KELOMPOK A-2:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574
SKENARIO 3
JAWABAN
1. >23,5 (kurang dari itu resiko BBLR)
2. Asupan makanan kurang, beban kerja berat, PHBS rendah, penyakit infeksi
dan dicegah dengan promosi kesehatan, makan yang cukup, penurunan PHBS.
3. Mencari solusi masalah kesehatan masyarakat dengan cara survey.
Fungsi nya: perumusan berbagai kebijakan masalah kesehatan baik di tingkat
pusat, provinsi, kabupaten, atau kota.
4. Kesemutan, mudah lelah, lesu, kesulitan melahirkan, ASI kurang, anemia,
kekurangan energy.
5. Karena tidak didapatkan data BB pada sebagian besar ibu hamil.
6. BBLR, stunting, premature, aborsi, wasting.
7. Usia, kesehatan, pendapatan, pendidikan, pekerjaan.
8. Sudah ditanggung oleh pemerintah melalui BPJS.
9. Melakukan edukasi dan informasi untuk ibu yang memiliki anak bayi dan
evaluasi status imunisasi anak.
10. Dilakukan penelitian, didapatkan hasil (data), perencanaan, dikembangkan.
HIPOTESIS
Status gizi ibu hamil dipengaruhi oleh usia, kesehatan, pendapatan, pendidikan,
pekerjaan dan dapat diukur berdasarkan LiLA. Apabila LiLA <23,5 dapat mempunyai
risiko terjadinya BBLR, stunting, premature, aborsi, wasting yang ditandai dengan
engan gejala seperti kesemutan, mudah lelah, lesu, kesulitan melahirkan, ASI kurang,
anemia, dan kekurangan energy. KEK sendiri dapat terjadi oleh karena asupan
makanan kurang, beban kerja berat, PHBS rendah, penyakit infeksi dan dicegah
dengan promosi kesehatan, makan yang cukup, penurunan PHBS. RISKESDAS
bertujuan untuk Mencari solusi masalah kesehatan masyarakat dengan cara survey,
dan juga berfungsi sebagai perumusan berbagai kebijakan masalah kesehatan baik di
tingkat pusat, provinsi, kabupaten, atau kota.
SASBEL
3. Memahami dan Menjelaskan Imunisas Dasar Pada Anak dan Ibu Hamil
9 bulan Campak
Catatan :
a. Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca
persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya,
khusus daerah dengan akses sulit, pemberian Hepatitis B masih
diperkenankan sampai <7 hari.
b. Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,
Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
c. Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan
sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
d. Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-
Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval sebagaimana Tabel
1, maka dinyatakan mempunyai status Imunisasi T2.
e. IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016
f. Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan
sebelum bayi berusia 1 tahun.
2) Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjamin terjaganya
tingkat imunitas pada anak baduta, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS)
termasuk ibu hamil.
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada Baduta terdiri atas Imunisasi terhadap
penyakit difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis yang
disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib), serta campak. Imunisasi lanjutan
yang diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit
campak, tetanus, dan difteri. Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia
sekolah dasar diberikan pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) yang
diintegrasikan dengan usaha kesehatan sekolah. Imunisasi lanjutan yang diberikan
pada WUS terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit tetanus dan difteri.
T1 - -
Catatan:
a. Sebelum Imunisasi, dilakukan penentuan status Imunisasi T (screening)
terlebih dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.
b. Pemberian Imunisasi Td tidak perlu diberikan, apabila status T sudah
mencapai T5, yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan
Anak, kohort dan/atau rekam medis.
Pemberian vaksin selama kehamilan menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan dan
pasien tentang risiko penularan virus dan perkembangan fetus. Vaksin-vaksin dengan
virus hidup yang dilemahkan pada umumnya kontraindikasi bagi wanita hamil.
Menurut Center for Disease Control (CDC), jika vaksin dengan virus hidup yang
dilemahkan diberikan pada wanita hamil atau jika wanita tersebut hamil setelah 4
minggu vaksinasi, dia harus diberikan konseling tentang efek samping pada fetus,
walaupun tidak dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.
Tidak ada bukti yang menunjukkan meningkatnya risiko dari vaksinasi pada
wanita hamil dengan inaktif virus atau vaksin bakterial atau toksoid. Oleh karena itu,
jika pasien berisiko tinggi untuk memiliki penyakit, jika infeksi akan berisiko bagi ibu
atau janin dan jika vaksin tidak menyebabkan kerusakan, maka pertimbangkan
keuntungan pemberian vaksinasi pada wanita hamil daripada risikonya.
Tenaga kesehatan harus mempertimbangkan pemberian vaksinasi pada wanita
hamil berdasarkan pada risiko dari vaksinasi dengan keuntungan perlindungan pada
situasi tertentu, walaupun vaksin aktif atau tidak aktif yang digunakan. Indikasi
penggunaan vaksin selama kehamilan dirangkum dalam tabel 3.