Anda di halaman 1dari 47

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK FORENSIK & MEDIKOLEGAL

LUMPUH SETELAH OPERASI

KELOMPOK : A-11

KETUA : Muhammad Akbar Ramadhan Munandar


(1102018015)

SEKERTARIS : Irene Widya Aribowo


(1102018158)

ANGGOTA : Shifa Permata Yuki Nakaya


(1102018002)

Nida Azamia
(1102018067)

Muhamad Fakhri Ahnaf Budiarto


(1102018072)

Nophia Syaharani
(1102018159)

Fitria Athayya Desvianti


(1102018118)

Naufal Firdaus Salam


(1102018156)

1
Putri Yunitasari Santoso (1102018100)

FAKULTAS KEDOKTERAN – UNIVERSITAS YARSI 2018

Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

Telp. +62214244574

Fax +62214244574

2
DAFTAR ISI

Skenario........................................................................................................................................................

Kata Sulit......................................................................................................................................................

Brainstorming...............................................................................................................................................

Hipotesis.......................................................................................................................................................

Sasaran Belajar.............................................................................................................................................

1. M & M inform consent


a. Definisi ………………………………………………………………
12
b. Tujuan ……………………………………………………………….12
c. Manfaat………………………………………………………………13
d. Isi ……………………………………………………………………13
e. Aspek hokum tentang inform consent……………………………….14
2. M & M rekam medis
a. Definisi………………………………………………………………19
b. Tujuan………………………………………………………………..19
c. Manfaat………………………………………………………………19
d. Isi……………………………………………………………..……...22
e. Aspek hokum ………………………………………………………..23
3. M & M malpraktik
a. Definisi………………………………………………………………24
b. Klasifikasi…………………………………………………………....24
c. Ciri ciri tindakan malpraktik…………………………………………28
d. Unsur tolak
ukur……………………………………………………...30

3
e. Aspek hokum berupa sanksi,alur, dan pelaporan, kewajiban dokter
menurut UU no 29 tahun 2004 pasal
51…………………………………………………………………….31
f. Pencegahan ………………………………………………………….41
g. Perbedaan antara malpraktik dengan resiko medis…………………..41
4. Pandangan islam mengenai malpraktik
………………………………….42

Daftar Pustaka………………………………………………….......………...45

4
Lumpuh Setelah Operasi

Seorang dokter dilaporkan istri korban atas dugaan malpraktik yang


dilakukan dokter tersebut terhadap suaminya Tn. K (42 tahun). Istri Tn. K
mengatakan, suaminya melakukan operasi tulang belakang atas indikasi syaraf
terjepit dua bulan yang lalu. Usai dilakukan operasi, keadaan Tn. K malah semakin
memburuk hingga mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya. Menurut penjelasan
sang dokter, dirinya sudah melakukan tindakan medis sesuai prosedur yang benar dan
sebelumnya dia juga sudah melakukan informed consent. Dia mengatakan, bahwa
yang terjadi pada Tn. K merupakan suatu risiko medis. Dengan didampingi
pengacara, istri korban melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Sebelumnya,
istri dan keluarga korban telah mengunjungi tokoh agama setempat untuk meminta
pendapat terkait masalah ini dalam Islam. Pihak manajemen RS tempat dokter
tersebut praktek diminta untuk memberikan rekam medis korban untuk dipelajari.
Rencananya dari rekam medis tersebut, akan dijadikan sebagai bahan laporan.
Pengacara menuliskan dasar gugatannya berdasarkan : 1.Pasal 27 ayat (1) UUD 1945;
2.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 3.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
4.UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 5.Kode Etik Kedokteran; 6.UU
No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

5
Kata sulit

1. Malpraktik = kelalaian dari seorang dokter untuk menerapkan tingkat


pengetahuan dan keterampilan pada pasien,
Menurut john “kurangnya kemampuan untuk melaksanakan kewajiban
professional atau didasarkan kepada kepercayaan.”
2. Inform consent = suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang
akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien.
Persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut dalam
bentuk lisan maupun tertulis.
3. Rekam medis = berkas yang berisikan catatan tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan
terhadap pasien.
4. Hokum pidana = keseluruhan peraturan yang menentukan perbuatan yang
dilarang, merupakan peraturan yang berisi norma-norma keharusan-
keharusan dan larangan-larangan yang telah dikaitkan dengan suatu sanksi
berupa hukuman.
5. hokum perdata = ketentuan yang mengatur hak dan kepentingan individu
dalam masyarakat. Merupakan hokum privat materiil yaitu segala hokum
pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.
6. Kode etik kedokteran = kumpulan norma untuk menuntun dokter di Indonesia
selaku kelompok profesi berpraktik di masyarakat.

6
Brainstorming

1. Bagaimana hukuman untuk seorang dokter yang melakukan malpraktik?


2. tanggung jawab dokter terhadap malpraktik?
3. Apakah manfaat dari rekam medis?
4. apa upaya pencegahan terjadinya malpraktik?
5. Kapan dokter dikatakan melakukan malpraktik?
6. Bagaimana hokum malpraktik dalam sudut pandang islam?
7. Apa manfaat dari inform consent?
8. Apa saja jenis malpraktik?
9. Bagaimana cara menilai dugaan malpraktik?
10. Apa saja isi dari rekam medis?
11. Bagaimana bentuk perlindungan hokum terhadap dokter yang dituntu
malpraktik?
12. Apa saja UU yang mengatur tentang malpraktik?
13. Hal apa saja yang dibahas dalam inform consent?
14. Bagaimana alur pelaporan jika terjadi malpratik?

Jawaban

1. Dapat di penjara (berdasarkan pasal 359 KUHP dihukum sampai 5 tahun ),


dikeluarkan dari rumah sakit, tidak menerima gaji atau pemotongan gaji, dan
pencabutan izin praktik, pasal 360 KUHP jika pasien cacat permanen atau
luka dipenjara 9 tahun penjara atau denda 300 juta rupiah.
2. Berupa kerugian materiil ( berupa uang ) maupun imateriin (berupa pidana).
3. –sebagai administrative value
- Legal value = sebagai bukti dipengadilan
- Financial value
- Research value
- Education value

7
- Dokumentasi value
4. inform consent yang jelas terhadap pasien, lalu melakukan tindakan sesuai
sop, menjaga attitude dan memperkaya ilmu terutama sebelum praktik,
mengamalkan sumpah dokter dengan baik, harus mengetahui batas
kompetensi yang dimiliki, tidak menjanjikan atau garansi keberhasilan,
apabila terjadi keraguan konsultasikan terhadap senior atau dokter yang lain,
menjalin komunikasi yang baik terhadap pasien ataupun keluarga.
5. – melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan oleh tenaga medis
- Dokter melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau melalaikan
kewajibannya
- Melanggar suatu ketentuan- ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
- Dokter melakukan tindakan medis tanpa mendapatkan persetujuan dari
pasien
- Dokter bersifat lalai, contohnya : klem tertinggal diperut pasien ketika
operasi, atau kurang hati hati sehingga terjadi cacat
6. Hukumnya haram, karena mencelakai orang lain
7. Proteksi dari pasien dan subjek, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan,
promosi dari keputusan rasional, promosi hak otomi atau perorangan,
menimbulkan rangsangan terhadap profesi medis untuk mengadakan
intropeksi terhadap diri sendiri, keterlibatan masyarakat dalam mengajukan
prinsip otonomi sebagai nilai social dan mengadakan pengawasan dalam
penyelidikan biomedik, untuk dokter bergunakan untuk memberikan rasa
aman dalam memberikan tindakan medis terhadap pasien, dijadikan sebagai
alat pembelaan diri kalua terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki.
8. - Malpraktik medis :tindak pidana yang dilakukan oleh orang orang yang
berprofesi dalam dunis kesehatan, contoh : dia seorang professional yang
melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan pasien cacat permanen atau
luka besar.

8
- Malpraktik etik : tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika profesinya
- Malpraktik yuridice :
1. Perdata = apabila terdapat hal-hal yang tidak memenuhi isi perjanjian
dalam transaksi merapeutik oleh tenaga kesehatan.
2. Pidana = pasien meninggal dunia, cacat, akibat tenaga kesehatan yang
kurang berhati-hati
3. Administrasi = pelanggaran terhadap hokum administrasi negara, co:
seseorang yang melakukan praktik tanpa adanya lisensi.
9. – berdasarkan prosedur atau bagaiman tindakan medis dilaksanakan
- adakah error of planning atau execution
- menggunakan acuan etika profesi dan standar profesi
- bukan berdasarkan hasilnya
10. identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik
dan penunjang media, diagnosis, penatalaksanaan, tindakan atau pengobatan,
pelayanan lain yang telah diberikan terhadap pasien, persetujuan tindakan
yang diperlukan pasien.
11. dokter dapat mendapatkan perlindungan apabila telah memberikan pelayanan
medis sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan medik dan standar
operation procedure, buktinya sebagai alat bukti dokter harus mempunyai
rekaman medis dan inform consent.
12. belum ada hokum UU yang mengatur secara terperinci tentang malpraktik ini
tapi secara umum dapat dilihat dari ketentuan yang tercantum dalam hokum
perdata, pidana dan administrasi. Dan ada UU yang bersangkutan co: UU no.
23 tahun 1992 tentang kesehatan, UU no. 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran, UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
13. hal dibahas yaitu :

9
- tentang tujuan dan prostek kemajuan tindakan medis yang dilakukan atau
purhate of medical procedure

- tata cara tindakan medis yang dilakukan atau concent pleate medical
procedure

- tentang resiko dan komplikasi yang akan terjadi

- alternatif tindakan medis lain

- prognosis penyakit bila tindakan itu dilakukan

- diagnosis

14. jika ada pasien yang dirugikan dapat melapor kepada di mkdki

- Tahap 1= tahap investigasi, merupakan pengaduan, verifikasi,


pemeriksaan awal oleh mpa dan investigasi.
- Tahap 2 = tahap pemeriksaan dan keputusan, pemeriksaan disiplin
oleh mpd dan dilakukan pembuktiaan serta pengambilan keputusan
- Tahap 3 = tahap penyampaian keputusan. berisi pembacaan keputusan,
pengajuan keberatan tehadap pihak dokter, penyampaian keputusan
terhadap pihak terkait

10
Hipotesis

Malpraktik dapat terjadi ketika seorang tenaga kesehatan melakukan sesuatu


yang seharusnya tidak dilakukan. Pengajuan malpraktik dapat dilaporkan kepada
mkdki melalui 3 tahapan. Sanksi yang dapat diberikan hukuman penjara, pencabutan
izin praktik, atau denda. Tenaga kesehatan dapat diberi perlindungan apabila telah
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi. Dalam mencegah
terjadinya malpraktik, tenaga kesehatan harus mengetahui batas kompetensi yang
dimilikinya dan memberikan informed consent serta pencatatan rekam medis pasien
yang lengkap. Menurut pandangan islam, hokumnya haram dalam melakukan
malpraktik karena dapat memberikan kerugian bagi orang lain.

11
Sasaran belajar

1. M & M inform consent


a. Definisi
b. Tujuan
c. Manfaat
d. Isi
e. Aspek hokum tentang inform consent
2. M & M rekam medis
a. Definisi
b. Tujuan
c. Manfaat
d. Isi
e. Aspek hokum
3. M & M malpraktik
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Ciri ciri tindakan malpraktik
d. Unsur tolak ukur
e. Aspek hokum berupa sanksi,alur, dan pelaporan, kewajiban dokter
menurut UU no 29 tahun 2004 pasal 51
f. Penanganan
g. Pencegahan
h. Perbedaan antara malpraktik dengan resiko medis
4. Pandangan islam mengenai malpraktik

12
1. M & M inform consent
a. Definisi
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran
yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut.Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau
keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari
tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis
yangdilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga
terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

b. Tujuan
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat
informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas
terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti
mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan
nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah
menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat
mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat
apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan
psikis pada pasien.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki


dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of
Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan
mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan.
Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya

13
informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini
dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus
lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

c. Manfaat
 Perlindungan pasien untuk segala tindakan medik. Perlakuan
medik tidak diketahui/disadari pasien/keluarga, yang
seharusnya tidak dilakukan ataupun yang
merugikan/membahayakan diri pasien.
 Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang
tidak terduga serta dianggap meragukan pihak lain. Tak
selamanya tindakan dokter berhasil, tak terduga malah
merugikan pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai
dengan SOP. Peristiwa tersebut bisa ”risk of treatment”
ataupun ”error judgement”.

d. Isi

Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang


akan dilakukan terhadap pasien yang harus diinformasikan
sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien dapat
berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang
paling untuk diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus
dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan
pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan. Secara garis besar
dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus
menjelaskan beberapa hal, yaitu:

14
1)  Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur
perawatan / pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.

2)  Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan


timbul.

3)  Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.

4)  Alternative metode perawatan / pengobatan.

5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk


memberikan persetujuan.

6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan


suatu percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang
akan dilakukan Dokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya
sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam melakukan
tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu


tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.

2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.

3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada


tindakan kedokteran tersebut.

5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah


alternatif cara pengobatan yang lain.

6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

15
e. Aspek hokum tentang inform consent

 Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentang


persetujuan tindakan Kedokteran dinyatakan dalam pasal 1, 2, dan 3 yaitu :
Pasal 1
1. Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedoketran gigi yang dilakukan terhadap pasien.
2. Keluarga tedekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak
kandung , saudara kandung atau pengampunya.
3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi selan’’jutnya disebut tindakan
kedokteran adalah suatu tidakan medis berupa preventif, diagnostik,
terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien.
4. Tindakan infasif adalah tindakan medis yang lansung yang mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian
dan kecacatan
6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
gigi sepesialis lulusan kedokteran atau kedokteran gigi baik didalam maupun
diluar negeri yang diakui oleh pemerintah republik indonesia dengan
peraturan perundang- undangan.
7. Pasien kompetan adalah pasien dewasa atau bukan anak-anak menurut
peraturan perundang-undangan atau telah pernah menikah,tidak kesadaran
fisiknya, maupun berkomunukasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran
perkembangan (reterdasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental
sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.

16
Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan
2. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat diberikan secara
tertulis maupun lisan.
3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberika setelah pasien
mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran
yang dilakukan.
Pasal 3
1. Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi harus memproleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujaun.
2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) satu dapat diberikan persetujuan lisan.
3. Persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada ayat ( 1) dibuat dalam
bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat.
4. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam
ucapan setuju atau bentuk gerakan mengangguk kepala yang dapat diartikan
sebagai ungkapan setuju.
5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksu pada ayat
( 2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang


Kesehatan
a. Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan akan pengobatan yang telah maupun yang akan
diterimanya dari tenaga krsehatan.

17
b. Pasal 56 ayat(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau
seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara
lengkap.
c. Pasal 65 ayat (2) Pengambilan organ atau jaringan tubuh dari seorang donor
harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat
persetujuan pendonor dan atau ahli waris atau keluarganya.

 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


a. Pasal 32 poin J Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis,alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
b. Pasal 32 poin K Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 585/Menkes/Per/IX/ 1989


Tentang Persetujuan TindakanMedis pada Bab 1, huruf (a)
“persetujuan tindakan medis/informed consent adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan pada pasien tersebut”

 Peraturan Menteri Kesehatan Republik


IndonesiaNomor1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang Penyelenggaraan
Dokter dan Dokter Gigi
Memiliki Pasal 34 Bagian. Diantara 34 pasal ini salah satu yang mengenai
informed consent yakni pasal 17. Adapun isi dari pasal 17 seperti dibawah ini :
Pasal 17

18
1. Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada
pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
2. Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat
persetujuan dari pasien.
3. Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. (RI 2010)
 Pernyataan IDI tentang informed consent yang tertuang dalam Surat
Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88 adalah:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan
apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak
melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien,
walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan
informed consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan
adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya
pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis
yang bersangkutan serta risikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan
persetujuan lisan atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik
diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh,
kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ni dokter dapat memberikan
informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi
kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang
perawat/paramedik lain sebagai saksi adalah penting.

19
Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang
direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya
diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informed
consent).
2. M & M rekam medis
a. Definisi

Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam berbagai pengertian:

1) M.Jusuf Hanafiah dan Amri Amir (2012) dalam bukunya yang berjudul Etika Kedokteran
dan Hukum Kesehatan memberikan pengertian rekam medis sebagai kumpulan keterangan
tentang identitas, hasil anamnesis, pemeriksaan, dan catatan segala kegiatan para pelayan
kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu.

2) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269 / MENKES / PER / III /2008 Pasal 1 ayat 1,
yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.

3) IDI (2005) dalam Sally (2008), yang dimaksud rekam medis adalah sebagai rekaman dalam
bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan
medik atau kesehatan kepada seorang pasien.

b. Tujuan

Rekam medis bertujuan untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam upaya
peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

c. Manfaat

Gibony (1991), menyatakan kegunaan rekam medis dengan singkatan ALFRED,


yaitu

20
1) Administration

Data dan informasi yang dihasilkan dalam rekam medis dapat digunakan manajemen
untuk melaksanakan fungsinya guna pengelolaan berbagai sumber daya.

2) Legal (hukum)

Rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti hokum yang dapat melindungi
pasien, provider (dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya) serta pengelola dan
pemilik sarana pelayanan kesehatan terhadap hukum.

3) Financial

Catatan yang ada dalam dokumen rekam medis dapat digunakan Dapat dilakukan
penelusuran terhadap berbagai macam penyakit yang telah dicatat untuk
memprekdisikan pendapatan dan biaya sarana pelayanan kesehatan.

4) Research

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut
data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.

5) Education

Dokumen rekam medis dapat digunakan untuk pengembangan ilmu. Isinya


menyangkut data atau informasi tentang perkembangan atau kronologis dan kegiatan
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Inormasi ini dapat
dipergunakansbagai bahan atau referensi pengajaran di bidang profesi kesehatan.

6) Documentation

21
Dapat digunakan sebagai dokumen karena menyimpan sejarah medis seseorang.
Berisikan sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan
pertanggung jawaban.

Sedangkan menurut Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006 pada bab III,
menyatakan bahwa manfaat dari rekam medis, sebagai berikut :

1) Pengobatan Pasien

Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan, dan tindakan
medis yang harus diberikan kepada pasien.

2) Peningkatan Kualitas Pembayaran

Membuat rekam media bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan
lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan
untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.

3) Pendidikan dan Penelitian

Rekaman medis yan merupakan infromasi perkembangan kronologis pnyakit,


pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis bermanfaat untuk bahan informasi
bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan
kedokteran gigi.

4) Pembiayaan

Berkas rekam medis dapat dijasikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut
dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.

5) Statistik Kesehatan

22
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistic kesehatan, khususnya untuk
mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah
penderita pada penyakit penyakit tertentu.

6) Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin, dan Etik

Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hokum, disiplin dan etik.

d. Isi

Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk
data tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis
dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu:

1.   Data medis atau data klinis: Yang termasuk data medis adalah segala data
tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta
hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-
data ini merupakan data yang bersifat rahasia (confidential) sebingga tidak dapat
dibuka kepada pihak ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada
alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa
dibukanya informasi tersebut.

2.   Data sosiologis atau data non-medis: Yang termasuk data ini adalah segala
data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data
sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia,
tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia
(confidensial).

Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya:


a. Identitas pasien

23
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik dan
j. Persetujuan tindakan yang diperlukan.

Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari:
a. Persetujuan tindakan bila diperlukan
b. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
c. Ringkasan pulang (discharge summary)
d. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan.
e. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dan
f. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik

e. Aspek hokum

Aspek Hukum dan Sanksi


Rekam medis dalam Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Pasal 46
1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi
setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

24
3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan
petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47
1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan
milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis merupakan milik pasien.
2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

3. M & M malpraktik
a. Definisi

Menurut Hermien Hadiati Koeswaji , medical malpractice adalah suatu bentuk


kesalahan profesional yang dapat menimbulkan luka-luka pada pasien sebagai akibat
langsung dari suatu perbuatan atau kelalaian dokter. Lebih rinci lagi pengertian
malpraktik medis di kemukakan oleh Adami Chazawi mengatakan bahwa malpraktik
kedokteran adalah dokter atau orang yang ada di bawah perintahnya dengan
sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik
kedokteran pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi,
standar prosedur, atau prinsipprinsip profesional kedokteran, atau dengan
melanggar hukum atau tanpa wewenang disebabkan: tanpa informed consent atau
di luar informed consent, tanpa Surat Izin Praktik (SIP) atau tanpa Surat Tanda
Registrasi (STR), tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien; dengan menimbulkan
akibat (causal verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik maupun mental atau

25
nyawa pasien, dan oleh sebab itu membentuk pertanggungjawaban hukum bagi
dokter.

b. Klasifikasi
Berdasarkan jenis-jenisnya Malpraktek dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu,
Malpraktek Etika dan Malpraktek Yuridis, ditinjau dari segi etika profesi dan segi
hukum :
a. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika kedokteran. Sedangkan Etika Kedokteran yang dituangkan
di dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma
yang berlaku untuk dokter. Malpraktek ini merupakan dampak negatif dari kemajuan
teknologi, yang bertujuan memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan
membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan cepat, lebih
tepat, dan lebih akurat sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata
memberikan efek samping yang tidak diinginkan.

Contoh konkritnya adalah di bidang diagnostik, misalnya pemeriksaan laboratorium


yang dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak diperlukan bilamana dokter mau
memeriksa secara lebih teliti. Namun karena laboratorium memberikan janji untuk
memberikan “hadiah” kepada dokter yang mengirimkan pasiennya, maka dokter
kadang-kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah tersebut. Dan di bidang terapi,
seperti kita ketahui berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter
dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau mengunakan obat
tersebut, kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam
memberikan terapi kepada pasien.

26
Albert R. Jonsen dkk, menganjurkan empat hal yang harus selalu digunakan sebagai
pedoman bagi para dokter untuk mengambil keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara etis dan moral, yakni menentukan indikasi medisnya,
mengetahui apa yang menjadi pilihan pasien untuk dihormati, mempertimbangkan
dampak tindakan yang akan dilakukan terhadap mutu kehidupan pasien. Terakhir
adalah, mempertimbangkan hal-hal kontekstual yang terkait dengan situasi kondisi
pasien, misalnya, aspek sosial, ekonomi, hukum, budaya, dan sebagainya.

b. Malpraktek Yuridis
Dalam malpraktek yuridik ini Soedjatmiko membedakannya
menjadi tiga bentuk, yaitu :
1. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)

Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak


terpenuhinya isi perjanjian di dalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga
kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum sehingga menimbulkan
kerugian kepada pasien. Pada civil malpractice, tanggung gugat bersifat individual
atau korporasi. Selain itu dapat dialihkan kepada pihak lain berdasarkan principle of
vicarious liability. Dengan prinsip ini, maka rumah sakit dapat bertanggung gugat
atas kesalahan yang dilakukan dokternya, asalkan dapat dibuktikan bahwa tindakan
dokter dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit.

Dasar hukum civil malpractice adalah transaksi dokter dengan pasien, yaitu hubungan
hukum dokter dan pasien, dimana dokter bersedia memberikan pelayanan medis
kepada pasien dan pasien bersedia membayar honor kepada dokter tersebut. Pasien
yang merasa dirugikan berhak menggugat ganti rugi kepada dokter yang tidak
melaksanakan kewajiban kontraknya dengan melaksanakan kesalahan professional.

Untuk perbuatan atau tindakan yang melawan hokum haruslah memenuhi beberapa
syarat, seperti harus adanya suatu perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat),

27
perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis atau tidak tertulis), adanya suatu
kerugian, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum dengan
kerugian yang diderita. Sedangkan untuk dapat menuntut penggantian kerugian
karena kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya 4 (empat)
unsur, yaitu:

a. Dengan adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien


b. Dokter telah melanggar standard pelayanan medik yang lazim dipergunakan
c. Pengugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti
ruginya
d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standard

Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan adanya


kelalaian dokter (tergugat). Dalam hokum ada kaidah yang berbunyi “Res ipsa
loquitor” yang artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter,
terdapat kain kasa yang tertinggal dalam perut sang pasien. Akibat tertinggalnya kain
kasa di perut pasien tersebut, timbul komplikasi paska bedah, sehingga pasien harus
dilakukan operasi kembali. Dalam hal demikian dokterlah yang harus membuktikan
tidak ada kelalaian pada dirinya.

2. Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)

Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat
akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atau kurang cermat
dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau
cacat tersebut.

a. Malpraktek pidana karena kesengajaan, misalnya, pada kasus- kasus


melakukan aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP), euthanasia (pasal 344
KUHP), membocorkan rahasia kedokteran (pasal 332 KUHP), tidak melakukan
pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui tidak ada orang lain yang bisa

28
menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak benar (pasal 263
KUHP).
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan, misalnya melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan standard profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai
persetujuan tindakan medis.
c. Malpraktek pidana karena kealpaan, misalnya, terjadi cacat atau kematian
terhadap pasien sebagai akibat tidakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan
tertinggalnya alat operasi didalam rongga tubuh pasien.

3. Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice)

Malpraktek administratif terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan
pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya
menjalankan praktek dokter tanpa izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai
dengan izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan
menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

c. Ciri ciri tindakan malpraktik

Seorang dokter dapat dikatakan melanggar disiplin jika ditemukan salah satu
dari 28 hal yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran, sesuai konsil kedokteran
Indonesia nomor 17/KKI/KEP/VII/2006 tentang pedoman penegakan disiplin profesi
kedokteran bentuk pelanggaran disiplin kedokteran

1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.


2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lainyang memiliki
kompetensi sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki
kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan perihal

29
penggantian tersebut. 5. Menjalankan praktik kedokteran dalam konsisi tingkat
kesehatan fisik maupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat
membahayakan pasien.
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau
tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alas an pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information)
kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau
keluarga dekat atau wali atau pengampunya.
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik, sebagaimana
diatur dalam peraturan perundangundang atau etika profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak
sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan etika profesi. 12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien
atas permintaan sendiri dan atau keluarganya.
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau
keterampilan atau teknologi yang belum diterima atau diluar tata cara praktik
kedokteran yang layak.
14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia
sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari
lembaga yang diakui pemerintah.
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan
mampu melakukannya.

30
16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatannya terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan
atau etika profesi.
17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan atau etika profesi.
18. Membuat keterangan medik yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar atau patut.
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau
eksekusi hukuman mati.
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan dan
etika profesi.
21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan
terhadap pasien, ditempat praktik
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau
memberikan resep obat/alat kesehatan
24. Mengiklankan kemampuan/ pelayanan atau kelebihan kemampuan/ pelayanan
yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan
25. Ketergantungan pada narkotika, psikotropika, alcohol serta zat adiktif lainnya
26. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Ijin
Praktek (SIP) dan/atau sertifikat kompetensi tidak sah
27. Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medic.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.

d. Unsur tolak ukur

31
Pembuktian suatu tindakan tenaga medis dianggap lalai apabila telah memenuhi tolak
ukur 4D , yaitu:

a) Duty of Care (kewajiban): kewajiban profesi, dan kewajiban akibat kontrak


dengan pasien. Dalam hubungan perjanjian tenaga kesehatan dengan pasien, tenaga
kesehatan haruslah bertindak berdasarkan:
1. Adanya indikasi medis
2. Bertindak secara hati-hati dan teliti
3. Bekerja sesuai standar profesi
4. Sudah ada informed concent
b) Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) Berarti pelanggaran
kewajiban tersebut, sehinga mengakibatkan timbulnya kerugian kepada pasien
artinya tidak memenuhinya standard profesi medik. Penentuan bahwa adanya
penyimpangan dari standard profesi medik adalah sesuatu yang harus didasarkan atas
fakta-fakta secara kasuistis yang harus dipertimbangkan oleh para ahli dan saksi ahli.
c) Damage (kerugian) Berarti kerugian yang diderita pasien itu harus berwujud
dalam bentuk fisik, financial, emosional atau berbagai kategori kerugian lainnya. Di
dalam kepustakaan dibedakan antara :
1. Kerugian umum (general damages), termasuk kehilangan pendapatan yang
akan diterima, kesakitan dan penderitaan (loss of future earnings and pain and
suffering)
2. Kerugian khusus (special damages), kerugian financial nyata yang harus
dikeluarkan seperti biaya pengobatan.
d) Direct Causation (penyebab langsung) Berarti bahwa harus ada kaitan kausal
antara tindakan yang dilakukan dan kerugian yang diderita. Penggugat harus
membuktikan bahwa terdapat suatu “breach of duty” dan bahwa penyimpangan itu
merupakan sebab (proximite cause) dari kerugian/ luka yang diderita pasein. Hal ini
adalah sesuatu yang tidak mudah dilakukan oleh pasien.

32
Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan adanya ke-empat
unsur diatas, dan apabila salah satu unsur saja diantaranya tidak dapat dibuktikan
maka gugatan tersebut dinilai tidak cukup bukti.

e. Aspek hokum berupa sanksi,alur, dan pelaporan, kewajiban dokter


menurut UU no 29 tahun 2004 pasal 51

Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi

Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai


kewajiban :

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar


prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.

ASPEK HUKUM

BAB VIII

DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI

Bagian Kesatu

33
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Pasal 55

(1) Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga


otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam menjalankan
tugasnya bersifat independen.

Pasal 56

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada


Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 57

(1) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibu


kota negara Republik Indonesia.
(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk
oleh Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.
Pasal 58

34
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang
ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.

Pasal 59

(1) Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas


3 (tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi masing-
masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan
3 (tiga) orang sarjana hukum.

(2) Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan Disiplin


Kedokteran Indonesia harus dipenuhi syarat sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berkelakuan baik;
e. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh
lima) tahun pada saat diangkat;
f. bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit
10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda
registrasi dokter gigi;
g. bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik di bidang hukum paling sedikit
10 (sepuluh) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan; dan
h. cakap, jujur, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta memiliki
reputasi yang baik.
Pasal 60

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh


Menteri atas usul organisasi profesi.

Pasal 61

35
Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 62

(1) Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebelum


memangku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan agama masing-
masing di hadapan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.

(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :

“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk


melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama
atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada
siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau
tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini,


senantiasa menjunjung tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan
mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan dokter atau dokter gigi.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas


dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani,

36
adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan
tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta
bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa
dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak


menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya
akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan
Undang-undang kepada saya ″.

Pasal 63

(1) Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan


ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia.

Pasal 64

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :

a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin


dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan

b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
atau dokter gigi.

Pasal 65

Segala pembiayaan kegiatan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia


dibebankan kepada anggaran Konsil Kedokteran Indonesia.

37
Bagian Kedua

Pengaduan

Pasal 66

(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan
secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan
dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana
kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Bagian Ketiga

Pemeriksaan

Pasal 67

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan


memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter
dan dokter gigi.

Pasal 68

38
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi
profesi.

Bagian Keempat

Keputusan

Pasal 69

(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,


dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak
bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau:
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.

Bagian Kelima

Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal 70

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis


Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara
pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

39
BAB X

KETENTUAN PIDANA

Pasal 75

(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

Pasal 76

Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77

40
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).

Pasal 78

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-
olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).

Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang :

a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (1); atau

41
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Pasal 80

(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman
tambahan berupa pencabutan izin.

f. Pencegahan

Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan


Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena
adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak
hati-hati, yakni:
1. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena
perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan
berhasil (resultaat verbintenis).
2. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
4. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.

42
6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.

g. Perbedaan antara malpraktik dengan resiko medis


Untuk membedakan malpraktek medis dan resiko medis yaitu dengan adanya unsur
kelalaian. Adanya kelalaian ini harus dapat dibuktikan sehingga kelalaian ada
hubungannya dengan cacat atau meninggalnya pasien. Bila unsur kelalian tidak ada,
berarti cacat atau kematian bukan akibat dari suatu malpraktek, tetapi merupakan
resiko medis yang mungkin dapat terjadi atau mungkin karena perjalanan
penyakitnya begitu.
Dengan demikian apabila dokter melakukan suatu tindakan yang memiliki resiko
medis, maka dokter dokter tidak harus bertanggung jawab atas tindakannya tersebut.
Berbeda dengan malpraktek, apabila dokter melakukan suatu tindakan yang
menimbulkan malpraktek medis maka dokter wajib mempertanggung jawabkan
tindakannya secara hukum

4. Pandangan islam mengenai malpraktik


a. Hukum dalam islam

43
Menurut pengertian kedokteran modern, malpraktik adalah praktik kedokteran
yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur
operasional. Dalam kamus kedokteran Dorland dijelaskan, “Malpraktik adalah
praktik yang tidak benar atau mencelakakan; tindakan kedokteran yang tidak
terampil atau keliru.”

Jauh sebelumnya, beberapa abad yang lalu, agama Islam yang mulia ini telah
meletakkan konsep dasar malpraktik dan telah dijelaskan juga rinciannya oleh
para ulama kita. Bagi yang melakukan praktik ilmu kedokteran tanpa ilmu, maka
ia wajib bertanggung jawab dan mengganti rugi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

َ ِ‫ َذل‬ ‫ َق ْب َل‬  ٌّ‫طِ ب‬ ‫ ِم ْن ُه‬ ‫يُعْ َل ْم‬ ‫ َو َل ْم‬ ‫َّب‬


َ  ‫ َفه َُو‬ ‫ك‬
ٌ‫ضا ِمن‬ َ ‫ َت َطب‬  ْ‫َمن‬

“Barang siapa yang melakukan pengobatan dan dia tidak mengetahui


ilmunya sebelum itu, maka dia yang bertanggung jawab.”

b. Dalil

1) Analisis hadis-hadis Malpraktek


Dalam dua riwayat Abū Dāwud disebutkan :

44
Artinya : “Berkata pada kami Nashr bin Āsim al-Anthākī dan Muhammad bin al-
Shabbah bin Sufyān, sesungguhnya al-Walīd bin Muslim mengabarkan pada mereka
dari Ibnu Juraij dari„Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang bertindak sebagai seorang dokter
sedangkan ia belum pernah mengkaji ilmu pengobatan sebelumnya, maka ia harus
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi (jika ada yang celaka oleh cara
pengobatannnya). Nashr berkata, berkata pada saya Ibnu Juraij, Abū Dāwud berkata,
hadis ini tidak diriwayatkan (secara musnad) kecuali dari jalur al-Walīd, sedang kami
tidak tahu apakah dia sahih (bisa diterima) atau tidak.”

Artinya : “Berkata pada kami Muhammad bin al-„Alā‟, berkata pada kami Hafsh,
berkata pada kami „Abd al-„Azīz bin „Umar bin „Abd al-„Azīz, berkata pada saya
sebagian utusan yang didatangkan pada ayah saya, mereka berkata bahwa Rasulullah

45
saw. bersabda: Seseorang yang bertindak sebagai seorang dokter lalu merawat orang
sakit, sedangkan dirinya tidak mengetahui sebelumnya cara perawatan secara medis
yang mengakibatkan penyakit si pasien semakin parah, maka ia harus bertanggung
jawab.”

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Priharto, S.H. 2010. Tesis : Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam
Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Malpraktik Kedokteran. Magister
Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas DiponegoroSemarang.

Imam Abu Dawud, Sunan Abu Dawud (Beirut: Maktab ad-Dirasat wa al-
Buhuts fi Dar al-Fikr, n.d.), No. hadis 4586.

Ibid., No. hadis 4587.

46
JR, Gibony. Medical Record Principle of Hospital Administration. GP
Putnam’s Sons New York. 1991.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Manual Rekam Medis. Jakarta.

Lusiana Khajjani, Irma. 2010. Skripsi : Kebijakan Hukum Pidana Terhadap


Tindak Pidana di Bidang Medis. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Nugraha, Caesario Indra. 2011. Skripsi : Tinjauan Hukum Pidana Terhadap


Kejahatan Malpraktek Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktek Kedokteran di Indonesia. Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.

“Pembuktian Malpraktik.” 2017. : 15–16.


Purnama, Sang Gede. 2016. “Informed Consent Sang Gede Purnama , Skm ,
Msc.”

Modul Etika Dan Hukum Kesehatan: 0–10.

RI, Kemenkes. 2010. “Informed Consent Dalam Pelayanan Kesehatan.” Al


Ihkam V(2): 309–18.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran. Sekretariat Negara. Jakarta.

47

Anda mungkin juga menyukai