KELOMPOK A-2
Ketua : Muhammad Alarik Yuwana S. 1102018176
Sekretaris : Rivaldo 1102018144
Anggota : Achmad Akmal Arrafi 1102018114
Anggita Novanti Arbi Sagala 1102018029
Femi Aldini 1102018026
Desi Hiratna 1102018076
Muhammad Rafi Abiwarsa 1102018116
Muhammad Ridho Alfitrah 1102018125
Monica Tri Mulanda 1102018136
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2019/2020
Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta, 10510
Telp. 021 4244574 Fax: 021 424454
DAFTAR ISI
Skenario ...................................................................................................................................3
Identifikasi Kata Sulit ..............................................................................................................4
Pertanyaan dan Jawaban ..........................................................................................................5
Hipotesis ..................................................................................................................................7
Sasaran Belajar .........................................................................................................................8
LO 1 Memahami dan Menjelaskan Informed Consent.............................................................9
1.1 Definisi.................................................................................................................9
1.2 Tujuan dan Manfaat.............................................................................................9
1.3 Jenis......................................................................................................................10
1.4 Isi..........................................................................................................................10
LO 2 Memahami dan Menjelaskan Malpraktek Menurut Kedokteran.....................................12
2.2 Definisi.................................................................................................................12
2.3 Jenis......................................................................................................................12
2.4 Kriteria.................................................................................................................14
2.5 Resiko Medis.......................................................................................................15
LO 3 Memahami dan Menjelaskan Alur Hukum Apabila Seorang Dokter Diduga Melakukan
Malpraktek................................................................................................................................16
LO 4 Memahami dan Menjelaskan Malpraktek Menurut Sudut Pandang Islam......................22
Daftar Pustaka...........................................................................................................................25
Skenario
Seorang dokter dilaporkan istri korban atas dugaan malpraktik yang dilakukan dokter
tersebut terhadap suaminya Tn. K (42 tahun). Istri Tn. K mengatakan, suaminya melakukan
operasi tulang belakang atas indikasi syaraf terjepit dua bulan yang lalu. Usai dilakukan
operasi, keadaan Tn. K malah semakin memburuk hingga mengalami kelumpuhan pada
kedua kakinya. Menurut penjelasan sang dokter, dirinya sudah melakukan tindakan medis
sesuai prosedur yang benar dan sebelumnya dia juga sudah melakukan informed consent. Dia
mengatakan, bahwa yang terjadi pada Tn. K merupakan suatu risiko medis.
Dengan didampingi pengacara, istri korban melaporkan kejadian ini ke pihak
kepolisian. Sebelumnya, istri dan keluarga korban telah mengunjungi tokoh agama setempat
untuk meminta pendapat terkait masalah ini dalam Islam. Pihak manajemen RS tempat dokter
tersebut praktek diminta untuk memberikan rekam medis korban untuk dipelajari.
Rencananya dari rekam medis tersebut, akan diijadikan sebagai bahan laporan.
Pengacara menuliskan dasar gugatannya berdasarkan : 1.Pasal 27 ayat (1) UUD 1945;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 3.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 4.UU
No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 5.Kode Etik Kedokteran; 6.UU No.8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kata Sulit
1. Informed Consent : persetujuan tindakan kedokteran yg diberikan pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yg akan dilakukan terhadap pasien tersebut
2. Malpraktek : kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan dalam melaksanakan
profesinya dgn sesuai standar profesi dan operasional, suatu tindakan medis buruk
dokter atau tenaga kesehatan dlm hubungannya dgn pasien
3. Kelumpuhan : kondisi ketika satu atau beberapa bagian tubuh tidak dapat digerakkan
4. Rekam medis : berkas yg berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yg telah diberikan kpd
pasien
5. Hukum pidana : hukum yg mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap
kepentingan umum perbuatan yg diancam dengan hukuman yg merupakan suatu
siksaan atau penderitaan
6. Hukum perdata : ketentuan yg mengatur hak-hak dan kepentingan individu dlm
masyarakat
7. Kode etik kedokteran : kumpulan norma untuk menuntun dokter di Indonesia selaku
kelompok profesi berpraktek di masyarakat
8. Resiko medis : dlm tindakan medis ada kemungkinan resiko tinggi yg terjadi dan tdk
sesuai harapan pasien setelah melakukan pengobatan atau operasi yg dilakukan oleh
dokter dan ketidakmengertian pasien terhadap resiko yg dihadapinya dan dapat
diajukan tuntutan
9. Gugatan : suatu tuntutan hak yg diajukan oleh penggugat kpd tergugat melalui
pengadilan
Pertanyaan
1. Apa tujuan dari informed consent ?
2. Bagaimana hukum mal praktek menurut islam ?
3. Apa saja jenis-jenis malpraktek ?
4. Apa saja upaya mencegah malpraktek ?
5. Apa kriteria dokter dikatakan malpraktek ?
6. Apa dampak malpraktek bagi dokter yg dituntut ?
7. Bagaimana bentuk perlindungan hukum untuk seorang dokter ?
8. Apa saja contoh malpraktek dalam dunia kesehatan ?
9. Apa manfaat dari informed consent ?
10. Bagaimana hukuman untuk seorang dokter yang melakukan malpraktek ?
11. Apa saja bentuk-bentuk informed consent ?
12. Apa tujuan dari rekam medis ?
13. Apa manfaat dari rekam medis ?
Jawaban
1. Agar pasien dapat informasi yg cukup untuk mengambil keputusan atas terapi yg akan
dilaksanakan yg berarti juga mengambil keputusan Bersama
2. Hukumnya haram, tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan org lain
3. Mal praktek medik : bentuk kelalaian professional yg menyebabkan terjadinya luka
berat pada pasien sebagai akibat langsung dr perbuatan atau pembiaran dari dokter
4. Memberikan informed consent yg jelas dan detail terhadap pasien, melakukan
tindakan
sesuai SOP, menjaga sikap etik kedokteran dan memiliki ilmu yg mendalam
5. Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran, memenuhi unsur kelalaian berat,
tindakan yg menimbulkan akibat yg serius dan fatal
6. Bisa dihukum dengan penjara, denda, pencabutan izin praktek, atau dikembalikan ke
kampusnya
7. Adanya indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, cara bekerja sesuai
standar
profesi, sudah ada informed consent
8. Aborsi, kelalaian saat operasi, melakukan tindakan diluar kompetensi
9. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yg dilakukan tanpa sepengetahuan
pasien, memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yg tdk terduga
dan bersifat negative
10. Hukuman yg diberikan berupa pelanggaran etik oleh majelis kehormatan etik
kedokteran,pelanggaran hukum yg selanjutnya ditindak lanjuti oleh polisi, terjerat
pasal
359 KUHP tentang dihukum 1-5 tahun penjara, terjerat pasal 360 KUHP tentang
mengakibatkan cacat permanen atau luka dihukum 9 bulan atau denda Rp.
300.000.000
11. - Implied constructive consent : tindakan yg biasa dilakukan atau yg telah
dimengerti
Oleh masyarakat umum
- Implied emergency consent : perlunya tindakan segera utk menyelamatkan pasien
sementara pasien dan keluarga tdk dapat membuat persetujuan
- Expressed consent : dinyatakan lisan ataupun tertulis bila yg dilakukan melebihi
prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa
12. Untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan
kesehatan
13. Bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis
penyakit
serta merencanakan pengobatan perawatan dan tindakan medis yg harus diberikan kpd
pasien
Hipotesis
Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan / tujuannya dibagi tiga, yaitu:
a. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek
penelitian).
b. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis.
c. Yang bertujuan untuk terapi.
1.3 Jenis
Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis,
sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut depertemen kesehatan (2002), informed
consent dibagi menjadi 2 bentuk :
1. Implied consent
Yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya: saat akan
mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu dengan membawa
sfingmomanometer tanpa mengatakan apapun dan si ibu langsung menggulung
lengan bajunya (meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu menunjukkan
bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang akan dilakukan bidan).
2. Express Consent
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau
secara verbal. Sekalipun persetujuan secara tersirat dapat diberikan, namun
sangat bijaksana bila persetujuan pasien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena
hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat dimasa mendatang. Contoh,
persetujuan untuk pelaksanaan operasi caesar
1.4 Isi
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik
dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien /
keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.
Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan
dijalani pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga
dapat memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang
akan dilaksanakan dan alternative terapi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan
oleh pasien dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang
paling untuk diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus dituangkan dalam bentuk
tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan.
Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus
menjelaskan
beberapa hal, yaitu:
1. Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan
yang akan diberikan / diterapkan.
2. Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.
3. Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.
4. Alternative metode perawatan / pengobatan.
5. Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.
6. Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu percobaan
atau
menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan Dokter juga perlu
menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya
dalam melakukan tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang
akan
melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No
290 /
Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2).
1.1 Definisi
Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti“ pelaksanaan atau tindakan yang
salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien,
1.2 Jenis
Adapun jenis-jenis malpraktek ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum
dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu malpraktek etik (ethical malpractice)
dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice).
a. Malpraktek Etik
Yaitu tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang
melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan
yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis,
prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan.
b. Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu
malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice)
dan malpraktek administratif (administrative malpractice).
2. Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami
cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam
melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat
tersebut. Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional),tenaga medis tidak
melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada
orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak
benar. Contoh : melakukan aborsi tanpa tindakan medis
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan
tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta
melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis. Contoh :
Kurang hati-hatinya perawat dalam memasang infus yang menyebabkan
tangan pasien membengkak karena terinfeksi
c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau
kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang
hati- hati.Contoh : seorang bayi berumur 3 bulan yang jarinya terpotong pada
saat perawat akan melepas bidai yang dipergunakan untuk memfiksasi infus
3. Malpraktek Administratif
Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga
kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang
berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek,
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya,
menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan
praktek tanpa membuat catatan medik.
1.3 Kriteria
Kriteria dimana suatu kejadian praktek kedokteran dikatakan sebagai malpraktik:
1. Kegagalan dokter untuk melakukan tatalaksana sesuai standar terhadap pasien
2. Kurangnya keterampilan dokter
3. Adanya faktor pengabaian dari dokter
4. Adanya cidera yang merupakan akibat langsung salah satu dari ketiga faktor tersebut
1.4 Resiko medis
Hubungan dokter-pasien
Transaksi Terapeutik
Pembuktian
Ada alasan pembenar dan pemaaf Tidak ada alasan pembenar dan pemaaf
Langkah hukum yang dapat kakak Anda tempuh adalah sebagai berikut:
Pertama, kakak Anda dapat melakukan mediasi dengan dokter dari Sumbawa Besar
(NTB) yang memberikan obat tetes mata yang menyebabkan buta mata sebelah kanan.
Kedua, kakak Anda dapat membuat pengaduan secara tertulis kepada Ketua MKDKI
bahwa akibat tindakan dokter dari Sumbawa Besar (NTB) yang memberikan obat tetes mata
tersebut, mata kakak Anda timbul warna putih seperti kapas dan tidak lama kemudian kakak
Anda tidak dapat melihat (buta sebelah kanan).
Pengaduan tersebut sekurang-kurangnya harus memuat:
1. Identitas pengadu;
2. Nama dan alamat tempat praktik dokter/dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan;
3. Alasan pengaduan.
Ketiga, kakak Anda dapat melaporkan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan
oleh dokter dari Sumbawa Besar (NTB) kepada pihak Kepolisian dan/atau kakak Anda dapat
menggugat kerugian secara perdata ke pengadilan. Ini karena setiap orang berhak menuntut
ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.[4] Serta pengaduan kepada MKDKI tidak menghilangkan hak setiap orang
untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau
menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia juga telah mengeluarkan Putusan Nomor
14/PUU-XII/2014 yang pada pertimbangannya mengatakan bahwa ketentuan pelaporan
secara pidana dan/atau gugatan secara perdata tentu tetap diperlukan untuk melindungi hak-
hak pasien dan pemangku kepentingan pada umumnya dari tindakan dokter atau dokter gigi
yang berada di luar cakupan disiplin profesi kedokteran, atau untuk melindungi hak pasien
manakala tindakan dokter atau dokter gigi yang dinyatakan oleh MKDKI melanggar disiplin
profesi kedokteran ternyata menimbulkan kerugian pada pasien .
Bentuk-bentuk malpraktek
“Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki
keahlian, maka ia bertanggungjawab”
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang,
sehingga paru ulama sepakat bahwa pelakunya ( mutathabbib) harus bertanggungjawab jika
timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang lain.
Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku
dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh
dokter saat menjalani profesi kedokteran.
Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini dan
tidak menyalahinya.Imam asy-Syafi'i –misalnya- mengatakan: "Jika menyuruh seseorang
untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan piaraan, kemudian semua
meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang seharusnya dan
biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi tersebut, maka ia
tidak bertanggungjawab. Sebaliknya jika ia tahu dan menyalahinya, maka ia
bertanggungjawab." Bahkan hal ini adalah kesepakatan para ulama semuanya, sebagaimana
disebutkan oleh Ibnul Qayyim.
Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi pelanggaran
prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk permasalahan yang
pelik.
3. Ketidaksengajaan ( khatha' ).
Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja.Ini adalah bentuk malpraktek yang
paling buruk.Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis yang melakukan hal ini,
sementara mereka telah menghabiskan umur mereka untuk mengabdi dengan profesi
ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati
orang.Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin
juga mengetahui kesengajaan ini melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya
malpraktek yang sangat jelas.Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan
pasien atau keluarganya.
Pembuktian malpraktek
Seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut:
Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia
lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya
pengakuan ini menunjukkan kejujuran.
2. Kesaksian ( syahadah ).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria yang
adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi,
dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang
tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat
wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kepantasan saksi, hendaknya
hakim juga memperhatikan ada tidaknya tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan
malpraktek dari dirinya ).
3. Catatan medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa
menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.
Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul
pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung jawab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Qishash.
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.
b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.
c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan
tidak disengaja.
d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin
dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.
3. Ta'zir berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain. Ta'zir berlaku untuk dua
bentuk malpraktek:
a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan
tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.