Anda di halaman 1dari 23

WRAP UP SKENARIO 3

“Riskesdas 2018, Imunisasi Dasar Lengkap, Status Gizi Ibu Hamil”


BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

KELOMPOK A-6

Ketua : Kevin Wira Hilardi 1102016095


Sekretaris : Juliva Syahira 1102016094
Anggota : Helmy Auliya Hasyim 1102015091
Ilham Syahputra 1102015095
Alya Namira 1102016019
Annisa Nabila Asmahani 1102016028
Dina Ramayanti 1102016055
Denia Anindyaswasti Rahayu 1102016048
Ichsan Maulana 1102016086
Khaira Romadhona Yuldi 1102016096

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2019
Skenario 3

Riskesdas 2018, Imunisasi Dasar Lengkap, Status Gizi Ibu Hamil

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melaksanakan imunisasi


pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,
yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, serta hepatitis B. Tahun 2018,
pemerintah melalui Kemenkes RI melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang
dilakukan Kemenkes RI menemukan 9,2 persen anak 12 – 23 bulan tidak pernah
mendapatkan imunisasi. Selain imunisasi dasar, survei juga dilakukan terhadap masalah gizi
pada wanita hamil. Stasus gizi wanita hamil umur 15-49 tahun diukur berdasarkan indikator
Lingkar Lengan Atas (LiLA) dan digunakan ambang batas nilai rerata LILA <23,5 cm.
Hasilnya adalah prevalensi risiko KEK wanita hamil umur 15-49 tahun, secara nasional
sebanyak 17,3 persen.
Kata Sulit

1. Riskesdas: Riset yang dilakukan Kemenkes RI untuk mengetahui kesehatan dasar


masyarakat.
2. KEK: (Kurang Energi Kronik), Salah satu keadaan malnutrisi dimana keadaan ini ibu
menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun yang berakibat terganggu
kesehatan ibu secara relatif atau absolut terhadap zat gizi
3. LiLA: Salah satu indikator untuk mengetahui resiko KEK pada sebagian besar ibu
hamil yang tidak mengetahui berat badan pra hamil.

Pertanyaan

1. Apa saja resiko dari KEK?


2. Apa penyebab terjadinya KEK dan pencegahannya?
3. Apa fungsi dari Riskesdas?
4. Berapa tahun sekali Riskesdas dilakukan?
5. Bagaimana gizi yang baik bagi wanita hamil?
6. Apa gejala dari KEK?
7. Apa saja kekurangan dari penilaian LiLA?
8. Apa saja indikator LiLA?
9. Apa saja variabel yang dinilai oleh Riskesdas?
10. Mengapa yang digunakan LiLA bukan IMT?
11. Mengapa masih ada anak yang belum mendapatkan imunisasi?

Jawaban

1. Keguguran, kelainan pada organ janin terganggu, kematian bayi saat lahir,
pertumbuhan bayi yang tidak maksimal.
2. Kurangnya pengetahuan mengenai makanan yang sehat
Susahnya mendapat bahan pangan sesuai kebutuhan nutrisi
3. Untuk menilai perubahan indikator kesehatan tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota.
Untuk menilai perubahan faktor resiko terhadap derajat kesehatan tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/kota.
Untuk menilai perubahan indeks IPKM hasil pembangunan kesehatan tingkat
kabupaten/kota.
Untuk perumusan berbagai kebijakan kesehatan baik di tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota.
4. 3 tahun sekali
5. Total gizi yang dibutuhkan sekitar 80.000 kalori dalam sehari ibu hamil harus 300
kkal. Dalam 1 porsi makanan ada 40% makanan pokok, 40% sayuran, 10% lauk pauk,
air putih, batasi konsumsi gula dan minyak.
6. Pucat, lelah terus menerus, ASI tidak mencukupi, Badannya sering kesemutan, Sulit
untuk melahirkan.
7. Bukan untuk mengukur status gizi ideal
Butuh jangka waktu yang lama
Tidak digunakan untuk memantau perubahan suatu gizi jangka pendek
8. Untuk menurunkan resiko KEK pada ibu atau wanita usia subur dalam rangka
mewujudkan kesehatan ibu dan anak
9. Berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkat perut, LiLA, tajam penglihatan,
kesehatan gigi, tekanan darah, HB dan gula darah, spesimen darah dan urin untuk
parameter terkait faktor resiko penyakit
10. LiLA untuk mencegah ibu hamil kekurangan energi
IMT untuk menentukan berat badan ideal

Hipotesis

Apakah Riskesdas menunjukkan data mengenai status gizi buru pada wanita hamil dan
imunisasi pada anak?

H(0): Tidak menunjukkan data mengenai status gizi buru pada wanita hamil dan imunisasi
pada anak

H(1): Menunjukkan data mengenai status gizi buru pada wanita hamil dan imunisasi pada
anak
Sasaran Belajar

1. Memahami dan Menjelaskan Riskesdas


1.1 Sejarah Riskesdas
1.2 Fungsi
1.3 Tujuan
2. Memahami dan Menjelaskan Imunisasi Dasar Lengkap
2.1 Umum
2.2 Ibu Hamil
3. Memahami dan Menjelaskan KEK pada ibu hamil
4. Memahami dan Menjelaskan status gizi ibu hamil
LO1. Memahami dan Menjelaskan Riskesdas
1.1 Sejarah Riskesdas

Pengertian
    Riset Kesehatan Dasar adalah riset berbasis masyarakat untuk mendapatkan gambaran
kesehatan dasar masyarakat, termasuk biomedis yang menggunakan sampel Susenas Kor dan
informasinya mewakili tingkat kabupaten/kota, Propinsi dan nasional.
    Prinsip Riskesdas:
1. Riset berskala nasional, dilaksanakan serentak dalam waktu yang sama,
dengan sebagian besar informasi dapat mewakili tingkat kabupaten/kota. Beberapa data yang
membutuhkan sampel besar (misalnya angka kematian bayi) yang diharapkan dapat mewakili
kabupaten/kota, diharapkan dapat memberi estimasi tingkat Propinsi atau nasional.
2. Pengembangan indikator Riskesdas didasarkan atas kebutuhan untuk
memonitor pencapaian indikator pembangunan kesehatan, seperti Millenium Development
Goals (MDGs), Rencana Strategis (Renstra) Depkes, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN).
3. Besar sampel yang terintegrasi dengan Susenas (sampel Kor), bila diperlukan,
daerah dapat menambah sampel untuk mewakili kecamatan dengan memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki oleh daerah.
4. Pengumpulan data dilakukan secara aterintegrasi antara petugas kesehatan dan
petugas statistik setempat yang terlatih, dengan pendampingan teknis dari tim Riskesda.
5. Data kesehatan berbasis masyarakat dikumpulkan melalui metode wawancara,
pengukuran, dan pemeriksaan spesimen biomedis.
6. Informasi hasil pengolahan dan analisis data, dapat dimanfaatkan di tingkat
nasional, Propinsi dan kabupaten/kota.

Cakupan
 Tahun 2007
Badan Litbangkes telah melakukan Riskesdas pertama, meliputi semua indikator kesehatan
utama, yaitu status kesehatan (penyebab kematian, angka kesakitan, angka kecelakaan,
angka disabilitas, dan status gizi), kesehatan lingkungan (lingkungan fisik), konsumsi
rumahtangga, pengetahuan-sikap-perilaku kesehatan (Flu Burung, HIV/AIDS, perilaku
higienis, penggunaan tembakau, minum alkohol, aktivitas fisik, perilaku konsumsi makanan)
dan berbagai aspek mengenai pelayanan kesehatan (akses, cakupan, mutu layananan,
pembiayaan kesehatan). Telah dikumpulkan pula sekitar 33.000 sampel serum, bekuan darah,
dan sediaan apus, untuk test-test lanjutan di laboratorium Badan Litbangkes.
    Hasil Riskesdas 2007 telah dimanfaatkan oleh penyelenggara program, terutama di jajaran
Kementerian Kesehatan; dan Bappenas, untuk evaluasi program pembangunan kesehatan
termasuk pengembangan rencana kebijakan pembangunan kesehatan jangka menengah
(RPJMN 2010-2014), dan oleh beberapa kabupaten/kota dalam merencanakan,
mengalokasikan anggaran, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi program-program
kesehatan berbasis bukti (evidence-based planning). Komposit beberapa indikator Riskesdas
2007 juga telah digunakan sebagai model Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat
(IPKM) di Indonesia untuk melihat peringkat Kabupaten/Kota.
 Tahun 2010
Bertepatan dengan tahun akan dilaksanakannya pertemuan puncak tingkat tinggi
Majelis Umum PBB untuk mengevaluasi pencapaian deklarasi Millenium
Development Goals (MDGs) dari 189 negara termasuk Indonesia. Pada deklarasi
tersebut disepakati 8 tujuan untuk mencapai MDGs di tahun 2015 yaitu: memberantas
kemiskinan dan kelaparan, mencapai universal primary education, mendorong
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan kematian anak,
meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan tuberkulosis,
memastikan lingkungan yang kesinambungan, mengembangkan kemitraan global
untuk pembangunan. Dalam rangka mendukung pertemuan tersebut dan mendapatkan
data kesehatan terkini yang faktual, Riskesdas 2010 difokuskan pada indikator-
indikator pencapaian MDGs dan data pendukung lainnya.

  Beberapa indikator MDGs kesehatan yang akan dikumpulkan melalui Riskesdas


2010 adalah status gizi balita dan konsumsi (memberantas kelaparan), status
kesehatan ibu dan anak (menurunkan kematian anak dan meningkatkan kesehatan
ibu), prevalensi malaria dan tuberkulosis (menurunkan angka kesakitan), akses
sumber air minum yang aman dan fasilitas sanitasi dasar. Data tersebut akan
dikumpulkan seperti pada Riskesdas 2007 yaitu melalui wawancara, pengukuran, dan
pemeriksaan laboratorium untuk kepastian penyakit malaria dan tuberkulosis yang
dilakukan di lapangan (darah malaria) dan Laboratorium Puskesmas yang
direkomendasi (dahak tuberkulosis). Beberapa indikator MDGs kesehatan lainnya
yaitu prevalensi HIV/AIDS dan angka kematian anak tidak dapat dikumpulkan
melalui Riskesdas 2010 karena memerlukan penelitian khusus atau didapat dari
sumber data lain.

 Tahun 2018
Pemilihan indikator dalam Riskesdas 2018, dilakukan dengan mempertimbangkan
Sustainable Development Goals (SDGs), RPJMN, Rencana Strategis (Renstra),
Standar Pelayanan Minimal (SPM), Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat
(IPKM), Program Indonesia Sehat – Pendekatan Keluarga (PIS-PK), dan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas), serta masukan berbagai pihak. Pelaksanaan
Riskesdas 2018 terintegrasi dengan Susenas Maret 2018 yang dilaksanakan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam hal metode dan kerangka sampel.

1.2 Fungsi

 Untuk penetapan kebijakan strategis (RPJMN, Renstra) dan perencanaan program


diperlukan data status kesehatan dan determinannya yang diukur di masyarakat
 Untuk melihat trend keberhasilan pembangunan kesehatan dibutuhkan Riskesdas
secara serial 5 tahunan
 Riskesdas banyak dipakai sebagai bahan penyusunan kebijakan baik oleh Kemenkes,
Bappenas, TNP2K, dan K/L Lainnya, termasuk Pemerintah Daerah
 Riskesdas juga dipergunakan untuk melihat perkembangan IPKM

1.3 Tujuan

 Menilai perubahan indikator terkait derajat kesehatan tingkat Nasional, Provinsi,


Kabupaten atau kota
 Menilai perubahan indikator determinan derajat kesehatan meliputi pelayanan
kesehatan, lingkungan, perilaku baik tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten atau
kota
 Menilai perubahan Indeks hasil pembangunan tingkat kabupaten atau kota
LO2. Memahami dan Menjelaskan Imunisasi Dasar Lengkap

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang


secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Cakupan imunisasi dalam program imunisasi nasional merupakan parameter kesehatan
nasional. Besar cakupan imunisasi harus mencapai lebih dari 80%, artinya di setiap desa,
anak-anak berusia di bawah 12 bulan, 80% harus sudah mendapatkan imunisasi dasar
lengkap. Tetapi saat ini, cakupan imunisasi belum memuaskan. Salah satu dampak cakupan
imunisasi yang tidak sesuai target adalah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Penyakit
dapat dicegah bila cakupan imunisasi sebesar 80% dari target. Penularan berbanding searah
dengan cakupan imunisasi. Apbila anak yang tidak diimunisasi semakin banyak maka
penularan akan semakin meningkat. Sedangkan cakupan imunisasi yang tinggi akan
mengurangi penularan (majalah farmacia, 2012).
Rendahnya cakupan imunisasi dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut
adalah aspek geografis dimana di daerah pelosok akses pelayanan kesehatan masih minim
termasuk imunisasi. Selain itu, masyarakat sering menganggap bahwa anak yang menderita
batuk pilek tidak boleh diimunisasi. Faktor lain adalah kurangnya kesadaran masyarakat atas
imunisasi akibat minimnya pendidikan. Sehingga tenaga kesehata seperti dokter, bidan atau
perawat memiliki kewajiban mengingatkan pasien tentang jadwal imunisasi. Faktor lain
adalah munculnya kelompok anti vaksin. Selain itu, kesalahan pemahaman masyarakat
mengenai ASI juga turut mempengaruhi kesediaan untuk melakukan imunisasi. ASI memang
meningkatkan daya tahan, namun perlindungan ASI juga akan berkurang seiring munculnya
paparan pada anak (majalah farmacia, 2012).
A. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No.12 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun.
1) Imunisasi Dasar

Tabel 1. Jadwal Pemberian Imunisasi


Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 Tahun 2017
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Interval Minimal untuk
jenis Imunisasi yang
Umur Jenis
sama

0-24 Jam Hepatitis B


1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DBT-HB-Hib 1, Polio 2 1 bulan
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4,
IPV
9 bulan Campak
Catatan :
a. Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca
persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus
daerah dengan akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7
hari.
b. Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, Imunisasi
BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
c. Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai
usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
d. Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib 2,
dan DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval sebagaimana Tabel 1, maka
dinyatakan mempunyai status Imunisasi T2.
e. IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016
f. Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan sebelum
bayi berusia 1 tahun.
2) Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjamin terjaganya tingkat
imunitas pada anak baduta, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu
hamil.
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada Baduta terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit
difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh
Hemophilus Influenza tipe b (Hib), serta campak. Imunisasi lanjutan yang diberikan pada
anak usia sekolah dasar terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difteri.
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada bulan
imunisasi anak sekolah (BIAS) yang diintegrasikan dengan usaha kesehatan sekolah.
Imunisasi lanjutan yang diberikan pada WUS terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit tetanus
dan difteri.

Tabel 2. Imunisasi Lanjutan pada Wanita Usia Subur (WUS)


Status Imunisasi Interval Minimal Masa Perlindungan
Pemberian
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 Lebih dari 25 tahun
Catatan:
a. Sebelum Imunisasi, dilakukan penentuan status Imunisasi T (screening) terlebih
dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.
b. Pemberian Imunisasi Td tidak perlu diberikan, apabila status T sudah mencapai
T5, yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan Anak, kohort dan/atau
rekam medis.
Pemberian vaksin selama kehamilan menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan dan pasien
tentang risiko penularan virus dan perkembangan fetus. Vaksin-vaksin dengan virus hidup
yang dilemahkan pada umumnya kontraindikasi bagi wanita hamil. Menurut Center for
Disease Control (CDC), jika vaksin dengan virus hidup yang dilemahkan diberikan pada
wanita hamil atau jika wanita tersebut hamil setelah 4 minggu vaksinasi, dia harus diberikan
konseling tentang efek samping pada fetus, walaupun tidak dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan.
Tidak ada bukti yang menunjukkan meningkatnya risiko dari vaksinasi pada wanita
hamil dengan inaktif virus atau vaksin bakterial atau toksoid. Oleh karena itu, jika pasien
berisiko tinggi untuk memiliki penyakit, jika infeksi akan berisiko bagi ibu atau janin dan jika
vaksin tidak menyebabkan kerusakan, maka pertimbangkan keuntungan pemberian vaksinasi
pada wanita hamil daripada risikonya.
Tenaga kesehatan harus mempertimbangkan pemberian vaksinasi pada wanita hamil
berdasarkan pada risiko dari vaksinasi dengan keuntungan perlindungan pada situasi tertentu,
walaupun vaksin aktif atau tidak aktif yang digunakan. Indikasi penggunaan vaksin selama
kehamilan dirangkum dalam tabel 3.

Tabel 3. Vaksinasi selama Kehamilan


Kontra
indikasi
selama
Dipertimbang hamil atau Rekomendasi
kan aman Khusus
keamanan
tidak
dijamin
TT BCG Antrax
Diptheri Measless Hepatitis A
Hepatitis B Mumps Japanese
Influenza Rubella Enchepalitis
Meningococal Varicella Pneumococcal
Rabies Polio (IPV)
Typhoid
Vaccinia
Yellow Fever

Jadwal Imunisasi TT ibu hamil


1. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) sudah mendapat TT sebanyak 2 kali,
maka kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali, dicatat sebagai TT ulang dan pada
kehamilan berikutnya cukup mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.
2. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) atau hamil sebelumnya baru mendapat
TT 1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya
cukup diberikan TT 1 kali sebagai TT ulang
3. Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan sebelumnya, cukup
mendapat TT 1 kali dan dicatat sebagai TT ulang.

LO3. Memahami dan Menjelaskan KEK pada ibu hamil

Lingkaran lengan atas (LILA) sudah digunakan secara umum di Indonesia untuk
mengidentifikasi ibu hamil risiko kurang energi kronis (KEK). Menurut Departemen
Kesehatan batas ibu hamil yang disebut sebagai risiko KEK jika ukuran LILA kurang dari
23,5 Cm. Dalam pedoman Depkes tersebut disebutkan intervensi yang diperlukan untuk
wanita usia subur (WUS) atau ibu hamil yang menderita risiko KEK. Kurang energi kronis
pada orang dewasa dapat diketahui dengan indeks massa tubuh (IMT) yang diukur dari
perbandingan antara berat dan tinggi badan. Jika IMT kurang dari 18,5 dikatakan sebagai
KEK. Akan tetapi pengukuran IMT memerlukan alat pengukur tinggi badan dan
berat badan. Dibandingkan dengan pengukuran antropometri lain, pita LILA adalah alat yang
sederhana dan praktis yang telah digunakan di lapangan untuk mengukur risiko KEK.

Berbagai penelitian baik di Indonesiamaupun di luar negeri menunjukkan bahwa


LILA merupakan salah prediktor yang cukup baik untuk menentukan risiko KEK. Selain itu
LILA juga digunakan untuk prediktor terhadap risiko melahirkan bayi berat lahir rendah
(BBLR), kematian neonatal dini (kurang dari satu minggu setelah dilahirkan), status gizi bayi
sampai dengan umur 9 tahun. Hubungan antara LILA dengan BBLR tersebut dapat dijelaskan
karena kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 80.000
kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Energi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal,
dan lemak 36.337 Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi
sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan
menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi yang harus
tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000 Kkal. Hal ini
berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari selama hamil.
Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang
trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi
tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan
volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester
III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta. Bila ibu mengalami
risiko KEK selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. KEK
pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia,
pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.

Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan
lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), pendarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat. KEK ibu hamil dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan),
lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bila BBLR bayi mempunyai resiko kematian,
gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah
resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai
gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum
hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak beresiko
melahirkan BBLR.

LO4. Memahami dan Menjelaskan status gizi ibu hamil


A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil
1) Suhu Lingkungan               
Dengan adanya perbedaan suhu antara tubuh dan lingkungannya, maka tubuh melepaskan
sebagian panasnya yang harus diganti dengan hasil metabolisme tubuh. Maka lebih besar
perbedaan suhu berarti lebih besar masukan energi yang diperlukan.
2) Status Ekonomi dan Sosial
Baik status ekonomi maupun sosial sangat mempengaruhi seorang wanita dalam memilih
makanannya. Status ekonomi, terlebih jika yang bersangkutan hidup dibawah garis
kemiskinan (keluarga prasejahtera), berguna untuk pemastian ibu mampu membeli dan
memilih bahan makanan yang bernilai gizi tinggi.
3) Kebiasaan dan Pandangan Wanita terhadap Makanan
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan. Wanita
yang sedang hamil dan telah berkeluarga biasanya lebih memperhatikan akan gizi dari
anggota keluarga yang lain. Padahal sebenarnya dirinyalah yang memerlukan perhatian yang
serius mengenai penambahan gizi. Ibu harus teratur dalam mengkonsumsi makanan yang
bergizi demi pertumbuhan dan perkembangan.
4) Usia 
Usia diperlukan untuk menentukan besaran kalori serta zat gizi yang akan diberikan. Usia
akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian
nutrisi anak balita. Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu hamil, akan
berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang banyak karena selain digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang sedang
dikandungnya. Sedangkan untuk umur yang tua perlu energi yang besar juga karena fungsi
organ yang makin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan
tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung. Lebih
muda umur seorang wanita hamil, lebih banyak energi yang di butuhkan.
5) Pendidikan
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu
terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih
baik, dan lebih matang dari individu, kelompok atau masyarakat. Bagi masyarakat yang
berpendidikan tinggi dan cukup tentang nilai gizi lebih banyak menggunakan pertimbangan
rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan atau pertimbangan fisiologik lebih
menonjol dibandingkan dengan kebutuhan psikis.
6) Status Kesehatan
Status kesehatan seseorang kemungkinan sangat berpengaruh terhadap nafsu makannya.
Seorang ibu dalam keadaan sakit otomatis akan memiliki nafsu makan yang berbeda dengan
ibu yang dalam keadaan sehat. Namun ibu harus ingat, bahwa gizi yang dapat ia dapat akan
dipakai untuk dua kehidupan yaitu bayi dan untuk dirinya.

Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya.
Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar 15% dibandingkan dengan
kebutuhan wanita normal. Peningkatan gizi ini dibutuhkan untuk pertumbuhan rahim
(uterus), payudara (mammae), volume darah, plasenta, air dan pertumbuhan janin. Makanan
yang dikonsumsi oleh ibu hamil akan digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40% dan
sisanya 60% digunakan untuk pertumbuhan ibunya. Secara normal, ibu hamil akan
mengalami kenaikan berat badan sebesar 11-13 kg. Hal ini terjadi karena kebutuhan asupan
makanan ibu hamil meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Asupan
makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin, mengganti sel-sel tubuh yang rusak atau mati, sumber tenaga, mengatur suhu tubuh dan
cadangan makanan.
Untuk memperoleh anak yang sehat, ibu hamil perlu memperhatikan makanan yang
dikonsumsi selama kehamilannya. Makanan yang dikonsumsi disesuaikan dengan kebutuhan
tubuh dan janin dikandungnya. Dalam keadaan hamil, makanan yang dikonsumsi bukan
untuk dirinya sendiri tetapi ada individu lain yang ikut mengkonsumsi makanan yang
dimakan. Penambahan kebutuhan gizi selama hamil meliputi :
a. Energi
Tambahan energi selain untuk ibu, janin juga perlu untuk tumbuh kembang. Banyaknya
energi yang dibutuhkan hingga melahirkan sekitar 80.000 Kkal atau membutuhkan
tambahan 300 Kkal sehari. Menurut RISKESDAS 2007 Rerata nasional Konsumsi Energi
per Kapita per Hari adalah 1.735,5 kkal. Kebutuhan kalori tiap trimester antara lain:
1) Trimester I, kebutuhan kalori meningkat, minimal 2.000 kilo kalori/hari.
2) Trimester II, kebutuhan kalori akan meningkat untuk kebutuhan ibu yang meliputi
penambahan volume darah, pertumbuhan uterus,payudara dan lemak.
3) Trimester III, kebutuhan kalori akan meningkat untuk pertumbuhan janin dan plasenta.

b. Protein
Penambahan protein selama kehamilan tergantung kecepatan pertumbuhan janinnya.
Kebutuhan protein pada trimester I hingga trimester II kurang dari 6 gram tiap harinya,
sedangkan pada trimester III sekitar 10 gram tiap harinya. Menurut Widyakarya Pangan
dan Gizi VI 2004 menganjurkan penambahan 17 gram tiap hari. Kebutuhan protein bisa
didapat dari nabati maupun hewani. Sumber hewani seperti daging tak berlemak, ikan,
telur, susu. Sedangkan sumber nabati seperti tahu, tempe dan kacang-kacangan Protein
digunakan untuk: pembentukan jaringan baru baik plasenta dan janin, pertumbuhan dan
diferensiasi sel, pembentukan cadangan darah dan Persiapan masa menyusui.
c. Lemak
Lemak dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin selama dalam
kandungan sebagai kalori utama. Lemak merupakan sumber tenaga dan untuk pertumbuhan
jaringan plasenta. Selain itu, lemak disimpan untuk persiapan ibu sewaktu menyusui. Kadar
lemak akan meningkat pada kehamilan tirmester III.
d. Karbohidrat
Sumber utama untuk tambahan kalori yang dibutuhkan selama kehamilan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin adalah karbohidrat. Jenis karbohidrat yang dianjurkan
adalah karbohidrat kompleks seperti roti, serelia, nasi dan pasta. Karbohidrat kompleks
mengandung vitamin dan mineral serta meningkatkan asupan serat untuk mencegah
terjadinya konstipasi.
e. Vitamin
Wanita hamil membutuhkan lebih banyak vitamin dibandingkan wanita tidak hamil.
Kebutuhan vitamin diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin serta
proses diferensiasi sel. Kebutuhan vitamin meliputi:
1) Asam Folat
Asam folat merupakan vitamin B yang memegang peranan penting dalam
perkembangan embrio. Asam folat juga membantu mencegah neural tube defect, yaitu
cacat pada otak dan tulang belakang. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan
kehamilan prematur, anemia, cacat bawaan, bayi dengan berat bayi lahir rendah
(BBLR), dan pertumbuhan janin terganggu. Kebutuhan asam folat sekitar 600-800
miligram. Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi VI 2004 menganjurkan
mengkonsumsi asam folat sebesar 5 mg/kg/hr (200 mg). Asam folat dapat didapatkan
dari suplemen asam folat, sayuran berwarna hijau, jeruk, buncis, kacang-kacangan dan
roti gandum.
2) Vitamin A
Vitamin A mempunyai fungsi untuk penglihatan, imunitas, pertumbuhan dan
perkembangan embrio. Kekurangan vitamin A menyebabkan kelahiran prematur dan
berat badan lahir rendah. Sumber vitamin A antara lain: buah-buahan, sayuran warna
hijau atau kuning, mentega, susu, kuning telur dan lainnya.
3) Vitamin B
Vitamin B1, vitamin B2, niasin dan asam pantotenat yang dibutuhkan untuk membantu
proses metabolisme. Vitamin B6 dan B12 diperlukan untuk membentuk DNA dan sel-
sel darah merah. Vitamin B6 berperan dalam metabolisme asam amino.
4) Vitamin C
Vitamin C merupakan antioksidan yang melindungi jaringan dari kerusakan dan
dibutuhkan untuk membentuk kolagen serta menghantarkan sinyal ke otak. Vitamin C
juga membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh. Ibu hamil disarankan
mengkonsumsi 85 miligram per hari. Sumber vitamin C didapat dari tomat, jeruk,
strawberry, jambu biji dan brokoli.
5) Vitamin D
Vitamin D berfungsi mencegah hipokalsemia, membantu penyerapan kalsium dan
fosfor, mineralisasi tulang dan gigi serta mencegah osteomalacia pada ibu. Sumber
vitamin D terdapat pada susu, kuning telur dan dibuat sendiri oleh tubuh dengan
bantuan sinar matahari.
6) Vitamin E
Vitamin E berfungsi untuk pertumbuhan sel dan jaringan serta integrasi sel darah
merah. Selama kehamilan wanita hamil dianjurkan mengkonsumsi 2 miligram per hari.
7) Vitamin K
Kekurangan vitamin K dapat mengakibatkan gangguan perdarahan pada bayi. Pada
umumnya kekurangan vitamin K jarang terjadi, karena vitamin K terdapat pada banyak
jenis makanan dan juga disintesis oleh bakteri usus.
f. Mineral
Wanita hamil juga membutuhkan lebih banyak mineral dibandingkan sebelum hamil.
Kebutuhan mineral diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin serta
proses diferensiasi sel. Kebutuhan mineral antara lain:
1) Zat Besi
Kebutuhan zat besi akan meningkat 200-300 miligram dan selama kehamilan yang
dibutuhkan sekitar 1040 miligram. Zat besi dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin, yaitu protein di sel darah merah yang berperan membawa oksigen ke
jaringan tubuh. Selain itu, zat besi penting untuk pertumbuhan dan metabolism energi
dan mengurangi kejadian anemia. Defisiensi zat besi akan berakibat ibu hamil mudah
lelah dan rentan infeksi, resiko persalinan prematur dan berat badan bayi lahir rendah.
Untuk mencukupi kebutuhan zat besi, ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi 30 miligram
tiap hari. Efek samping dari zat besi adalah konstipasi dan nausea (mual muntah). Zat
besi baik dikonsumsi dengan vitamin C, dan tidak dianjurkan mengkonsumsi bersama
kopi, the, dan susu. Sumber alami zat besi dapat ditemukan pada daging merah, ikan,
kerang, unggas, sereal, dan kacang-kacangan.
2) Zat Seng
Zat seng digunakan untuk pembentukan tulang selubung syaraf tulang belakang. Resiko
kekurangan seng menyebabkan kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah.
Kebutuhan seng pada ibu hamil sekitar 20 miligram per hari. Sumber makanan yang
mengandung seng antara lain: kerang, daging, kacang-kacangan, sereal.
3) Kalsium
Ibu hamil membutuhkan kalsium untuk pembentukan tulang dan gigi, membantu
pembuluh darah berkontraksi dan berdilatasi, serta mengantarkan sinyal syaraf,
kontraksi otot dan sekresi hormon. Kebutuhan kalsium ibu hamil sekitar 1000 miligram
per hari. Sumber kalsium didapat dari ikan teri, susu, keju, udang, sarden, sayuran hijau
dan yoghurt.
4) Yodium
Ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi yodium sekitar 200 miligram dalam bentuk garam
beryodium. Kekurangan yodium dapat menyebabkan hipotirodisme yang berkelanjutan
menjadi kretinisme.
5) Fosfor
Fosfor berperan dalam pembentukan tulang dan gigi janin serta kenaikan metabolisme
kalsium ibu. Kekurangan fosfor akanmenyebabkan kram pada tungkai.
6) Fluor
Fluor diperlukan tubuh untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kekurangan fluor
menyebabkan pembentukan gigi tidak sempurna. Fluor terdapat dalam air minum.
7) Natrium
Natrium berperan dalam metabolisme air dan bersifat mengikat cairan dalam jaringan
sehingga mempengaruhi keseimbnagan cairan tubuh pada ibu hamil. Kebutuhan
natrium meningkat seiring dengan meningkatnya kerja ginjal. Kebutuhan natrium ibu
hamil sekitar 3,3 gram per minggu.

B. Penilaian Gizi Ibu Hamil:


Penilaian status gizi ibu hamil dapat dilakukan dengan cara memeriksakan keadaan ibu
hamil, dilakukan dengan pemeriksaan Ante Natal Care (ANC) secara rutin kepada ibu hamil
dengan menimbang berat badan, lingkar lengan atas (LILA) serta memeriksa kadar
hemoglobin (Hb). Untuk menentukan apakah kebutuhan zat gizi ibu hamil terpenuhi gizinya
atau tidak, dilakukan pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dengan nilai normal 23,5 cm.
(Sartika, 2013).
Dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena
mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang
lebih murah. Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi
protein (KEP) wanita usia subur (WUS). Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LLA digunakan karena
pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan siapa saja.
Beberapa tujuan pemeriksaan LLA adalah mencakup masalah WUS baik ibu hamil
maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun tujuan
tersebut adalah:
1) Mengetahui risiko KEK (Kekurangan Energi Kronik) WUS, baik ibu hamil maupun
calon ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
2) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK.
3) Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak.
4) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang
menderita KEK.
5) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita
KEK.
Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian pertengahan jarak antara olekranon dan
tonjolan akromion. Ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5
cm. Apabila ukuran LLA kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya wanita
tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah
(BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan
gangguan perkembangan anak.
Penilaian nutrisi
IMT Prahamil Anjuran peningkatan BB total
Underweight (IMT < 19,8) 12,5 – 18 kg
Normal (IMT 19,8 – 26 ) 11,5 – 16 kg
Overweight (IMT 26 - 29) 7 -11,5 kg
Obesitas (IMT > 29) 6 kg

C. Status Gizi pada Wanita Usia Subur


Selain menggunakan konsep dasar pertumbuhan status gizi dapat ditentukan dengan :
Indeks berat badan per tinggi badan (BB/TB) dan Lingkar lengan atas. Untuk orang dewasa
lebih cocok menggunakan indeks perbandingan berat badan (kg) dengan tinggi badan (m)
kwadrat, yaitu (BB/TB2). Pengukuran status gizi dengan indeks BB/TB merupakan indikator
yang baik untuk menilai status gizi saat ini selain itu BB/TB juga merupakan indeks yang
independent terhadap umur
1. Indeks berat badan per tinggi badan (BB/TB)
Cara pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/TB dengan menggunakan Indeks
Massa Tubuh (IMT), karena IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

Klasifikasi Kategori IMT menurut CDC

Berat badan sebelum hamil dan perubahan berat badan selama kehamilan berlangsung
merupakan parameter klinik yang penting untuk memprediksikan berat badan bayi lahir
rendah. Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan
rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan tidak cukup banyak pada saat hamil
cenderung melahirkan bayi BBLR. Kenaikan berat badan selama kehamilan sangat
mempengaruhi massa pertumbuhan janin dalam kandungan. Pada ibu-ibu hamil yang
status gizi jelek sebelum hamil maka kenaikan berat badan pada saat hamil akan
berpengaruh terhadap berat bayi lahir. Kenaikan tersebut meliputi kenaikan komponen
janin yaitu pertumbuhan janin, plasenta dan cairan amnion 1. Pertambahan berat badan ini
juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pada akhir kehamilan kenaikan
berat hendaknya 12,5-18 kg untuk ibu yang kurus. Sementara untuk yang memiliki berat
ideal cukup 10-12 kg sedangkan untuk ibu yang tergolong gemuk cukup naik < 10 kg .

Sebelum kehamilan, pasien memiliki berat badan 64 kg dan tinggi badan 157 cm
dengan indeks massa tubuh 26,01 kg/m2. Berdasarkan data tersebut, disimpulkan pasien
memiliki berat badan berlebih. Saat hamil, pasien awalnya pasien memiliki berat badan 65
kg (pada kehamilan 6 minggu), kemudian turun menjadi 63 kg (pada kehamilan 8
minggu). indeks massa tubuh pada kehamilan 8 minggu 25.6 kg/m 2 yang disimpulkan
sebagai berat badan berlebih. Selama kehamilan, pasien mengaku jarang makan
dikarenakan setiap pasien makan selalu dimuntahkan. Dalam 1 minggu terakhir, pasien
baru hanya memakan roti. Pada pasien ini IMT 26,01 kg/m rekomendasi penambahan
berat padan seperti pada wanita hamil seperti pada pasien ini 7-11,5 Kg. Hal ini
dikarenakan pada kasus ini memiliki indeks massa tubuh yang berlebih. Penambahan berat
badan selama kehamilan secara fisiologis dapat dilihat pada table berikut ini.

2. LILA
Dengan mengukur lingkar lengan atas (LILA) biasanya dilakukan pada wanita usia subur
(15-45 tahun) dan ibu hamil untuk memprediksi adanya kekurangan energi dan protein yang
bersifat kronis atau sudah terjadi dalam waktu lama.
Di Indonesia, ada sekitar 12-22% wanita usia 15- 49 tahun yang mengalami KEK.
Prevalensi KEK lebih tinggi pada wanita yang lebih muda dibandingkan pada wanita lebih
tua (Atmarita 2005). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, mengungkapkan
bahwa prevalensi KEK scara nasional pada wanita usia 19-45 tahun adalah 13,6%, dimana
prevalensi di wilayah pedesaan lebih tinggi (14,1%) dibanding perkotaan (13,0%)
(Departemen Kesehatan 2008).
Di Indonesia ada sekitar sepertiga remaja dan WUS menderita anemia gizi besi dan
berlanjut pada masa kehamilan. Kekurangan Energi Kronis (KEK) dijumpai pada WUS usia
15-49 tahun yang ditandai dengan proporsi LILA < 23,5 cm, sebesar 24,9% pada tahun 1999
dan menurun menjadi 16,7% pada tahun 2003. Pada umumnya proporsi WUS dengan risiko
KEK cukup tinggi pada usia muda (15-19 tahun), dan menurun pada kelompok umur lebih
tua, kondisi ini memprihatinkan mengingat WUS dengan risiko KEK cenderung melahirkan
bayi BBLR yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan pada anak usia balita. Secara
spesifik KEK disebabkan akibat dari ketidakseimbangan antara asupan untuk pemenuhan
kebutuhan dan pengeluaran energi. Beberapa hal yang terkait dengan status gizi ibu adalah
distribusi pangan yang tidak merata dalam rumah tangga.

Cara pengukuran LILA


Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang telah ditetapkan. Ada 7 urutan
pengukuran LILA, Yaitu:
a) Tetapkan posisi bahu dan siku
b) Letakkan pita antara bahu dan siku
c) Tentukan titik tengah lengan
d) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
e) Pita jangan terlalu ketat
f) Pita jangan terlalu longgar
g) Cara pembacaan skala harus benar
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah pengukuran dilakukan
di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang kidal kita ukur lengan
kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak
tegang dan kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah
dilipat-lipat sehingga permukaanya sudah tidak rata.
3. Relative Body Weight (RBW)
RBW merupakan standart penilaian kecukupan kalori (energi) secara tidak langsung.
Energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan pekerjaan, tubuh
memperoleh energy dari makanan yang dimakan, dan energi dalam makanan ini terdapat
sebagai energi kimia yang dapat diubah menjadi energi bentuk lain. Bentuk energi yang
berkaitan dengan proses-proses biologi adalah energi kimia, energi mekanis, energi panas dan
energi listrik. Penentuan kebutuhan kecukupan energi dengan teori RBW adalah: BB = Berat
badan (Kg); TB = Tinggi badan (Cm); dengan ketentuan:

RBW = BB x 100%
(TB-100)
1) Kurus, jika RBW < 90 %
2) Normal, jika RBW = 90-100 %
3) Gemuk, jika RBW >110 % atau -<120 %
4) Obesitas ringan, RBW 120-130 %
5) Oesitas sedang, RBW > 130-140 %
6) Obesitas berat, RBW > 140 %

Kebutuhan kalori (energi) perhari


1) Orang kurus, BB x 40-60 kalori
2) Orang normal, BB x 30 kalori
3) Orang gemuk, BB x 20 kalori
4) Orang Obesitas, BB x (10 x15) kalori
Kalori untuk ibu hamil ditambah 100 kalori (tri semester I),ditambah 200 kalori (tri
semester II), ditambah 300 kalori (tri semester III). Pada pasien ini didapatkan hasil berat
badan relative adalah 110%. Ini berarti pasien merupakan pasien yang gemuk. Kebutuhan
kalori pada pasien ini adalah 1260 kalori.

4. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin (Hb) adalah komponen darah yang bertugas mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh jaringan tubuh. Untuk level normalnya untuk wanita sekitar 12-16 gram
per 100 ml sedang untuk pria sekitar 14-18 gram per 100 ml. Pengukuran Hb pada saat
kehamilan biasanya menunjukkan penurunan jumlah kadar Hb. Hemoglobin merupakan
parameter yang digunakan untuk menetapkan prevalensi anemia. Anemia merupakan
masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan pada ibu hamil. Kurang lebih 50% ibu
hamil di Indonesia menderita anemia. Anemia merupakan salah satu status gizi yang
berpengaruh terhadap BBLR. Pengukuran kadar haemoglobin dilakukan sebelum usia
kehamilan 20 minggu dan pada kehamilan 28 minggu. Pada pasien ini tidak dapat
dilakukan pemeriksaan darah rutin sehingga nilai Hb tidak dapat diketahui. Namun dari
hasil pemeriksaan fisik konjungtiva palpebral tidak terlihat pucat.

Daftar Pustaka

Depkes, Permenkes Republik Indonesia, No. 41/2014. Tentang Pedoman Gizi Seimbang
(Jakarta: Depkes RI 2014).
Fikawati, Sandra 2008. Kumpulan Materi Gizi Kesehatan Masyarakat. Depok : FKM UI
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No. 12/2017. Tentang Penyelenggaraan
Imunisasi. Diunduh dari:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._12_ttg_Penyelenggaraan_Imun
isasi_.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No. 39/2016. Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan 2014. Buku Ajar Imunisasi. Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan: Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai