KELOMPOK : A-11
Nida Azamia
(1102018067)
Nophia Syaharani
(1102018159)
1
Putri Yunitasari Santoso (1102018100)
Telp. +62214244574
Fax +62214244574
2
DAFTAR ISI
Skenario........................................................................................................................................................
Kata Sulit......................................................................................................................................................
Brainstorming...............................................................................................................................................
Hipotesis.......................................................................................................................................................
Sasaran Belajar.............................................................................................................................................
3
e. Aspek hokum berupa sanksi,alur, dan pelaporan, kewajiban dokter
menurut UU no 29 tahun 2004 pasal
51…………………………………………………………………….31
f. Pencegahan ………………………………………………………….41
g. Perbedaan antara malpraktik dengan resiko medis…………………..41
4. Pandangan islam mengenai malpraktik
………………………………….42
Daftar Pustaka………………………………………………….......………...45
4
Lumpuh Setelah Operasi
5
Kata sulit
6
Brainstorming
Jawaban
7
- Dokumentasi value
4. inform consent yang jelas terhadap pasien, lalu melakukan tindakan sesuai
sop, menjaga attitude dan memperkaya ilmu terutama sebelum praktik,
mengamalkan sumpah dokter dengan baik, harus mengetahui batas
kompetensi yang dimiliki, tidak menjanjikan atau garansi keberhasilan,
apabila terjadi keraguan konsultasikan terhadap senior atau dokter yang lain,
menjalin komunikasi yang baik terhadap pasien ataupun keluarga.
5. – melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan oleh tenaga medis
- Dokter melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau melalaikan
kewajibannya
- Melanggar suatu ketentuan- ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
- Dokter melakukan tindakan medis tanpa mendapatkan persetujuan dari
pasien
- Dokter bersifat lalai, contohnya : klem tertinggal diperut pasien ketika
operasi, atau kurang hati hati sehingga terjadi cacat
6. Hukumnya haram, karena mencelakai orang lain
7. Proteksi dari pasien dan subjek, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan,
promosi dari keputusan rasional, promosi hak otomi atau perorangan,
menimbulkan rangsangan terhadap profesi medis untuk mengadakan
intropeksi terhadap diri sendiri, keterlibatan masyarakat dalam mengajukan
prinsip otonomi sebagai nilai social dan mengadakan pengawasan dalam
penyelidikan biomedik, untuk dokter bergunakan untuk memberikan rasa
aman dalam memberikan tindakan medis terhadap pasien, dijadikan sebagai
alat pembelaan diri kalua terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki.
8. - Malpraktik medis :tindak pidana yang dilakukan oleh orang orang yang
berprofesi dalam dunis kesehatan, contoh : dia seorang professional yang
melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan pasien cacat permanen atau
luka besar.
8
- Malpraktik etik : tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika profesinya
- Malpraktik yuridice :
1. Perdata = apabila terdapat hal-hal yang tidak memenuhi isi perjanjian
dalam transaksi merapeutik oleh tenaga kesehatan.
2. Pidana = pasien meninggal dunia, cacat, akibat tenaga kesehatan yang
kurang berhati-hati
3. Administrasi = pelanggaran terhadap hokum administrasi negara, co:
seseorang yang melakukan praktik tanpa adanya lisensi.
9. – berdasarkan prosedur atau bagaiman tindakan medis dilaksanakan
- adakah error of planning atau execution
- menggunakan acuan etika profesi dan standar profesi
- bukan berdasarkan hasilnya
10. identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik
dan penunjang media, diagnosis, penatalaksanaan, tindakan atau pengobatan,
pelayanan lain yang telah diberikan terhadap pasien, persetujuan tindakan
yang diperlukan pasien.
11. dokter dapat mendapatkan perlindungan apabila telah memberikan pelayanan
medis sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan medik dan standar
operation procedure, buktinya sebagai alat bukti dokter harus mempunyai
rekaman medis dan inform consent.
12. belum ada hokum UU yang mengatur secara terperinci tentang malpraktik ini
tapi secara umum dapat dilihat dari ketentuan yang tercantum dalam hokum
perdata, pidana dan administrasi. Dan ada UU yang bersangkutan co: UU no.
23 tahun 1992 tentang kesehatan, UU no. 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran, UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
13. hal dibahas yaitu :
9
- tentang tujuan dan prostek kemajuan tindakan medis yang dilakukan atau
purhate of medical procedure
- tata cara tindakan medis yang dilakukan atau concent pleate medical
procedure
- diagnosis
14. jika ada pasien yang dirugikan dapat melapor kepada di mkdki
10
Hipotesis
11
Sasaran belajar
12
1. M & M inform consent
a. Definisi
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran
yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut.Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau
keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari
tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis
yangdilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga
terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
b. Tujuan
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat
informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas
terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti
mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan
nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah
menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat
mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat
apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan
psikis pada pasien.
13
informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini
dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus
lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
c. Manfaat
Perlindungan pasien untuk segala tindakan medik. Perlakuan
medik tidak diketahui/disadari pasien/keluarga, yang
seharusnya tidak dilakukan ataupun yang
merugikan/membahayakan diri pasien.
Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang
tidak terduga serta dianggap meragukan pihak lain. Tak
selamanya tindakan dokter berhasil, tak terduga malah
merugikan pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai
dengan SOP. Peristiwa tersebut bisa ”risk of treatment”
ataupun ”error judgement”.
d. Isi
14
1) Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur
perawatan / pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.
15
e. Aspek hokum tentang inform consent
16
Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan
2. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat diberikan secara
tertulis maupun lisan.
3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberika setelah pasien
mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran
yang dilakukan.
Pasal 3
1. Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi harus memproleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujaun.
2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) satu dapat diberikan persetujuan lisan.
3. Persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada ayat ( 1) dibuat dalam
bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat.
4. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam
ucapan setuju atau bentuk gerakan mengangguk kepala yang dapat diartikan
sebagai ungkapan setuju.
5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksu pada ayat
( 2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis
17
b. Pasal 56 ayat(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau
seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara
lengkap.
c. Pasal 65 ayat (2) Pengambilan organ atau jaringan tubuh dari seorang donor
harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat
persetujuan pendonor dan atau ahli waris atau keluarganya.
18
1. Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada
pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
2. Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat
persetujuan dari pasien.
3. Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. (RI 2010)
Pernyataan IDI tentang informed consent yang tertuang dalam Surat
Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88 adalah:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan
apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak
melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien,
walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan
informed consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan
adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya
pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis
yang bersangkutan serta risikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan
persetujuan lisan atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik
diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh,
kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ni dokter dapat memberikan
informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi
kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang
perawat/paramedik lain sebagai saksi adalah penting.
19
Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang
direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya
diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informed
consent).
2. M & M rekam medis
a. Definisi
Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam berbagai pengertian:
1) M.Jusuf Hanafiah dan Amri Amir (2012) dalam bukunya yang berjudul Etika Kedokteran
dan Hukum Kesehatan memberikan pengertian rekam medis sebagai kumpulan keterangan
tentang identitas, hasil anamnesis, pemeriksaan, dan catatan segala kegiatan para pelayan
kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu.
2) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269 / MENKES / PER / III /2008 Pasal 1 ayat 1,
yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
3) IDI (2005) dalam Sally (2008), yang dimaksud rekam medis adalah sebagai rekaman dalam
bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan
medik atau kesehatan kepada seorang pasien.
b. Tujuan
Rekam medis bertujuan untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam upaya
peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
c. Manfaat
20
1) Administration
Data dan informasi yang dihasilkan dalam rekam medis dapat digunakan manajemen
untuk melaksanakan fungsinya guna pengelolaan berbagai sumber daya.
2) Legal (hukum)
Rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti hokum yang dapat melindungi
pasien, provider (dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya) serta pengelola dan
pemilik sarana pelayanan kesehatan terhadap hukum.
3) Financial
Catatan yang ada dalam dokumen rekam medis dapat digunakan Dapat dilakukan
penelusuran terhadap berbagai macam penyakit yang telah dicatat untuk
memprekdisikan pendapatan dan biaya sarana pelayanan kesehatan.
4) Research
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut
data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
5) Education
6) Documentation
21
Dapat digunakan sebagai dokumen karena menyimpan sejarah medis seseorang.
Berisikan sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan
pertanggung jawaban.
Sedangkan menurut Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006 pada bab III,
menyatakan bahwa manfaat dari rekam medis, sebagai berikut :
1) Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan, dan tindakan
medis yang harus diberikan kepada pasien.
Membuat rekam media bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan
lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan
untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
4) Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijasikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut
dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
5) Statistik Kesehatan
22
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistic kesehatan, khususnya untuk
mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah
penderita pada penyakit penyakit tertentu.
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hokum, disiplin dan etik.
d. Isi
Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk
data tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis
dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu:
1. Data medis atau data klinis: Yang termasuk data medis adalah segala data
tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta
hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-
data ini merupakan data yang bersifat rahasia (confidential) sebingga tidak dapat
dibuka kepada pihak ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada
alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa
dibukanya informasi tersebut.
2. Data sosiologis atau data non-medis: Yang termasuk data ini adalah segala
data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data
sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia,
tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia
(confidensial).
23
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik dan
j. Persetujuan tindakan yang diperlukan.
Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari:
a. Persetujuan tindakan bila diperlukan
b. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
c. Ringkasan pulang (discharge summary)
d. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan.
e. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dan
f. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
e. Aspek hokum
Pasal 46
1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi
setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
24
3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan
petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan
milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis merupakan milik pasien.
2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
3. M & M malpraktik
a. Definisi
25
nyawa pasien, dan oleh sebab itu membentuk pertanggungjawaban hukum bagi
dokter.
b. Klasifikasi
Berdasarkan jenis-jenisnya Malpraktek dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu,
Malpraktek Etika dan Malpraktek Yuridis, ditinjau dari segi etika profesi dan segi
hukum :
a. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika kedokteran. Sedangkan Etika Kedokteran yang dituangkan
di dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma
yang berlaku untuk dokter. Malpraktek ini merupakan dampak negatif dari kemajuan
teknologi, yang bertujuan memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan
membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan cepat, lebih
tepat, dan lebih akurat sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata
memberikan efek samping yang tidak diinginkan.
26
Albert R. Jonsen dkk, menganjurkan empat hal yang harus selalu digunakan sebagai
pedoman bagi para dokter untuk mengambil keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara etis dan moral, yakni menentukan indikasi medisnya,
mengetahui apa yang menjadi pilihan pasien untuk dihormati, mempertimbangkan
dampak tindakan yang akan dilakukan terhadap mutu kehidupan pasien. Terakhir
adalah, mempertimbangkan hal-hal kontekstual yang terkait dengan situasi kondisi
pasien, misalnya, aspek sosial, ekonomi, hukum, budaya, dan sebagainya.
b. Malpraktek Yuridis
Dalam malpraktek yuridik ini Soedjatmiko membedakannya
menjadi tiga bentuk, yaitu :
1. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Dasar hukum civil malpractice adalah transaksi dokter dengan pasien, yaitu hubungan
hukum dokter dan pasien, dimana dokter bersedia memberikan pelayanan medis
kepada pasien dan pasien bersedia membayar honor kepada dokter tersebut. Pasien
yang merasa dirugikan berhak menggugat ganti rugi kepada dokter yang tidak
melaksanakan kewajiban kontraknya dengan melaksanakan kesalahan professional.
Untuk perbuatan atau tindakan yang melawan hokum haruslah memenuhi beberapa
syarat, seperti harus adanya suatu perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat),
27
perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis atau tidak tertulis), adanya suatu
kerugian, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum dengan
kerugian yang diderita. Sedangkan untuk dapat menuntut penggantian kerugian
karena kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya 4 (empat)
unsur, yaitu:
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat
akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atau kurang cermat
dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau
cacat tersebut.
28
menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak benar (pasal 263
KUHP).
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan, misalnya melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan standard profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai
persetujuan tindakan medis.
c. Malpraktek pidana karena kealpaan, misalnya, terjadi cacat atau kematian
terhadap pasien sebagai akibat tidakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan
tertinggalnya alat operasi didalam rongga tubuh pasien.
Malpraktek administratif terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan
pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya
menjalankan praktek dokter tanpa izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai
dengan izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan
menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.
Seorang dokter dapat dikatakan melanggar disiplin jika ditemukan salah satu
dari 28 hal yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran, sesuai konsil kedokteran
Indonesia nomor 17/KKI/KEP/VII/2006 tentang pedoman penegakan disiplin profesi
kedokteran bentuk pelanggaran disiplin kedokteran
29
penggantian tersebut. 5. Menjalankan praktik kedokteran dalam konsisi tingkat
kesehatan fisik maupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat
membahayakan pasien.
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau
tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alas an pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information)
kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau
keluarga dekat atau wali atau pengampunya.
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik, sebagaimana
diatur dalam peraturan perundangundang atau etika profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak
sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan etika profesi. 12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien
atas permintaan sendiri dan atau keluarganya.
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau
keterampilan atau teknologi yang belum diterima atau diluar tata cara praktik
kedokteran yang layak.
14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia
sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari
lembaga yang diakui pemerintah.
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan
mampu melakukannya.
30
16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatannya terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan
atau etika profesi.
17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan atau etika profesi.
18. Membuat keterangan medik yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar atau patut.
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau
eksekusi hukuman mati.
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan dan
etika profesi.
21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan
terhadap pasien, ditempat praktik
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau
memberikan resep obat/alat kesehatan
24. Mengiklankan kemampuan/ pelayanan atau kelebihan kemampuan/ pelayanan
yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan
25. Ketergantungan pada narkotika, psikotropika, alcohol serta zat adiktif lainnya
26. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Ijin
Praktek (SIP) dan/atau sertifikat kompetensi tidak sah
27. Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medic.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
31
Pembuktian suatu tindakan tenaga medis dianggap lalai apabila telah memenuhi tolak
ukur 4D , yaitu:
32
Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan adanya ke-empat
unsur diatas, dan apabila salah satu unsur saja diantaranya tidak dapat dibuktikan
maka gugatan tersebut dinilai tidak cukup bukti.
Pasal 51
ASPEK HUKUM
BAB VIII
Bagian Kesatu
33
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Pasal 55
(1) Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Pasal 56
Pasal 57
34
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang
ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.
Pasal 59
Pasal 61
35
Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 62
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
36
adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan
tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta
bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa
dan negara.
Pasal 63
Pasal 64
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
atau dokter gigi.
Pasal 65
37
Bagian Kedua
Pengaduan
Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan
secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan
dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana
kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 67
Pasal 68
38
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi
profesi.
Bagian Keempat
Keputusan
Pasal 69
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak
bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau:
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Bagian Kelima
Pasal 70
39
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 77
40
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-
olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang :
41
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman
tambahan berupa pencabutan izin.
f. Pencegahan
42
6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
43
Menurut pengertian kedokteran modern, malpraktik adalah praktik kedokteran
yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur
operasional. Dalam kamus kedokteran Dorland dijelaskan, “Malpraktik adalah
praktik yang tidak benar atau mencelakakan; tindakan kedokteran yang tidak
terampil atau keliru.”
Jauh sebelumnya, beberapa abad yang lalu, agama Islam yang mulia ini telah
meletakkan konsep dasar malpraktik dan telah dijelaskan juga rinciannya oleh
para ulama kita. Bagi yang melakukan praktik ilmu kedokteran tanpa ilmu, maka
ia wajib bertanggung jawab dan mengganti rugi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
b. Dalil
44
Artinya : “Berkata pada kami Nashr bin Āsim al-Anthākī dan Muhammad bin al-
Shabbah bin Sufyān, sesungguhnya al-Walīd bin Muslim mengabarkan pada mereka
dari Ibnu Juraij dari„Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang bertindak sebagai seorang dokter
sedangkan ia belum pernah mengkaji ilmu pengobatan sebelumnya, maka ia harus
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi (jika ada yang celaka oleh cara
pengobatannnya). Nashr berkata, berkata pada saya Ibnu Juraij, Abū Dāwud berkata,
hadis ini tidak diriwayatkan (secara musnad) kecuali dari jalur al-Walīd, sedang kami
tidak tahu apakah dia sahih (bisa diterima) atau tidak.”
Artinya : “Berkata pada kami Muhammad bin al-„Alā‟, berkata pada kami Hafsh,
berkata pada kami „Abd al-„Azīz bin „Umar bin „Abd al-„Azīz, berkata pada saya
sebagian utusan yang didatangkan pada ayah saya, mereka berkata bahwa Rasulullah
45
saw. bersabda: Seseorang yang bertindak sebagai seorang dokter lalu merawat orang
sakit, sedangkan dirinya tidak mengetahui sebelumnya cara perawatan secara medis
yang mengakibatkan penyakit si pasien semakin parah, maka ia harus bertanggung
jawab.”
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Priharto, S.H. 2010. Tesis : Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam
Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Malpraktik Kedokteran. Magister
Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas DiponegoroSemarang.
Imam Abu Dawud, Sunan Abu Dawud (Beirut: Maktab ad-Dirasat wa al-
Buhuts fi Dar al-Fikr, n.d.), No. hadis 4586.
46
JR, Gibony. Medical Record Principle of Hospital Administration. GP
Putnam’s Sons New York. 1991.
47