Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh :

Fitrah Adhitya Abjan S

Pembimbing:
dr. Susanto Isman, Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Periode 14 Maret 2022 – 21 Mei 2022
STATUS PASIEN

Pasien masuk ke ruang inap lantai 12 pada tanggal 16 Februari 2022

I. Identitas Pasien
• Nama : An. Edi Sugiarto
• Tanggal Lahir : 28 Maret 2005
• Umur : 17 Tahun
• Jenis kelamin : Laki - laki
• Agama : Islam
• Alamat : Kmp. Muara bahari samudra 8 RT 009
• Kewarganegaraan : WNI
• Suku : Indonesia

II. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Hayati
Tanggal Lahir
Pekerjaan Wiraswasta
Agama Islam
Pendidikan SMA
Penghasilan Rp. 7.000.000,-

Hubungan dengan orang tua : Anak Kandung

III. Anamnesa
Alloanamnesis dikalukan pada tanggal 23 Maret 2022 pukul 10.00 WIB dengan Ibu
pasien.

Keluhan Utama : Pasien ke IGD dengan keluhan sesak nafas


Keluhan Tambahan : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien anak usia 17 tahun datang dengan keluhan adanya sesak nafas disertai mengi dan batuk
berdahak sejak 1 hari sebelum masuk RS. Pasien mnegatakan bahwa sebelum sesak nafas timbul
pasien memakan makanan seafood yaitu kepiting bersama teman-temanya. Sesak timbul perlahan
dan semakin lama semakin memberat, keluhan lainnya seperti demam, mual, muntah, BAB cair
disangkal. Bersamaan dengan sesak, pasien mengeluhkan adanya nyeri perut. Nyeri perut terasa
hilang timbul tanpa adanya faktor tertentu. Nyeri perut terasa paling sakit pada regio umbilical dan
terkadang menyebar ke seluruh permukaan perut. Namun nafsu makan dan minum paien masih
baik. Tidak ada masalah dari riwayat kehamilan, riwayat kelahiran pasien, riwayat perkembangan,
riwayat pertumbuhan dan riwayat imunisasi pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Keluhan serupa (+)
 Alergi (+)
 Kejang demam (-)
 TBC (-)
 Tifoid (-)
 Kel. Kongenital (-)
 Operasi (-)
 Kecelakaan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Keluhan serupa (-)
 Hipertensi (-)
 Diabetes Mellitus (-)
 Peny. Jantung (-)
 Peny. Ginjal (-)
 TBC (-)
 Epilepsi (-)

Riwayat Kehamilan :
 Perawatan antenatal : ANC rutin setiap bulan
 Penyakit kehamilan : tidak ada penyakit selama kehamilan

Riwayat Kelahiran :
 Cara lahir : Pervaginam, spontan
 Tempat lahir : Rumah
 Ditolong oleh : Bidan
 Masa gestasi : Cukup bulan (39 Minggu)
 Berat lahir : 3.100 gr
 Panjang lahir : 52 cm
Keterangan : Lahir langsung menangis, sianosis (-), kejang (-), cacat bawaan (-)

Riwayat Imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi ke puskesmas

Umur
Vaksin
0 1 2 3 4 9 18
bulan Bulan bulan bulan bulan bulan bulan
BCG √

DPT √ √ √ √

Polio √ √ √ √ √

Campak √

Hepatitis B √ √ √ √ √

Riwayat Tumbuh Kembang :


 Pertumbuhan gigi pertama : 5 bulan
 Gangguan perkembangan mental : Tidak ada gangguan perkembangan
mental
 Psikomotor
o Tengkurap : 8 bulan
o Duduk : 14 bulan
o Merangkak : 8 bulan
o Berdiri : 17 bulan
o Berjalan : 18 bulan

IV. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 24 Maret 2022 pukul 11.00 WIB

Tanda Tanda Vital


 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : kompos mentis
 Frekuensi Nadi : 100x/menit
 Frekuensi Pernafasan : 23x/menit
 Suhu Tubuh : 36,8oC
 Data Antropometri
o Berat Badan : 45Kg
o Tinggi Badan : 157 cm

o Lingkar Kepala : 54 cm

o Lingkar Dada : 84 cm

o Lingkar Lengan Atas : 25 cm

 Interpretasi Antropometri
o IMT (kg/m2) :
o BB/U : BB aktual/BB ideal x 100% = 45/65 x 100% = 69,23% (Gizi
Kurang)
o TB/U : TB aktual/TB ideal x 100%= 157/175 x 100% = 89,71 (TB Normal)
o Lingkar kepala = normocephali (score mean 50%)
Kepala
 Bentuk Kepala : Kepala bulat, bentuk wajah simetris, (-) perubahan warna kulit
 Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah di cabut
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil, isokor,
simetris, refleks cahaya +/+, edem palpebra -/-, mata (-) cekung
 Telinga : Liang telinga lapang, deformitas (-), serumen-/-, sekret -/-
 Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-)
 Bibir : Mukosa bibir lembab, sianosis(-)
 Gigi geligi : Tidak ada kelainan
 Lidah : Tidak kotor, simetris
 Tonsil : T1 – T1, edem (-), hiperemis (-), detritus (-)
 Faring : Hiperemis (-), post nasal drip (-), detritus (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax Anterior
 Inspeksi : Bentuk dada kanan dan kiri normal, statis dan dinamis kanan-
kiri simetris, pelebaran sela iga (-), retraksi sela iga (-), sternum di tengah
 Palpasi : Gerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, benjolan (-),
nyeri (-), vokal fremitus normal, taktil fremitus normal

 Perkusi : Perkusi sonor di seluruh lapang paru


 Auskultasi : Suara napas vesikuler, lendir (+) di kedua lapang paru,
wheezing ekspiratoar +/+, ronki (-), Bunyi Jantung I dan II normal, murmur
(-), gallop (-)

Jantung
 Inspeksi : Dinding data datar, bentuk normal, perbandingan diameter
transversal terhadap diameter antero posterior 2:1
 Palpasi : Teraba letak iktus kordis di sela iga ke 5

 Perkusi : - Batas jantung kanan  Linea sternalis dextra sela iga ke 4

- Batas jantung kiri  Linea midcavicularis sinistra sela iga


ke 5

- Batas pinggang jantung  Linea parasternalis sinistra sela


iga ke 3
 Auskultasi : - Daerah mitral & tricuspid : Suara BJ I ≥ BJ II
- Daerah pulmonal & aorta : Suara BJ II ≥ BJ I
-
Abdomen Anterior
 Inspeksi : Datar, warna kulit sawo matang, lesi kulit (-), pulsasi (-),
cicatrix (-), bekas operasi (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio umbilical, tidak teraba
pembesaran pada hepar dan lien
 Perkusi : Nyeri ketuk (-), timpani di seluruh lapang abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik

Pemeriksaan Lainnya
 Kulit : Ikterik (-), petechiae (-)
 Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat, sianosis (-), CRT < 2detik,
kekuatan otot 5555, tonus normal, cogwheel rigidity (-), edema (-), ptechie (-)
 Rambut : hitam merata, tidak mudah dicabut
 Genitalia : tidak dilakukan
 Anus dan rectum : tidak dilakukan
 Tulang belakang : tidak dilakukan

V. Pemeriksaan Penunjang
Senin, 21 Maret 2022
 Laboratorium
Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 15,5 g/dL 12,5-16,1
Leukosit *11,50 10^3/uL 4,00-10,50
Hematokrit 41,7 % 36,0-47,0
Trombosit *340 10^3/uL 163-337

Senin, 21 Maret 2022


 Laboratorium
Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 15,5 g/dL 12,5-16,1
Leukosit *11,50 10^3/uL 4,00-10,50
Hematokrit 41,7 % 36,0-47,0
Trombosit *340 10^3/uL 163-337
Eritrosit 5,45 Juta/uL 4,20-5,60
MCV *77 fL 78-95
MCH 28 Pg 26-32
MCHC *37 d/dL 32-36
RDW-CV 13,7 % 11,5-14,0

Hitung Jenis
Basofil 0,5 % 0,2-1,2
Eosinofil 1,0 % 0,8-7,0
Neutrofil 50,2 % 34,0-67,9
Limfosit 40,6 % 21,8-53,1
Monosit 7,7 % 5,3-12,2

NLR & ALC


NLR 1,24
ALC 4669 /uL

Kimia Klinik
Natrium 139 mEq/L 135-147
Kalium *2,99 mEq/L 3,5-5,0
Klorida *110 mEq/L 96-108
GDS 90 mg/dL 60-100

Imunologi & Alergi


SARS CoV-2 Negatif
IgG - -
IgM - -

Serologi
CRP mg/dL <0,50

VI. Ringkasan
Pasien anak usia 17 tahun datang dengan keluhan adanya sesak nafas disertai mengi dan batuk
sejak 1 hari sebelum masuk RS. Sesak timbul perlahan dan semakin lama semakin memberat,
keluhan lainnya seperti demam, mual, muntah, BAB cair disangkal. Bersamaan dengan sesak,
pasien mengeluhkan adanya nyeri perut. Nyeri perut terasa hilang timbul tanpa adanya faktor
tertentu. Nyeri perut terasa paling sakit pada regio umbilical dan terkadang menyebar ke seluruh
permukaan perut. Namun nafsu makan dan minum paien masih baik. Tidak ada masalah dari
riwayat kehamilan, riwayat kelahiran pasien, riwayat perkembangan, riwayat pertumbuhan dan
riwayat imunisasi pasien.

VII. Diagnosis Kerja


Asma bronkial

VIII. Diagnosis Banding

ISPA
Bronkopneumoni

IX. Anjuran Pemeriksaan Penunjang

X. Analisis gas darah


XI. Pemeriksaan mikroskopis sputum
XII. Uji faal paru
XIII. Uji bronkodilator
XIV. Uji provokasi bronkus jika perlu

XV. Prognosis
 Ad Vitam : dubia ad bonam
 Ad Functionam : dubia ad bonam
 Ad Sanationam : dubia ad bonam
XVI. Penatalaksanaan

Meptin mini 2x1 ½ tab

Propilas 2x5 ml

Azytromicin 1x500 mg

XVII. Follow-up Harian

Selasa, 29 Maret 2022


S : Demam naik turun (+), naik saat sore sampai malam, mual (+), muntah 3x, batuk (-),
pilek (-), nyeri perut (-)

O : HR: 100x/menit, RR: 23x/menit, Suhu: 37,2oC, TD: 110/70, BB: 45 Kg

Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hemoglobin 13,6 g/dL 12,5-16,0
Leukosit *2,11 10^3/uL 4,00-10,50
Hematokrit 39,3 % 37-47
Trombosit *123 10^3/uL 182-369

A : DHF
P:
 Asering 2000cc/hari
 PCT 4x1tab
 Omeprazole 1x40g IV
 Ondansentron 3x6mg IV
 H2TL/hari
Tinjauan Pustaka

Pendahuluan

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif
jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa
berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan
dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.

Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004
menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik
sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman,
setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Epipdemiologi

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) asma merupakan penyebab kematian
(mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Dilaporkan prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk. Kejadian asma terbanyak di Provinsi Sulawesi Tengah
yaitu 7,8% dan di Nusa Tenggara Timur yaitu 7,3%, sedangkan di Provinsi Bengkulu angka
kejadian asma yaitu 2,0%.

Penelitian yg dilakukan oleh National Health Interview Survey bersama memanfaatkan kuesioner
ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children), mengatakan bahwa akibat dari
asma yang tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan kematian. Penelitian tersebut
mengatakan bahwa asma merupakan penyebab kematian kedelapan dari data yg ada di Indonesia
prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari 4,2% jadi 5,4%.

Penyebab penyakit asma ada kaitannya dengan antibody tubuh yang memiliki kepekaan berlebih
terhadap alergen dalam hal ini adalah Imunoglobulin (Ig) E. Sedangkan alergen yang dimaksud
disini dapat berupa alergen intrinsik maupun ekstrinsik. Sehingga penyakit asma ini dapat menurun
dari orang tua kepada keluarganya.

Etiologi

Penyebab penyakit asma ini dibagi menjadi 4 yaitu: 1) Faktor Intrinsik yaitu psikologis dapat
mencetuskan suatu serangan asma, karena rangsangan tersubut dapat mengaktivasi sistem
parasimpatis yang diaktifkan oleh emosi, rasa takut dan cemas. Karena rangsangan parasimpatis ini
juga dapat mengaktifkan otot polos bronkious, maka apapun yang meningkatkan aktivitas
parasimpatis dapat mencetuskkan asma. Dengan demikian dapat mengalami asma mungkin
serangan terjadi akkibat gangguan emosi. 2) Kegiatan jasmani yaitu asma yang timbul karna
bergerak badan atau olahraga terjadi bila seseorang mengalami gejala-gejala asma selama atau
setelah olahraga atau melakukan gerak badan. Pada saat penderita sedang istirahat, ia bernafas
melalui hidung. Sewaktu udara masuk melalui hidung, udara dipanaskan dan akan menjadi lembab.
Saat melakukan gerak badan pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume
udara yang dihirup semakin banyak, hal ini lah yang menyebabkan otot yang peka disaluran
pernafasan mengencang sehingga sauran udara menjadi lebih sempit, yang menyebabkan bernafas
menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala asma. 3) Faktor Ekstrinsik yaitu allergen yang
merupakan factor pencetus asma yang sering dijumpai. Seperti debu, bulu, polusi udara dan
sebagainya yang dapat menimbukan serangan asma pada penderita yang peka. Dan juga terdapat
pada obat-obatan yang sering mencetuskan serangan asma adalah reseptor beta, atau biasanya
disebut dengan beta-blocker. 4) Faktor Lingkungan sepeeti cuaca yang lembab serta hawa gunung
sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak menjadi dingin sering merupakan faktor
provokatif untuk serangan. Kadang-kadang asma berhubungan dengan satu musim. Lingkungan
lembab yang disertai dengan banyaknya debu rumah atau berkembangnya virus infeksi saluran
pernafasan, merupakan pencetus serangan asma yang perlu diwaspadai

III. Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8
1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi lingkungan yang buruk
seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan serta aktivitas
olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini tidak ada hubungannya dengan paparan
(exposure) terhadap allergen dengan sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan keadaan yang
peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi
penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat. Pada
golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan
yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi
bronchial. Pada tipe mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)

Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun ekstrinsik.

Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4


1. Intermite
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%
IV. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan
asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.9
Keluhan yang timbul : 6,9,10
 Nafas berbunyi
 Sesak nafas
 Batuk
Tanda-tanda fisik : 6,9,10
 Cemas/gelisah/panik/berkeringat
 Tekanan darah meningkat
 Nadi meningkat
 Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi
 Frekuensi pernafasan meningkat
 Sianosis
 Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
 Didapatkan ekspirium yang memanjang
 Wheezing

Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang
memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor lingkungan meliputi: alergen
didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen di luar ruangan
(alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur), obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-
blocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), ekspresi emosi
berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalam ruangan,
exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, dan
perubahan cuaca.

Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh serangan batuk,
mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Pencetus serangan
asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, alergen, virus, iritan yang dapat
menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah
kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.

Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen
Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast mengeluarkan histamin dan
berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi
mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 6-9 jam setelah fase awal.
Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag.

Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan


deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses
dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel terlibat dalam proses
remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran retikular basal, fibrogenic
growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus. Perubahan struktur yang terjadi
pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas, hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular basal, pembuluh darah meningkat,
peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan struktur parenkim, dan peningkatan fibrogenic
growth factor. Dengan adanya airway remodeling, terjadi peningkatan tanda dan gejala asma
seperti hipereaktivitas jalan napas, distensibilitas dan obstruksi jalan napas.

Gambar 1. Patogenesis Asma

Patofisiologi
Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab
utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang dipicu oleh mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel
inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi
matriks pada saluran nafas. Selain itu, dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein
plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.

Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

Hiperaktivitas saluran respiratori


Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian histamin dan metakolin
dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang
merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic
Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara
dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti
histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang
terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.
Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini disebabkan oleh
perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks
ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan
kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pada struktur filamen
kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang
terjadi secara kronik.
Hipersekresi mucus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran nafas pasien asma dan
penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat
penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab
ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan
bronkodilator.

Manifestasi Klinis

Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan
anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik di sela iga maupun
epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat
dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas
dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti
dermatitis atopi dapat ditemukan.

Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik saluran
respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lendir, udem dinding bronkus dan konstriksi otot polos
bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya gejala batuk, pada auskultasi
dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi. Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak
dengan komponen ekspiratori yang lebih menonjol.

Diagnosis

Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk dan/atau mengi
yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari (nokturnal), musiman, setelah
aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada pasien.

Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan bertambahnya umur
khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak yang sudah
besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna
dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus
dengan histamin, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin
hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma
anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk dan/atau mengi
yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas dari ringan sampai berat. Pada
serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang
timbul tidak terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan
sedang, gejala bertambah berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak
dan sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.
Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan
anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik di sela iga maupun
epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai
adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi
bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat
ditemukan.
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik saluran
respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lendir, udem dinding bronkus dan konstriksi otot polos bronkus.
Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar
ronkhi basah kasar dan mengi. Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen
ekspiratori yang lebih menonjol.

Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis gas darah
(AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada AGD dapat dijumpai adanya peningkatan
PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi
paru bila kondisi memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang
mencapai <70% nilai normal.
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat membantu penegakan
diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai pada pasien asma. Untuk
memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan histamin atau metakolin. Bila uji
provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitive dapat ditegakkan.
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak

Parameter klinis Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
Kebutuhan obat, (asma ringan) (asma sedang) (asma berat)
dan faal paru
1.Frekuensi serangan 3-4x /1tahun 1x/bulan ≥1/bulan
2.Lama serangan <1 minggu ≥1 minggu Hampirsepanjang tahun,
tidak ada remisi
3.Intensitas serangan Ringan Sedang Berat
4.diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
5.Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
<3x/minggu >3x/minggu
6.Pemeriksaan fisis Normal, tidak Mungkin terganggu Tidak pernah normal
diluar serangan ditemukan kelainan (ditemukan kelainan)
7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid/ Perlu, steroid inhalasi
steroid inhalasi dosis Dosis ≥400 ụg/hari
100-200 ụg
8.Uji faal paru PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
9.Variabilitas faal paru ≥20% ≥30% ≥50%
(bila ada serangan)

Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma


Parameter klinis, Ringan Sedang Berat
Fungsi paru,
Laboratorium
Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi : Bayi : Bayi :
Menangis keras Tangis pendek Tidak mau
& lemah minum /
Kesulitan makan
menetek dan
makan
Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk
Duduk bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya
irritable irritable Irritable
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada
Wheezing Sedang, sering Nyaring, Sangat
hanya pada akhir Sepanjang nyaring,
ekspirasi ekspirasi Terdengar
± inspirasi tanpa
stateskop
Penggunaan otot Biasanya tidak Biasanya ya Ya
Bantu respiratorik
Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam,
Retraksi ditambah ditambah
Interkosta Retraksi Napas cuping
suprasternal hidung
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia frekuensi napas normal
<2 bulan < 60 / menit
2-12 bulan < 50 /menit
1-5 tahun < 40 / menit
6-8 tahun < 30 / menit
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi
Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :
Usia Frekuensi nadi normal
2-12 bulan < 160 / menit
1-2 tahun < 120 / menit
3-8 tahun < 110 / menit

Pulsus paradoksus Tidak ada Ada Ada


<10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg
PEFR atau FEV1 (% Nilai dugaan/ Nilai terbaik)
Prabronkodilator >60% 40-60% <40%
Pascabronkodilator >80% 60-80% <60%
Respon < 2
jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤90%
PaO2 Normal >60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Tatalaksana

Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka panjang. Tujuan
tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya tumbuh kembang anak
secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai
adalah:
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain dan
berolah raga,
2. sedikit mungkin angka absensi sekolah,
3. gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu),
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada PEF,
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak ada
serangan,
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak,
Tujuan tatalaksana saat serangan:
- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat pengobatan
dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan telah tercapai dan stabil 1 –
3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan – pelan (step down). Berikut ini adalah
syarat step up dan step down:
Syarat Step Up Syarat Step down
pengendalian lingkungan dan hal-hal yang Pengendalian lingkungan harus tetap baik
memberatkan asma sudah dilakukan
pemberian obat sudah tepat susunan dan caranya Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-
turut
tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3
minggu bulannya sampai dengan dosis terkecil yang
masih dapat mengendalikan asmanya.
efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) tidak Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan
ada kalau sudah dikoreksi, ICS dapat diturunkan
bersama dengan penambahan LABA dan atau
LTRA
Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika
sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi
digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga
obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma,
yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan
walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu
25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu.

Obat – obat Pereda (Reliever)


1. Bronkodilator
a. Short-acting β2 agonist

Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak. Reseptor β2
agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh
darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12). Dengan pemberian short acting β2 agonist, diharapkan
terjadi relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan
klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel
mast. Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin.
Dosis salbutamol:
 Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
 Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau
nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).
 Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis terbutalin:
 Oral: 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
 nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 –
4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1
menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.
Serangan berat: MDI 10 semprotan.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini obat
inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering
terjadi.
Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis
maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 – 0,4
ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.
Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan
takikardi.
b. Methyl xanthine

Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya
lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan
kombinasi β2 agonist dan antikolinergik(12). Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian
oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri
setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan
absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan
keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui
metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin. Efek samping obat ini adalah mual,
muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 1–6 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 6–11 bulan: 1
mg/kgBB/Jam; 1–9 tahun: 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam.
2. Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi β2 agonist
menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 ml/kgBB, nebulisasi tiap 4
jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8
– 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak
dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada
anak.
3. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja
cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2) serangan asma tetap terjadi meski pasien
telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler; (3) serangan ringan yang mempunyai
riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4
jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat
oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2
mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari . Metilprednisolon merupakan
pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih
besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1
mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis
dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.
Obat – obat Pengontrol
Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik yaitu:
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, teofilin, kromolin, dan long
acting oral β2-agonist.
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi
budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan
obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu
mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di
rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan
mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Dosis yang dapat digunakan sampai
400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem
saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)


Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya lebih baik.
LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane. Selain itu
LTRA mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor dan dapat
mencegah early asma reaction dan late asthma reaction. LTRA dapat diberikan per oral,
penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati. Preparat LTRA yaitu montelukas dan
zafirlukas. Preparat yang tersedia di Indonesia hanya zafirlukas. Zafirlukas digunakan untuk anak
usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.

3. Long acting β2 Agonist (LABA)

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug dengan
tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV 1 pagi dan sore, penggunaan
steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA
sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide),
budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI.
Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.

4. Teofilin lepas lambat

Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk
mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin
lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Terapi dimulai pada dosis inisial
5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.
Terapi Suportif

Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen dan terapi cairan. Oksigen
diberikan pada serangan sedang dan berat melalui nasal kanul ataupun masker. Perlu dilakukan
pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan,
peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-
hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang
memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang
memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan
maintenance.

Cara Pemberian Obat7

UMUR ALAT INHALASI


< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat
perenggang (spacer) Pemakaian
5-8 tahun Nebuliser
alat MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
>8 tahun Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler
perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah
obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih
baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering
memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

Prognosis

Angka mortalitas pasien asma sangat kecil. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, jumlah kematian
karena asma kurang dari 6000 kematian pertahunnya dari populasi 10.000.000 pasien. Informasi
yang adekuat terhadap pasien mengenai pencegahan penyakit dapat memberikan prognosis yang
baik, terutama bila penyakitnya ringan dan berkembang pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
tetap memiliki asma dalam 7-10 tahun setelah didiagnosis pertama bervariasi dari 26-78%, atau
rata-rata 46%, presentase pasien yang asmanya berlanjut menjadi asma dengan derajat berat hanya
6-19%. Remisi spontan terjadi pada sekitar 20% pasien asma setelah dewasa, dan sebanyak 40%
mengalami perbaikan derajat asma seiring dengan pertambahan umur. Pasien asma dengan
stimulus komorbid seperti merokok, dilaporkan mengalami perubahan fungsi paru yang ireversibel.
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981
2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
3. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 88-95.
4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 165-73.
5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI, 2006.
6. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 22 Maret 2009].
7. Harisismanto J. 2020. FREKUENSI PERNAFASAN ANAK PENDERITA ASMA
MENGGUNAKAN INTERVENSI TIUP SUPER BUBBLES DAN MENIUP BALING BALING
BAMBU

Anda mungkin juga menyukai