Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL

SGD 2 LBM 2
SENGKETA MEDIS

ANGGOTA KELOMPOK :
1. ADIF HIDAYAT (31102000002)
2. ADINDA LINTANG PAMBAYUN (31102000003)
3. AZZAHRA KARYA BULAN IRIANDA (31102000013)
4. CICI MUTIARA DEWI (31102000016)
5. DINA EFLIANTI (31102000022)
6. DWI WAHYU SRI SUNDARI (31102000025)
7. INDAH MUSLIMAH (31102000036)
8. INTAN ZAHROH (31102000039)
9. IZHAR DIANSYAH (31102000040)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIAL
SGD 2 LBM 2

SENGKETA MEDIS
Telah disetujui oleh:

Tutor tanggal

drg. Tahta Danifatis Sunnah, M.H.Kes

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.........................................................................1
B. SKENARIO........................................................................................2
C. IDENTIFIKASI MASALAH................................................................2
BAB II...........................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................4
A. LANDASAN TEORI..........................................................................4
1. Sengketa medis..............................................................................4
2. Dokter tersebut melanggar hukum.................................................4
3. Hubungan dokter dan pasien yang mengakibatkan sengketa
medis.....................................................................................................4
4. Bentuk Pelanggaran Medik, Sanksi, dan Lembaga yang
Berwenang.............................................................................................6
5. Mekanisme Pengajuan Tuntutan Dugaan Kelalaian oleh Pasien
Terhadap Dokter..................................................................................13
6. Faktor Penyebab Seorang Dokter Gigi Dapat Melakukan
Kesalahan yang Menyebabkan Malpraktik.........................................16
B. KERANGKA KONSEP...................................................................18
BAB III........................................................................................................19
KESIMPULAN............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Malpraktik Medik mempunyai arti yang lebih komprehensif
dibandingkan kelalaian. Istilah malpraktik medik memang tidak
diketahui secara sempurna dalam suatu aturan Hukum Positif
Indonesia. Dalam malpraktik medik pun terdapat suatu pelayanan
tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan oleh sebab itu
berimplikasi terjadinya suatu aturan ketentuan Undang – undang
yang terlanggar, sedangkan arti kelalaian lebih menitikberatkan
kepada ketidaksengajaan (culpa), kurang hati-hati,kurang teliti, acuh
tak acuh, sembrono, tak peduli terhadap kepentingan orang lain,
namun akibat yang timbul memang bukanlah tujuannya.Malpraktik
medik tercipta untuk menurunkan sistem pembangunan kesehatan
medis pada bagian Standar Operasional Prosedur (SOP), Standar
Profesi Kedokteran (SPK) dan Informed Consent. (Bahder J, 2013)
Pada dasarnya praktik dokter merupakan pemberian bantuan
secara individual oleh dokter kepada pasien berupa pelayanan
medis. Apabila seseorang datang kepada dokter untuk
memanfaatkan pelayanan medis yang tersedia, maka terjadi
hubungan hukum antara dokter dan pasien yang disebut tranksaksi
terapeutis. Hubungan hukum yang tidak menjanjikan sesuatu
kesembuhan, atau kematian semacam ini disebut
inspanningsverbintenis, yang berbeda dengan hubungan hukum
yang biasa berlaku dalam perjanjian pada umumnya yang
menjanjikan suatu hasil yang pasti (resultaatsverbentenis)
(widodo,2017)

1
Hubungan hukum yang demikian ini mensyaratkan adanya
hak dan kewajiban antara dokter dan pasien, dan juga
melahirkan/membentuk pertanggungjawaban hukum masing-
masing. Prestasi pihak dokter adalah prestasi berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu in casu tidak berbuat salah atau keliru dalam
perlakuan medis yang semata-mata ditujukan bagi kepentingan
kesehatan pasien adalah kewajiban hukum yang mendasar dalam
perjanjian dokter dan pasien/kontrak terapeutik (Pasal 39 UU Nomor
29/2004 Praktik Kedokteran). Dalam Pasal 39 UU Nomor 29 Tahun
2004 disebutkan bahwa Praktik Kedokteran diselenggarakan
berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi
dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan. (widodo,2017)
B. SKENARIO
Seorang dokter gigi di klinik keluarga diadukan oleh pasiennya
karena tindakan pencabutan yang tidak tuntas, dan pasien merasa
kesakitan. Pasien tersebut meminta dirujuk ke rumah sakit, tapi
tidak diberi surat rujukan karena bukan merupakan kasus gawat
darurat. Pasien merasa kecewa dan melaporkan ke lembaga
berwenang agar ditindaklanjuti.
C. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa yang dimaksud sengketa medis ?
2. Apa dokter tersebut melanggar hukum?
3. Apa hubungannya antara dokter dan pasien dalam scenario
yang mengakibatkan sengketa medis?
4. Apa saja bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh dokter (etik,
hukum,disiplin)?
5. Apa saja sanksinya yang diberikan pada dokter gigi tersebut ?
6. Apa lembaga yang berwenang dalam kasus tersebut?

2
7. Bagaimana mekanisme pengajuan yang dapat dilakukan oleh
pasien terhadap dokter dengan tuntutan dugaan kelalaian?
8. Mengapa seorang dokter gigi bisa melakukan sebuah kesalahan
yang mengakibatkan malpraktik?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI
1. Sengketa Medis
Sengketa Medik adalah sengketa yang terjadi antara pasien atau
keluarga pasien dengan tenaga kesehatan atau antara pasien dengan
rumah sakit / fasilitas kesehatan. Biasanya yang dipersengketakan
adalah hasil atau hasil akhir pelayanan kesehatan dengan tidak
memperhatikan atau mengabaikan prosesnya. Padahal dalam hukum
kesehatan diakui bahwa tenaga kesehatan atau pelaksana pelayanan
kesehatan saat memberikan pelayanan hanya bertanggung jawab atas
proses atau upaya yang dilakukan (Inspanning Verbintennis) dan tidak
menjamin/ menggaransi hasil akhir (Resultalte Verbintennis).
(widodo,2017)
2. Dokter Tersebut Melanggar Hukum
Melanggar hukum karna melakukan kelalaian dalam komunikasi
dimana seorang dokter dapat melakukan edukasi. Tidak melanggar
hokum karna ada beberapa resiko yang akan dialami oleh pasien.
Dokter lalai dalam memberikan informasi atau edukasi yang diperlukan
dan dipahami oleh pasien mengenai perjanjian antara dokter dan
pasien atas tindakan yang akan dilakukan.
3. Hubungan Dokter dan Pasien yang Mengakibatkan Sengketa Medis
Sengketa medik baru timbul ketika adanya tuntutan ke rumah
sakit, pengaduan ke polisi, atau gugatan ke pengadilan. Sengketa
medik berawal dari adanya perasaan tidak puas dari pihak pasien
karena adanya pihak dokter yang tidak memenuhi prestasi
sebagaimana dijanjikan, sehingga pasien atau keluarganya mencari
sebab ketidakpuasan tersebut. Penyebab terjadinya sengketa antara
dokter dan pasien adalah jika timbul ketidakpuasan pasien terhadap

4
dokter dalam melaksanakan upaya pengobatan atau melaksanakan
tindakan medik.
Sengketa Medis merupakan konflik yang terjadi antara pasien
dengan dokter atau dokter gigi sebagai tenaga medis karena adanya
dugaan bahwa tenaga medis yang bersangkutan tidak menjalankan
prajtiknya dengan baik. Sengketa medik berawal dari adanya perasaan
tidak puas dari pihak pasien karena adanya pihak dokter yang tidak
memenuhi prestasi sebagaimana dijanjikan, sehingga pasien atau
keluarganya mencari sebab ketidakpuasan tersebut. Penyebab
terjadinya sengketa antara dokter dan pasien adalah jika timbul
ketidakpuasan pasien terhadap dokter dalam melaksanakan upaya
pengobatan atau melaksanakan tindakan medik. Adapun ciri-ciri dari
sengketa medik yang terjadi antara dokter dengan pasien, antara lain:
a) Sengketa terjadi dalam hubungan antara dokter dengan pasien;
b) Objek sengketa adalah upaya penyembuhan yang dilakukan
oleh dokter terhadap pasien;
c) Pihak yang merasa dirugikan dalam sengketa medik adalah
pasien, baik kerugian berupa luka atau cacat maupun kematian;
d) Kerugian yang diderita pasien disebabkan oleh adanya dugaan
kelalaian atau kesalahan medik dari dokter, yang sering disebut
”malapraktik medik”
Sengketa medik antara pasien atau keluarganya dengan tenaga
kesehatan atau pasien dengan rumah sakit/fasilitas kesehatan
biasanya yang dipermasalahkan adalah hasil akhir pelayanan
kesehatan dengan tidak memperhatikan prosesnya. Padahal, dalam
hukum kesehatan diakui bahwa tenaga kesehatan atau pelaksanaan
pelayanan kesehatan saat memberikan pelayanan hanya bertanggung
jawab atas proses atau upaya yang dilakukan (inspaning verbintenis)
dan tidak menjamin/menggaransi hasil akhir (resultalte verbintenis).
Dalam hubungan terapeutik (professional conduct), sengketa
medis di Indonesia dipicu oleh adverse event (kejadian tidak

5
diharapkan) dan menjadi opini bahwa setiap adverse event
digeneralisasi adalah malpraktik, hal ini dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal pasien. Sengketa medis juga dapat disebabkan
karena mutu dokter yang bekerja di ruma sakit di bawah standar (tidak
sesuai dengan average). Proses kredensial bertujuan untuk
memastikan bahwa dokter yang bertugas di rumah sakit telah
memenuhi syarat dan standar dalam melaksanakan profesinya di
rumah sakit. Proses kredensial merupakan bagian integral dari
akreditasi rumah sakit yang bertujuan untuk menjaga mutu pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit.
Untuk meminimalisir terjadinya sengketa medis, rumah sakit
dapat menerapkan prinsip patient safety. Prinsip patient safety dapat
meminimalisir terjadinya cedera pada pasien akibat kesalahan
tindakan medis.
Kewajiban rumah sakit terkait dengan patient safety mencakup 4
hal sebagai berikut:
a. kewajiban untuk menggunakan perawatan yang wajar dalam
pemeliharaan fasilitas dan peralatan yang aman dan memadai;
b. kewajiban untuk memilih dan mempekerjakan dokter yang
berkompeten;
c. kewajiban untuk memantau tanggung jawab dan pelaksanaan
tugas dari tenaga kesehatan lainnya, termasuk terkait dengan pola
distribusi dan peredaran obat-obatan di rumah sakit; dan
d. kewajiban untuk merumuskan, mengadopsi dan menegakkan
aturan dan kebijakan yang memadai untuk memastikan perawatan
yang berkualitas bagi pasien. Prinsip patient safety telah diadopsi
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien.
4. Bentuk Pelanggaran Medik, Sanksi, dan Lembaga yang Berwenang
a. Pelanggaran Medik Menurut Etika Profesi Kedokteran

6
Pelanggaran terhadap terhadap ketentuan Kode Etik
Kedokteran ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata,
tetapi ada juga merupakan pelanggaran etik dan sekaligus
pelanggaran hukum yang dikenal dengan istilah pelanggaran
etikologal. Lebih lanjut bentuk-bentuk pelanggaran etik kedokteran
adalah sebagai berikut:
- Pelanggaran etik murni:
a) Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan
jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi;
b) Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya
(melanggar Pasal 16 Kodekgi);
c) Memuji diri sendiri di hadapan pasien (melanggar Pasal 3
ayat (1) Kodekgi);
d) Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri (pelanggaran
Pasal 23 Kodekgi)
- Terhadap pelanggaran etikolegal antara lain:
a) Pelayanan dokter di bawah standar;
b) Menerbitkan surat keterangan palsu (melanggar Pasal 4
ayat (2) Kodekgi sekaligus Pasal 267 KUHP);
c) Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter
(melanggar Pasal 6 Kodekgi dan Pasal 322 KUHP);
d) Tidak pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e) Pelecehan seksual
f) Tidak mau melakukan pertolongan darurat kepada orang
yang menderita (melanggar Pasal 17 Kodeki dan Pasal
304 KUHP).
Badan yang berwenang menangani kasus pelanggaran etik
oleh dokter gigi yaitu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi
(MKEKG). Pelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi

7
dokter gigi yang melanggar, dimana sanksi yang diberikan
tergantung pada berat dan ringannya pelanggaran etik. Sanksi
yang diberikan bersifat mendidik (sanksi asministratif) dan menjadi
upaya preventif pada pelanggaran yang sama, sanksi tersebut
dapat berupa : teguran atau tuntutan lisan atau tertulis, penurunan
gaji atau pangkat setingkat lebih rendah, dicabut izin praktek dokter
untuk sementara, dan pada kasus pelanggaran etikolegal diberikan
hukuman sesuai peraturan kepegawaian yang berlaku dan di
proses ke pengadilan.
b. Pelanggaran Medik Menurut Disiplin Kedokteran
Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-
aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan, yang pada
hakikatnya dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) hal, yaitu: (1)
melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten; (2)
Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak
dilaksanakan dengan baik; (3) berperilaku tercela yang merusak
martabat dan kehormatan profesi kedokteran.
Dalam pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran
dirumuskan bentuk-bentuk pelanggaran disiplin antara lain:
1) Dokter melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
(Pelanggaran terhadap Pasal 29 ayat (3) huruf d UU No.
29/2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:
1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran dan Dokter Gigi Pasal 22 ayat (1) dan ayat (3)).
Di mana dalam menjalankan asuhan klinis kepada pasien,
dokter atau dokter gigi harus bekerja dalam batas-batas
kompetensinya, baik dalam penegakan diagnosis maupun
dalam penatalaksanaan pasien.
2) Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain
yang memiliki kompetensi sesuai (Pelanggaran UU Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51 huruf b).

8
Dalam situasi di mana penyakit atau kondisi pasien di luar
kompetensinya (karena keterbatasan pengetahuan,
keterbatasan keterampilan, atau pun keterbatasan peralatan
yang tersedia), maka dokter atau dokter gigi wajib
menawarkan kepada pasien untuk dirujuk atau
dikonsultasikan kepada dokter atau dokter gigi atau sarana
pelayanan kesehatan lain yang lebih sesuai. Upaya
perujukan dapat tidak dilakukan, apabila situasi yang terjadi
antara lain sebagai berikut:
- Kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dirujuk;
- Keberadaan dokter atau dokter gigi atau sarana
kesehatan yang lebih tepat, sulit dijangkau atau sulit
didatangkan;
- Atas kehendak pasien.

3) Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu


yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut (Pelanggaran Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1419/MenKes/ Per/X/2005 tentang
Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 22
ayat (1) dan ayat (3)).
- Dokter atau dokter gigi dapat mendelegasikan tindakan
atau prosedur kedokteran tertentu kepada tenaga
kesehatan tertentu yang sesuai dengan ruang lingkup
keterampilan mereka;
- Dokter atau dokter gigi harus yakin bahwa tenaga
kesehatan yang menerima pendelegasian tersebut
memiliki kompetensi untuk itu;
- Dokter atau dokter gigi, tetap bertanggung jawab atas
penatalaksanaan pasien yang bersangkutan.

9
Adanya pelanggaran disiplin dokter gigi akan ditangani oleh
Majelis Kehoramatan Disiplin Kedokteran Gigi Indonesia
(MKDKGI). Sedangkan untuk tata cara penanganan pengaduan
adanya pelanggaran disiplin dokter gigi yaitu berupa :
1) Peringatan tertulis, dokter gigi yang dikenakan sanksi
peringatan tertulis tetap diperbolehkan melakukan praktik
kedokteran dengan pengawasan.
2) Rekomendasi pencabutan STR atau SIP, jika STR dicabut
maka secara otomatis SIP pun tidak berlaku yang artinya
dokter gigi tidak dapat melakukan praktik kedoterannya.
Sanksi pencabutan STR dapat bersifat sementara paling
lama 2 tahun atau dapat dicabut selamanya.
3) Kewaiban mengikuti Pendidikan atau pelatihan di indtitusi
Pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. Dokter dengan
sanksi ini diwajibkan mengikuti Pendidikan atau pelatihan di
institusi Pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mana jenis bentuk dan waktu pelaksanaan ditentukan oleh
MKDKI.
c. Pelanggaran Medik Menurut Hukum
 Administrasi
Pelanggaran hukum administrasi praktik dokter pada dasarnya
adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban hukum
administrasi kedokteran. Kewajiban administrasi dokter dapat
dibedakan yaitu:
kewajiban administrasi yang berhubungan dengan
kewenangan sebelum dokter berbuat/melakukan pelayanan medis :
misalnya memiliki STR yg diterbitkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) jangka 5 tahun dan registrasi ulang, memiliki Surat
Izin praktik (SIP) dikeluarkan pejabat kesehatan di wilayah praktik
yang bersangkutan.

10
Kewajiban administrasi pada saat dokter sedang
melaksanakan pelayanan medis antara lain: Kewajiban Pelayanan
Medis Sesuai Dengan Standar Profesi, Standar Prosedur
Operasional dan Kebutuhan Medis Pasien (Pasal 50); Kewajiban
Melakukan Pertolongan Darurat Atas Dasar Perikemanusiaan
(Pasal 531 KUHP yaitu wajib menolong orang dan Pasal 51 huruf d
UU Nomor 29/2004 kecuali ada orang lain yg mampu): dan
Kewajiban Memberikan Penjelasan Pada Pasien Sebelum
Melakukan Tindakan Medis (Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 29/
2004).
Pelanggaran kewajiban hukum administrasi ini dapat menjadi
malapraktik apabila menimbulkan kerugian kesehatan atau
kematian pasien. Pelanggaran hukum administrasi yang menjadi
tindak pidana praktik kedokteran potensial menjadi malapraktik
pidana sekaligus malapraktik perdata, di mana setiap malapraktik
pidana sekaligus malapraktik perdata, tetapi malapraktik perdata
tidak selalu menjadi malapraktik pidana. Sifat melawan hukum dari
malapraktik dokter terletak pada pelanggaran kewajiban hukum
administrasi tanpa wewenang tersebut.
 Perdata
- Wanprestasi (Pasal 1239 KUH Perdata)
Dalam hal ini dokter tidak memenuhi kewajibannya yang
timbul dari adanya suatu perjanjian (tanggung jawab
kontraktual). Dalam arti harfiah adalah prestasi yang buruk88
yang pada dasarnya melanggar isi/kesepakatan dalam suatu
perjanjian/kontrak oleh salah satu pihak. Bentuk pelanggaran
dalam wanprestasi sebagai berikut: (a) Tidak memberikan
prestasi sama sekali sebagaimana yang diperjanjikan; (b)
Memberikan prestasi tidak sebagaimana mestinya, tidak
sesuai kualitas atau kuantitas dengan yang diperjanjikan; (c)
Memberikan prestasi tetapi sudah terlambat tidak tepat waktu

11
sebagaimana yang diperjanjikan; (d) memberikan prestasi
yang lain dari yang diperjanjikan.
Adapun wujudnya kerugian akibat wanprestasi hanya
berupa kerugian materiil yang dapat diukur dengan nilai uang,
terutama biaya perawatan, biaya perjalanan, dan biaya obat-
obatan. Kerugian ini dapat dituntut oleh pasien atau ahli waris
kepada dokter atau rumah sakit yang melakukan perawatan.
Sementara kerugian ideal (immateriil), misalnya kehilangan
harapan kesembuhan, rasa penderitaan atau kesakitan yang
berkepanjangan, kehilangan bagian tubuh tertentu, hilang
ingatan, hilang penglihatan, luka-luka bahkan sampai kematian
pasien bukan kerugian yang dapat dituntut atas dasar
wanprestasi, akan tetapi dapat dituntut atas dasar perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagai mana diatur
dalam Pasal 1365 BW.
- Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUH Perdata)
Kewajiban yang timbul karena undang-undang ini dapat
dilihat secara umum ketentuan dalam Pasal 531 KUHP.
Ketentuan Pasal 531 KUHP ini dapat digunakan sebagai
landasan untuk membebani kewajiban hukum bagi dokter atau
rumah sakit untuk memberikan pertolongan. Dokter atau
rumah sakit tidak dapat dituntut oleh pasien, walaupun telah
dilakukan tindakan medis, kecuali apabila tindakan medis yang
dilakukan melanggar standar profesi kedokteran baik secara
sengaja maupun culpa/lalai, sehingga merugikan pasien.
 Pidana
Pada dasarnya hubungan pasien dan dokter adalah hubungan
perdata, namun bisa terjadi pelayanan medis dokter di luar standar
profesi dapat masuk keranah hukum pidana, manakala syarat batin
dokter (dolus atau culpa) dan akibat kerugian dari perlakuan medis
yang menyimpang menjadi unsur kejahatan, seperti kematian

12
(Pasal 359 KUHP) atau lukaluka (Pasal 360 KUHP). Suatu
perbuatan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana apabila
memenuhi rumusan delik pidana, yaitu perbuatan tersebut harus
merupakan perbuatan yang tercela (actus reus); dilakukan dengan
sikap batin yang salah (mens rea) yaitu berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (recklessness) atau kealpaan
(negligence).
Lembaga yang berwenang dalam hal ini adalah pengadilan
yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara. Sanksi
yang diberikan untuk pelanggaran medik hukum :
- Administrasi : pencabutan kepurtusan
- Perdata : ganti rugi
- Pidana : denda/ penjara
5. Mekanisme Pengajuan Tuntutan Dugaan Kelalaian oleh Pasien
Terhadap Dokter
Pelaporan kepada PDGI wilayah tempat menjalankan praktek
harus segera dilakukan bilamana terjadi masalah antara dokter gigi
danpasien yang menyangkut tuntutan perkara hukum. Sebagai induk
organisasi, PDGI bersama MKEKG.dan BPPA akan melakukan
verifikasi kesalahan berdasarkan pelanggarannya Pasien dan
keluarganya akan dipanggil untuk memperjelas persoalan yang
sebenarnya, dengan demikian dapat diperoleh persoalan atas kerugian
yang diderita oleh pasien. Proses pengajuan tuntutan diajukan oleh
pasien ke PDGI melalui MKEKG, kemudian dilanjutkan dengan proses
penyelesaian sebagai berikut:
a) prosedur tetap
 Tentukan locus delicti – tempat kejadian perkara
 selesaikan melalui MKEKG (Majelis kehormatan etik
kedokteran gigi ) cabang yang bersangkutan
 bila tidak ada MKEKG pada cabang bersangkutan maka dirujuk
ke cabang yang terdekat tetapi berada satu provinsi, bila tidak

13
ada tingkat profindi kewilayah pengurus , bila tidak ada di
wilayah pengurus ke wilayah pengurus besar
 pemanggilan kepada teradu untuk klasifikasi apakah yang
diadukan benar dan apa yang dilakukan sesuai standar
operasional (SOP) dan standar pelayanan medik (SPM)
 Pemanggilan kepada pengadu untuk klarifkasi mengenai
pengadunya
 memcoba menyelesaikan dengna alternatif secara musyawarah
, bila tidak berhadsil dilakukan cara litigasi di pengadilan
 PDGI dapat menyediakan penasehat hukum , walupun si
teradu dapat menyediakan sendiri
 PDGI melalui MKEKG menentukan derajat kesalahan dari
teradu.
 melaporkan hasil pemeriksaan dan temuan kepada dinas
kesehatan
b) penyelesaian kasus oleh PDGI
pertama, MKEKG pada PB PDGI mendapat disposisi dari Ketua PB
PDGI agar merespons dan menyelesaikan kasus pengaduan ini.
Ketua MKEKG memanggil anggotanya untuk bersidang dan
membahas kasus ini. Karena pengaduan langsung ke PB PDGI,
maka perlu jawaban cepat kepada pengadu dan untuk
mendinginkan suasana maka langkahnya adalah sebagai
berikut
 Memberikan jawaban kepada pengadu bahwa kasus ini
akan ditangani dan untuk itu perlu waktu untuk proses
pemanggilan, klarifikasi dan
sebagainya.
 Si pengadu menjawab bahwa terima kasih sudah ditanggapi,
tetapi tetap meminta waktu penyelesaian secepatnya dan
meminta dokter tersebut ditindak dalam melakukan
malpraktik.

14
Kedua MKEKG PB PDGI memanggil Ketua Pengurus PDGI
Wilayah DKI untuk menanyakan apakah ada MKEKG Cabang
sesuai locus delieti. Ternyata tidak ada, yang ada adalah MKEKG
cabang lain dan menyatakan tidak sanggup menyelesaikan,
demikian pula MKEKG Wilayah tidak ada. Sesuai Protap PDGI,
maka Ketua MKEKG PB menghubungi Pengwil PDGI yang telah
mempunyai MKEKG untuk membantu penyelesaian kasus ini.
Ketiga; melaksanakan pertemuan antara Ketua MKEKG Pusat,
MKEKG Jakarta Utara, MKEKG Pengwil Jabar dan MKEKG
Cabang untuk membahas kasus ini.Dari pertemuan ini maka
disepakati penyelesaian kasus ini dengan tahapan-tahapan sesuai
protap
a) Dibuat Tim yang terdiri dari Ketua MKEKG PB, MKEKG
cabang, MKEKG Pengwil Jabar.
b) Bahwa penanganan kasus oleh tim MKEKG
c) Klarifikasi Pengadu dan Teradu oleh Tim MKEKG
d) Setelah klarifikasi maka dapatlah ditentukan derajat kesalahan
dari teradu.
e) Ditawarkan alternatif penyelesaian secara musyawarah
kekeluargaan (non litigasi), bila tidak bisa barulah dengan cara
litigasi para pihak berperkara di pengadilan.
c) temuan hasil dari tim MKEKG
 Klarifikasi teradu dan pengadu
 Dari klarifikasi ternyata teradu sudah melakukan pekerjaan
sesuai dengan protap SOP dan SPM sampai dengan
pekerjaan selesai
 Informed consent sudah diberikan Letapi dianggap masih
kurang lengkap.
 Kurang komunikasi dokter-pasien, seharusnya ketika pasien
tidak
kontrol, pihak dokter harus menghubungi pihak pasien.

15
 Dipertemukannya para pihak, mula-mula saling
berkonfrontasi namun pada akhirnya terjadi perdamaian atau
penyelesaian secara musyawarah kekeluargaan disertai
permohonan maaf baik si pengadu maupun teradu dan
menyadari bahwa sebagai manusia tidak luput dari
kesalahan.
 Disepakati pula bahwa akan dibuatkan protesa gigi (Bridge)
baru oleh
dokter gigi lain dengan pembiayaan dari dokter gigi teradu.
PDGI secara tertulis dengan
 Pencabutan pengaduan ke PB menandatangani surat
kesepakatan para pihak dan disaksikan oleh Tim MKEKG
PDGI.
 Penentuan kesalahan si teradu dalam hal ini dokter gigi yang
diadukan.
Ternyata dokter gigi tersebut Surat Izin Praktik sudah tidak
berlaku lagi
(dalam proses penyelesaian) sehingga dokter gigi tersebut
dianggap telah melanggar Kode Etik Kedokteran Gigi
dengan sanksi peringatan tertulis untuk tidak melakukan
kesalahan serupa dikemudian hari, bila kelak terjadi
kesalahan yang sama akan dipertimbangkan untuk
diusulkan dicabut rekomendasi Praktik di Dinas Kesehatan
setempat.
6. Faktor Penyebab Seorang Dokter Gigi Dapat Melakukan Kesalahan
yang Menyebabkan Malpraktik
a. Adanya Kelalaiaan
Kelalaian medis adalah suatu keadaan dimana seseorang
bertindak kurang hati-hati menurut ukuran wajar karena tidak
melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang itu.
Kelalaian mencakup 2 (dua) hal, yakni:

16
Pertama, karena melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan; atau Kedua, karena tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukannya.
Yang menjadi faktor utama seorang dokter melakukan
kelalaian pelayanan medis yakni dilanggarnya kewajiban-kewajiban
dokter yang seharusnya dipenuhi yaitu Tidak terpenuhinya Standar
Profesi, Standar Prosedur Operasional serta Kebutuhan Pasien
dalam Pelayanan Medis dokter, Tidak merujuk pasien ke dokter lain
yang mempunyai keahlian serta kemampuan yang lebih baik, Tidak
memegang Rahasia Dokter, Mengabaikan perikemanusiaan
dengan tidak melakukan pertolongan darurat kepada seorang
pasien, Tidak menambah ilmu pengetahuan serta tidak mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran serta Tidak memberikan
penjelasan pasien sebelum memberikan tindakan medis Dengan
dilanggarnya, maupun tidak terpenuhinya kewajiban tersebut maka
seorang dokter itu dapat dinyatakan telah melakukan suatu
kelalaian dalam pelayanan medis yang berakibat fatal bagi seorang
pasien.
b. Karena Wanprestasi
Wanprestasi ialah suatu keadaan dimana seseorang tidak
memenuhi kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian
atau kontrak. Dalam hal malpraktik oleh dokter dengan gugatan
atas dasar wanprestasi itu harus dibuktikan bahwa dokter itu benar-
benar telah mengadakan perjanjian, kemudian dia telah melakukan
wanprestasi terhadap perjanjian tersebut (yang harus didasarkan
pada kesalahan profesi).
c. Adanya unsur kesalahan bertindak.
Kesalahan bertindak ini terjadi karena kurangnya ketelitian
dokter di dalam melakukan observasi terhadap pasien sehingga
terjadilah hal yang tidak diinginkan bersama.
d. Adanya unsur pelanggaran kaidah profesi ataupun hukum.

17
Pelanggaran kaidah profesi ini terjadi pada saat seorang
dokter atau petugas kesehatan melakukan tindakan di luar batas
wewenangnya.
e. Adanya kesengajaan untuk melakukan tindakan yang merugikan.
Tindakan kesengajaan terjadi ketika seorang dokter atau
petugas kesehatan lainnya melakukan hal-hal di luar apa yang
seharusnya dilakukan hanya karena alasan untuk memperoleh
keuntungan semata.

B. KERANGKA KONSEP

PENGADUAN

PDGI
PERSATUAN DOKTER GIGI
INDONESIA

DISIPLIN
KEDOKTERAN PIDANA / HUKUM
MALPRAKTIK ETIK
KEDOKTERAN
MKDKG
MKEKG penegak hukum
BEBAS (penyidik)
Hukuman disiplin

BEBAS 1. teguran tertulis


2. pencabutan STR Pengadilan
3. Pencabutan SIP
4. Wajib pendidikan BEBAS
PIDANA
Tuntutan lisan
tertuis (Denda atau
hukum)

tindakan 18
1. gaji/ pangkat
administratif 2. cabut SIP selama lamanya
3. Hukuman kepengawasan
BAB III
KESIMPULAN
Persetujuan tindakan kedokteran dalam pelayanan kesehatan
merupakan suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atas upaya medis
yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien, setelah pasien
mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat
dilakukan untuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala
resiko yang mungkin terjadi terhadap pasien. Tentang informasi yang
harus diberikan kepada pasien haruslah informasi yang cukup, mencakup
keuntungan maupun kerugian dari tindakan medik tersebut, baik untuk
tindakan diagnostik maupun untuk terapeutik, baik jika dimina oleh paisen
atau jika tidak diminta.
Malpraktik medik dalam praktik kedokteran merupakan setiap
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter secara melanggar hukum dan
melanggar prinsip-prinsip profesional baik dilakukan dengan kelalaian,
kesengajaan, atau ketidak hati-hatian yang tidak sesuai dengan ilmu
pengetahuan medik sehingga menyebabkan kerugian pada pasien.
Persetujuan tindakan kedokteran dapat mencegah terjadinya malpraktik
medik, karena dalam persetujuan tindakan kedokteran ini terdapat
informasi mengenai kondisi pasien dan keputusan untuk perawatan atau
pengobatan yang didasarkan kerjasama antara dokter dengan pasien
serta mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA
aditya singal. 2015. the veracity of law relating to medical malpraktike.
jurnal internasional of scientific and research publications
Aditya, Singal. 2015. The Veracity of Law Relating To Medical
Malpraktike. Jurnal Internasional of Scientific and Research
Publications
Ananta, Tantri B. 2010. Upaya Bantuan Dokter Gigi Dalam Menghadapi
Sengketa Medis. Jurnal PDG. Volume 59 Nomor 1.
Andrianto, W., & Andaru, D. D. A. (2020). Pola Pertanggungjawaban
Rumah Sakit Dalam Penyelesaikan Sengketa Medis di Indonesia.
Jurnal Hukum & Pembangunan, 49(4), 908-922.
Anna .2018. prinsip penetapan sanksi bagi pelenggaran etik kedokteran.
jurnal etik kedoktern vol 2 no 1
arif dian santoso. 2019 . penyelesaian sengketa medik melalui mediasi
oleh majelis kehormatan disiplin kedokteran indonesia untuk dapat
menjamin keadilan dalam hubungan dokter dan pasien. jurnal pasca
sarjana hukum UNS volume VII nomer 1
Eddy, Prijono. 2007. Masalah Penyelesaian Kasus Pengaduan Pasien.
Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran: Bandung.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2018. ‘Buku Saku Praktik Dokter dan Dokter
Gigi di Indonesia’. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia. Hh. 22-23.
Kumaralingam Amirthalingam. 2017. Medical dispute resolution, patient
safety and the doctor-patient relationship. jurnal med singapore
muhammad afzal. 2017. perlindungan atas tindakan malpraktek dokter
universitas mahasaraswati matara. jurnal ilmiah mandala education
vol 3 no 1
Novianto, Widodo T. 2017. ‘Sengketa Medik Pergulatan Hukum dalam
Menentukan Unsur Kelalaian Medik’. Surakarta : UNS Press. Hh 9-
11
Sulolipu, Andi Baji. 2019. Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Dokter
Dalam Penyelesaian Sengketa Medis Berdasarkan Prinsip Keadilan.

20
Jurnal Projudice: Jurnal Online Mahasiswa Pascasarjana UNIBA.
Vol. 1 No. 1
Widodo. T. N, M 2017, Sengketa Medik: Pergulatan Hukum dalam
Menentukan Unsur Kelalaian Medik, UNS Press, Surakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai