektil yaitu berupa jaringan kavernosus (berongga) seperti spon. Jaringan ini

terdiri atas sinosuid atau rongga lakuna yang dilapisi oleh endotelium dan otot polos

kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung darah yang cukup banyak sehingga

dapat menyebabkan ketegangan rongga penis.(6)

20
Gambar 2. Dikutip dari Atlas Anatomi Netter.

III. EMBRIOLOGI

Jenis kelamin pada embrio ditentukan pada saat konsepsi oleh kromosom pada

spermatozoa yang membuahi ovum. Pada embrio berumur 2 minggu baru terdapat 2

lapisan yaitu ektoderm dan entoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan ditengah-

tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm

21
dan entoderm tersebut. Di bagian kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu

membentuk membran kloaka.(7)

Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail

yang disebut Genital Turbecle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan

dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut Genital Fold.

Sebagai respon terhadap androgen yang disekresi testis janin, maka tuberkel genital

membesar dan memanjang membentuk penis.(7)

Selama minggu ke-7, genital turbecle akan memanjang dan membentuk glans.

Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki. Bila wanita akan

menjadi cltoris. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital turbecle tidak

terbentuk sehingga penis juga tidak terbentuk.(7)

Lipatan-lipatan genital fold berfusi di garis tengah menutupi urethra, dan

tonjolan genital bermigrasi ke inferior, berfusi dan membentuk skrotum. Selain itu

sepasang lipatan yang disebut genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus

urogenital. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenital maka akan timbul

hipospadia.(7)

Pada bulan ke-3 perkembangan, preputium berkembang dari jaringan pada

pangkal glans penis, bertumbuh meliputi bagian dorsal penis dan mengelilingi glans,

serta berfusi pada bagian sentral dan membentuk frenulum.(2,4,8)

Saluran kelamin berdiferensiasi dari pasangan duktus Wolfii atau Mulleri

sesuai genetik jenis kelamin. Pada pria, masing-masing duktus Wolfii membentuk

epididimis, vas deferens, vesika seminalis, dan duktus ejakulatorius. Sedangkan

duktus Mulleri mengalami regresi.(2,4,7)

22
Kebanyakan penyakit kelamin bawaan (kongenital) disebabkan oleh gangguan

penyatuan, fusi, atau konfluensi antara saluran embriologi sehingga terjadi duplikasi

ureter, refluks vesiko-ureter, ekstrofia kantung kemih, fistel retro vesikel, hipospadia

dan epispadia penis.(2,8,9)

IV. PATOFISIOLOGI

Setiap konsepsi dari janin akan membawa kelamin sendiri-sendiri. Secara

embriologi pronefros pada minggu 12-14 akan bercampur dengan mesonefros

menjadi metanefros. Percampuran ini akan menonjol menjadi urogenital ridge.

Urogenital ridge ini akan tumbuh menjadi duktus mulleri, selain itu juga bertumbuh

sistem duktus Wolfii. Keduanya pada awalnya akan tumbuh kearah distal dan melebar

serta bersatu dibawah menjadi kloaka. Dalam pertumbuhannya setelah minggu ke 8-

10, janin masih belum mempunyai jenis kelamin. Dan perkembangannya akan

komplit pada minggu ke-15.(2,7)

Setelah minggu 6 atas pengaruh hormonal yang diproduksi gonad maka akan

terjadi differensiasi.(2) Jenis kelamin pria (46xy) berdifferensiasi akibat pengaruh

hormon AMH ( Anti Mullerian Hormon ) sehingga sisa-sisa duktus Mulleri akan

atrofi/regresi, dan akibat pengaruh hormon testosterone duktus Wolfii akan tumbuh

menjadi epididimis, vas deferens, semanales vesicle dan duktus ejakulasi.(2,7)

Dari urogenital ridge akan tumbuh menjadi phallus dan glands penis, karena

pertumbuhannya membuat selokan yang memisahkan kedua phallus bulbus

kavernosus uretra. Jika pertumbuhannya terganggu, maka akan terbentuk muara

ditengah-tengah, maka timbul hipospadia.(7,10)

23
Pada hipospadia muara orifisium urethra eksterna (lubang tempat air seni

keluar) berada di proksimal dari normalnya yaitu pada ujung distal glans penis,

sepanjang ventral batang penis sampai perineum. Jadi meatus urethra eksterna

letaknya bukan pada tempat yang semestinya dan terletak di ventral penis. Tampak

variasi dari letak orifisium urethra (dapat bervariasi mulai dari anterior, middle, dan

posterior).(1)

Meatus urethra bermuara pada permukaan ventral penis; preputium tidak

ditemukan pada bagian ventral, hanya berupa sungkup atau lipatan dorsal. Kegagalan

perkembangan bagian distal urethra biasanya disertai suatu pita fibrosa di ventral,

yang menyebabkan penis sedikit melengkung (chordee) pada bagian ventral. Chordee

menjadi nyata saat ereksi, dan jika berat akan menyulitkan atau tidak memungkinkan

persetubuhan.(1,3) Chordee terbentuk karena korpus spongiosum menjadi lebih pendek

daripada korpus cavernosa. Chordee yang menyebabkan penis melengkung ini sering

pula ditemukan pada usia dewasa dengan Peyrones disease.(3)

Stenosis meatus urethra sering ditemukan; abnormalitas penyerta lainnya

termasuk hernia inguinalis dan kegagalan desensus testikulorum.(1,4,7,11)

V. ETIOLOGI

24
Meskipun ada sebagian ahli yang menyatakan bahwa penyebab kelainan ini

adalah maskulinisasi inkomplit dari genitalia karena involusi yang premature dari sel
(12)
intersisiel testis , namun kebanyakan kasus dari hipospadia tidak diketahui jelas

penyebabnya. Faktor genetik, endokrinologi dan lingkungan dianggap sangat

berpengaruh.(2,5)

Faktor genetik dimaksudkan karena melihat adanya peningkatan presentase

hipospadia pada kelahiran kembar dibanding kelahiran tunggal. Kemungkinan

mendapatkan hipospadia bila salah satu anggota keluarga juga menderita hipospadia

adalah 8%, jika salah satu dari saudara kandung juga menderita hipospadia maka

presentase akan meningkat menjadi 12%. Dan presentasi akan terus meningkat

menjadi 26% pada generasi selanjutnya bila dalam satu keluarga terdapat dua anggota

keluarga yang penderita hipospadia. (Bauer, Bull et Ratio 1979). Menurut penelitian

dikatakan ada mutasi pada kromosom pembentuk enzim 5-alpha reductase,

menyebabkan produksi dihydrotestosteron yeng bertugas dalam pematangan traktus

urogenital menurun.(2,5)

Hormon hCG yang dikeluarkan pada awal kehamilan yang berperan dalam

memicu pengeluaran produksi estrogen-progesteron, dan pada kehamilan ganda hal

ini tidak cukup kuat untuk mencegah perkembangan urethra secara komplit.

Didapatkan pula 20% insidens hipospadia juga dimiliki oleh salah satu anggota

keluarga yang lain dalam 1 keluarga.(1,2,5)

Faktor endokrinologi dihubungkan dengan abnormalitas dari metabolisme

androgen atau defek pada reseptor androgen mencakup rendahnya kadar androgen

tubuh (dalam hal ini kadar testosteron dan androsterone) dan akhirnya sel-sel tubuh

25
infant tidak mampu efektif menstimulasi perkembangan karakteristik laki-laki secara

komplit dan sempurna.(1,2,5)

Faktor lingkungan dikaitkan dengan paparan hormon estrogen selama

perkembangan pembentukan urethra. Paparan ini didapatkan oleh ibu bisa berasal dari

pestisida pada buah-buahan yang dikonsumsinya pada saat mengandung.(5)

VI. EPIDEMIOLOGI

Hipospadia merupakan anomali penis yang tersering terjadi 1 dari 300 (0,3%)

kelahiran bayi laki-laki.(1,8) Penelitian terbaru di Eropa dan Amerika menunjukkan

bahwa angka kejadian hipospadia meningkat, di mana 14% insidens terjadi pada

kelahiran kembar.(13)

Berdasarkan letak muara urethra, 50% terletak di anterior yaitu di glandular

atau subcoronal, 30 % terletak pada penil dan 20% terletak antara perineum dan

penoscrotal junction.(14)

26
VII. KLASIFIKASI

Beberapa macam klasifikasi hipospadia menurut para ahli berdasarkan lokasi

meatus urethra, adalah sebagai berikut: (2,14)

Gambar 4. Different classifications of hypospadias, according to location of meatus


(modified from Sheldon and Ducket 1987). Dikutip dari kepustakaan 14.

Walaupun beberapa klasifikasi berbeda telah dijabarkan, namun kebanyakan

klasifikasi digunakan adalah berdasarkan Barcat dan modifikasi oleh Duckett, yang

menggambarkan letak muara urethra setelah dilakukan koreksi chordee. Klasifikasi

tersebut adalah (1,14)

1. Hipospadia anterior terdiri atas tipe glanular, subkoronal.

27
2. Hipospadia medius terdiri atas : penil distal, midshaft, dan penil proksimal

3. Hipospadia posterior terdiri atas penoskrotal, skrotal, dan perineal

Gambar 5 : anterior hipospadia ; middle hipospadia; posterior hipospadia.

Dikutip dari kepustakaan 14.

Dalam penilaian derajat hipospadia, perlu dideskripsikan posisi meatus

urethra, serta lokasi dan derajat chordee. Penjelasan ini penting dalam merencanakan

penatalaksanaan.(5)

28
Gambar 6.: A. hipospadia glandular; B. hipospadia penile; C. Hipospadia scrotal.

Dikutip dari kepustakaan 14

VIII. GEJALA KLINIK

Pada hipospadia gejala klinis yang paling sering ditemukan, antara lain:

- Lubang tempat keluarnya kencing tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di

bawah atau di dasar penis. Bahkan ada yang terletak di kantong kemaluan. Yang

pada saat mendatang dapat menunjukkan gejala dan tanda suatu problem

infertilitas.(15,16)

- Penis melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi

(seperti gambar di bawah). Hal ini disebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu

jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus dan membentang ke distal

sampai basis dari glans penis yang letaknya abnormal. Walaupun dengan adanya

29
chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai hipospadia, perlu diingat

bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee.(5,7,12)

Gambar7. Penis yang melengkung akibat terbentuknya korda.

Dikutip dari kepustakaan

- Kadang kadang dapat ditemukan penis yang kecil (mikropenis) sehingga

diperlukan pemeriksaan kromatin seks untuk identifikasi jenis kelamin.(7,17)

- Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis.

(hooding preputium)(4)

- Adanya abnormalitas pada pancaran urine. Pancaran urine menjadi melemah(5)

dan agak ke bawah, dan dengan arah yang berbeda dengan yang normal, hal

tersebut dikarenakan posisi meatus yang tidak tepat.(11,15)

Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok ke arah ventral

(chordee) dan urethra pada penis lebih pendek secara progresif, tetapi jarak antara

meatus dan glans tidak bertambah secara signifikan sampai chordee dikoreksi.(4)
30
IX. DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan

pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya yang sering

menyertai seperti Cryptorchidism (9%), hernia inguinalis (9%), megalourethra, fistule

urethra, hypoplastic testikular dan defek pada traktus urinarius bagian atas

(46%).(8,13,16,18) Pada hipospadia sering disertai dengan undesensus testis dan kelainan

kongenital lainnya sehingga kadang-kadang diperlukan pemeriksaan BNO-IVP.(7)

Pada beberapa kasus terkadang juga kita memerlukan seri pemeriksaan

(seperti palpasi gonad, MRI dan tes karyotype kromosom) untuk membantu kita

membedakan antara hipospadia atau kasus intersexual pada anak-anak. ( Kaefer,

Diamond, Hendren et al.,1999: Lapointe, Wei, Hricak et al.,2001: Mc Aller & Kaplan,

2001)(2)

Kariotype harus diperoleh pada semua penderita dengan hipospadia dan

kriptorkhidisme. Pada kasus-kasus hipospadia perineum yang lebih berat,

pemeriksaan radiologi saluran kencing tidak dibenarkan.(4)

Begitu pula sebelum dilakukannya urethroplasty pada pasien hipospadia,

sebaiknya pemeriksaan karyotype dan tes fungsi adrenal untuk melihat kadar 17-

hidroxysteroid dan 17-ketosteroid dilakukan berdasarkan indikasi.(11)

X. PENATALAKSANAAN

31
Tidak ada satupun terapi konservatif (medical treament) digunakan untuk

koreksi hipospadia. Terapi satu-satunya adalah melalui pembedahan dan

rekonstruksi.(8,16)

Tujuan utama penanganan operasi hipospadia adalah merekonstruksi penis

menjadi lurus dengan meatus urethra di tempat yang normal atau dekat normal

sehingga aliran kencing arahnya ke depan, dapat melakukan coitus dengan normal,

dan dengan alasan kosmetik pada identitas seksual tersebut.(8,16)

Waktu yang sangat ideal an optimal time window untuk melakukan operasi

elektive pada hipospadia adalah pada anak di usia antara 6-18 bulan (3-15 bulan-

modified from Schulz et al. 1983), banyak literatur juga menuliskan kisaran umur antara

6-12 bulan adalah waktu yang tepat untuk operasi rekonstruksi, meninjau dari aspek

psikologi juga, akan tetapi lebih diprioritaskan pada umur 6 bulan. (4,8,14,15,17)

Fig. 8: Evaluation of risk for hypospadias repair from birth to age 7 years. The optimal
window is from 3 to 15 months of age (modified from Schulz et al. 1983).

32
Kontraindikasi melakukan operasi pada hipospadia/rekonstruksi urethra adalah

pada infant, sangat sulit untuk dilakukan karena struktur yang didapat masih dalam

dimensi yang sangat kecil sehingga kemungkinan trauma menjadi sangat besar.(8,14,17).

Penderita hipospadia yang baru lahir (newborn hipospadia) tidak boleh dilakukan

sirkumsisi segera, karena kulit preputium sangat bermanfaat digunakan untuk

rekonstruksi penis-urethra penderita hipospadia tersebut di saat yang akan

datang.(1,3,4,15)

Lebih dari 300 jenis operasi dijelaskan sebagai pilihan dalam penatalaksanaan

pada hipospadia. Untuk hipospadia tipe glanular dengan meatus yang mobile,

diromendasikan untuk memakai metode operasi inverted Y technique. Untuk

hipospadia tipe distal, direkomendasikan memakai operasi Y-V glanuloplasty

modifikasi Mathieu. Untuk hipospadia tipe proksimal banyak mengadopsi teknik

operasi lateral-based flap. (14)

Glanular : Inverted Y technique atau Meatal


advancement and glanuloplasty
incorporated (MAGPI) , Y-V modified
Mathieu

Tipe

hipospadia
Distal penis : Y-V modifikasi Mathieu atau
Tubularised Incised Plate (TIP)

Proximal : Lateral Based (LB) flap atau Onlay island


flap, TIP, atau Two stage repair

33
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari

beberapa tahap, yaitu pertama dilakukan koreksi terhadap chordee (chordectomy) dan

selanjutnya adalah operasi rekonstruksi untuk urethra yang baru.(6,11)

1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling (7,12,18,19)

Dilakukan pada usia 6-18 bulan. Pada tahap ini dilakukan operasi

eksisi chordee dari muara urethra sampai ke glans penis. Setelah eksisi

chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus urethra masih

terletak abnormal.(7) Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes

ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam korpus

kavernosum. (12,18,19)

Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu

pembuatan urethra pada glans penis dan muaranya. Bahan untuk menutup luka

eksisi chordee dan pembuatan tunneling diambil dari preputium penis bagian

dorsal. Oleh karena itu hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak untuk

sirkumsisi.(12)

2. Operasi Uretroplasti (7,12)

Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Urethra dibuat

dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di

kedua sisi urethra sampai ke glans. Lalu dibuat pipa dari kulit di bagian tengah

ini untuk membentuk urethra. Setelah urethra terbentuk, luka operasi ditutup

dengan flap dari kulit preputium dibagian lateral yang ditarik ke ventral dan

dipertemukan pada garis median.(7) Beberapa tahun terakhir, sudah mulai

diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap akan tetapi hanya dapat
34
dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup

besar.(12)

Operasi hipospadia satu tahap (ONE STAGE URETHROPLASTY)

adalah tehnik operasi sederhana yang sering dapat digunakan, terutama untuk

hipospadia tipe distal. Tipe distal ini yang meatusnya letak anterior atau yang

middle.(16) Meskipun sering hasilnya kurang baik untuk kelainan yang berat.

Sehingga banyak operator dalam operasi lebih memilih untuk melakukan

teknik 2 tahap.(16) Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan

kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris tidak

dapat dilakukan.(16)

Operasi hipospadia ini sebaiknya selesai dilakukan sebelum penderita

masuk sekolah. karena dikhawatirkan akan timbul rasa malu pada anak akibat

merasa berbeda dengan teman-temannya.(16)

Sebelum Sesudah

Gambar 9. Dikutip dari kepustakaan13

35
Setelah menjalani operasi, perawatan pasca operasi adalah tindakan yang amat

sangat penting. Biasanya pada lubang kencing yang baru (post urehtroplasty) masih

dilindungi dengan kateter sampai luka betul-betul sembuh.(2)

Baberapa teknik yang direkomendasikan:(14)

Teknik Y-V modifikasi Mathieu

Gambar 10. Dikutip dari kepustakaan 14

Langkah-langkah melakukan teknik Y_V modifikasi Mathieu ini : a) buat insisi Y; b).

ketiga posisi guntingan diangkat untuk memudahkan membuat lubang untuk urethra

yang baru; c). Insisi Y dijahit sehingga bentuk menyerupai huruf V, seperti telinga

anjing (dog ear).; d) hasil jahitan tampak seperti gambar di bawah; e) kemudian

dilakukan pengguntingan membentuk huruf U; f) dilanjut dengan melakukan teknik

uretroplasti; g). Sedikit kulit yang telinga anjing(dog ear) tadi digunting; h).

Sebagian kulit dari tempat urethra yang baru juga digunting; i),j) dilakukan

meatoplasti dan glanuloplasti.(14)


36
Teknik Y-V modifikasi Mathieu, merupakan teknik yang paling populer

untuk merekonstruksi hipospadia bagian distal. Satu-satunya kontraindikasi teknik ini

adalah adanya severe chordee pada bagian distal dari meatus pasien hipospadia

tersebut. omplikasi : terjadi fistula 2-5 % pasien.(14)

Teknik Lateral Based (LB) flap;

Gambar 11. Dikutip dari kepustakaan 14

Langkah-langkah: a,b) Dilakukan insisi Y secara dalam pada glans penis. c) dilakukan

chordectomy; daerah tengah daripada incisi tersebut akan digunakan sebagai puncak

dari lokasi meatus yang baru. Kira-kira 2 lipatan bagian atas insisi Y tadi dibuat

panjangnya 0,5cm. Sedangkan bagian yang vertikal ditarik ke bawah sampai sulcus

koroner sepanjang lingkaran glans penis. Setelah itu 3 lipatan tadi ditarik ke atas dan

jaringan lunak dieksisi untuk memberi ruang pada urethra yang baru. Hasil eksisi dari

chordee atau jaringan ikatnya dibuang. d) Incisi kulit bagian luarnya dan dijahit; e)

37
pembentukan untuk lubang urethra yang baru; e) dilakukan glanulomeatoplasti; f)

pertahankan lapisan bagian tengah; h) tutup kulit dan operasi selesai.(14)

Teknik Lateral Based (LB) flap, digunakan dalam rekonstruksi seluruh tipe

daripada proksimal hipospadia. Merupakan kombinasi daripada teknik meatal-based

flap dan teknik preputial pedicle flap, menguntungkan karena memiliki suplai darah

ganda tanpa perlu dilakukan anastomosis antar vena.(14)

Komplikasi : fistula muncul pada 6-12 % pasien.(14)

Tubularized Incised Plate Urethroplasty (TIP); teknik ini dibuat berdasarkan

atas asumsi bahwa adanya incisi midline sampai ke dasar urethra dapat mengurangi

resiko striktur pada urethroplasty. Terdapat dua buah kriteria penting untuk

mendapatkan hasil terbaik : adalah diameter urethra sampai pada dasarnya adalah

tidak boleh kurang dari 1 cm dan harus tidak terdapat chordee yang dalam pada

bagian distal.(14) Komplikasi : fistula terjadi pada 2-15% pasien. Stenosis Meatus

terjadi 5-20%.(14)

Teknik one stage repair lainnya yang direkomendasikan yaitu Transverse

Preputial Island Flap, Meatal Advancement and Glanuloplasty Incorporated

(MAGPI), Onlay Island Flap. (14)

Two Stage Repair. Merupakan teknik repair/perbaikan pada kasus

hipospadia melalui dua tahap. Kelompok kecil pada pasien dengan hipospadia

proksimal berat, chordee dan phallus kecil seperti pada pasien dengan hipospadia

rekurrent dan kulit fibrous yang rusak mungkin menguntungkan bila melakukan

prosedur 2 tahap tersebut.(14)

38
Pada tahap pertama ( I ) insisi sirkumferensial dibuat dari proksimal sampai sulcus

coronal, chordee di eksisi dan bagian penis diiris dengan kulit glans dibiarkan..

Pelurusan penis dan pemindahan semua jaringan chordee harus dikonfirmasi dengan

penggunaan test ereksi buatan/artificial. (14)

Gambar 12. Dikutip dari kepustakaan 14. Langkah Two Stage Repair : (1). Identifikasi Chordee, (2)
Dilakukan Eksisi chordee ventral & plika bila perlu, (3) tutup permukaan yang terbuka
tadi dengan skin graft, (4) Tubularisasi sebagai langkah akhir.

39
Artificial Erection Test/tes ereksi buatan pada koreksi chordee. Curvatura

ventral (chordee) dapat di evaluasi dengan tes ereksi buatan. Terdapat 2 tipe chordee

pada hipospadia, yaitu : (14)

1.
Chordee yang berada pada distal hipospadia (skin chordee/chordee kulit). Chordee

superficial ini terletak subkutan, bagian atas dari meatus dan bisa di koreksi

dengan memindahkan kulit bagian proksimal ke meatus. (14)

2. Tipe lain dari chordee adalah chordee yang biasanya bersamaan dengan

hipospadia proksimal, biasanya terletak dalam, fibrous dan terletak dibagian distal

ke meatus. Curvatura ini dapat dikoreksi dengan teknik Heineke Mikulicz, dorsal

plication, rotasi korpus atau teknik Split&Roll. (14)

XI. KOMPLIKASI

Masalah umum yang dihadapi para penderita hipospadia yaitu : (12,16)

1. Masalah psikologis pada anak karena merasa malu akibat bentuk penis yang berbeda

dengan temamya.

2. Masalah reproduksi karena bentuk penis yang bengkok menyebabkan penis susah

masuk ke dalam vagina saat kopulasi; cairan semen yang disemprotkan melalui muara

uretra pada tempat abnormal sehingga menimbulkan masalah seksual dan infertilitas.

3. Kemungkinan adanya kelainan kongenital yang lain. Seperti kelainan pada ginjal

sehingga perlu dianjurkan untuk pemeriksaan BNO-IVP.

4. Kesulitan penentuan jenis kelamin terutama jika meatus urethra terletak di perineum

dan skrotum terbelah dengan disertai Kriptorkismus.

40
Komplikasi pasca operasi (segera) yang terjadi:(10,16)

1. Edema lokal dan bercak perdarahan yang dapat terjadi segera setelah proses repair

dan secara umum tidak menyebabkan masalah yang signifikan.

2. Perdarahan post operatif, jarang terjadi dan biasanya dapat terkontrol dengan balut

tekan. Jika terjadi, dapat dilakukan eksplorasi ulang untuk mengevakuasi hematoma

dan mengidentifikasi sumber perdarahan.

3. Infeksi. Merupakan komplikasi yang sudah jarang terjadi.

4. Nekrosis Flap

Komplikasi jangka panjang post operasi:(19)

1) Ketidakpuasan kosmetis : Komplikasi ini biasa terjadi hasil dari penjahitan yang
irregular, gumpalan kulit (skin blobs), atau kulit bagian ventral yang berlebihan. Jika
aspek ventral glans pendek dan tidak ada mucosal collar disekeliling glans, hasilnya
adalah mengecewakan. Namun yang harus diingat sering pasien dan ahli bedah
masing-masing mempunyai tanggapan yang beda tentang kosmetis.

2) Stenosis atau menyempitnya meatus uretra karena edema atau hipertropi scar pada
tempat anastomosis. Adanya aliran air seni yang mengecil dapat menimbulkan
kewaspadaan atas adanya stenosis meatus. Stenosis meatal lazimnya mudah untuk
ditangani dengan melakukan operasi meatal revision. Namun, stenosis di proximal
adalah paling parah dan cuma bisa diperbaiki dengan dilatasi uretra, yang mana tidak
memungkinkan untuk dilakukan pada anak.
3) Fistula uretrokutan : Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering
muncul pada operasi hpospadia. Fistula jarang menutup spontan dan dapat diperbaiki
dengan penutupan berlapis dari flap kulit lokal. Fistula yang kecil dan tidak
berhubungan dengan striktur uretra bisa sembuh secara spontan. Lokasi terjadinya
fistula sering di proksimal corona pada sisi lateral. Jika fistula masih bertahan lebih
41
dari 6 bulan setelah prosedur inisial, salurnya harus di eksisi, di jahit, dan ditutup
dengan beberapa lapis jaringan. Kombinasi diantara fistula dan stenosis uretra adalah
biasa, justru itu uretroplasti perlu diperiksa secara berterusan sebelum fistula ditutup.
Fistula yang letaknya di belakang corona tidak mudah untuk di tutup dan sering
mengalami rekurensi jika eksisi dan penutupan dengan teknik sederhana dilakukan.
Jadi, direkomendasikan untuk dilakukan uretroplasti distal sekali lagi dengan teknik
Mathieu flap.

4) Striktur uretra : Komplikasi ini sudah jarang terjadi saat ini, karena ahli bedah telah
mengambil langkah awal dengan tidak melakukan anastomosis sirkular dan memilih
prosedur uretroplasti secara onlay. Gangguan aliran urin yang terus-terusan bisa
menyebabkan kerusakan saluran urin dan vesika urinaria karena harus memberikan
tekanan yang kuat untuk mengeluarkan urin. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pembedahan, dan dapat membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.

5) Divertikula : Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan adanya


pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat mengakibatkan
obstruksi aliran dan berakhir pada divertikula uretra. Divertikula dapat terbentuk
walaupun tidak terdapat obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi
berhubungan dengan adanya graft atau flap pada operasi hipospadia, yang disangga
dari otot maupun subkutan dari jaringan uretra asal.

6) Adanya rambut dalam uretra : Kulit yang mengandung folikel rambut dihindari
digunakan dalam rekonstruksi hipospadia. Bila kulit ini berhubungan dngan uretra,
hal ini dapat menimbulkan masalah berupa infeksi saluran kemih dan pembentukan
batu saat pubertas. Biasanya untuk mengatasinya digunakan laser atau kauter, bahkan
bila cukup banyak dilakukan eksisi pada kulit yang mengandung folikel rambut lalu
kemudian diulang perbaikan hipospadia.
7) Ektropion mukosa : Komplikasi ini sudah jarang terjadi dengan penggunaan teknik
uretroplasti onlay. Jika terjadi, sering berbarengan pseudopolips dan memerlukan
untuk di reseksi. Rekurensi sering, yaitu sebagai stenosis meatal sekunder.

42
8) Balanitis xerotica obliterans (BXO) : Komplikasi yang juga jarang terjadi, dikaitkan
dengan inflamasi kronik dan fibrosis dari meatus dan glans. Meatoplasti atau
uretroplasti ulang menggunakan mukosa buccal harus dipertimbangkan jika aplikasi
steroid topical gagal.

9) Uretrocele : Komplikasi ini dikaitkan dengan perbedaan compliance uretra diantara


uretra natif dan uretra yang direkonstruksi. Justru itu, penting untuk menopang uretra
dengan beberapa lapisan jaringan yang bervaskularisasi, untuk mengurangkan
perbedaan dari elastisitas jaringan. Penting juga untuk memeriksa uretrocele tidak
berhubungan dengan stenosis uretra. Komplikasi ini biasa terjadi pada uretroplasti
dengan menggunakan mukosa kandung kemih. Dalam hal ini, eksisi jaringan uretra
yang berlebihan dan tatalaksana stenosis distal adalah diperlukan.
10) Meatal Regression or Glanular Dehiscence
11) Chordee persisten

XII. PROGNOSA

Sekarang ini; dengan anastesi modern, instrument yang semakin lengkap, teknik

penjahitan yang benar, antibiotik, menghasilkan pembedahan rekonstruksi pada

hipospadia banyak berhasil dengan baik. Di saat mendatang prognosis perbaikan pada

hipospadia semakin menjanjikan. Ditambah dengan semakin berkembangnya beberapa

teknik yang baru dalam praktek pembedahan.(19)

43
BAB III

ANALISA KASUS

An. Q, usia 5 tahun dibawa keluarganya datang ke rumah sakit, dan setelah melakukan
anamnesa dan pemeriksaan didapatkan diagnosa Hipospadia Posterior Penoscrotal

Pada pasien ini diagnosa ditegakkan berdasarkan dari :

1. Anamnesa (Sujektif)
Pasien An. QA, usia 5 tahun dibawa oleh keluarga datang dengan keluhan.
Lubang berkemih tidak berada diujung melainkan di bawah batang penis sehingga
membuat gangguan pancaran urin sehingga pasien apabila BAK harus dipegang agar
pancaran terarah dan tidak membasahi celana. Keluhan yang terjadi pada pasien
merupakan kelainan congenital, dikenal dengan Hipospadia. Hipospadia adalah
penyakit kongenital berupa muara uretra yang terletak disebelah ventral penis.
Gangguan pancaran urin terjadi karena meatus uretra berada di ventral penis. Pada
hipospadia dapat ditemukan trias yaitu adanya chorde (angulasi penis ke ventral).,
dapat disertai juga dengan mikropenis yaitu kelainan ukuran yaitu ukuran penis lebih
kecil dibandingkan dengan anak seusianya dan pada hipospadia dapat ditemukan
adanya preputium yang bergelambir (hooding preputium). Pada pasien ini ditemukan
2 dari trias gejala hipospadia yaitu adanya muara berkemih terletak di ventral dan
adanya hooding preputium.
.

2. Pemeriksaan (Objektif)
Pemeriksaan Fisik

Status lokalis a/r genitalia eksterna

Ukuran penis normal. Pada hipospadia dapat disertai dengan mikropenis,


namun pada pasien normal.
OUE terletak pada bagian bawah penis , mengarahkan kepada diagnose
hipospadia dan dapat mengetahui jenis hipospadia pada pasien ini adalah
posterior (penoscrotal)

44
Tampak adanya hooding preputium, preputium yang lebih panjang dari
bagian bawah
Testis kanan dan kiri ada, dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah
testis sudah turun ke skrotum karena pada hipospadia dapat disertai dengan
kelainan undesesus testis

3. Diagnosa (Assesment)
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakan diagnosa Hipospadia
Posterior (Penoscrotal)

4. Program (Planing)
Terapi pilihan untuk kasus hipospadia adalah intervensi bedah. Tujuan prosedur
pembedahan pada pasien hipospadia adalah 1) membuat penis lurus dengan
memperbaiki chordee, 2) membentuk uretra dan meastusnya yang bermuara pada
ujung penis, 3) untuk mengembalikkan aspek normal dari genitalia eksterna
(kosmetik) dengan merekontruksi jaringan yang membentuk radius ventral penis
(glans, corpus spongiosum dan kulit). Pasien direncakan untuk dilakukan tindakan
Uretroplasti. Uretroplasti ialah membuat osteum uretra eksterna diujung glans penis
sehingga pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan. Operasi hipospadia dapat
dilakukan satu tahap atau dua tahap, pada pasien ini dilakukan dua tahap yaitu
Chordectomy lalu kemudian Urethroplasty. Tahap Urethroplasty pada pasien ini
dilakukan 2x karena pada Uretroplasty pertama BAK pasien masih merembes dari
lubang berkemih yang sebelumnya.

Setelah operasi yang harus diperhatikan adalah tanda vital untuk mengetahui adakah
komplikasi langsung dari operasi seperti infeksi, perdarahan, edem ataupun necrosis
pada flap. Pasien juga diminta untuk tetap mempertahankan kateter sebagai
mengetahui cairan output juga sebagai fiksasi bekas operasi.

Pasien juga diberikan obat-obatan setelah operasi, untuk mencegah terjadinya infeksi
diberikan antibiotic spectrum luas yaitu injeksi Gentamicin 2x40 mg iv. Gentamicin
merupakan obat antibiotik golongan aminoglikosidayang digunakan untuk mengobati
infeksi karena bakteri gram negatif, gentamicin bekerja dengan cara menghambat

45
sintesa protein bakteri. . Untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi diberikan
ketorolac 3x1/2 amp. Ketorolac merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid
(OAINS), mekanisme kerja ketorolac ialah menghambat enzim siklooksigenase dan
tromboksan A2. Pasien juga diberikan obat pencahar yaitu yal 2x1, yal merupakan
obat pencahar golongan laksatif , pada pasien ini diberikan obat pencahar dengan
tujuan untuk mengurangi tekanan pada bagian bekas operasi sehingga dapat
meminimalisir luka post operasi.

Pasien dirawat selama 4 hari di bangsal perawatan anak RSPAD Jakarta, pasien
pulang dengan kondisi hemodinamik stabil dan keluhan masih nyeri setelah operasi,
pasien juga diminta untuk control di poli bedah plastic untuk mengevaluasi bekas
operasi dan penatalaksanaan selanjutnya.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Birth Defects. [cited 2017. Available from :Info@lucinafoundation.org


2. Anonymous. Hypospadias. [Cited Nov 17, 2017]. Available from :
www.mayoclinic.com
3. Sjamsuhidayat R,. Wim de Jong. Dalam :Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Saluran
kemih dan alat kelamin lelaki. Jakarta. Penerbit buku kedokteran-EGC.
2005.hal.747
4. Anonymous. Ilmu Bedah [cited Nov 17, 2017]. Available from : URL :
http://www.bedahugm.net.com
5. Reksoprodjo S. Hipospadia. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu
Bedah FKUI. Jakarta. 2003.hal : 428-35.
6. Anonymous. Hypospadias. [Cited Nov 18, 2017]. Available from :
www.wikipedia.com
7. Anonymous. Hypospadias. [Cited Nov 17, 2017]. Available from : www.chw.edu.au
8. Skandalkis, Gray. Hypospadias. In : Skandalkis, Gray, editors, 2nd edition.
Embryology For Surgeon. Philadelphia. Elsevier Saunders. 2005.p.806-809
9. Purnomo B.B. Kedaruratan Penis JURI vol. 4. Surabaya : FK UNAIR. 1997.p.1
10. Anonim. Human Anatomy, The Penile [cited Nov 17, 20147.]. Available from : URL
: http://www.theodora.com/anatomy
11. Duckett JW, Baskin LS. Hypospadias. In : Pediatric Surgery. Editor : ONeill, James
A, Rowe MI, Grosfeld JL, Fonkalsrud EW. Mosby : London. 1998.p.1761-79
12. Prof.dr.Med.Ahmed. Hypospadias Surgery Art and science. [cited 2010].
Available from : www.universitascairo.com
13. Anonymous. Hipospadia. [Cited Nov 18, 2017].]. Available from :
www.uniceffcorporation.com
14. Nawasasi Lakshmi. Hipospadia. [Cited Nov 17, 2017].]. Available from :
www.iniblogbedah-hipospadia.com
15. Anonymous. Hypospadias. [Cited Nov 19, 2017].]. Available from :
www.centresfordiseasecontrolandprevention-CDC.com
16. Mansjoer A, dkk. Hipospadia. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga.
Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2000 : 374-6.

47
17. Hadidi AT. Hypospadias Surgery. International Workshop on Hypospadias Surgery.
Germany : Medical University Vienna; 2006.p.1-19
18. Hage JJ. Reconstruction Of The Penis, In Grbb and Smith Plastic Surgery, 6th
Edition, Thorne CH. et al (eds), New York : Lippincott Williams & Wilkins, a
Wolters Kluwer business; 2007.p. 731-3.
19. Kim LH., Arie B. Urology, In Schwartzs Manual Of Surgery, 8th Edition, Brunicardi
FC. et al (eds), New York : McGraw-Hill; 2006.p. 1058.

48

Anda mungkin juga menyukai