Anda di halaman 1dari 39

BLOK GASTROINTESTINAL

SKENARIO 2
MUAL DAN BUANG AIR KECIL SEPERTI AIR TEH

KELOMPOK B2

Ketua : 1102017140 Moh Firdaus


Sekretaris : 1102017167 Nanda Febylia

Anggota : 1102016187 Rima Permata Sari


1102016194 Sabrina
1102016217 Trie Puput Anggraini
1102017135 Meriyani
1102017161 Nabila Ashila Fathya
1102017189 Raudhatul Aisy Fachrudin
1102017202 Rizky Amalia Firly
1102017235 Triana Rahayu

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


TAHUN AJARAN 2017/2018
Jl. Letjen Suprapto Kav. 13, Jakarta Pusat, 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
SKENARIO ............................................................................................................................... 3
KATA SULIT ............................................................................................................................ 3
JAWABAN ................................................................................................................................ 3
HIPOTESIS................................................................................................................................ 4
SASARAN BELAJAR .............................................................................................................. 4
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Hepar ....................................................................... 5
1.1 Makroskopis ..................................................................................................................... 5
1.2 Mikroskopis ................................................................................................................... 10
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Hepar .................................................................... 13
2.1 Menjelaskan Fungsi Sintesis .......................................................................................... 13
2.2 Menjelaskan Fungsi Sekresi dan Patogenesis Jaundice ................................................. 17
2.3 Menjelaskan Fungsi Detoksifikasi ................................................................................. 21
3. Mempelajari dan Memahami Infeksi Hepatitis A ................................................................ 21
3.1 Menjelaskan Morfologi Virus Hepatitis ........................................................................ 21
3.2 Menjelaskan Transmisi Virus Hepatitis ......................................................................... 24
3.3 Menjelaskan Epidemiologi Hepatitis ............................................................................. 24
3.4 Menjelaskan Patogenesis Hepatitis ................................................................................ 25
3.5 Menjelaskan Manifestasi Klinis Hepatitis ..................................................................... 26
3.6 Menjelaskan Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding Hepatitis .................................... 27
3.7 Menjelaskan Tatalaksana Hepatitis................................................................................ 28
3.8 Menjelaskan Pencegahan Hepatitis................................................................................ 29
3.9 Menjelaskan Komplikasi Hepatitis ................................................................................ 33
4 Mempelajari dan Memahami Pemeriksaan Lab pada Infeksi Hepar .................................... 33
4.1 Menjelaskan Tujuan Pemeriksaan Fungsi Hepar (Sintesis, Sekresi, dan Detoksifikasi)
.............................................................................................................................................. 33
4.2 Menjelaskan Interpretasi Pemeriksaan Fungsi Hepar .................................................... 35
4.3 Menjelaskan Pemeriksaan Enzim Hati .......................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 38

2
SKENARIO

Mual dan Buang Air Kecil Seperti Teh


Anak perempuan 8 tahun, dibawa ibunya ke Puskesmas Cempaka Putih karena mual
15 hari yang lalu. Buang air kecil berwarna seperti air teh, buang air besar normal. Ibunya
menyampaikan beberapa anak dikelas juga menderita penyakit yang sama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan; tampak sakit berat, komposmentis, suhu 37,9˚C dan
vital sign lain dalam batas normal, sklera mata sub-ikterik, konjungtiva anemis. Pemeriksaan
dan daerah redup hepar meningkat abdomen didapatkan nyeri tekan di hipokondrium kanan,
hepar teraba 2cm dibawah arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal.
Dokter mencurigai anak ini menderita hepatitis yang perlu rawat inap, maka dokter
merujuk pasien untuk perawatan. Orang tua di jelaskan prinsip penatalaksanaan dan acara
pencegahan agar keluarga tidak tertular.
Setelah pasien dirawat, dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil: anemia,
lekopeni, SGOT dan SGPT meningkat 10 kali normal, bilirubin meningkat dan bilirubin urin
positif. Seromarker Hepatitis belum ada hasil.

KATA SULIT
1. Hipokondrium: regio supralateral abdomen yang terdiri dari kanan dan kiri
2. SGOT: Serum Glutamic Oksaloasetik Transaminase
3. SGPT: Serum Glutamic Piruvat Transaminase
4. Bilirubin: suatu pigmen empedu kuning yang merupakan produk pemecahan heme yang
terbentuk dari degradasi Hb eritrosit di dalam sel retikulo endotelial
5. Hepatitis: peradangan pada hati yang disebabkan oleh virus
6. Seromarker hepatitis: pemeriksaan untuk menentukan jenis virus
7. Skelera subikterik : skelera mata berubah menjadi kuning karena peningkatan bilirubin

PERTANYAAN
1. Mengapa warna urin seperti air teh?
2. Apa penyebab penyakit di skenario ini?
3. Bagaimana terjadinya sklera mata subikterik?bagaimana SGOT dan SGPT nya bisa
meningkat?
4. Apa pemeriksaan penunjang selain yang terdapat pada skenario?
5. Mengapa ada nyeri tekan di hipokondrium kanan?
6. Mengapa pasien merasa mual?
7. Bagaimana cara penularan penyakit hepatitis ini?
8. Apa yang menyebabkan daerah redup hepar meningkat?
9. Apa saja tatalaksana yang dapat diberikan?
10. Mengapa pasien perlu dirawat inap?
11. Apa saja faktor resiko dari penyakit ini?
12. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit hepatitis?

JAWABAN

3
1. Karna pengaruh dari bilirubin yang meningkat
2. Virus,amoeba,jamur,parasit
3. Sklera mata sub ikterik: karna bilirubin sudah menyebar ke seluruh tubuh
SGOT,SGPT meningkat: respon tubuh terhadap virus
4. Tes fungsi hati, serologi, ELISA
5. Karna terjadi hepatomegali
6. Karna adanya pembesaran pada hepar sehingga menekan gaster
7. Fekal oral
8. Karna terjadi hepatomegali
9. Tirah baring,tranfusi (Hb <6)
10. Untuk meminimalisir penularan dan mempercepat pertumbuhan
11. Makanan tidak higienis, hubungan seks bebas, konsumsi alkohol
12. Hidup sehat, vaksin hepatitis, sanitasi yang baik, menghindari seks bebas.

HIPOTESIS
Hepatitis adalah penyakit peradangan pada hati yang disebabkan oleh infeksi virus
yang dapat ditularkan melalui fekal oral. Salah satu gejalanya adalah bilirubin meningkat.
Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukkan pemeriksaan serologi, tes fungsi hati, dan
ELISA. Dan penatalaksanaan awal yang dapat diberikan adalah tirah baring dan terapi
simptomatik serta dapat dicegah dengan vaksin hepatitis, menghindari seks bebas, dan sanitasi
yang baik.

SASARAN BELAJAR

4
1. Memahami dan menjelaskan anatomi hepar
1.1 Makroskopis
1.2 Mikroskopis
2. Memahami dan menjelaskan fisiologi hepar
2.1 Fungsi Sintesis
2.2 Fungsi Sekresi
2.3 Fungsi Detoksifikasi
3. Memahami dan menjelaskan hepatitis A
3.1 Morfologi Virus
3.2 Transmisi
3.3 Epidemiologi
3.4 Patogenesis
3.5 Manifestasi Klinis
3.6 Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.7 Tatalaksana
3.8 Pencegahan
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis
4. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan laboratorium pada infeksi hepar
4.1 Tujuan Pemeriksaan Fungsi Hepar
4.2 Interpretasi Pemeriksaan Fungsi Hepar
4.3 Pemeriksaan Enzim Hati
4.4

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Hepar


1.1 Makroskopis

5
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan mempunyai banyak sekali fungsi.
Tiga fungsi dasar hati :
 Pembentukan dan sekresi empedu yang dimasukkan kedalam usus halus.
 Berperan pada banyak aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
 Menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk dalam
darah dari lumen usus.
Hati bersifat lunak dan lentur serta menduduki regio hypochondrium kanan, meluas
sampai regio epigastrium.

Hati dibagi dalam lobus kanan dan lobus kiri. Lobus kanan lebih besar dan lobus kiri
yang kecil. Kedua lobus ini dipisahkan oleh perlekatan peritoneum ligamentum
falciforme. Lobus Kanan terbagi lagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh
adanya kandung empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis, v.cava inferior, dan
fissura untuk ligamentum venosum.

6
Porta Hepatis atau hilus hati, ditemukan pada permukaan postero-inferior. Bagian atas
ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir-pinggirnya. Pada tempat ini terdapat
ductus hepaticus kanan dan kiri, cabang kanan dan kiri A.hepatica, v.porta dan serabut
saraf simpatis dan parasimpatis. Disini terdapat beberapa kelenjar hati; kelenjar ini
mengalirkan cairan limfe hati dan kandung empedu dan mengirimkan pembuluh efferen
nya ke nodi lymphatici coeliacus.

Hati dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk lobulus hati. Vena centralis pada
masing-masing lobulus merupakan cabang dari v.hepatica. pada ruang antara lobulus-
lobulus terdapat saluran portal. Saluran ini mengandung cabang-cabang a.hepatica,
v.porta dan cabang-cabang saluran empedu (segitiga portal). Darah artery dan vena
berjalan antara sel-sel hati melalui sinusoid dan dialirkan masuk ke v.centralis.
Perlekatan Peritoneal dan Ligamentum-Ligamentum hati :

7
Ligamentum Falciforme, yang merupakan lipatan peritoneum berlapis ganda, berjalan
ke atas dari umbilicus menuju ke hati. Didalamnya terdapat ligamentum teres hepatis,
yang merupakan sisa v umbilicalis (vena umbilicalis kiri). Ligamentum Falciforme
berjalan ke anterior dan kemudian ke permukaan superior hati dan kemudian membelah
menjadi 2 lapisan. Lapisan kanan membentuk lapisan atas ligamentum coronarius ,
lapisan kiri membentuk lapisan atas ligamentum triangulare kiri. Bagian kanan
ligamentum coronarius dikenal sebagai ligamentum triangulare kanan. Lapisan
peritoneum yang membentuk ligamentum coronarius jauh terpisah sati sama lain,
meninggalkan suatu daerah hati yang tidak mempunyai peritoneum. Daerah seperti ini
dinamakan area nuda hati.

Ligamentum teres hepatis berjalan masuk ke fissura yang terdapat pada permukaan
visceral hati dan bersatu dengan cabang kiri v.porta dalam porta hepatis.
Ligamentum venosum suatu pita fibrosa yang merupakan sisa duktus venous, melekat
pada cabang kiri v.porta dan berjalan ke atas dalam fisura pada permukaan visceral hati,
dan diatas melekat pada v. cava inferior.

Vaskularisasi Hepar

8
 Arteria hepatica propria, cabang truncus coeliacus, berakhir dengan bercabang menjadi
ramus dexter dan sinister yang masuk ke dalam porta hepatis.
 Vena porta hepatis
- Berasal dari v.mesentrica superior dan v.lienalis
- Muara dari semua vena di abdomen kecuali ren dan supra renalis
- Total darah melewati hati 1500 ml
- Masuk ke dalam lig. hepatoduodenale menuju ke portae hepatis bercabang menjadi :
ramus dexter untuk lobus dexter dan ramus sinister untuk lobus sinister.
- v. portae mendapat darah dari :
o v. coronaria ventriculi (v. gastrica sinistra)
o v. pylorica ( v. gastrica dextra)
o v. Cystica
o v. Parumbilicalis
- Vena Porta  bercabang melingkari lobulus hati  vena-vena interlobularis 
berjalan diantara lobulesmembentuk sinusoid diantarahepatositvena centralis
bersatu membentuk vena sublobularisv.hepatika
- Normal akan bermuara ke hepar dan selanjutnya langsung ke V. cava inferior
- Bila jalan normal terhambat, maka akan terjadi hubungan lain yang lebih kecil antara
sistim portal dengan sistemic, yaitu :
1. 1/3 bawah oesophagus.V. gastrica sinistra V. oesophagicaV. azygos
(sistemic).
2. Pertengahan atas anus : V. rectalis superior  V. rectalis media daninferior
V. mesenterica inferior.
3. V. parumbilicalis menghubungkan V. portae sinistra dengan V.suprficialis
dinding abdomen. Berjalan dalam lig. falciforme hepatis dan lig.teres hepatis.
4. V.colica ascendens, descendens, duodenum, pancreas dan hepar
beranastomosis dengan V. renalis, V. lumbalis dan V.phrenica.

Persarafan Hepar

Persyarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexuscoeliacus dan
serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra.

9
 Nervus Vagus Sinistra
- Menembus diafragma di depan esophagus
- Mengikuti a.gastrica khusus menginervasi hepar
 Nervus Vagus Dekstra
- Menembus diafragma di belakang esophagus
- Menuju langsung ke pangkal truncus coeliacus dan plexuscoeliacus dan
menginervasi : Intestinum crassum dan tenue, Gaster , 2/3 colon transversum,
Lien dan pancreas, Hepar.

Aliran limfe hati


• Limf dibentuk didalam ruang perisinusoid Disse
• Terdapat pembuluh limf pada trigonum portal, dikumpulkan pada saluran limf yang lebih
besar dan meninggalkan hepar pada porta hepatis sebagai saluranlimg pengumpul.
• Limf hepatik mengandung protein plasma yang lebih tinggi daripada limf ditempat lain.

1.2 Mikroskopis
Secara mikroskopik terdiri dari Capsula Glisson dan lobulus hepar. Lobulus hepar
dibagi-bagi menjadi:
 Lobulus klasik
 Lobulus portal
 Asinus hepar

Lobulus-lobulus itu terdiri dari Sel hepatosit dan sinusoid. Sinusoid memiliki sel
endotelial yang terdiri dari sel endotelial, sel kupffer, dan sel fat storing.

10
Lobulus hepar:

a. Lobulus klasik:
 Berbentuk prisma dengan 6 sudut.
 Dibentuk oleh sel hepar yang tersusun
radier disertai sinusoid.
 Pusat lobulus ini adalah v.Sentralis
 Sudut lobulus ini adalah portal area (segitiga kiernann), yang pada segitiga/trigonum
kiernan ini ditemukan:
o Cabang a. hepatica
o Cabang v. porta
o Cabang duktus biliaris
o Kapiler lymphe
b. Lobulus portal:
 Diusulkan oleh Mall cs (lobulus ini disebut juga lobulus Mall cs)
 Berbentuk segitiga
 Pusat lobulus ini adalah trigonum Kiernann
 Sudut lobulus ini adalah v. sentralis
c. Asinus hepar:
 Diusulkan oleh Rappaport cs (lobulus ini disebut juga lobulus rappaport cs)
 Berbentuk rhomboid
 Terbagi menjadi 3 area
 Pusat lobulus ini adalah sepanjang portal area
 Sudut lobulus ini adalah v. sentralis

Mikroskopi sel hepatosit:

 Berbentuk kuboid
 Tersusun radier
 Inti sel bulat dan letaknya sentral
 Sitoplasma:
o Mengandung eosinofil
o Mitokondria banyak
o Retikulum Endoplasma

11
kasar dan banyak
o Apparatus Golgi
bertumpuk-tumpuk
 Batas sel hepatosit :
o Berbatasan dengan
kanalikuli bilaris
o Berbatasan dengan ruang
Sinusoid dan antara sel hepatosit lainnya
Mikroskopi sinusoid:

 Ruangan yang berbentuk irregular


 Ukurannya lebih besar dari kapiler
 Mempunyai dinding seluler yaitu kapiler yang diskontinu
 Dinding sinusoid dibentuk oleh sel hepatosit dan sel endotelial
 Ruang Disse (perivascular space) merupakan ruangan antara dinding sinusoid dengan
sel parenkim hati, yang fungsinya sebagai tempat aliran lymphe
Sel endothelial pada sinusoid:
 Sel endothelial:
o Berbentuk gepeng
o Paling banyak
o Sifat fagositosisnya tidak jelas
o Letaknya tersebar
 Sel Kupffer:
o Berbentuk bintang (sel stellata)
o Inti sel lebih menonjol
o Terletak pada bagian dalam sinusoid
o Bersifat makrofag
o Tergolong pada RES (reticuloendothelial system)
o Sitoplasma Lisozim banyak dan apparatus golgi berkembang baik
 Sel Fat Storing:
o Disebut juga Sel Intertitiel oleh Satsuki
o Disebut juga Liposit oleh Bronfenmeyer
o Disebut juga Sel Stelata oleh Wake
o Terletak perisinusoid
o Mampu menyimpan lemak
o Fungsinya tidak diketahui
Sistem duktuli hati (sistem saluran empedu), terdiri dari:

12
 kanalikuli biliaris
o cabang terkecil sistem duktus intrahepatik
o letak intralobuler diantara sel hepatosit
o dibentuk oleh sel hepatosit
o pada permukaan sel terdapat mikrovili pendek
 kanal hering
Termasuk apparatus excretorius hepatis: Vesica fellea:
 Tunica mucosa-nya terdiri dari epitel selapis kolumnar tinggi
o Lamina propria-nya memiliki banyak pembuluh darah, kelenjar mukosanya tersebar,
dan jaringan ikat jarang
o Tidak ada muscularis mucosa
 Tunica muscularis terdiri dari lapisan otot polos tipis
 Tunica serosa:
o merupakan jaringan ikat berisi pembuluh darah dan lymphe permukaan luar dilapisi
peritoneum

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Hepar


2.1 Menjelaskan Fungsi Sintesis
Menurut Guyton &Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:
1. Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen dalam jumlah
besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan
membentuk banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme
karbohidrat.

2. Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain: mengoksidasi asam
lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, membentuk sebagian besar
kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.
3. Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino, pembentukan
ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan
interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam amino.

d. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin, hati
sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang
digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau
mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.

Metabolisme Glukosa

Setelah dicerna dan diserap ke dalam aliran darah, glukosa disalurkan ke seluruh tubuh
sebagai sumber energi.Ketika glukosa masuk ke organ pencernaan (usus) lalu masuk ke
pembuluh darah diperlukan insulin agar mudah diserap di sel tubuh, apabila masih belum
dipakai, glukosa diubah sel hati menjadi glikogen dan disimpan didalam hati (glikogenesis).
Sehingga hati berperan sebagai penyangga kadar glukosa untuk darah. Apabila kadar gula
darah turun, glikogen diubah menjadi glukosa (glikogenolisis). Selain itu terdapat
glukoneogenesis, terjadi saat penurunan glukosa diantara waktu makan dengan mengubah

13
asam amino menjadi glukosa setelah deaminasi (pengeluaran gugus amino) dan mengubah
gliserol dari penguraian asam lemak menjadi glukosa.

Metabolisme Asam amino

Hati sebagai tempat penyimpanan protein. Setelah pencernaan asam amino memasuki
semua sel dan diubah menjadi protein untuk digunakan membentuk:

1. Enzim dan komponen struktural sel (DNA/RNA inti, basa purin dan pirimidin, ribosom,
kolagen, protein kontraktil otot).
2. Selain itu, sintesis protein digunakan dalam pembentukan protein serum (albumin, α
globulin, β globulin kecuali γ globulin).
3. Factor pembekuan darah I, II, V, VII, VIII, IX, dan X; vitamin K digunakan sebagai
kofaktor pada sintesi ini kecuali factor V).
4. Hormon (tiroksin, epinefrin, insulin).
5. Neurotransmiter, kreatin fosfat, heme pada hemoglobin dan sitokrom, pigmen kulit
melanin.

Penguraian protein terjadi ketika asam amino plasma turun dibawah ambang batas.Ketika
tidak ada lagi asam amino yang disimpan sebagai protein, maka hati melakukan deaminasi
asam amino dan menggunakannya sebagai sumber energi atau mengubahnya menjadi
glukosa, glikogen atau asam lemak.Selama deaminasi asam amino, terjadi pelepasan amonia
yang hampir seluruhnya diubah di hati menjadi urea yang kemudian diekskresikan lewat
ginjal.Selain hati, ginjal dan mukosa usus ikut berperan sebagai tempat penyimpanan
protein.

Metabolisme asam lemak

Hampir semua pencernaan lemak melewati saluran limfe sebagai kilomikron (gabungan dari
trigliserida (TG), kolesterol, fosfolipid (FL) dan lipoprotein (LP)).Kilomikron masuk ke
pembuluh darah melalui duktus torasikus.TG kemudian diubah menjadi asam lemak dan
gliserol oleh enzim-enzim di dinding kapiler, terutama kapiler hati dan jaringan adiposa.
Dari kapiler, asam lemak dan gliserol dapat masuk ke sebagian besar sel. Setelah itu
memasuki hati dan sel lain menjadi TG kembali. TG disimpan sampai stadium pasca-
absortif.Pada saat ini, TG diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol.Hormon glukagon,
kortisol, hormon pertumbuhan dan katekolamin berfungsi sebagai sinyal untuk
menguraikan TG.Gliserol dan asam lemak bebas masuk ke siklus kreb untuk menghasilkan
ATP.Sebagian tidak masuk siklus kreb tapi digunakan hati membentuk glukosa.Hal inilah
yang dapat menyebabkan timbunan keton apabila penguraian TG secara berlebih.Otak tidak
dapat memanfaatkan TG sebagai sumber energi secara langsung kecuali melalui
glukoneogenesis.

Metabolisme Kolesterol

Hati memetabolisme sebagian kolesterol yang terdapat didalam misel menjadi garam-garam
empedu.Sisa kolesterol lainnya disalurkan ke darah, berikatan dengan FL sebagai LP.LP
mengangkut kolesterol ke semua sel untuk membentuk membran sel, struktur intrasel, dan
hormon steroid. Tingginya kadar LDL (Low Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low
Density Lipoprotein) menandakan hati menangani kolesterol dalam jumlah besar. LDL dan
VLDL bisa merusak sel, terutama pada epitel pembuluh darah dengan membebaskan radikal

14
bebas dan elektron berenergi tinggi selama metabolismenya.HDL (High Density
Lipoprotein) mengangkut kolesterol dari sel ke hati dan bersifat protektif terhadap penyakit
arteri.Peranan utama pada sintesis kolesterol oleh hati, sebagian besar diekskresi dalam
empedu sebagai kolesterol dan asam kolat.

Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin
berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit
dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya
seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi
pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan
ekskresi bilirubin.
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan
organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin
oleh enzim biliverdin reduktase.
Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat
tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian
akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin
akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel
membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein
ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak
terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan
kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung
empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah
berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi,
kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-
glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan
kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.

15
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3
fase; prehepatik, intrahepatik, pascahepatik masih relevan. Pentahapan yang baru
menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu
fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier.
Jaundice disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin
tersebut.

1. Fase Prahepatik
a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg
berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah
yang matang, sedangkan sisanya 20-30% datang dari protein heme lainnya yang
berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah
merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi
ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui
membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

2. Fase Intrahepatik
a. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkojugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein meningkat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak
termasuk pengambilan albumin.
b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi /
bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak laurut
dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul
amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin
harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh
sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam
glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid. Reaksi konjugasi terjadi dalam
retikulum endoplasmik hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukuronosil
transferase dalam reaksi dua-tahap.

3. Fase Pascahepatik
Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan
lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini.
Di dalam usus flora bakteri men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi
sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi
warna coklat. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam
lemak. Karenanya bilirubin tak terkojugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk
ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi
dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair.

16
2.2 Menjelaskan Fungsi Sekresi dan Patogenesis Jaundice
Secara fisiologi, empedu dihasilkan oleh hepatosit dan sel-sel duktus sebanyak 500-1500
mL/ hari. Sekresi aktif garam empedu ke dalam canaliculus bilier dipengaruhi oleh volume
empedu. Na+ dan air mengalir secara pasif untuk meningkatkan isoosmolaritas. Lechitin dan
kolesterol memasuki canaliculus pada laju tertentu yang berhubungan dengan output garam
empedu. Bilirubin dan sejumlah anion organik lainnya (esterogen, sulfobromopthalen, dll)
secara aktif disekresikan oleh hepatosit melalui sistem transport yang berbeda dengan garam
empedu. Diantara makan, empedu disimpan di vesica biliaris, dimana empedu
terkonsentrasi pada hingga 20%/ jam. Na+ dan HCO3- atau Cl- secara aktif ditransport dari
lumennya selama absorpsi.
Ada tiga faktor yang meregulasi aliran empedu yaitu : sekresi hepatik, kontraksi vesica
biliaris, dan tahanan spincter choledochal. Dalam keadaan puasa, tekanan di ductus
choledocus adalah 5-10 cm H2O dan empedu yang dihasilkan di hati disimpan di dalam
vesica biliaris. Setelah makan, vesica biliaris berkontraksi, spincter relaksasi dan empedu di
alirkan ke dalam duodenum dengan adanya tekanan di dalam duktus yang terjadi secara
intermiten yang melebihi tahanan spincter. Saat berkontraksi, tekanan di dalam vesica
biliaris mencapai 25 cm H2O dan di dalam ductus choledocus mencapai 15-20 cm H2O.
Cholecystokonin (CCK) adalah stimulus utama untuk berkontraksinya vesica biliaris dan
relaksasi spincter. CCK dilepaskan ke dalam aliran darah dari mukosa usus halus.

Gambar Fisiologi Pengeluaran


Empedu

Komposisi Empedu

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu


Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -

17
Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu :
Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah:
 Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan,
sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk
dapat dicerna lebih lanjut.
 Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam
lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah
menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen
usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan
bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen
distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena
radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.

EMPEDU SECARA TERUS-MENERUS DISEKRESIKAN OLEH HATI DAN


DIALIHKAN KE KANDUNG EMPEDU DI ANTARA WAKTU MAKAN
Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum dijaga oleh sfingter Oddi, yang mencegah
empedu masuk ke duodenum kecuali sewaktu pencernaan makanan. Ketika sfingter ini
tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan oleh hati dialihkan balik ke dalam
kandung empedu. Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan di kandung empedu di antara
waktu makan. Setelah makan, empedu masuk ke duodenum akibat efek kombinasi
pengosongan kandung empedu dan peningkatan sekresi empedu hati. Jumlah empedu yang
disekresikan per hari berkisar dari 250 ml sampai 1 liter, bergantung pada derajat
perangsangan.

GARAM EMPEDU DIDAUR ULANG MELALUI SIRKULASI ENTEROHEPATIK


Empedu mengandung beberapa konstituen organic, yaitu garam empedu, kolesterol,
lesitin dan bilirubin (semua berasal dari aktivitas hepatosit) dalam suatu cairan encer alkalis
(ditambahkan oleh sel duktus) serupa dengan sekresi NaHCO3 pankreas. Meskipun empedu
tidak mengandung enzim pencernaan apapun namun bahan ini penting dalam pencernaan
dan penyerapan lemak, terutama melalui aktivitas garam empedu.
Garam empedu adalah turunan kolestreol. Garam-garam ini secara aktif disekresikan ke
dalam empedu dan akhirnya masuk ke duodenum bersama dengan konstituen empedu
lainnya. Setelah itu ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar
garam empedu diserap kembali ke dalam darah oleh mekanisme transport aktif khusus yang
terletak di ileum terminal. Dari sini garam empedu dikembalikan ke system porta hati, yang
mensekresikannya ke dalam empedu. Daur ulang garam empedu ini (dan sebagian dari
konstituen empedu lainnya) antara usus halus dan hati disebut sirkulasi enterohepatik.
Jumlah total garam empedu di tubuh adalah sekitar 3 sampai 4 gr, namun dalam satu kali
makan mungkin dikeluarkan 3-15 gr garam empedu ke dalam duodenum. Garam empedu
haru di daur ulang beberapa hari sekali. Biasanya hanya sekitar 5% dari empedu yang
disekresikan keluar dari tubuh melalui tinja setiap hari. Kehilangan garam empedu ini
diganti oleh pembentukan garam empedu baru oleh hati, dengan demikian jumlah total
garam empedu dijaga konstan.

GARAM EMPEDU MEMBANTU PENCERNAAN DAN PENYERAPAN LEMAK


Garam empedu membantu pencernaan lemak melalui efek deterjennya (emulsifikasi) dan
mempermudah penyerapan lemak dengan ikut serta dalam pembentukan micelle. Kedua
fungsi berkaitan dengan struktur garam empedu.

18
Efek Deterjen Garam Empedu
Efek deterjen adalah kemampuan gaam empedu untuk mengubah globules (gumpalan)
lemak besar menjadi emulsi lemak yang terdiri dari banyak tetesan/butiran lemak dengan
garis tengah masing-masing 1mm yang membentuk suspense di dalam kimus cair sehingga
luas permukaan yang tersedia untuk tempat lipase pancreas bekerja bertambah. Gumpalan
lemak, berapapun ukurannya, terutama terdiri dari molekul trigliserida yang belum tercerna.
Untuk mencerna lemak, lipase harus berkontak langsung dengan molekul trigliserida.
Karena tidak larut dalam air maka trigliserida cenderung menggumpal menjadi butir-butir
besar dalam lingkungan usus halus yang banyak mengandung air. Jika garam empedu tidak
mengemulsifikasi gumpalan besar lemak ini, maka lipase dapat bekerja hanya pada
permukaan gumpalan besar tersebut dan pencernaan lemak akan sangat lama.
Molekul garam empedu mengandung bagian yang larut lemak (suatu steroid yang berasal
dai kolestrol) plus bagian larut air yang bermuatan nogatif. Garam empedu terserap di
permukaan butiran lemak : yaitu, bagian larut lemak garam empedu larut dalam butiran
lemak, meninggalkan bagian larut air yang bermuatan menonjol dari permukaan lemak
tersebut. Gerakan mencampur oleh usus memecah-mecah butiran lemak besar menjadi
butiran-butiran yang lebihh kecil. Butiran-butiran kecil ini akan cepat bergabung kembali
jika tidak ada garam empedu yang terserap di permukaannya dan meciptakan selubung
muatan negative larut air di permukaan setiap butiran kecil. Karena muatan yang sama
saling tolak-menolak, maka gugus-gugus bermuatan negative di permukaan butiran lemak
menyebabkan butiran tersebut saling menjaduh. Daya tolak listrik ini mencegah butir-butir
kembali bergabung membentuk gumpalan lemak besar sehingga menghasilkan emulsi
lemak yang meningkatkan permukaan yang tersedia untuk kerja lipase.
Meskipun garam empedu meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk diproses
oleh enzim lipase pancreas namun lipase saja tidak dapat menembus lapisan garam-garam
empedu yang terserap di permukaan butiran halus emulsi lemak. Untuk memecahkan
dilemma ini, pancreas mengeluarkan polipeptida kolipase bersama dengan lipase. Kolipase
berikatan dengan lipase dan garam empedu dipermukaan butiran lemak sehingga lipase
melekat ke tempat kerjanya.

Pembentukan Micelle
Garam empedu bersama dengan kolesterol dan lesitin, yang juga merupakan konstituen
empedu berperan penting dalam mempermudah penyerapan lemak melalui pembentukan
micelle. Seperti garam empedu, lesitin memiliki bagian yang larut lemak dan bagian yang
larut air, sementara kolesterol hanpir sama sekali tak larut dalam air. Dalam suatu micelle,
garam empedu dan lesitin bergumpal dalam kelompok-kelompok kecil dengan bagian larut
lemak menyatu di bagian tengah membentuk inti hidrofobik, sementara bagian larut air
membentuk selubung hidrofilik di sebelah luar. Micelle karena larut dalam air berkat
selubung hidrofiliknya, dapat melarutkan bahan tak larut air (dan karenanya larut lemak) di
bagian tengahnya. Karena itu micelle mrupakan wadah yang dapat digunakan untuk
mengangkut bahan-bahan tak larut air melalui isi lumen yang cair. Bahan larut lemak
terpenting yang diangkut di dalam micelle adalah produk-produk pencernaan lemak
(monogliserida dan asam lemak bebas) serta vitamin larut lemak, yang semuanya diangkut
ke tempat penyerapan dengan cara ini. Jika tidak menumpang di dalam micelle yang larut
air ini, berbagai nutrient ini akan mengapung di permukaan kimus dan tidak pernah
mencapai permukaan absorbtif usus halus.
Selain itu, kolesterol, suatu bahan yang sangat tidak larut air, larut dalam inti hidrofobik
micelle. Mekanisme ini penting dalam homeostatis kolestrol. Jumlah kolesterol yang dapat

19
diangkut dalam bentuk micelle bergantung pada jumlah relative garam empedu dan lesitin
dibandingkan dengan kolesterol.

GARAM EMPEDU ADALAH PERANGSANG PALING KUAT PENINGKATAN


SEKRESI EMPEDU
Sekresi empedu dapat ditingkatkan oleh mekanisme kimiawi, hormone, dan saraf :
 Mekanisme kimiawi (garam empedu). Setiap bahan yang meningkatkan sekresi empedu
oleh hati disebut koleretik. Koleretik paling kuat adalah garam empedu itu sendiri. Di
antara waktu makan, empedu disimpan di kandung empedu, tetapi sewaktu makan
empedu disalurkan ke dalam duodenum oleh kontraksi kandung empedu. Setelah ikut
serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, garam empedu direabsorpsi dan
dikembalikan oleh sirkulasi enterohepatik ke hati, tempat zat-zat ini bekerja sebagai
koleretik poten untuk merangsang sekresi empedu lebih lanjut. Karena itu, sewaktu
makan, ketika garam empedu dibutuhkan dan sedang digunakan, sekresi empedu oleh
hati meningkat.
 Mekanisme hormone (sekretin). Selain meningkatkan sekresi NaHCO3 cair oleh
pancreas, sekretin juga merangsang oeningkatan sekresi empedu alkalis cair oleh duktus
biliaris tanpa disertai oleh peningkatan setara garam-garam empedu.
 Mekanisme saraf (saraf vagus). Stimulasi vagus pada hati berperan kecil dalam sekresi
empedu selama fase sefalik pencernaan, yang mendorong peningkatan aliran empedu hati
bahkan sebelum makanan mencapai lambung atau usus.

KANDUNG EMPEDU MENYIMPAN DAN MEMEKATKAN EMPEDU DI


ANTARA WAKTU MAKAN DAN MENGELUARKAN ISINYA SEWAKTU
MAKAN
Meskipun factor-faktor yang baru dijelaskan meningkatkan sekresi empedu oleh hati
selama dan setelah makan, namun sekresi empedu oleh hati berlangsung secara terus-
menerus. Di antara waktu makan, empedu yang disekresikan tersebut dialihkan ke kandung
empedu, tempat bahan ini disimpan dan dipekatkan , dengan air mengikuti secara osmotis,
menyebabkan konsentrasi konstituen-konstituen organic meningkatkan 5-10x lipat.
(Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC)

20
2.3 Menjelaskan Fungsi Detoksifikasi
Fungsi hati sebagai detoksifikasi
 Hati adalah pusat detoksikasi tubuh.
 Proses detoksikasi adalah misalnya proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan
konjugasi thd berbagai macam bahan spt zat racun, obat over dosis (juga racun).
 Contoh zat-zat toksik: steroid (dipakai sbg obat tapi klo kebykan jadi racun), drugs,
chemical substances.

Biotransformasi Amonia

Amonia adalah suatu produk sampingan penguraian protein.Sebelum rangka karbon pada
asam amino dioksidasi, nitrogen terlebih dahulu harus dikeluarkan.Nitrogen asam amino
membentuk ammonia.Amonia ditransformasikan menjadi urea (sifatnya yang larut dalam
urin) di hati dan diekskresikan dalam urin.Tanpa fungsi hati ini, terjadi penimbunan amonia
(bersifat toksik) yang bisa menyebabkan disfungi saraf, koma, dan kematian.Walaupun urea
adalah produk ekskresi nitrogen yang utama, nitrogen juga dibentuk menjadi senyawa lain,
asam urat (produk penguraian basa purin), keratin (dari kreatin fosfat), ammonia (dari
glutamine).Semua senyawa ini, selain lewat urin, juga dikeluarkan melalui feses dan kulit.

Pada keadaan normal di dalam tubuh ammonia berasal dari metabolism protein dan produksi
bakteri usus. Hati berperan dalam detoksifikasi ammonia menjadi urea yang akan
dikeluarkan oleh ginjal. Gangguan fungsi detoksifikasi oleh sel hati akan meningkatkan
kadar ammonia menyebabkan gangguan kesadaran yang disebut ensefalopati atau koma
hepatikum.

(Rosida, A. Jurnal Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Vol.12, No.1, Feb 2016: 123-
131)

3. Mempelajari dan Memahami Infeksi Hepatitis A


3.1 Menjelaskan Morfologi Virus Hepatitis
Virus hepatitis A termasuk Hepatovirus, famili Picornaviridae. Ukuran virus hepatitis A
adalah 17-23 nm, tidak mempunyai selubung, bentuknya icosahedral, positive single-
stranded linier RNA virus, yang mempunyai 7,5 kb genom. Genom tersebut mempunyai 3
regio, 5’ untranslated region dengan 734-742 nukleotida; open reading frame tunggal yang
mengkode poliprotein; dan 3’ regio non-coding yang mengandung 40-80 nukleotida.
Selama memasuki hepatosit, ribosom pejamu berikatan dengan RNA virus yang tidak
berselubung. Selanjutnya, HAV-RNA ditranslasikan menjadi protein utama yang
mengandung 2225 asam amino. Poliprotein yang besar ini dibagi menjadi 3 regio: regio P1
mengkode protein struktural VP1, VP2, dan VP3; regio P2; serta regio P3 yang mengkode
protein non-struktural, yang terlibat dalam replikasi virus.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid 2 Hal 1948)

 Merupakan grup IV ((+)ssRNA), ordo: Picornavirales, famili: Picornaviridae, genus:


Hepatovirus, spesies: Hepatiitis A viruses.
21
 Merupakan virus RNA, single stranded, polaritas positif.
 Berat molekul 2,25- 2,28 x 106 dalton.
 Mempunyai 1 serotype dan lebih dari tiga genotip.
 Simetri ikosahedral, diameter 27-32 nm dan tidak mempunyai selubung.
 Mempunyai protein terminal VPg pada ujungnya 5’nya dan poli (A) pada ujung 3’.
 Panjang genom HAV: 7.500-8.000 pasang basa.
 Protein struktural yang dibentuk oleh virus ini adalah: VP1 (30-33 kilodalton), VP2 (24-
27 dalton), VP3 (21-23 kilodalton), VP4 (7-14 kilodalton).
 Atas dasar sifat fisik dan kimianya, virus ini digolongkan sebagai enterovirus 72, urutan
nukleotida dan asam amino HAV cukup jelas untuk memasukkan virus ini menjadi genus
pikornavirus yang baru yaitu Heparnavirus.

(Djannatun, T. Bahan kuliah Hepatitis A-E Viruses. Bagian mikrobiologi FKUY)


Hepatitis A disebabkan oleh virus HAV. Virus hepatitis A merupakan virus RNA dalam
family Picornaviridae. Virus hepatitis A (HAV) menginfeksi hati, infeksi ini dapat
menyebabkan ikterik maupun non-ikterik. Ada tidaknya tanda klinis ikterik tergantung oleh
usia pasien yangmengalami hepatitis A. Pada anak berusia kurang dari 6 tahun, lebih dari
90 % yang menderitainfeksi HAV bersifat asimtomatik. Kontrasnya, lebih dari dua pertiga
anak yang lebih besar danorang dewasa mengalami tanda klinis ikterik setelah infeksi HAV.
(Committee on InfectiousDisease Pediatrics, 2007)

Beberapa karakteristik HAV diantaranya:


1. RNA virus.
2. Dikenal sebagai enterovirus 72, namun sekarang digolongkan menjadi heptovirus.
3. Hanya memiliki 1 serotif.
4. Susah dikultur.
5. Empat genotif.
6. Transmisi melalui Close personal contact, kontaminasi air dan makanan (fecal oral),
darah(jarang).
7. Digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus, termasuk infectious
virus.
8. Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik.
9. Untai tunggal (single stranded), molekul RNA Linier: 7,5kb.
10. Pada manusia terdiri atas satu serotype, tiga atau lebih genotipe.
11. Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal.
12. Mengandung 3 atau 4 polipeptida virion di kapsomer.
13. Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang nyata
adanya replikasi di usus.
14. Menyebar pada primate non-manusia dan galur sel manusia.
15. Virus tanpa selubung (envelop), Tahan terhadap cairan empedu.
16. Ditemukan di tinja, tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik.
17. Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal.
18. Hepatitis A tidak mempunyai karier.
Orang yang paling mendapat risiko adalah:
a. Orang yang tinggal bersama seseorang yang mengidap hepatitis A
b. Orang dengan kebersihan yang jelek, terutama pencucian tangan yang buruk.

22
c. Orang dengan pekerjaan yang memungkinkan terpapar virus, termasuk taman kanak-
kanak dan pekerja limbah manusia.
d. Orang yang mengunjungi negara lain dimana banyak hepatitis A.
e. Pekerjaan (misalnya, tempat penitipan anak).
f. Pria homoseksual.
g. Penggunaan narkoba parenteral terlarang. (Sari, 2008)

Faktor Risiko Hepatitis A


Penularan hepatitis A sering terjadi dari orang ke orang,. Virus ini menyebar melalui
makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja orang yang terinfeksi. Selain itu hepatitis
A dapat terjadi pada masyarakat yang :

1. Hygine dan sanitasi Lingkungan


Rendahnya kualitas sanitasi lingkungan dan adanya pencemaran terhadap sumber air atau
makanan yang dikonsumsi banyak orang mempermudah terjadinya penularan dan
kejadian luar biasa hepatitis A. Kebiasaan masyarakat yang kurang memerhatikan
kebersihan lingkungan seperti BAB di sungai dapat meningkatkan penularah hepatitis A.
Tinja yang terkontaminasi hepatitis A akan mencemari lingkungan lain. Seperti air, tanah
dan lain-lain.

2. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi masyarakat akan mempengaruhi ketersediaan air bersih dan
perilaku hidup sehat serta kemampuan untuk menyediakan atau memberikan vaksinasi
hepatitis A. Masyarakat dengan ekonomi sosial yang rendah pada umumnya jarang
memperhatikan kualitas air yang di pakai dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Air
dengan kualitas yang buruk bisa saja terkontaminasi virus hepatitis A. Selain itu keluarga
yang memiliki ekonomi sosial yang rendah pada umumnya memiliki tingkat pengetahuan rendah pula
sehingga mereka tidak terlalu memikirkan betapa pentingnya pemberian vaksinasi hepatitis
A. Sehingga hepatitis a dapat menular dengan cepat dari 1 orang ke orang lain.
3. Pola Hidup Bersih dan Sehat
Pola hidup bersih dan sehat merupakan masyarakat merupakan hal yang sangat
mempengaruhi penularan hepatitis A. Polah hidup bersih dan sehat yang rendah akan
meningkatkan terjadinya penularan virus hepatitis tipe A tersebut. Hepatitis A dapat dengan
cepat menular di tempat penitipan bayi, virus ini akan menular dengan cepat ketika si pengasuh bayi
tidak mencuci tangan setelah mengganti popok bayi. Kesadaran mencuci tangan juga sangat penting
dalam menangani penularan virus hepatitis. Kebiasaan buruk seperti berbagi makanan dan peralatan
makan dengan penderita hepatitis A juga sebagai salah satu media penularan penyakit hepatitis A
ini.

4. Gaya hidup
Gaya hidup di masyarakat juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit
hepatitis. Kebiasaan memakan sayur mentah, seperti lalapan akan meningkatnya
kemungkinan penularan penyakit hepatitis A. Bahan makanan seperti sayur yang
terkontaminasi virus hepatitis A jika di konsumsi virus tersebut akan berpindah kepada
manusia. Virus tersebut akan menginfeksi manusia sehingga terjadi penyakit hepatitis.
(Aryana, 2015)

23
3.2 Menjelaskan Transmisi Virus Hepatitis
 Kontak langsung dengan penderita.
Contoh : Tinggal serumah, kontak sex, anak-anak di daycare.
 Makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Contoh: Makanan yang terinfeksi tangan pengolah, kerang mentah.
 Terpapar darah (jarang).
Contoh: penggunaan obat injeksi, transfusi).
Pola Global Transmisi Virus Hepatitis A
Endemicity Tingkat Puncak umur yg Pola transmisi
penyakit terinfeksi
High Rendah ke Anak kecil Orang ke orang: kejadian
tinggi luar biasa.
Moderate Tinggi Anak-anak /dewasa Orang ke orang: wabah
muda ditularkan melalui makanan
dan air.
Low Rendah Dewasa muda Orang ke orang: wabah
ditularkan melalui makanan
dan air.
Very low Sangat rendah Dewasa Travelers; kejadian luar
biasa.
(Djannatun, T. Bahan kuliah Hepatitis A-E Viruses. Bagian mikrobiologi FKUY)
Penyakit ini ditularkan secara fekal-oral dari makanan dan minuman yang terinfeksi. Dapat
juga ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini terutama menyerang golongan sosial
ekonomi rendah yang sanitasi dan higienenya kurang baik.Masa inkubasi penyakit ini
adalah 14-50 hari, dengan rata-rata 28 hari. Penularan berlangsung cepat. Virus hepatitis A
sangat stabil pada lingkungan dan bertahan hidup pada suhu 60̊c selama 60 menit, tapi tidak
aktif pada suhu 81̊c setelah pemanasan selama 10 menit.

3.3 Menjelaskan Epidemiologi Hepatitis


Geografis distribusi
Wilayah geografis dapat dicirikan memiliki tingkat tinggi, menengah atau rendah infeksi
hepatitis A.

Daerah dengan tingkat tinggi infeksi


Di negara-negara berkembang dengan kondisi sanitasi yang sangat buruk dan praktek-
praktek higienis, kebanyakan anak (90%) telah terinfeksi dengan virus hepatitis A sebelum
usia 10 tahun. Mereka yang terinfeksi di masa kecil tidak mengalami gejala nyata. Wabah
jarang terjadi karena anak-anak lebih tua dan orang dewasa umumnya kebal. Gejala
penyakit suku di daerah ini rendah dan wabah jarang terjadi.

Daerah dengan tingkat infeksi menengah


Di negara berkembang, negara-negara dengan ekonomi transisi, dan wilayah di mana
kondisi sanitasi adalah variabel, anak-anak seringkali luput infeksi pada anak usia dini.
Ironisnya, kondisi ekonomi dan sanitasi dapat menyebabkan peningkatan kerentanan yang
lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua dan tingkat penyakit yang lebih tinggi,
seperti infeksi terjadi pada remaja dan orang dewasa, dan wabah besar dapat terjadi.

Daerah dengan tingkat infeksi rendah

24
Di negara-negara maju dengan kondisi sanitasi dan higienis yang baik, tingkat infeksi
rendah. Penyakit dapat terjadi di kalangan remaja dan orang dewasa dalam kelompok
berisiko tinggi, seperti menyuntikkan pengguna narkoba, pria homoseksual, orang-orang
yang bepergian ke daerah endemisitas tinggi, dan dalam populasi terisolasi seperti
komunitas agama tertutup (WHO 2012).

Hepatitis A terjadi secara sporadis dan dalam epidemi di seluruh dunia, dengan
kecenderungan untuk kambuh siklik. Setiap tahun ada sekitar 1,4 juta diperkirakan kasus
hepatitis A di seluruh dunia (WHO 2012).

Virus hepatitis A merupakan salah satu penyebab yang paling sering infeksi bawaan
makanan. Wabah terkait dengan makanan atau air yang terkontaminasi dapat meletus
eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada tahun 1988 yang mempengaruhi sekitar 300 000
orang. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari Departemen Kesehatan, hepatitis A
masih merupakan bagian terbesar dari kasus – kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu
berkisar dari 39,8 – 68,3 %.1di beberapa daerah seperti Jakarta, Bandung, dan Makassar
berkisar antara 35%-45% pada usia 5 tahun (Puspa R, 2011).

Penyakit ini dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi dan sosial yang signifikan dalam
masyarakat, karena , diperlukan beberapa minggu atau bulan untuk orang sembuh dari
penyakit untuk kembali ke pekerjaan, sekolah atau kehidupan sehari-hari. (WHO 2012).

3.4 Menjelaskan Patogenesis Hepatitis


HAV masuk ke hati dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju hepatosit, dan
melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA-dependent polymerase.Dari hepar
HAV dieliminasi melalui sinusoid, kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum timbulnya
gejala klinis maupun laboratoris.

▲Gambar 1-4.Patogenesis Hepatitis A

Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan, selama dicerna di saluran
cerna, HAV berpenetrasi ke dalam mukosa lambung dan mulai bereplikasi di kripti sel epitel
intestin kemudian masuk ke aliran darah menuju hati(vena porta),lalu menginvasi ke sel
parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami replikasi yang menyebabkan sel
parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu virus akan keluar dan menginvasi sel parenkim

25
yang lain atau masuk kedalam ductus biliaris yang akan dieksresikan bersama feses. Sel
parenkim yang telah rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya
agregasi makrofag,pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehinnga
aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan eksresi bilirubin ke usus.
Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin dari sel
hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi(direk) akan terus menumpuk
dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux(aliran kembali keatas) ke pembuluh darah
sehingga akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklera kadang
disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran
kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan melalui urin. Akibat bilirubin direk
yang kurang dalam usus mengakibatkan gangguan dalam produksi asam empedu (produksi
sedikit) sehingga proses pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan dalam lambung
dengan waktu yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada lambung sehingga
merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan teraktifasi nya pusat
muntah yang berada di medula oblongata yang menyebabkan timbulnya gejala mual,
muntah dan menurun nya nafsu makan.

(Kumar,Cotran,Robbins.Buku Ajar Patologi.Edisi 7.Jakarta:EGC,2007)

3.5 Menjelaskan Manifestasi Klinis Hepatitis


Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimptomatik tanpa
ikterus sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant yang dapat menimbulkan

26
kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu fase
inkubasi, fase prodromal (pra ikterik), fase ikterus, dan fase konvalesen (penyembuhan).
Fase Inkubasi.Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus.
Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada
dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin
pendek fase inkubasi ini. Pada hepatitis A fase inkubasi dapat berlangsung selama 14-50
hari, dengan rata-rata 28-30 hari.
Fase Prodromal (pra ikterik). Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise
umum, nyeri otot, nyeri sendi, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anorexia. Mual
muntah dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Demam
derajat rendah umunya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan
tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.
Fase Ikterus.Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah tibul ikterus jarang
terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan
lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah
lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3
minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu.
Pada 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang
menjadi fulminant. Faktor resiko utama yang berhubungan dengan hepatitis A fluminan
adalah usia, adanya penyakit hati kronik sebelumnya, konsumsi parasetamol dosis tinggi,
koinfeksi dengan virus hepatitis lainnya, atau koinfeksi dengan infeksi virus lainnya.

3.6 Menjelaskan Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding Hepatitis


Cara diagnosis
 Anamnesis

Anamnesis pada pasien hepatitis A bisa didapatkan demam yang tidak terlalu tinggi
dibawah 39,0 ᵒC, selain itu terdapat pula gangguan pencernaan seperti mual,muntah,
lemah badan, pusing, nyeri sendi dan otot, sakit kepala, mudah silau, nyeri tenggorok,
batuk dan pilek dapat timbul sebelum badan menjadi kuning selama 1 – 2 minggu.
Keluhan lain yang mungkin timbul yaitu dapat berupa Buang air kecil menjadi berwarna
seperti air teh (pekat gelap) dan warna feses menjadi pucat terjadi 1 – 5 hari sebelum
badan menjadi kuning. Pada saat timbul gejala utama yaitu badan dan mata menjadi
kuning (kuning kenari), gejala-gejala awal tersebut biasanya menghilang, tetapi pada
beberapa pasien dapat disertai kehilangan berat badan (2,5 – 5 kg), hal ini biasa dan dapat
terus terjadi selama proses infeksi. Hati menjadi membesar dan nyeri sehingga keluhan
dapat berupa nyeri perut kanan atas, atau atas, terasa penuh di ulu hati. Terkadang
keluhan berlanjut menjadi tubuh bertambah kuning (kuning gelap) yang merupakan
tanda adanya sumbatan pada saluran kandung empedu. (Sanityoso, 2009)
 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita hepatitis A didapatkan ikterus, hepatomegali ringan,


nyeri tekan pada abdomen regio hipocondriaca dextra (70%) dan splenomegali (5-20%).
Untuk Ikterus Harus dibedakan antara warna kekuningan pada sklera yang
menggambarkan kolestatis intrahepatik dan ekstrahepatik, ikterus pada penderita
kolestatis Intrahepatik didapatkan pada Sklera warna kuning (yellowish jaundice)

27
sedangkan pada Kolestatis Ekstrahepatik didapatkan pada Sklera berwarna kuning
kehijauan (lebih gelap) atau (Greenish jaundice).
Note: Hepatomegali , deskripsi pemeriksaannya : nyeri tekan, ukuran (berapa cm dari
px dan ac), tepi tajam --> hepatitis akut, tepi tak rata --> sirosis, hepatoma, tepi tumpul -
-> hepatitis kronis, permukaan licin --> hepatitis, permukaan berbenjol --> hepatoma,
konsistensi lunak/kenyal --> akut, konsistensi keras --> ganas).
Diagnosis banding
Yang paling sering adalah infeksi virus hepatitis lainnya (hepatitis B, C, dan E), virus
Epstein-Barr, cytomegalovirus, campak, varicella, demam Q reaksi obat hepatotoksik,
termasuk obat herbal, infeksi bakterii, sepsis, hepatitis alkoholik, dan hepatitis autoimun.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid 2 Hal 1950-1951)

3.7 Menjelaskan Tatalaksana Hepatitis


Penatalaksanaan hepatitis A virus sebagian besar adalah terapi suportif, yang terdiri dari
bed rest sampai dengan ikterus mereda, diet tinggi kalori, penghentian dari pengobatan yang
beresiko hepatotoxic misalnya parasetamol, dan pembatasan dari konsumsi alkohol. Terapi
simptomatik dan hidrasi yang adekuat sangat penting untuk tatalaksana infeksi virus
hepatitis A akut.
Sebagian besar dari kasus hepatitis A virus tidak memerlukan rawat inap. Pasien dirawat
bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan peroral, kadar SGOT-SGPT >10x
normal, perubahan perilaku atau penurunan kesadaran akibat ensefalopatihepatitis
fulminan, dan prolong, atau relapsing hepatitis. Pasien rawat inap direkomendasikan untuk
pasien dengan usia lanjut, malnutrisi, kehamilan, terapi imunosupresif, pengobatan yang
mengandungobat hepatotoxic, pasien muntah berlebih tanpa diimbangi dengan asupan
cairan yang adekuat, penyakit hati kronis/didasari oleh kondisi medis yang serius, dan
apabila pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan gejala-gejala dari
hepatitisfulminan. Pasien dengan gagal hati fulminant, didefinisikan dengan onset dari
encephalopathydalam waktu 8 minggu sejak timbulnya gejala. Pasien dengan gagal hati
fulminant harus dirujuk untuk pertimbangan melakukan transplantasi hati.
Tidak ada terapi medikamentosa khusus karena pasien dapat sembuh sendiri (self-
limiting disease). Pemeriksaan kadar SGOT-SGPT terkonjugasi diulang pada minggu kedua
untuk melihat proses penyembuhan dan minggu ketiga untuk kemungkinan prolong atau
relapsing hepatitis. Pembatasan aktivitas fisik terutama yang bersifat kompetitif selama
SGOT-SGPT tiga kali batas atas normal.
Diet disesuaikan dengan kebutuhan dan hindarkan makanan yang berjamur, yang
mengandung zat pengawet yang hepatotoksik ataupun zat hepatotoksik lainnya. Biasanya
antiemetik tidak diperlukan dan makan 5-6 kali dalam porsi kecil lebih baik daripada makan
tiga kali dalam porsi besar. Bila muntah berkepanjangan, pasein dapat diberi antiemetik
seperti metoklopramid, tetapi bila demikan perlu baehati-hati terhadap efek efek samping
yang timbuk karena dapat mengacaukan gejal klinis pernurukan. Dalam keadaan klinis
terdapat mual dan muntah pasien diberikan diet rendah lemak. Viamin K diberikan bila
terdapat perpanjangan masa protrombin. Kortikosterosid tidak boleh digunakan.
Pencegahan penularan infeksi hepatitis A dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
pemberian imunoglobulin, vaksinasi, dan kondisi higienis yang baik, seperti cuci tangan dan
desinfeksi.

Pemberian imunoglobulin merupakan cara utama untuk mencegah infeksi virus


hepatitis A pada individu yang sangat rentan terhadap paparan, maupun orang yang baru
terkena paparan infeksi virus hepatitis A. Imunisasi ini untuk pencegahan infeksi pada orang

28
yang bepergian, pekerja militer, profilaksis pasc paparan virus hepatitis A. Penggunaan
imunoglobulin untuk anak dibawah 2 tahun belum disetujui. Bila imunoglobulin diberikan
dalam 2 minggu pasca paparan, efektivitas proteksinya sebesar 85%.

Imunoglobulin Hepatitis A direkomendasikan untuk individu pasca paparan virus


hepatitis A dan individu yang belum divaksin hepatitis A yang beresiko terpapar virus
hepatitis A selama kurang dari dua minggu, individu yang belum terpapar (individu yang
tidak dapat menerima vaksin akibat alergi terhadap komponen vaksin).

Imunoglobulin diberikan secara intramuskular, dosis tunggal sebanyak 0,02-0,06 ml/g.


Dosis rendah efektif untuk proteksi selama 3 bulan, sedangkan dosis yang lebih tinggi
efektif untuk 6 bulan. Hasil pemberian imunoglobulin adalah serokonveksi (terbentuknya
antibodi yang bersifat protektif setelah pemberian imunoglobulin). Pada umumnya kadar
protektif adalah 10-20 mIU, timbul setelah 2 bulan pasca pemberian .

Imunisasi aktif yang dibrikan berupa vaksin yang dilemahkan, yang diinaktivasi
formalin, dan berupa whole vaccine yang diproduksi dari kultur sel. Pemberian imunisasi
aktif diberikan untuk orang yang beresiko tinggi terinfeksi virus hepatitis A sebelum
terinfeksi virus hepatitis A, yang belum mempunyai antibodi anti-HAV, untuk pasien
dengan infeksi hepatitis B atau hepatitis C. Contoh vaksin adalah vaksin yang diproduksi
oleh Glaxo smith kline (Havrix) dan Merck yang memproduksi Vaqta. Kedua vaksin
tersebut diproduksi dari virus yang menginfeksi fibroblas. Harvix dibuat dari virus hepatitis
A strain HM175, sedangkan Vaqta dari strain CR326.

Vaksin diberikan dalam dua dosis secara intramuskular dengan selang waktu 6-18 bulan.
Pemberian Harvix dosis tunggal dapat memberikan efek proteksi sampai 1 tahun, proteksi
permanen diperoleh dari pemberian dosis kedua dalam 6-12 bulan. Efek samping adalah
nyeri di tempat suntikan (50% kasus) dan sakit kepala (6-16%), yang berat dapat berupa
reaksi anafilaksis dan sindrom Guillain-Barre. Boster setelah imunisasi primer tidak
diperlukan karna tubuh akan membuat sel memori terhadap virus hepatitis A.

Dosis rekomendasi Imunisasi Hepatitis A Dewasa


Vaksin Dosis Volume Jadwal
Harvix 1440 EL.U 1 ml 0, 6-12 bulan
Vaqta 50 U 1 ml 0, 6-18 bulan
Twinrix (kombinasi Harvix dan 720 EL.U HAV, 20 µg 1 ml 0, 1, 6 bulan
Vaqta) HBV

Vaksin disimpan dalam suhu 2-8 ̊c dan dapat disimpan setidaknya 2 tahun. Penyimpanan
vaksin di tempat beku akan merusak vaksin. Kontraindikasi untuk naka dibawah usia 2
tahun dan individu dengan alergi terhadap vaksin atau komponen dari vaksin, ibu hamil.
Bila pemberian vaksin kedua terlambat, maka vaksin kedua dapat langsung diberikan tanpa
mengulangan vaksin pertama.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid 2 Hal 1951-1952)

3.8 Menjelaskan Pencegahan Hepatitis

Ada beberapa pencegahan yang dapat kita lakukan, yaitu:

29
 Pencegahan Non-spesifik, dengan meningkatkan sanitasi lingkungan.

1. Cuci tangan menggunakan sabun secara rutin, setidaknya sebelum makan, sebelum
mengolah/menghidangkan makanan, setelah buang air, setelah mengganti popok bayi
dan sebelum menyusui bayi.
2. Pengolahan makanan yang benar, misalnya menjaga kebersihan, memasak makanan
sampai matang, menggunakan air bersih dan bahan makanan segar.

 Pencegahan spesifik, berupa imunisasi Hepatitis A.

Imunisasi Hepatitis A pada anak dapat menurunkan terjadinya infeksi virus hepatitis A
dan dapat pula mengurangi penularan ke orang dewasa. IDAI merekomendasikan
pemberian imunisasi Hepatitis A setelah anak berusia 2 tahun dalam 2 dosis. Dosis ke-2
diulang setelah 6 bulan sampai 12 bulan berikutnya.

(Herdiana, M,. Sjamsul,A,. Setyoboedi, B. Jurnal Mengenal Hepatitis A pada Anak.


Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK Universitas Airlangga, Surabaya. IDAI)

Menurut WHO, cara terbaik dalam mencegah penularan Hepatitis A adalah dengan
memperbaiki sanitasi lingkungan dan vaksinasi. Pemberian vaksinasi untuk hepatitis A,
diberikan kepada :
1. Mereka yang menggunakan obat-obat terlarang (psikotropika/narkoba) dengan
menggunakan jarum suntik.
2. Mereka yang bekerja sebagai pramusaji, terutama mereka yang memiliki makanan yang
kurang mendapatkan perhatian akan keamanan dan kebersihan dari makanan itu sendiri.
3. Orang yang tinggal dalam satu pondok atau asrama yang setiap harinya berkontak
langsung. Mungkin diantara penghuni pondok asrama memiliki riwayat penyakit
hepatitis A.
4. Balita dan anak-anak yang mungkin tinggal dalam lingkungan yang memiliki tingkat resiko yang
lebih tinggi akan hepatitis.
5. Seseorang yang suka melakukan oral seks/anal.
6. Seseorang yang teridentifikasi penyakit hati kronis.

Menjaga kebersihan terhadap diri pribadi dan lingkungan sekitar tempat tinggal merupakan
upaya awal yang sangat penting sebagai proses pencegahan lebih dini sebelum terjangkit atau
mengalami resiko yang lebih tinggi terhadap serangan penyakit hepatitis. Selalu menjaga
kebersihan dengan mengawali langkah yang mudah salah satunya dengan cara membiasakan diri
untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh sesuatu.
Namun bagi mereka yang suka berpergian ke luar negeri yang mungkin di negara tersebut
memiliki sanitasi yang kurang baik sebagai pencegahan tak ada salahnya untuk melakukan
vaksinasi minimal 2 bulan sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri. Akan tetapi bagi
mereka yang sudah teridentifikasi terkena virus hepatitis A (HAV), globulin imun (IG)
harus diberikan sesegera mungkin dengan pemberian vaksin minimal 2 minggu setelah
teridentifikasi virus hepatitis A. (Hincliff, 2000)

30
Menurut sumber lain, pencegahan infeksi hepatitis A bisa berupa:
1. Vaksinasi
Vaksinasi direkomendasikan untuk kelompok-kelompok berikut yang menghadapi risiko
lebih tinggi:
 orang yang berkunjung ke negara di mana hepatitis A umum terjadi (kebanyakan
negara sedang membangun).
 orang yang sering berkunjung ke masyarakat pribumi di luar kota dan daerah terpencil.
 pria yang berhubungan kelamin dengan pria.
 petugas penitipan anak siang hari dan prasekolah.
 penyandang cacat intelektual dan penjaganya.
 beberapa petugas kesehatan yang bekerja dalam atau dengan masyarakat pribumi.
 petugas saliran.
 tukang leding.
 pengguna narkoba suntik.
 pasien yang menderita penyakit hati kronis.
 penderita hemofilia yang mungkin menerima konsentrat plasma terkumpul.

1. Imunoprofilaksis sebelum paparan


A. Vaksin HAV yang dilemahkan
 Efektivitas tinggi (angka proteksi 93-100%)
 Sangat imunogenik (hampir 100% pada subjek sehat)
 Antibosi protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-90% subjek
 Aman, toleransi baik
 Efektivitas proteksi selama 20-50 tahun
 Efek samping utama adalah nyeri di tempat suntikan

B. Dosis dan jadwal vaksin HAV


 Usia >19 tahun, 2 dosis HAVRIX (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12 bulan
 Anak > 2 tahun, 3 dosis HAVRIX (360 Unit Elisa), 0, 1, dan 6-12 bulan atau 2
dosis (720 Unit Elisa), 0, 6-12 bulan
Injection:
 50 units/mL (Vaqta adult dose)
 1440 ELISA units/mL (Havrix adult dose)

C. Indikasi vaksinasi
 Pengunjungan ke daerah resiko
 Homoseksual dan biseksual
31
 IDVU
 Anak dewasa muda yang pernah mengalami kejadian luar biasa luas
 Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV labih tinggi dari angka nasional
 Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
 Pekerja laboratorium yang menangani HAV
 Pramusaji
 Pekerja pada pembuangan limbah

2. Profilaksis pasca paparan


a. Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas.
b. Keberhasilan imunoglobulin sudah nyata tetapi tidak sempurna.
c. Dosis dan jadwal pemberian imunoglobulin:
 Dosis 0,02 ml/kgBB, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin setelah
paparan.
 Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan.
 Indikasi: kontak erat dan kontak rumah tangga dengan pasien HAV akut.
(Sudoyo,2009)

2. Cuci Tangan
Semua orang harus selalu mencuci tangan dengan baik dengan sabun dan air mengalir
selama sekurang-kurangnya 10 detik dan dikeringkan dengan handuk bersih:
• Setelah menggunakan kakus.
• Sebelum makan.
• Sebelum menykan makanan atau minuman.
• Setelah menyentuh benda seperti lampin dan kondom.

3. Jika Anda Penderita Hepatitis A


Di samping mencuci tangan Anda dengan bersih, Anda harus menjauhi dari kegiatan
berikut ketika dapat menularkan penyakit (yaitu, sampai sekurang-kurangnya seminggu
setelah timbulnya penyakit kuning):
o JANGAN memakan makanan atau minuman untuk orang lain.
o JANGAN menggunakan alat makan atau alat minum yang sama dengan orang lain.
o JANGAN menggunakan seprai dan handuk yang sama dengan orang lain.
o JANGAN berhubungan kelamin.
o Cuci alat makan dalam air bersabun, dan cuci seprai dan handuk dengan mesin cuci.

Orang berikut yang menderita hepatitis A harus tidak menghadiri tempat kerja atau
sekolah ketika dapat menularkan penyakit:
o Orang yang mengendalikan makanan atau minuman.
o Orang yang pekerjaannya melibatkan hubungan pribadi secara dekat, misalnya
petugas penitipan anak dan petugas kesehatan.
o Staf, anak-anak dan kaum remaja harus tidak menghadiri fasilitas penitipan anak
atau sekolah ketika dapat menularkan penyakit.
o Semua pasien harus bertanya kepada dokternya sebelum kembali bekerja atau
bersekolah.

4. Orang yang dekat dengan penderita mungkin memerlukan terapi imunoglobulin.


Imunisasi hepatitis A bisa dilakukan dalam bentuk sendiri (Havrix) atau bentuk
kombinasi dengan vaksin hepatitis B (Twinrix). Imunisasi hepatitis A dilakukan dua kali,
yaitu vaksinasi dasar dan booster yang dilakukan 6-12 bulan kemudian, sementara

32
imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu dasar, satu bulan dan 6 bulan kemudian.
Imunisasi hepatitis A dianjurkan bagi orang yang potensial terinfeksi seperti penghuni
asrama dan mereka yang sering jajan di luar rumah.

3.9 Menjelaskan Komplikasi Hepatitis


HAV tidak menyebabkan hepatitis kronis atau keadaan pembawa (carrier) dan hanya
sekali-sekali menyebabkan hepatitis fulminan. Angka kematian akibat HAV sangat rendah,
sekitar 0,1% dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien yang sudah mengidap penyakit
hati akibat penyakit lain, misalnya virus hepatitis B atau alkohol.
LO.3.11 Menjelaskan Prognosis Hepatitis
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien dengan hepatitis A infeksi
sembuh sendiri. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi nekrosishepatik akut fatal.

4 Mempelajari dan Memahami Pemeriksaan Lab pada Infeksi Hepar


4.1 Menjelaskan Tujuan Pemeriksaan Fungsi Hepar (Sintesis, Sekresi, dan
Detoksifikasi)
Tes Fungsi Sintesis Hepar
 Albumin
Albumin merupakan substansi terbesar dari protein yang dihasilkan oleh hati. Fungsi
albumin adalah mengatur tekanan onkotik, mengangkut nutrisi, hormon, asam lemak,
dan zat sampah dari tubuh.
Apabila terdapat gangguan fungsi sintesis sel hati maka kadar albumin serum akan
menurun (hipoalbumin) terutama apabila terjadi lesi sel hati yang luas dan kronik.
Penyebab lain hipoalbumin diantaranya terdapat kebocoran albumin di tempat lain
seperti ginjal pada kasus gagal ginjal, usus akibat malabsorbsi protein, dan kebocoran
melalui kulit pada kasus luka bakar yang luas. Hipoalbumin juga dapat disebabkan intake
kurang, peradangan, atau infeksi. Peningkatan kadar albumin sangat jarang ditemukan
kecuali pada keadaan dehidrasi.

 Globulin
Globulin merupakan unsur dari protein tubuh yang terdiri dari globulin alpha, beta,
dan gama. Globulin berfungsi sebagai pengangkut beberapa hormon, lipid, logam, dan
antibodi.
Pada sirosis, sel hati mengalami kerusakan arsitektur hati, penimbunan jaringan ikat,
dan terdapat nodul pada jaringan hati, dapat dijumpai rasio albumin: globulin terbalik.
Peningkatan globulin terutama gama dapat disebabkan peningkatan sintesis antibodi,
sedangkan penurunan kadar globulin dapat dijumpai pada penurunan imunitas tubuh,
malnutrisi, malababsorbsi, penyakit hati, atau penyakit ginjal.

 Elektroforesis Protein
Pemeriksaan elektroforesis protein adalah uji untuk mengukur kadar protein serum
dengan cara memisahkan fraksi-fraksi protein menjadi 5 fraksi yang berbeda, yaitu alpha
1, alpha 2, beta, dan gamma dalam bentuk kurva. Albumin merupakan fraksi protein
serum yang paling banyak sekitar 2/3 dari total protein. Perubahan pola pada kurva
albumin tersering adalah penurunan kadar albumin atau hipoalbuminemia, karena
albumin memiliki rentang nilai rujukan yang besar maka penurunan ringan tidak akan
terlihat.
Fraksi alpha 1 globlin hampir 90% terdiri dari alpha 1 antitrypsin sisanya tersusun atas
alpha 1 acid glycoprotein, alpha 1 antichymotrypsin, alpha fetoprotein, dan protein
pengangkut seperti cortisol binding protein dan thyroxine-binding globulin. Alpha 1

33
globulin merupakan protein reaksi fase akut sehingga kadarnya akan meningkat pada
penyakit inflamasi, penyakit degenerative, dan kehamilan.
Alpha 2 globulin terdiri dari haptoglobulin, seruloplasmin, alpha 2 makroglobulin,
dan alpha lipoprotein.Peningkatan kadar haptoglobin terjadi sebagai protein fase akut
pada peradangan. Penurunan kadar haptoglobulin dapat dijumpai pada penyakit hati
berat, anemia hemolitik intravaskular.
Beta globulin terdiri beta 1 dan beta 2.Beta 1 terutama tersusun oleh transferrin, beta
2 tersusun oleh beta lipoprotein serta beberapa komponen komplemen. Penurunan pita
beta dapat diakibatkan penyimpanan serum terlalu lama, karena hilangnya beta 2,
sedangkan peningkatan pita beta dapat disebabkan hiperkolesterolemia LDL dan
hipertransferinemia pada anemia.Peningkatan pada pita beta yang menyeluruh
dihubungkan dengan kejadian sirosis hati alkoholik.Pada pita gamma globulin tersusun
atas IgA, IgM (85%), IgG, hemopexin, dan komplemen C3. Hipogamaglobulinemia
fisiologis dapat dijumpai pada neonates. Penurunan pita gamma globulin dapat
disebabkan imunodefisiensi, pengobatan immunosupresif, kortikosteroid, dan
kemoterapi. Pada myeloma tipe light chain dapat dijumpai hipogamaglobulinemia yang
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein Bence Jones di urin.
Hipergamaglobulinemia dapat berupa penebalan pita yang difus atau poliklonal atau
penebalan setempat (monoclonal).
 Masa Protombin (PT)
Pemeriksaan PT yang termasuk pemeriksaan hemostasis masuk ke dalam pemeriksaan
fungsi sintesis hati karena hampir semua faktor koagulasi disintesis di hati kecuali faktor
VII. PT menilai faktor I, II, V, VII, IX,dan X yang memiliki waktu paruh lebih singkat
daripada albumin sehingga pemeriksaan PT untuk melihat fungsi sintesis hati lebih
sensitif. Pada kerusakan hati berat maka sintesis faktor koagulasi oleh hati berkurang
sehingga PT akan memanjang.

 Cholinesterase (CHE)
Pengukuran aktivitas enzim cholinesterase serum membantu menilai fungsi sintesis
hati. Aktivitas cholinesterase serum menurun pada gangguan fungsi sintesis hati,
penyakit hati kronik, dan hipoalbumin karena albumin berperan sebagai protein
pengangkut cholinesterase. Penurunan cholinesterase lebih spesifik dibandingkan
albumin untuk menilai fungsi sintesis hati karena kurang dipengaruhi faktor-faktor di
luar hati.
Pada hepatitis akut dan kronik cholinesterasemenurun sekitar 30%-50%. Penurunan
cholinesterase 50%-70% dapat dijumpai pada sirosis dan karsinoma yang metastasis ke
hati. Pengukuran cholinesterase serial dapat membantu untuk menilai prognosis pasien
penyakit hati dan monitoring fungsi hati setelah trasplantasi hati.

Tes Sekresi Fungsi Hepar

 Bilirubin
Bilirubin berasal dari pemecahan heme akibat penghancuran sel darah merah oleh sel
retikuloendotel. Akumulasi bilirubin berlebihan di kulit, sklera, dan membran mukosa
menyebabkan warna kuning yang disebut ikterus. Kadar bilirubin lebih dari 3 mg/dL
biasanya baru dapat menyebabkan ikterus. Ikterus mengindikasikan gangguan
metabolisme bilirubin, gangguan fungsi hati, penyakit bilier, atau gabungan ketiganya.
Enzim hati akan meningkat sesuai penyakit yang mendasarinya, ikterus biasanya
berlangsung cepat. Peningkatan bilirubin pasca hepatik akibat kegagalan sel hati
mengeluarkan bilirubin terkonjugasi ke dalam saluran empedu karena rusaknya sel hati

34
atau terdapat obstruksi saluran empedu di dalam hati atau di luar hati. Kelainan
laboratorium yang dapat dijumpai pada berbagai tipe ikterus tersebut dapat kita lihat pada
Tabel 1 berikut.

Kelainan laboratorium pada berbagai tipe ikterus

Tipe Contoh Bilirubin Bilirubin Urobilinogen Warna


Ikterus kelainan indirek direk (urine) feses
klinis
Normal 0-1,3 mg/dl Negative ≤1 mg/dl Normal,
coklat
Prehepatik Anemia Meningkat Negative Meningkat Coklat tua
hemolitik
Hepatik Hepatitis, Meningkat Meningkat Meningkat Normal
sirosis (bervariasi) (bervariasi) atau tidak ada atau pucat
Obstruktif Batu, Normal Meningkat Negative Dempul
tumor /menurun

 Asam Empedu
Asam empedu disintesis di hati dan jaringan lain seperti asam empedu yang dihasilkan
oleh bakteri usus, sebanyak 250-500 mg per hari asam empedu dihasilkan dan
dikeluarkan melalui feses, 95 % asam empedu akan direabsorbsi kembali oleh usus dan
kembali ke dalam siklus enterohepatik. Fungsi asam empedu membantu sistem
pencernaan, absorbs lemak, dan absorbs vitamin yang larut dalam lemak. Pada kerusakan
sel hati maka hati akan gagal mengambil asam empedu sehingga jumlah asam empedu
meningkat. Pemeriksaan asam empedu sangat dipengaruhi oleh makanan sehingga
sebelum melakukan pemeriksaan asam empedu sebaiknya puasa selama 8-12 jam.
Terdapat 2 jenis asam empedu yaitu primer dan sekunder. Asam empedu primer
disintesis di dalam sel hati sedangkan asam empedu sekunder merupakan hasil
metabolism oleh bakteri usus. Pada sirosis dijumpai penurunan sitesis asam empedu
primer sehingga terjadi penurunan rasio antara asam empedu primer terhadap asam
amino sekunder, sedangkan pada kolestasis asam empedu sekunder tidak terbentuk
sehingga terjadi peningkatan rasio asam empedu primer terhadap asam amino sekunder.

Tes Fungsi Detoksifikasi Hepar


 Amonia
Pada keadaan normal di dalam tubuh ammonia berasal dari metabolism protein dan
produksi bakteri usus. Hati berperan dalam detoksifikasi ammonia menjadi urea yang
akan dikeluarkan oleh ginjal.
Gangguan fungsi detoksifikasi oleh sel hati akan meningkatkan kadar ammonia
menyebabkan gangguan kesadaran yang disebut ensefalopati atau koma hepatikum.

(Rosida, A. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati Bagian Patologi Klinik Fakultas


Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat/RSUD Ulin Banjarmasin. Vol.12, No.1, Feb
2016: 123-131)

4.2 Menjelaskan Interpretasi Pemeriksaan Fungsi Hepar


Pemeriksaan laboratorium
a. Tes fungsi hati (SGOT, SGPT, GGT, alkali fosfatase)
b. Tes serologi.

35
1. IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya.
2. Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau

Pemeriksaan Untuk mengukur Hasilnya menunjukkan


Alkalin fosfatase Enzim yang dihasilkan di Penyumbatan saluran
dalam hati, tulang, plasenta; empedu, cedera hepar,
yang dilepaskan ke hati bila beberapa kanker.
terjadi cedera/aktivitas
normal tertentu, contohnya
: kehamilan, pertumbuhan
tulang

Enzim yang dihasilkan oleh


Alanin hati. Dilepaskan oleh hati bila Luka pada hepatosit.
Transaminase hati terluka (hepatosit). Contohnya : hepatitis
(ALT)/SGPT

Enzim yang dilepaskan ke


Aspartat dalam darah bila hati, Luka di hati, jantung, otot,
Transaminase jantung, otot, otak otak.
(AST)/SGOT mengalami luka.

Komponen dari cairan empedu


Bilirubin yang dihasilkan oleh hati. Obstruksi aliran empedu,
kerusakan hati, pemecahan
sel darah merah yang
berlebihan.
Enzim yang dihasilkan oleh
Gamma glutamil hati, pankreas, ginjal. Kerusakan organ,
transpeptidase Dilepaskan ke darah, jika keracunan obat,
(GGT) jaringan-jaringan tesebut penyalahgunaan alkohol,
mengalami luka. penyakit pankreas.

Enzim yang dilepaskan ke


Laktat dalam darah jika organ tersebut Kerusakan hati jantung,
Dehidrogenase mengalami luka. paru-paru atau otak,
(LDH) pemecahan sel darah merah
yang berlebihan.
Enzim yang hanya tedapat
Nukleotidase di hati. Dilepaskan bila hati Obstruksi saluran empedu,
cedera. gangguan aliran empedu.

Protein yang dihasilkan oleh


Albumin hati dan secara normal Kerusakan hati.
dilepaskan ke darah.

Protein yang dihasilkan


α Fetoprotein oleh hati janin dan testis. Hepatitis berat, kanker hati
atau kanker testis.

36
Antibodi untuk melawan
Antibodi mitokondria. Antibodi ini Sirosis bilier primer,
mitokondria adalah komponen sel penyakit autoimun. Contoh
sebelah dalam. : hepatitis menahun yang
aktif.
Waktu yang diperlukan untuk
Protombin Time pembekuan darah.
Membutuhkan vit K yang
dibuat oleh hati.
c. Tes untuk sintesis hati
 Serum Protein
1. Albumin
2. Transferin
3. Prealbumin
4. Globulin
5. Retinol binding globulin
 Faktor pembekuan darah II, VII, IX, X
 Serum ammonia (15-55 mmol/L)

d. Tes untuk ekskresi hati


a. Bilirubin:
1. Direct (konjugasi) meningkat berarti obstruksi
2. Indirect (tidak terkonjugasi) meningkat berarti hemolysis
3. Meningkat nilai keduanya berarti sirosis, obstruksi, atau kanker.
b. Alkalin fosfat. Meningkat berarti ada obstruksi, luka, atau sirosis.
c. GGT. Meningkat: kolesitis, sirosis atau obstruksi.
Nilai normal:
1. Bilirubin total = 2-20 mmol/L
2. Bilirubin terkonjugasi = 3-17 mikromol/L
3. AST = 0-35 unit/L
4. ALT = 0-35 unit/L
5. ALP = 25-100 unit/L
6. GGT = 5-45 UI/L
7. Albumin = 35-55 gr/L
8. PT = 0-14 detik
9. INR = 1-1,2

4.3 Menjelaskan Pemeriksaan Enzim Hati


 Enzim transaminase
Enzim transaminase meliputi enzim alanine transaminase (ALT) atau serum
glutamate piruvat transferase (SGPT) dan aspartate transaminase (AST) atau serum
glutamate oxaloacetate transferase (SGOT). Pengukuran aktivitas SGPT dan SGOT
serum dapat menunjukkan adanya kelainan sel hati tertentu, meskipun bukan merupakan
uji fungsi hati sebenarnya pengukuran aktivitas enzim ini tetap diakui sebagi uji fungsi
hati.

37
Tingginya kadar AST/SGOT berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel.
Kerusakan sel akan diikuti peningkatan kadar AST/SGOT dalam waktu 12 jam dan tetap
bertahan dalam darah selama 5 hari.
Peningkatan SGPT atau SGOT disebabkan perubahan permiabilitas atau kerusakan
dinding sel hati sehingga digunakan sebagai penanda gangguan integritas sel hati
(hepatoseluler). Peningkatan enzim ALT dan AST sampai 300 U/L tidak spesifik untuk
kelainan hati saja, tetapi jika didapatkan peningkatan lebih dari 1000 U/L dapat dijumpai
pada penyakit hati akibat virus, iskemik hati yang disebabkan hipotensi lama atau gagal
jantung akut, dan keruskan hati akibat obat atau zat toksin.
Rasio De Ritis AST/ALT dapat digunkan untuk membantu melihat beratnya
kerusakan sel hati. Pada peradangan dan kerusakan awal (akut) hepatoseluler akan terjadi
kebocoran membran sel sehingga isi sitoplasma keluar menyebabkan ALT meningkat
lebih tinggi dibandingkan AST dengan rasio AST/ALT <0,8 yang menandakan
kerusakan ringan. Pada peradangan dan kerusakan kronis atau berat maka kerusakan sel
hati mencapai mitokondria menyebabkan peningkatan kadar AST lebih tinggi
dibandingkan ALT sehingga rasio AST/ALT > 0,8 yang menandakan keruskan hati berat
atau kronis.

 Alkaline phosphatase (ALP) dan Gama Glutamyltransferase (GGT)


Aktivitas enzim ALP digunakan untuk menilai fungsi kolestasis. Enzim ini terdapat
di tulang, hati, dan plasenta. ALP di sel hati terdapat di sinusoid dan memberan salauran
empedu yang penglepasannya difasilitasi garam empedu, selain itu ALP banyak dijumpai
pada osteoblast. Kadar ALP tergantung umur dan jenis kelamin. Aktivitas ALP lebih dari
4 kali batas atas nilai rujukan mengarah kelainan ke arah hepatobilier dibandingkan
hepatoseluler.
Enzim gamma GT terdapat di sel hati, ginjal, dan pankreas. Padasel hati gamma GT
terdapat di retikulum endoplasmik sedangkan di empedu terdapat di sel epitel.
Peningkatan aktivitas GGT dapat dijumpai pada icterus obstruktif, kolangitis, dan
kolestasis. Kolestasis adalah kegagalan aliran empedu mencapai duodenum.

(Rosida, A. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati Bagian Patologi Klinik Fakultas


Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat/RSUD Ulin Banjarmasin. Vol.12, No.1,
Feb 2016: 123-131)

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC

Guyton, AC. & Hall, JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: EGC

Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI

38
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6.
Jakarta: EGC

Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC

Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC

Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

39

Anda mungkin juga menyukai