Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan bagian dari pembangunan
nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
guna tercapainya negara yang kuat.
Terwujudnya derajat kesehatan masyarakat tersebut dapat dicapai, salah satunya
dengan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Program PHBS merupakan
upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi,
memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan
pemberdayaan masyarakat (Empowerment).
Salah satu dari empat kunci kegiatan PHBS untuk meningkatkan pencapaian derajat
kesehatan adalah meningkatkan perilaku cuci tangan yang benar (cuci tangan dengan air
yang mengalir dan sabun) setelah buang air besar, setelah menceboki bayi dan balita,
sebelum makan serta sebelum menyiapkan makanan (Yusuf, 2008).
Membiasakan mencuci tangan dengan sabun juga terbukti menurunkan angka
kejadian beberapa penyakit menular. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan dan
pembiasaan untuk mencuci tangan dengan sabun di kalangan masyarakat luas.
Perilaku sehat Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang merupakan salah satu
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), saat ini juga telah menjadi perhatian dunia, hal
ini karena masalah kurangnya praktek perilaku cuci tangan tidak hanya terjadi di negara
berkembang saja, tetapi ternyata di negara maju pun kebanyakan masyarakatnya masih lupa
untuk melakukan perilaku cuci tangan. Fokus CTPS ini adalah anak sekolah sebagai “Agen
Perubahan” dengan simbolisme bersatunya seluruh komponen keluarga, rumah dan
masyarakat dalam merayakan komitmen untuk perubahan yang lebih baik dalam
berperilaku sehat melalui CTPS (Depkes, 2007).
Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Perilaku Cuci Tangan pada Pengunjung UPT
Puskesmas Tuminting Kota Manado Sulawesi Utara Januari 2020”.

1
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Perilaku Cuci Tangan pada
Pengunjung UPT Puskesmas Tuminting Kota Manado Sulawesi Utara Januari 2020”.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap perilaku cuci tangan pada
pengunjung UPT Puskesmas Tuminting di bulan Januari 2020. Dengan diketahuinya
pengetahuan dan sikap perilaku cuci tangan pada pengunjung diharapkan pengunjung
mengerti pentingnya cuci tangan dengan baik dan benar. Hal ini penting untuk
meningkatkan pemahaman dan penerapan pola hidup bersih dan sehat. Diharapkan
dengan meningkatnya penerapan cuci tangan yang baik dan benar maka angka kejadian
penyakit menular yang dapat dicegah dengan cuci tangan dapat berkurang.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui Gambaran Pengetahuan Cuci Tangan pada Pengunjung UPT Puskesmas
Tuminting Kota Manado .

2. Mengetahui Gambaran Sikap Perilaku Cuci Tangan pada Pengunjung UPT Puskesmas
Tuminting Kota Manado.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Memberikan informasi dan edukasi kepada Pengunjung UPT Puskesmas Tuminting
Kota Manado tentang cuci tangan yang baik dan benar.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi penelitian ataupun
pemberian edukasi mengenai pengetahuan cuci tangan di lingkungan Puskesmas
Tuminting Kota Manado.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).

Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian

besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan

indera penglihatan (mata).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan dapat dimaknai

sebagai segala sesuatu yang diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui

berkenaan dengan hal (mata pelajaran) yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua

aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan

objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek

tertentu (Ahmadi, 2007)

Beberapa ahli memiliki pengertian tersendiri mengenai arti ‘pengetahuan’,

Heidegger mendefinisikan pengetahuan sebagai suatu peristiwa yang membuat

kesadaran manusia menjadi terang atau ada, tidak berbeda jauh dengan pengertian

3
menurut Onny S. Prijono yang menyebutkan bahwa pengetahuan adalah nilai yang

membuat orang untuk selalu tau (sadar) tentang apang yang dilakukan dan mandiri.

Adapula John Dewey mengartikan pengetahuan sebagai perkembangan pandangan

instrumentalis pragmatis, dimana kecerdasan dilihat sebagai penyesuaian yang

sensitive dan fleksibel.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Efendi dan Makhfudli (2009), pengetahuan tercakup dalam enam

tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know).

Tahu adalah proses mengingat kembali (recall) akan suatu materi yang telah

dipelajari. Tahu merupakan pengetahuan yang tingkatannya paling rendah

dan alat ukur yang dipakai yaitu kata kerja seperti menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara tepat dan

benar tentang suatu objek yang telah diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi dengan menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah

dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau suatu kondisi yang nyata.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan

masih ada kaitanya satu sama lainnya yang dapat dinilai dan diukur dengan

4
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru atau menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek yang didasari pada suatu kriteria

yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Astutik (2013) dan Triyani (2012), adapun beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah :

1. Usia

Usia adalah lamanya hidup yang dihitung sejak dilahirkan hingga penelitian

ini dilakukan. Usia merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola

kehidupan yang baru dan harapan-harapan baru. Pada masa ini merupakan

usia produktif masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa

keterampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa

perubahan nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru, dan masa

kreatif.

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin

bertambah usia maka semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir

5
seseorang. Setelah melawati usia madya (40-60 tahun), daya tangkap dan

pola pikir seseorang akan menurun.

2. Pendidikan

Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan

perilaku manusia melalui pengajaran, sehingga dalam pendidikan perlu

dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan hubungan dengan

proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide dan

teknologi baru. Tingkat pendidikan dapat menentukan tingkat kemampuan

seseorang dalam memahami dan menyerap pengetahuan yang telah

diperoleh. Umumnya, pendidikan mempengaruhi suatu proses

pembelajaran, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik

tingkat pengetahuannya.

3. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu proses dalam memperoleh kebenaran pengetahuan

dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam

memecahkan masalah yang dihadapi saat masa lalu dan dapat digunakan

dalam upaya memperoleh pengetahuan.

Berkaitan dengan usia dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang

tinggi maka pengalaman akan luas, sedangkan semakin tua usia seseorang

maka pengalaman akan semakin banyak (Notoatmodjo, 2007).

4. Informasi

Jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, namun

mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah, dan lain-lain, maka hal tersebut dapat meningkatkan

pengetahuan seseorang.

6
5. Sosial budaya dan ekonomi

Tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat dapat

meningkatkan pengetahuannya. Selain itu, status ekonomi juga dapat

mempengaruhi pengetahuan dengan tersedianya suatu fasilitas yang

dibutuhkan oleh seseorang.

6. Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh dalam proses penyerapan pengetahuan

yang berada dalam suatu lingkungan. Hal ini terjadi karena adanya interaksi

yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari

subjek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin diukur dan

disesuaikan dengan tingkatannya. Adapun jenis pertanyaan yang dapat digunakan unuk

pengukuran pengetahuan secara umum dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Pertanyaan subjektif

Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pertanyaan essay digunakan

dengan penilaian yang melibatkan faktor subjektif dari penilai, sehingga

hasil nilai akan berbeda dari setiap penilai dari waktu ke waktu.

2. Pertanyaan objektif

Jenis pertanyaan objektif seperti pilihan ganda (multiple choise), betul salah

dan pertanyaan menjodohkan dapat dinilai secara pasti oleh penilai.

Menurut Arikunto (2010), pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikatagorikan

menjadi tiga yaitu:

1. Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100% dengan benar

dari total jawaban pertanyaan.

7
2. Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56-75% dengan benar

dari total jawaban pertanyaan.

3. Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari total

jawaban pertanyaan.

2.2 Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu

sendiri, perilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat

diamati secara langsung atau tidak langsung Dan hal ini berarti bahwa perilaku terjadi

apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yakni yang disebut

rangsangan, dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilakan reaksi

perilaku tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Robert Kwik dalam Maulana (2009) mengatakan bahwa perilaku adalah

tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati. Perilaku merupakan

keseimbangan antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan sebagai hasil dari

proses interaksi terhadap lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tindakan (Maulana, 2009). Perilaku merupakan faktor terbesar yang

mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Antara perilaku,

pendidikan kesehatan dan status kesehatan berada pada suatu pola hubungan yang

saling mempengaruhi.

Menurut Rogers pada tahun 1974, perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas

manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak dapat diamati oleh pihak

luar. Sedangkan sebelum mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, diantaranya:

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

8
2. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan

tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik

buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti

sikap responden sudah baik lagi.

4. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Pada penelitian selanjutnya Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoadmojo

(2014), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas

dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan

berlangsung lama. Namun sebaliknya jika perilaku tersebut tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan

berlangsung lama. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik,

psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan

seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan

dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan sosial budaya.

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalaui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skinner disebut

teori “S-O-R atau stimulus organisme respon, yang dibedakan menjadi dua proses,

diantaranya adalah:

1. Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

ransangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

electing stimulation karena menimbulkan respon respon yang relative tetap.

Sebagai contoh, makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan,

9
cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent

respon ini juga mencakup perilaku emosional misalnya mendengar berita

musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan

kegembiraanya dengan mengadakan pesta dan lain sebagainya.

2. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena

memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan

melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau

job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasnya (stimulus

baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam

melaksankan tugasnya.

2.2.2 Cara Terbentuknya Perilaku

Perilaku manusia sebagaian besar ialah perilaku yang dibentuk dan dapat

dipelajari, berkaitan dengan itu Walgito (2003) menerangkan beberapa cara

terbentuknya sebuah perilaku seseorang adalah sebagai berikut :

1. Kebiasaan, terbentuknya perilaku karena kebiasaan yang sering dilakukan,

missal menggosok gigi sebelum tidur, dan bangun pagi sarapan pagi.

2. Pengertian (insight) terbentuknya perilaku ditempuh dengan pengertian,

misalnya bila naik motor harus menggunakan hem, agar jika terjadi sesuatu

dijalan, bisa sedikit menyelamatkan anda.

3. Pengguanaan model, pembentukan perilaku melalui ini, contohnya adalah

ada seseorang yang menjadi sebuah panutan untuk seseorang mau

berperilaku seperti yang di lihat saat itu.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

10
Menurut konsep dari Lawrence Green, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007)

bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :

1. Faktor Predisposisi (Predisposition Factor)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang menjadi dasar melakukan suatu

tindakan. Faktor predisposisi pada seesorang diantaranya pengetahuan,

sikap, keyakinan, nilai-nilai, persepsi, usia, status sosial ekonomi, jenis

kelamin yang menjadi pemicu seseorang melakukan tindakan.

2. Faktor Pemungkin (Enabiling Factor)

Faktor pemungkin merupakan fator yang memungkinkan motivasi atau

keinginan untuk dapat terlaksana. Contoh factor pemungkin adalah

kemampuan, sumber daya, ketersediaan informasi, dan ketersediaan

fasilitas.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat merupakan faktor yang muncul setelah tindakan itu

dilakukan. Faktor-faktor ini dapat bersifat negatif atau positif. Hal ini yang

mempengaruhi perilaku seseorang dari stimulus yang diterimanya. Contoh

faktor penguat adalah adanya manfaat atau ganjaran yang diterima oleh

seseorang.

2.2.4 Cara Mengukur Perilaku

Menurut Mantra dalam Yuliantantri (2013) mengatakan cara tepat untuk

mengubah perilaku adalah dengan cara pendekatan edukatif. Salah satu kegiatan

edukatif adalah bernyanyi. Menurut Green (1980) dalam Maulana (2009) pendidikan

kesehatan mempunyai peranan yang penting untuk mengubah perilaku. Perubahan

perilaku dapat dievaluasi dalam waktu tiga minggu. (Lally, 2011).

Berbeda dengan penelitian terdahulu, menurut Danuwirahadi (2010) untuk

meneliti perubahan perilaku memerlukan waktu sekitar satu sampai dua minggu. Dalam

11
mengenal dan memahami cara berhitung sederhana dengan metode penyampaian cara

bernyanyi diperlukan waktu dua minggu (Iswara, 2013). Cara pengukuran perilaku

tergantung dari domain perilaku yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Cara

pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden. Pengukuran sikap

dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan. Sedangkan pengukuran tindakan dapat dilakukan dengan cara

pengamatan langsung (observasi) tindakan dari responden (Kuswandari 2012).

2.2.5 Jenis-Jenis Perilaku

Menurut Notoatmodjo (1993) dalam Maulana (2009) bentuk operasional dari

perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau

rangsangan dari luar.

2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau

rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam membentuk

perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri

dari, lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan

akan mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaaan alam

tersebut. Sedangkan lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial

budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh yang kuat

terhadap pembentukan perilaku manusia.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa perbuatan

atau aksi terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

2.2.6 Teori – Teori Pendidikan dan Perkembangan Perilaku

1. Teori Perkembangan Psikososial

12
Erikson (1968) dalam Mutiah (2010) mendalami teori Psikoanalisis yang

diprakarsai oleh Sigmund Freud. Dalam teori perkembangan Psikososial

milik Erikson, terdapat istilah persamaan ego yang merupakan perasaan

sadar yang dikembangkan melalui interaksi sosial. Perkembangan ego dapat

berubah dengan pengalaman dan adanya informasi baru yang didapat dari

interaksi dengan orang lain. Erikson percaya kemampuan memotivasi sikap

dan perbuatan dapat membantu perkembangan ego menjadi positif. Erikson

memaparkan teorinya melalui konsep polaritas bertingkat, menjadi delapan

tahap perkembangan selama siklus kehidupan (Mutiah, 2010). Anak-anak

bertanggung jawab meningkatkan prakarsa. Namun, perasaan bersalah

dapat muncul, bila anak tidak diberi kepercayaan dan membuat mereka

sangat cemas. Ketika anak-anak prasekolah menghadapi dunia sosial yang

lebih luas, mereka lebih tertantang dan perlu mengembangkan perilaku yang

lebih bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Anak-anak

diharapkan menerima tanggung jawab yang lebih besar. Namun perasaan

bersalah dapat muncul jika anak-anak tidak bertanggung jawab dan merasa

terlalu cemas (Wahyuni 2013).

2. Teori Perkembangan Kognitif

Piaget (1952) dalam Mutiah (2009) merumuskan teori Proses Kognitif pada

anak-anak. Menurutnya, melalui interaksi anak menciptakan sendiri

pengetahuan mereka tentang dunianya. Mereka berlatih menggunakan

informasi-informasi yang sudah mereka dengarkan sebelumnya. Dalam

proses belajar perlu adaptasi dan adaptasi membutukan keseimbangan

antara dua proses yang menunjang yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi

terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam

pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan

13
diri pada informasi baru atau penyesuaian skema pikiran mereka terhadap

lingkungannya. Tahap selanjutnya adalah Ekuilibrasi, mekanisme yang

menjelaskan bagaimana anak bergerak dari satu tahap pemikiran ke tahap

pemikiran selanjutnya. Pergeseran tersebut terjadi saat anak mengalami

konflik kognitif saat asimilasi dan akomodasi bekerja dalam menghasilkan

perubahan kognitif. Selain proses kognitif di atas, Piaget juga menyakini

perkembangan kognitif terjadi dalam empat tahapan yaitu sensorimotor,

praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Anak umur 2-

7 tahun termasuk tahap pra-operasional yang merupakan tahap pemikiran

simbolis yang bersifat egosentris dan intuitif namun tidak melibatkan

pemikiran operasional dan logis. Tahap ini dapat dibagi menjadi dua sub

tahap : fungsi simbolis (2 – 4 tahun) dan pemikiran intuitif (4 – 7 tahun)

(Wahyuni, 2013).

3. Teori Perkembangan Otak

Pendidikan bagi anak usia dini sangat penting dilakukan karena merupakan

dasar bagi pembentukan kepribadian manusia. Selama tahun-tahun pertama

otak berkembang pesat untuk menghasilkan bertriliun-triliun sambungan

antar sel. Sambungan antar sel akan semakin kuat apabila diberikan

stimulasi dan apabila sering digunakan (Mutiah, 2010). Jumlah sel otak

tidak pernah bertambah tetapi kualitas otak (dendrit) bisa bertambah. Jika

diberikan rangsangan yang banyak maka akan terjadi percepatan interaksi

antar impuls.

Menurut Frigyes Sandor, 1975 dalam Widhianawati (2011) menyebutkan

bahwa pembelajaran bernyanyi dan latihan gerak tubuh sangat berhubungan erat,

karena irama lagu dapat mempengaruhi dan mengendalikan pusat syaraf. Sehingga cara

belajar yang baik bagi anak adalah melalui lagu dan gerakannya. Untuk itu

14
pembelajaran melalui gerak dan lagu yang dilakukan sambil bermain akan membantu

untuk lebih mengembangkan kecerdasannya tidak hanya pada aspek pengembangan

seni, bahasa dan fisiknya saja tetapi juga pada pengembangan emosional dan kognitif

anak.

2.3 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

2.3.1 Pengertian Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Indonesia telah menggelar kembali Hari Cuci Tangan Pakai Sabun (HCTPS)

pada 15 Oktober 2008. Cuci Tangan Pakai Sabun merupakan bagian penting karena

kegiatan ini sebagai implementasi dari paradigma baru dalam pelaksanaan

programprogram kesehatan. Hari Cuci Tangan Pakai Sabun ini menjadi moment

penting untuk meningkatkan budaya cuci tangan pakai sabun di keluarga Indonesia

yang tergolong masih rendah, sebab Cuci Tangan Pakai Sabun adalah salah satu cara

yang paling efektif untuk mencegah penyebaran kuman penyakit masuk ke dalam

sistem imunitas tubuh (Desianto, 2012)

Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan

debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air mengalir.Tujuan

mencuci tangan adalah merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi.

Penelitian oleh Burton (2011) menunjukkan bahwa mencucui tangan dengan

menggunakan sabun lebih efektif dalam memindahkan kuman dibandingkan dengan

mencuci tangan hanya dengan menggunakan air. Segala jenis sabun dapat digunakan

untuk mencuci tangan baik itu sabun (mandi) biasa, sabun antiseptic ataupun sabun cair.

Tujuan penggunaan sabun adalah untuk membantu proses pelepasan kotoran dan

kuman yang menempel di permukaan luar kulit tangan dan kuku. Hingga kini belum

ada penelitian yang dapar membuktikan bahwa sabun antiseptic atau disinfektan

tertentu dapat membuat seseorang rentan pada organisme umum yang berada di alam.

15
2.3.2 Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Cuci Tangan Pakai Sabun adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah

diare dan ISPA, yang keduanya merupakan penyebab utama kematian paada anak.

Setiap tahun, sebanyak 3,5 juta anak diseluruh dunia meninggal sebelum mencapai

umur 5 tahun karena penyakit ISPA dan diare. Cuci Tangan Pakai Sabun juga dapat

mencegah penyakit kulit, infeksi mata, infeksi cacing, flu burung dan SARS.

1. ISPA

Infeksi Saluran Pernapasasn Akut (ISPA) adalah radang akut yang terjadi

pada saluran pernapasan bagian atas maupun bawah yang disebabkan oleh

infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun reketsia tanpa ataupun disertai

dengan radang parenkim paru (Kartika, 2013). Infeksi saluran napas

merupakan penyebab kematian utama pada balita. Karakteristik penduduk

dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada usia 1-4 tahun. Menurut jenis

kelamin, tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki – laki dan

perempuan. WHO (World Health Organization) memperkitakan insiden

ISPA di negara berkembang adalah 15-20% pertahun. Di Asia Tenggara,

kejadian ISPA mencapai 702.000 kasus pertahun (WHO, 2014). Indonesia

merukan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk paling besar

didunia, meningkatnya kepadatan penduduk ditunjang juga oleh

meningkatnya angka mortalitas dan morbilitas. Angka mortalitas yang terus

meningkat disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh karena penyakit

kronik maupun akut. Hal ini juga terjadi pada anak yang kehidupannya

rentan oleh penyakit. Penelitian oleh Maryunani (2010) gejala yang sering

dijumpai adalah batuk, pilek dan kesukaran bernapas. Anak pada usia

sekolah rata-rata mengalami ISPA sebanyak 4-5 kali dalam setahun. Kondisi

sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi

16
perilaku sehat dan menciptakan lingkungan yang sehat, keadaan ini dapat

mencegah dan menanggulangi ISPA pada anak usia sekolah. Potter dan

Perry (2006) mengatakan salah satu usaha untuk menghindari ISPA adalah

dengan menciptakan perilaku hidup yang sehat. Salah satu usaha dalam

menciptakan perilaku yang sehat yaitu melakukan cuci tangan. Cuci tangan

seringkali dianggap sebagai hal sepele di kalangan masyarakat, tetapi pada

kenyataannya cuci tangan dapat memberi kontribusi pada peningkatan status

kesehatan masyarakat. Berdasarkan fenomena yang ada, terlihat bahwa

anak-anak usia sekolah memiliki kebiasaan kurang memperhatikan perlu

dan pentingnya cuci tangan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku tersebut

memiliki pengaruh dan dapat memberikan kontribusi dalam terjadinya

penyakit ISPA.

2. Diare

Diare hingga saat ini, masih merupakan salah satu penyebab utama

kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia. Semua

kelompok usia bisa terserang diare, tetapi penyakit berat dengan kematian

yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak. Di negara berkembang,

anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang

menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian

(Zubir, 2006). Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih

sering dari biasanya (pada umumnya 3 kali atau lebih) per hari dengan

konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari (Kemenkes, 2011).

Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 diare

penyebab nomor satu kematian balita dan anak usia pra sekolah di dunia,

dan UNICEF melaporkan setiap detik satu anak meninggal karena diare. Hal

17
ini banyak terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia karena

buruknya perilaku hygiene perorangan dan sanitasi masyarakat yang

dipengaruhi oleh rendahnya tingkat sosial, ekonomi dan pendidikan

(Evayanti, 2014). Menurut Ramaiah (2005), tingginya angka kejadian diare

anak disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang meningkatkan

resiko diare yaitu: sanitasi yang buruk, fasilitas kebersihan yang kurang,

kebersihan pribadi yang buruk (tidak mencuci tangan sebelum, sesudah

makan, dan setelah buang air). Berdasarkan penelitian Evayanti, dkk (2014),

ditemukan sekitar 15% saja anak-anak usia pra sekolah yang mencuci

tangan dengan sabun sebelum dan setelah makan. Mencuci tangan dengan

sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini

dikarenakan tangan merupakan pembawa kuman penyebab penyakit. Resiko

penularan penyakit dapat berkurang dengan adanya peningkatan perilaku

hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan dengan sabun pada waktu

penting. (Depkes RI, 2011). Mencuci tangan dengan menggunakan sabun

telah terbukti bahwa kejadian penyakit diare dapat berkurang dengan

prosentase kurang lebih 40%. Mencuci tangan ini lebih dianjurkan pada saat

sebelum dan sesudah makan, dan setelah buang air kecil maupun buang air

besar (WHO, 2013).

3. Penyakit kulit, infeksi mata dan infeksi cacing

Penelitian telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran

pernapasan, penggunaan sabun ketika mencuci tangan dapat mengurangi

angka kejadian penyakit kulit, infeksi pada mata seperti konjungtivitis dan

trakoma, serta beberapa penyakit lain yang disebebkan oleh cacing

khususnya ascariasis dan trichurisasis.

2.3.3 Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

18
Membiasakan mencuci tangan sejak dini merupakan langkah awal untuk

mencegah masuknya kuman dan resiko tertularnya penyakit (Depkes, 2007).

Rabbi dan Dey (2013), mengatakan bahwa kesenjangan antara pengetahuan

mencuci tangan dengan praktik cuci tangan masih berlanjut, sehinnga diperlukan

inisiatif jangka panjang untuk menyadarkan masyarakat terutama pada anak-anak

pentingnya Cuci Tangan Pakai Sabun Pengenalan Cuci Tangan Pakai Sabun sudah

dilakukan sejak lama, namun praktik di masyarakat masih rendah, terutama pada anak-

anak cuci tangan pakai sabun masih sering diabaikan, sehingga kegiatan untuk

mempromosikan Cuci Tangan Pakai Sabun perlu terus dilakukan sebagai upaya

meningkatkan kesadaran pada masyarakat yang di khususkan pada anak-anak.

Gambar 2.1 : 6 Langkah Mencuci Tangan

19
WHO sebagai Organisasi Kesehatan Dunia telah merekomendasikan tentang

pentingnya mencuci tangan. WHO pada tahun 2005 mengeluarkan pesan kesehatan

untuk mencuci tangan dengan 6 langkah. Prinsip dari 6 langkah cuci tangan antara lain:

1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan antiseptik

(handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash).

2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik.

3. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash

Dibawah ini adalah 6 langkah mencuci tangan menurut WHO:

1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok

kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.

Gambar 2.2: Langkah pertama dari 6 langkah cuci tangan menurut WHO

2. Usap dan gosok kedua punggung tangan secara bergantian

Gambar 2.3: Langkah ke-2 dari 6 langkah cuci tangan menurut WHO

3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih

20
Gambar 2.4: Langkah ke-3 dari 6 langkah cuci tangan menurut WHO

4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci

Gambar 2.5: Langkah ke-4 dari 6 langkah cuci tangan menurut WHO

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

Gambar 2.6: Langkah ke-5 dari 6 langkah cuci tangan menurut WHO

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

21
Gambar 2.7: Langkah terakhir dari 6 langkah cuci tangan menurut WHO

2.3.4 Waktu Untuk Mncuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Mencuci tangan memakai sabun sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah

beraktifitas. Berikut ini adalah waktu yang tepat untuk mencuci tangan memakai sabun:

1. Sebelum makan

Hal ini dilakukan untuk menghindari terkontaminasinya makanan yang akan di

konsumsi dengan kuman, sekaligus mencegah masuknya kuman ke dalam

tubuh.

2. Sebelum dan sesudah menyiapkan bahan makanan

Mencuci tangan sebelum menyiapkan bahan makanan bertujuan untuk

membunuh kuman yang ada pada tangan agar tidak berpindah ke bahan

makanan yang akan diolah.

3. Sebelum dan sesudah mengganti popok

Agar menjaga kesterilan kulit bayi sehingga terhindar dari kuman – kuman

berbahaya yang dapat menginfeksi, maka mencuci tangan sebelum mengganti

popok harus dilakukan.

4. Setelah buang air besar dan buang air kecil

Ketika melakukan buang air besar dan buang air kecil kuman dan bakteri akan

mudah menempel pada tangan.

5. Setelah bersin atau batuk

22
Refleks menutup mulut dan hidung menggunakan tangan saat batuk atau bersin

memungkinkan kuman yang keluar bertepatan dengan batuk atau bersin

menempel pada tanggan.

6. Setelah menyentuh binatang

Bulu binatang merupakan penyumbang bakteri dan kuman yang sangat besar,

sehingga mencuci tangan juga diwajibkan setelah bersentuhan dengan binatang,

terutama yang berbulu tebal.

7. Setelah menyentuh sampah

Sampah sudah pasti merupakan sumber bakteri dan kuman yang sangat

berbahaya bagi tubuh, sehingga sangat disarankan untuk mencuci tangan setelah

menyentuh sampah.

8. Sebelum menangani luka

Luka, terutama pada bagian tubuh tertentu akan sangat sensitive terhadap

bakteri dan kuman. Apabila tidak mencuci tangan sebelum menangani luka,

maka kemungkinan terjadinya infeksi karena bakteri dan kuman akan menjadi

semakin tinggi.

9. Setelah memegang benda umum

Benda – benda umum memiliki kandungan bakteri dan kuman yang sangat

tinggi, sehingga wajib anda bersihkan.

2.3.5 Manfaat Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Tujuan utama dari cuci tangan secara higienis adalah untuk menghalangi

transmisi patogen-patogen kuman dengan cepat dan secara efektif. Kebersihan tangan

yang tidak memenuhi syarat juga berkontribusi menyebabkan penyakit terkait

makanan, seperti Salmonella dan infeksi E. Coli.

23
Mencuci tangan dalam upaya peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) sangatlah penting dan mudah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan

Indonesia Sehat 2010. Mencuci tangan menjadi penting jika ditinjau dari:

1. Kulit tangan banyak kontak dengan berbagai benda dan lingkungan.

2. Kuman dapat terdapat di kulit jari, sela kuku, kulit telapak tangan.

3. Kontak mulut dan tangan saat makan / minum.

4. Dapat menimbulkan penyakit saluran cerna.

Secara umum, cuci tangan dapat berguna untuk pencegahan penyakit yaitu

dengan cara membunuh kuman penyakit yang ada ditangan. Dengan mencuci tangan,

maka tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman. Apabila tangan dalam keadaan

bersih akan mencegah penularan penyakit seperti diare, cacingan, penyakit kulit, Infeksi

saluran pernafasan akut (ISPA) dan flu burung.

BAB III

KERANGKA KONSEP

Kuesioner

Pengunjung PKM Gambaran sikap dan


Pengetahuan tentang
Tuminting perilaku pengunjung
cuci tangan yang benar
PKM Tuminting

1. Dasar24 untuk
penelitian lebih
BAB IV

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini berupa penelitian deskriptif untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan
dan Sikap Perilaku Cuci Tangan pada Pengunjung UPT Puskesmas Tuminting Kota Manado
Januari 2020.

3.2. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tuminting Kota Manado 14 – 17 Januari 2020.

3.3. Populasi dan sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian diambil dari seluruh pasien yang sedang berkunjung di UPT Puskesmas
Tuminting dari tanggal 14-17 Januari 2020.

25
3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu pengunjung Puskesmas Serang Kota yang dipilih dengan
memenuhi kriteria inkulusi yang di tentukan.

Kriteria Inklusi

1. Seluruh pengunjung Puskesmas Serang Kota yang bersedia mengikuti penelitian.


2. Pengunjung yang berumur 15 - 60 tahun.
3. Pengunjung yang bersedia menjadi responden dan bersedia mengisi kuesioner

Kriteria Ekslusi
1. Pengunjung Puskesmas Serang Kota yang sedang berobat di IGD Puskesmas.
2. Pengunjung yang tidak menandatangani inform concent yang telah penulis sediakan.

3.3.3. Teknik pengambilan sampel penelitian

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Quota sampling. Seluruh


pengunjung Puskesmas Tuminting yang sedang menunggu antrian di poli dikumpulkan,
selanjutnya subjek yang didapat dan memenuhi kriteria inkulusi pada hari dan tanggal
yang telah di tentukan di minta untuk mengisi kuesioner tentang Pengetahuan dan Sikap
Perilaku Cuci Tangan.

3.3.4. Besar sampel

Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu berdasarkan teknik pengambilan
sampel yaang peneliti gunakan yaitu Quota sampling maka di dapatkan sampel dalam
penelitian ini sebanyak 30 orang dari pengunjung yang telah memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Cara Kerja Penelitian

Penelitian ini menggunakan media penelitian berupa kuesioner yang di berikan


kepada pengunjung yang telah memenuhi kriteria inklusi. Selanjutnya dilakukan
pengolahan data dan kemudian di lakukan analisa sederhana untuk mengetahui
gambaran pengetahuan dan sikap perilaku cuci tangan.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel bebas : Pengetahuan pengunjung UPT Puskesmas Tuminting

Variabel terikat: Perilaku Cuci tangan yang benar

26
3.6. Managemen Data

3.6.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner (tentang pengetahuan seputar


cuci tangan) oleh responden sebelum diberikan edukasi tentang cuci tangan melalui pembagian
leaflet .

3.6.2. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya di lakukan analisa sederhana untuk


mengetahui Gambaran Pengetahuan dan Sikap Perilaku Cuci Tangan.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data

Pengisian daftar pertanyaan pada kuesioner dilakukan pada tanggal 14 – 17 Januari


2020, dan responden diberikan waktu 20 menit untuk mengisi kuesioner. Kemudian
dilakukan penyuluhan tentang mencuci tangan dengan menggunakan media leaflet
yang dibagikan setelah pengisian kuesioner.

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan serta disesuaikan dengan
tujuan penelitian, maka disusunlah hasil penelitian sebagai berikut :

1. Air yang bersih adalah air yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.

27
Dari 30 kuesioner yang disebar, 100% responden setuju bahwa air yang bersih adalah
air yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Dengan demikian, seluruh
responden sudah mengetahui air seperti apakah yang layak untuk digunakan pada cuci
tangan yang benar.

2. Mencuci tangan yang bersih cukup menggunakan air saja.

Mengenai kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun, peneliti mencoba


menanyakan tentang kebiasaan menggunakan sabun untuk mencuci tangan yang benar.
Namun 90% responden setuju bahwa mencuci tangan yang benar cukup menggunakan
air saja, tanpa menggunakan sabun. Seperti diketahui, untuk mencuci tangan yang baik
dan benar, air saja tidak cukup karena air tidak dapat membunuh kuman yang terdapat
pada tangan. Hal ini menyebabkan bahwa perlu adanya peningkatan pengetahuan
bahwa mencuci tangan harus menggunakan sabun.

Sedangkan sisanya 10% responden menyatakan bahwa cuci tangan tidak cukup hanya
menggunakan sabun, namun harus menggunakan bahan lain untuk membunuh kuman
seperti sabun atau larutan berbasis alkohol.

Dari 30 responden, 60% selalu memakai sabun saat sedang cuci tangan, sedangkan 40
% sisanya hanya kadang-kadang menggunakan sabun.

3. Mengenai cara mencuci tangan

28
93% responden setuju bahwa mencuci tangan harus dilakukan dengan menggunakan
air yang mengalir.

4. Aktifitas yang memerlukan cuci tangan

Peneliti mengajukan pertanyaan kapankah cuci tangan yang benar dilakukan? 66%
responden menjawab bahwa responden hanya mencuci tangan sebelum makan.
Kesadaran untuk bisa mencegah penularan infeksi kuman melalui tangan sebelum
makan masih rendah karena 66% saja responden yang mencuci tangan sebelum makan.
Sedangkan cuci tangan seharusnya dilakukan oleh semua orang sebelum makan untuk
menghindari penyakit-penyakit fecaloral yang bisa menular melalui tangan yang tidak
dicuci.

Kegiatan sehari-hari lainnya yang biasanya dilakukan cuci tangan oleh responden, yaitu
:

 96% setelah makan

 90% sebelum dan setelah makan

 66% setelah selesai BAB/BAK

 46% setelah beraktifitas

 46% sebelum dan setelah memasak

 23% sebelum bermain dengan anak

5. Dari kuesioner yang disebar, 100% responden setuju bahwa mencuci tangan dapat
mencegah penyakit. Namun kesadaran untuk mencuci tangan tidak sesuai dengan
pengetahuan tersebut.

Berikut hasil pengetahuan beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci
tangan, yaitu :

a. batuk pilek 50%

b. Tipes / Demam Tifoid 43%

c. Diare 76%

29
Untuk mencoba apakah responden mengetahui penyakit yang sering terjadi namun
tidak dapat dicegah dengan mencuci tangan, penulis menanyakan apakah DBD dapat
dicegah? 20% responden menjawab cuci tangan dapat mencegah DBD padahal DBD
tidak dapat dicegah dengan mencuci tangan melainkan dicegah dengan 3M+1. Hal ini
mendandakan bahwa pengetahuan responden mengenai penyakit menular masih belum
mencukupi sehingga diperlukan penyuluhan lain untuk menjelaskan tentang infeksi
menular kepada pengunjung puskesmas.

6. Bagian yang dicuci saat cuci tangan

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan dan saran

5.1. Kesimpulan
1. Seluruh pengunjung sudah mengetahui tentang pentingnya cuci tangan untuk mencegah
penyakit. Namun tidak semua pengunjung tahu penyakit apa saja yang dapat dicegah
dengan cuci tangan.
2. 90 % pengunjung tidak selalu menggunakan sabun saat cuci tangan

30
3. Tidak semua bagian pada tangan dicuci saat cuci tangan. Telapak tangan merupakan
bagian dari tangan yang sering di cuci, sedangkan bagian lainnya jarang ikut tercuci.
4. 96% (hampir seluruhnya) mencuci tangan setelah makan namun hanya 66%
pengunjung hanya mencuci tangan sebelum makan, sedangkan kegiatan lain belum
banyak yang melakukan cuci tangan.

5.2. Saran
1. Bagi Puskesmas :
1. Menyediakan handrub atau wastafel bagi pengunjung puskesmas
2. Menyediakan poster tentang pentingnya cuci tangan (tidak hanya cara cuci
tangan)
2. Bagi Petugas Kesehatan :
1. Membiasakan cuci tangan sebelum dan setelah tindakan
2. Memberikan penyuluhan tentang pentingnya cuci tangan baik secara personal
pada pasien dan keluarga ataupun saat penyuluhan/posbindu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta: Depkes
RI; 2008.

2. Kemenkes RI. Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2010.

31
3. Dit. PL, Ditjen PP-PL. Pedoman Umum Pengelolaan Kegiatan Peningkatan Perilaku Cuci
Tangan Pakai Sabun (CTPS) Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.

4. WHO. WHO guideline on hand hygiene in health care first global patient safety challenge.
Switzerland: WHO Press; 2009.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis


Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.

6. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Buku Saku 2010 Visualisasi Data Kesehatan
Propinsi Jawa Tengah. Semarang: Dinas Kesehatan Propinsi Jateng; 2010.

7. USAID. Formative Research Report Hygiene and Health. Jakarta: USAID Indonesia;
2006.

8. Pratiwi Y. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene pada anak usia sekolah di
SD Negeri Pleret Lor. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 2011.

LAMPIRAN

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN RESPONDEN

32
Dalam rangka memenuhi tugas akhir pendidikan dokter internsip periode UKM,
saya dr. Dede Ropiah akan melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Pengetahuan
dan Sikap Perilaku Cuci Tangan pada Pengunjung UPT Puskesmas Serang Kota Tahun
2015”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap
perilaku pengunjung Puskesmas Serang Kota. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai sumber informasi dan sarana edukasi kesehatan tentang cuci tangan.

SURAT PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : …………………………

Umur : ………………………… tahun

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari penelitian


tersebut dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas.

Serang, Desember 2015

Peneliti Peserta

( d r . Dede Ropiah ) ( )

33
Lampiran 2
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERILAKU CUCI TANGAN
PADA PENGUNJUNG UPT PUSKESMAS DTP SERANG KOTA TAHUN
2015
No. Kuesioner :
Identitas Responden
Nama :
Umur :
Alamat :
Pendidikan :
No telp :
ISILAH KOLOM DIBAWAH INI YANG MENURUT ANDA BENAR DENGAN TANDA
SILANG “ X “

No. PERTANYAAN BENAR SALAH


1. Air yang bersih adalah air yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
berasa.
2. Mencuci tangan yang bersih cukup menggunakan air saja
3. Mencuci tangan harus dilakukan dengan menggunakan air yang mengalir

4. Mencuci tangan hanya perlu dilakukan sebelum makan

5. Mencuci tangan dapat mencegah penyakit

ISILAH KOLOM DIBAWAH INI SESUAI DENGAN KEBIASAAAN DENGAN TANDA


CENTANG ( )

1. Saya biasanya cuci tangan menggunakan :


Air saja
Kadang menggunakan sabun
Selalu menggunakan sabun
2. Berikut adalah penyakit yang bisa dicegah dengan cuci tangan yang benar :
Batuk Pilek
Tipes / Demam Tifoid
Diare
Demam Berdarah
3. Saya biasanya cuci tangan saat :

Setelah makan
Sebelum dan setelah makan
Setelah selesai buang air besar/kecil
Setelah beraktivitas / bekerja
Sebelum dan setelah memasak
Sebelum bermain dengan anak
4. Saat cuci tangan saya biasanya mencuci bagian :
Telapak tangan
Punggung tangan
Sela-sela jari
Ujung kuku
Jempol

34
Pergelangan tangan

Lampiran 3
Dokumentasi Penyuluhan dan Presentasi Mini Project

35
36
37
Lampiran 4
Dokumentasi Leaflet sebagai media promosi kesehatan

38
39

Anda mungkin juga menyukai