Oleh :
JURUSAN GIZI
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek
dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median
panjang atau tinggi badan. Stunting dapat didiagnosis melalui indeks
antropometri tinggi badan menurut umur yang mencerminkan
pertembuhan linear yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan
indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak
memadai. Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk
mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan
penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000).
Di Indonesia diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data
ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan
memposisikan Indonesia masuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah
anak yang mengalami stunting tinggi. Secara umum gizi buruk disebabkan
karena asupan makanan yang tidak mencukupi dan penyakit infeksi.
Terdapat dua kelompok utama zat gizi yaitu zat gizi makro dan zat gizi
mikro. Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi
disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Ada tiga faktor utama penyebab
stunting yaitu asupan makan yang tidak seimbang (berkaitan dengan
kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak,
mineral, vitamin, dan air) riwayat berat lahir badan rendah (BBLR) dan
riwayat penyakit (UNICEF, 2007)
Diperkirakan dari 171 juta anak stunting di seluruh dunia, 167 juta
anak (98%) hidup dinegara berkembang (de Onis et al., 2011). UNICEF
menyatakan bahwa 2011, 1 dari 4 anak balita mengalami stunting
(UNICEF, 2013). Selanjutnya, diprediksi akan ada 127 juta anak dibawah
5 tahun yang stunting pada tahun 2025 nanti jika tren sekarang terus
berlanjut (WHO, 2012). WHO memiliki target global untuk menurunkan
angka stunting balita sebesar 40% pada tahun 2025. Namun, kondisi saat
ini menunjukkan bahwa target penurunan yang dapat dicapai hanya
sebesar 26% (de Onis et al., 2013). Di Indonesia, saat ini stunting yang
besar merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi nasional sebesar
37,2% (Riskesdas, 2013)
A. Tujuan
Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam
membina dan memelihara perilaku gizi yang sehat dan lingkungan sehat
serta berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
B. Dasar Hukum
C. Sasaran
1. Sasaran Umum
Masyarakat umum
2. Sasaran Primer
Masyarakat terutama anak dan remaja
3. Sasaran Sekunder
Ibu dari anak yang menderita stunting, kader, ketua RT, ketua RW
BAB II
METODE PELAKSANAAN
1. Penyuluhan kelompok
2. Pembinaan Kadarzi di tatanan Rumah Tangga
3. Pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan kelompok oleh petugas
di masyarakat (wadah/organisasi)
4. Pembinaan UKBM (Posyandu, Posbindu, UKS, dan kelompok UKBM
lainnya)
5. Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat
6. Pemberdayaan dan pembinaan individu / keluarga melalui kunjungan
rumah
a. Definisi
Stunting didefinisikan sebagai tinggi badan menurut usia
dibawah -2 standar median kurva pertumbuhan anak WHO (WHO,
2010). Stunting merupakan kondisi kronis buruknya pertumbuhan
linear seorang anak yang merupakan akumulasi dampak berbagai
faktor seperti buruknya gizi dan kesehatan sebelum dan setelah
kelahiran anak tersebut (El Taguri et al., (2008), WHO (2010)).
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Schmidt (2014) yang
menyatakan bahwa stunting merupakan dampak dari kurang gizi
yang terjadi dalam periode waktu yang lama yang pada akhirnya
menyebabkan penghambatan linear.
Stunting adalah ukuran yang tepat untuk mengindikasikan
terjadinya kurang gizi jangka panjang pada anak-anak (World
Bank, 2006). Prevalensi stunting di dunia bervariasi antara 5%
sampai dengan 65% di negara-negara yang kurang berkembang.
Prevalensi stunting mulai meningkat pada usia 3 bulan, kemudian
proses stunting melambat pada saat anak berusia sekitar 3 tahun.
Selanjutnya kurva tinggi badan bergerak paralel mengikuti kurva
standar meskipun berada dibawahnya. Terdapat perbedaan
interpretasi kejadian stunting diantara kedua kelompok usia anak.
Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, rendahnya kurva tinggi
nadan menurut usia (TB/U) kemungkinan menggambarkan proses
gagal bertumbuh atau stunting yang masih sedang
berlangsung/terjadi. Sementara pada anak yang berusia lebih tua
(anak berusia lebih dari 3 tahun), hal tersebut menggambarkan
keadaan dimana anak tersebut telah mengalami kegagalan
pertumbuhan atau telah menjadi stunted.
b. Etiologi
c. Epidemiologi
Diperkirakan dari 171 juta anak stunting di seluruh dunia, 167
juta anak (98%) hidup dinegara berkembang (de Onis et al., 2011).
UNICEF menyatakan bahwa 2011, 1 dari 4 anak balita mengalami
stunting (UNICEF, 2013). Selanjutnya, diprediksi akan ada 127 juta
anak dibawah 5 tahun yang stunting pada tahun 2025 nanti jika tren
sekarang terus berlanjut (WHO, 2012). WHO memiliki target global
untuk menurunkan angka stunting balita sebesar 40% pada tahun
2025. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa target penurunan
yang dapat dicapai hanya sebesar 26% (de Onis et al., 2013).
Di Indonesia, saat ini stunting yang besar merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi nasional sebesar 37,2% (Riskesdas,
2013). Dari 10 orang anak sekitar 3-4 orang anak balita diantaranya
mengalami stunting (Zahraini, 2013). Indonesia adalah salah satu dari
3 negara dengan prevalensi stunting tertinggi di Asia Tenggara.
Penurunan angka kejadian stunting di Indonesia tidak begitu
signifikan jika dibandingkan dengan Myanmar, Kamboja, dan
Vietnam. Bahkan pada 2013 prevalensi stunting di Indonesia justru
mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang dikemukakan pada
tahun 2014, lebih dari 9 juta anak di Indonesia mengalami stunting
(Chaparno, Oot & Sethuraman, 2014).
d. Dampak
Stunting pada masa anak-anak berdampak pada tinggi badan
yang pendek dan penurunsn pendapatan saat dewasa, rendahnya angka
masuk sekolah, dan penurunan berat lahir keturunannya kelak
(Victoria et al., 2008). World Bank pada 2006 juga menyatakan
bahwa stunting yang merupakan malnutrisi kronis yang terjadi di
dalam rahim dan selama dua tahun pertama kehidupan anak dapat
mengakibatkan rendahnya intelijensi dan turunnya kapasitas fisik
yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas,
perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan perpanjangan kemiskinan.
Selain itu, stunting juga dapat berdampak pada sistem kekebalan
tubuh yang lemah dan kerentanan terhadap penyakit kronis seperti
diabetes, penyakit jantung, dan kanker serta gangguan reproduksi
maternal di masa dewasa (Dewey & Begum, 2011).
Pada wanita, stunting dapat berdampak pada perkembangan
janin saat kehamilan, terhambatnya proses melahirkan, serta
meningkatkan risiko underweight dan stunting pada anak yang
dilahirkannya, yang nantinya juga dapat membawa risiko kepada
gangguan metabolisme dan penyakit kronis saat anak tumbuh dewasa.
e. Pencegahan
Pencegahan stunting terutama pada anak :
1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil
Lembaga Kesehatan Millenium Challenge Account Inddonesia
menyarankan agar ibu yang sedang mengandung selalu
mengonsumsi makanan sehat dan bergizi maupun suplemen atas
anjuran dokter. Sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke
dokter atau bidan.
2. Beri ASI Eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan
ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak
berkat kandungan gizi makro dan mikro. Protein whey dan
kolostrum yang terdapat pada susu ibupun dinilai mampu
meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.
3. Dampingi ASI Ekslusif dengan MPASI
Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa
memberikan makanan pendamping atau MPASI. WHO
merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam
makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan
menentukan produk tambahan tersebut. Konsuktasikan dulu dengan
dokter.
4. Terus memantau tumbuuh kembang anak
Bawa si kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus
anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui
gejala awal gangguan dan penanganannya.
5. Selalu jaga kebersihan lingkungan
Anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau
lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak
langsung meningkatkan peluang stunting.
D. Metode
1. Laptop
2. LCD Proyektor
3. Leaflet
4. Wireless