Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

SENGKETA MEDIK

Oleh:
Nadia Uluhiyah M 21904101061
Evilya Fitra Indriana 21904101062
Arini Dwi Ayu Lestari 21904101063
Moch.Saifudin 21904101076
Ilham Rial Ali 21904101077

Dosen Pembimbing
dr. Edy Suharto, Sp.F

LABORATORIUM ILMU FORENSIK


KEPANITRAAN KLINIK MADYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,

dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas

ini kami dapat memilah antara yang baik dan buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada

dosen pembimbing pada Laboratorium Ilmu Forensik, yaitu dr. Edy Suharto, Sp.F yang

memberikan bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam penyusunan laporan kasus ini dapat

terselesaikan.

Laporan kasus ini membahas terkait definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi,

patogenesis, pemeriksaan fisik, pemerikssan penunjang, kriteria diagnosis, dan manajemen

penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis.

Kami menyadari dalam laporan ini belum sempurna secara keseluruhan oleh karena itu

kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun sehingga dapat

membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian laporan selanjutnya.

Demikian pengantar kami, semoga makalahini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bangkalan, 29 Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Cover................................................................................................ 1

Kata pengantar.................................................................................. 2

Daftar isi........................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................ 4

1.1 Latar belakang............................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 6

1.3 Tujuan......................................................................................... 7

1.4 Manfaat....................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 8

2.1 Definisi ...................................................................................... 8

2.2 Proses Terjadinya Sengketa Medik ............................................ 10

2.3 Jenis Sengketa Medik Dalam Pelayanan Kesehatan .................. 11

2.4 Penyelesaian Sengketa Medik .................................................... 11

2.4.1 Penyelesaian Sengketa Medik Non Ligitasi (Mediasi)........ 13

2.4.2 Penyelesaian Sengketa Medik Ligitasi ............................... 14

BAB III PENUTUP ........................................................................ 17

3.1 Kesimpulan ................................................................................ 17

3.2 Saran........................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada akhir-akhir waktu ini banyak sekali masalah yang terjadi antara pasien

dengan dokter/dokter gigi dan juga pasien dengan rumah sakit. Tetapi sebenarnya

permasalahan itu juga tidak terlepas dari permasalahan yang dapat terjadi terhadap

tenaga kesehatan lain, seperti bidan, perawat dan lain-lain yang berhubungan dengan

pasien. Pada dasarnya manusia dalam lingkungan kehidupan ataupun pergaulan

sehari-hari tidak pernah luput dari sengketa. Sengketa yang terjadi bisa

mengakibatkan munculnya sebuah konflik yang berakibat pada kedua belah pihak

yang bersengketa. Biasanya apabila ada sengketa yang ringan dapat diselesaikan

dengan cara yang damai antara kedua belah pihak tanpa ada proses yang

berkelanjutan. Tetapi apabila sengketa tersebut mulai besar dan sulit untuk

diselesaikan oleh masing-masing pihak, sehingga dibutuhkan proses untuk mencapai

perdamaian, biasanya kedua belah pihak yang bersengketa akan memilih jalur

penyelesaian yang diinginkan, misalnya melalui pilihan penyelesaian alternatif

sengketa. Jika kedua belah pihak bersama-sama menyelesaikan dengan proses

negosiasi untuk kasus yang sulit dalam menyelesaikan sengketa, maka para pihak

membutuhkan kehadiran pihak ketiga untuk membantu proses damai, untuk mencapai

suatu proses kesepakatan antara para pihak, sehingga pihak ketiga disebut sebagai

mediator (Irfan et al., 2018).

Sengketa medis adalah sengketa yang terjadi antara pasien atau keluarga pasien

dengan tenaga kesehatan atau antara pasien dengan rumah sakit/fasilitas kesehatan.

4
Biasanya yang dipersengketakan adalah hasil atau hasil akhir pelayanan kesehatan

dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan prosesnya. Padahal dalam hukum

kesehatan diakui bahwa tenaga kesehatan atau pelaksana pelayanan kesehatan saat

memberikan pelayanan hanya bertanggung jawab atas proses atau upaya yang

dilakukan (Inspanning Verbintennis) dan tidak menjamin/menggaransi hasil akhir

(Resultalte Verbintennis). Biasanya pengaduan dilakukan oleh pasien atau keluarga

pasien ke instansi kepolisian dan juga ke media massa, sehingga pers menghukum

tenaga kesehatan mendahului pengadilan dan menjadikan tenaga kesehatan sebagai

bulan-bulanan, yang tidak jarang merusak reputasi nama dan juga karir tenaga

kesehatan ini. Sementara itu pengaduan ke kepolisian baik di tingkat Polsek, Polres

maupun Polda diterima dan diproses seperti layaknya sebuah perkara pidana.

Menggeser kasus perdata ke ranah pidana, penggunaan pasal yang tidak konsisten,

kesulitan dalam pembuktian fakta hukum serta keterbatasan pemahaman terhadap

medis oleh para penegak hukum di hampir setiap tingkatan menjadikan sengketa

medis terancam terjadinya disparitas pidana (Atmadja., et al 2018).

Sengketa yang terjadi antara dokter dengan pasien biasanya disebabkan oleh

kurangnya informasi dari dokter, padahal informasi mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan hak

pasien, hal tersebut terjadi karena pola paternalistik yang masih melekat dalam

hubungan tersebut. Upaya penyelesaian sengketa melalui peradilan umum yang

selama ini ditempuh tidak dapat memuaskan pihak pasien, karena putusan hakim

dianggap tidak memenuhi rasa keadilan pihak pasien. Hal ini disebabkan sulitnya

pasien atau Jaksa Penuntut Umum maupun Hakim untuk membuktikan adanya

5
kesalahan dokter. Kesulitan pembuktian dikarenakan minimnya pengetahuan mereka

mengenai permasalahan-permasalahan tehnis sekitar pelayanan medik. Penyelesaian

sengketa yang dianggap ideal bagi para pihak adalah penyelesaian yang melibatkan

para pihak secara langsung sehingga memungkinkan dialog terbuka, dengan demikian

keputusan bersama kemungkinan besar dapat tercapai. Selain itu karena pertemuan

para pihak bersifat tertutup maka akan memberikan perasaan nyaman, aman kepada

para pihak yang terlibat sehingga kekhawatiran terbukanya rahasia dan nama baik

yang sangat dibutuhkan oleh dokter maupun sarana pelayanan kesehatan dapat

dihindari (Atmadja., et al 2018).

Konflik adalah sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada

perbedaan kepentingan. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sengketa

apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puasnya atau

keprihatinannya baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab

kerugian atau kepada pihak lain. Jadi konflik dapat berubah atau berlanjut menjadi

sengketa, yang berarti bahwa sebuah konflik yang tidak terselesaikan akan berubah

menjadi sengketa (Atmadja., et al 2018).

Berdasarkan latar belakang diatas masalah sengketa medis perlu mendapat

perhatian dan penyelesaian yang baik karena semakin banyak sengketa medis akan

membuat pelayanan kesehatan menjadi lebih rumit, semakin mahal dan kepercayaan

masyarakat pada pelayan kesehatan akan menurun.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari sengketa medis ?

2. Apa saja jenis-jenis sengketa medis ?

6
3. Bagaimana proses terjadinya sengketa medis dan penyelesaian sengketa

medis?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi sengketa medis

2. Mengetahui jenis-jenis sengketa medis

3. Mengetahui proses terjadinya sengketa medis dan penyelesaian sengketa

medis

1.4 Manfaat

1. Memberikan informasi tentang definisi sengketa medis

2. Memberikan informasi tentang jenis-jenis sengketa medis

3. Memberikan wawasan mengenai proses terjadinya sengketa medis dan

penyelesaian sengketa medis yang benar

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sengketa Medik

Sengketa medik berasal dari dua kata, yaitu sengketa dan medik. Kosa kata

“sengketa” yang dipadankan dari bahasa Inggris disamakan dengan “confict” dan

”dispute” yang mana diantara keduanya mengandung pengertian tentang adanya

perbedaan kepentingan diantara kedua belah pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat

dibedakan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik dapat didefinisikan

sebagai “percekcokan, perselisihan, atau pertentangan”, di mana pertentangan ini bisa

terjadi di dalam diri sendiri (internal) atau pertentangan terhadap dua kekuatan atau

pihak (eksternal).

Sementara sengketa sebagai dispute didefinisikan sebagai “sesuatu yang

menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan” sehingga dapat

dikatakan bahwa konflik adalah sebuah situasi di mana dua pihak atau lebih

dihadapkan pada perasaan tidak puas pada salah satu pihak yang merasa dirugikan

oleh pihak lain dengan memunculkan persoalan tersebut ke permukaan untuk dicari

pemecahannya. Sengketa dapat berkembang dari sebuah konflik yang telah mencapai

eskalasi tertentu atau memuncak.

Sementara kata medik dapat didefinisikan sebagai “termasuk atau sesuatu yang

berhubungan dengan bidang kedokteran”, yaitu mulai dari dokter dan tenaga

kesehatan lainnya yang dibawah kendali atau tempat di mana dokter menjalakan

profesi kedokterannya sehingga sengketa medik dapat diartikan bahwa terjadi

8
pertentang antara pihak pasien dan pihak dokter dan/atau rumah sakit disebabkan

adanya salah satu pihak yang tidak puas atau terlanggar haknya oleh pihak lainnya.

Sengketa dalam pengertian yang luas (termasuk perbedaan pendapat, perselisihan,

ataupun konflik) adalah hal yang lumrah dalam kehidupan bermasyarakat, yang dapat

terjadi saat dua orang atau lebih berinteraksi pada suatu peristiwa/situasi dan mereka

memiliki persepsi, kepentingan, dan keinginan yang berbeda terhadap peristiwa/

situasi tersebut.

Dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran menjelaskan

Sengketa Medik tidak secara eksplisit tetapi dijelaskan pada Pasal 66 ayat (1) yang

berbunyi “Setiap orang yang mengetahui kepentingannya dirugikan atas tindakan

dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan

secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia”

sehingga Sengketa Medik berawal dari rasa ketidakpuasan Pasien terhadap tindakan

Dokter (dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis) dalam

menjalankan praktik kedokterannya serta meluas kepada tingkat rumah sakit, di mana

rumah sakit mempunyai kewajiban dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam

rangka pelayanan kesehatan serta mengatur segala hal yang berhubungan dengan

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan

mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

(Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit). Dengan kata lain bahwa

sengketa medik berawal dari adanya perasaan tidak puas dari salah satu pihak lain

yang tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan. Rasa tidak puas pasien

terhadap pelayanan rumah sakit dapat menimbulkan keluhan ataupun protes yang

9
apabila tidak tertangani secara bijak oleh pihak rumah sakit akan menimbulkan

konflik antara pihak pasien dan pihak rumah sakit sehingga apabila terdapat kerugian

yang cukup berarti dari pihak pasien seperti ketidakjelasan pembebanan tarif,

kerugian fisik atau psikis yang diderita oleh pasien yang dianggap berawal dari tidak

adanya atau buruknya komunikasi yang terjalin dapat menyebabkan sengketa yang

mengemuka dengan kemungkinan pihak pasien melibatkan pihak-pihak ketiga seperti

aparat yang berwenang, wartawan atau media massa untuk mendengarkan

keluhannya.

Dalam hubungan terapeutik (professional conduct), sengketa medis di

Indonesia dipicu oleh adverse event (kejadian tidak diharapkan) dan menjadi opini

bahwa setiap adverse eksternal pasien. Kasus dugaan malpraktik yang dilaporkan ke

Konsil Kedokteran Indonesia kurun waktu tahun 2006-2015 sebanyak 317 kasus, 114

diantaranya adalah dokter umum, disusul dokter bedah 76 kasus, dokter obsgyn

(spesialis kandungan) 56 kasus dan dokter spesialis anak 27 kasus. 2 Di wilayah IDI

Jawa Tengah selama tahun 2011-2014 sebanyak 6 kasus.

2.2 Proses Terjadinya Sengketa Medik

Sengketa medik tidak timbul begitu saja, minimal ada suatu masalah yang

dirasa menimbulkan rasa ketidakpuasan dari salah satu pihak yang dianggap

merugikan pihak lainnya dan yang sering adalah rasa tidak puas dari seseorang pasien

yang mendapatkan pelayanan, pengobatan, atau perawatan dari dokter ataupun rumah

sakit.

10
Sebelum mencapai level sengketa, baisanya didahului dengan adanya gap atau

kesengajaan antara yang diharapkan (expected) dan yang terjadi (fact) pada diri

seorang pasien ataupun keluarganya sehingga kemudian menimbulkan suatu

persoalan yang mengganjal di dalam hati, baik yang dimaknai secara internal

(pertentangan batin) ataupun secara eksternal untuk diungkapkan keluar dalam bentuk

keluhan (complain), hal inilah yang disebut konflik (conflict).

2.3 Jenis Sengketa Medik Dalam Pelayanan Kesehatan

1. Kelalaian Medik

Kelalaian medik adalah sebuah sikap atau tindakan yang dilakukan oleh

dokter/dokter gigi atau tenaga kesehatan lainnya yang merugikan pasien.

2. Pembiaran Medik

Pembiaran medik secara umum belum di kenal secara luas di kalangan masyarakat

baik itu profesi hukum, pembiaran medik merupakan salah satu tindakan kedokteran

dimana dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak sesuai standar prosedur yang

berlaku, adapun dapat dikatakan pembiaran medik adalah suatu tindakan dokter tidak

sungguh-sungguh atau tidak memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan

berbagai alasan yang terkait dengan sistem pelayanan kesehatan.

2.4 Penyelesaian Sengketa Medis

Penyelesaian adalah proses perbuatan cara menyelesaikan. Menyelesaikan

diartikan sebagai menyudahkan , menjadikan berakhir, membereskan atau

memutuskan, mengatur memperdamaikan (perselisihan atau pertengkaran) atau

mengatur suatu sehingga menjadi baik. Secara filosofis penyelesaian sengketa

merupakan upaya untuk mengembalikan hubungan para pihak yang bersengketa

11
dalam keadaan seperti semula, dengan pengembalian hubungan tersebut maka mereka

dapat mengadakan hubungan baik sosial maupun hubungan hukum antara satu

dengan lainnya.

Menutur Sulistyono seharusnya penyelesaian sengketa ini dilakukan secara

berjenjang, mengingat profesi tenaga kesehatan atau lembaga yang menaunginya ini

rentan terhadap pembunuhan karakter oleh media massa atau rentan terhadap

pemerasan oleh oknum yang tak bertanggungjawab.

1. Pada tataran pertama, bila gejala sengketa terbuka mulai muncul surat

ketidakpuasan hanya ditujukan ke pihak RS, sebaikanya pihak rumah sakit melalui

bagian humas segera melakukan pendeketan guna menjawab atau klarifikasi

terhadap permasalahan yang ada sehingga pihak pengadu/pelapor merasa puas dan

terselesaikan permasalahannya.

2. Pada tataran kedua, bila sengketa telah meluas (laporan ketidakpuasan pelayanan

ditujukan ke RS dan ditembuskan ke LSM/LPK/Ombudsman) dan melibatkan

pihak ke‐3 (kuasa hukum/LSM/masyarakat) maka diperlukan adanya mediator

yang dianggap netral untuk membantu penyelesaian sengketanya.

3. Pada tataran ke tiga, jika laporan sengketa kesehatan sudah meluas pada lembaga

peradilan (kepolisian, kejaksaan, pengadilan) maka mutlak mediator bersertifikat

menjadi sangat diperlukan bila pendekatan penyelesaian sengketa secara tertutup

masih di inginkan oleh pihak Rumah Sakit/ lembaga pemberi layanan

kesehatan/tenaga kesehatan. Bila proses mediasi gagal maka penyelesaian

sengketa akan dilanjutkan melalui proses persidangan di pengadilan.

12
Penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan dua cara yaitu melalui proses

litigasi maupun non-litigasi.

2.4.1 Penyelesaian Sengketa medis non litigasi (mediasi)

Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa atau pemecahan

masalah dimana pihak ketiga yang tidak memihak (imparsial) bekerjasama dengan

para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang

memuaskan (Sulistiyono, 2019)

Penyelesaian sengketa medik dengan mediasi pada prinsip dasarnya akan:

I. prinsip kesukarelaan para pihak (voluntary principle), dimana mediasi adalah

metode yang mendasarkan diri pada kesukarelaan para pihak untuk urun

rembug mencari solusi untuk kepentingan bersama tanpa paksaan, ancaman

atau tekanan dari pihak manapun.

II. prinsip penentuan diri sendiri (self determination principle), yaitu terkait

dengan prinsip kesukarelaan.

III. prinsip kerahasiaan (confidentiality principle), yaitu proses mediasibersifat

rahasia dimana semua informasi hanya boleh diketahui oleh parapihak dan

mediator.

IV. prinsip itikad baik (good faith principle), yaitu kemauan para pihak untuk

menempuh proses mediasi tidak boleh mengulur waktu atau mengambil

keuntungan bagi kepentingan sendiri.

V. prinsip penentuan aturan main (ground rules principle), dengan dibantu

mediator, para pihak harus membuat menyepakati dan mematuhi aturan main

13
sebelum memulai proses mediasi agar bisa berjalan dengan konstruktif dan

mencapai hasil yang diinginkan.

VI. prinsip/prosedur pertemuan terpisah (private meetings principle /procedure),

mediator dan para pihak bisa dan berhak mengadakan pertemuan terpisah

dengan salah satu pihak ketika mengadapi situasi tertentu, seperti perundingan

mengalami kebuntuan, meredakan emosi tinggi, dan sebab terkait lainnya.

Menurut sulistyono yang ikut mengawasi medis ada 3 bagian: (i) MKEK yaitu

yang menangani etika kedokteran (ii) MKDKI yaitu yang menangani disiplin

kedokteran (iii) pengadilan yaitu yang menangani sengketa. `akan tetapi jika terjadi

kelailaian medis langkah awal penyelesaiannya melalui mediasi, tertuang dalam pasal

29 Undang- Undang No.36 tahun Kesehatan yang menyebutkan “Dalam hal tenaga

kesehatan didugamelakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian

tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”.

Dengan ditetapkannya Peraturan Makamah Agung Republik Indonesia (Perma)

No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dimanadi dalam

Konsideran Perma No. 1 Tahun 2008 menyatakan bahwa mediasi merupakan salah

satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat

memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak untuk menemukan

penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.

2.4.2 Penyelesaian sengketa medis litigasi

Litigasi adalah sebuah proses dimana pengadilan menjatuhkan keputusan yang

mengikat para pihak yang berselisih dalam suatu proses hukum yang terdapat dalam

14
suatu tingkatan. Proses litigasi dilakukan pada masing-masing tingkatan peradilan,

baik peradilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga tingkat kasasi.

kerugian dalam proses litigasi bagi dokter dan/atau dokter gigi dan juga Rumah

Sakit adalah dari sisi dampak reputasi yang menurun bagi Rumah Sakit dan biaya premi

asuransi dokter dan/atau dokter gigi yang meningkat. Hal tersebut menyebabkan secara

psikologis pada masyarakat tetap akan menilai citra buruk pada Rumah Sakit atau dokter

dan/atau dokter gigi yang sedang menjalankan proses Litigasi.

Jika dibandingkan litigasi ( pengadilan ) dan mediasi. mediasi memiliki

keuntungan :

a. Bersifat luwes, sukarela, cepat murah, sesuai kebutuhan, netral ,rahasia

didasari dengan hubungan baik.

b. Memperbaiki komunikasi antara para pihak yang bersengketa.

c. Membantu melepaskan kemarahan terhadap pihak lawan

d. Meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan kelemahan posisi masing-masing

pihak.

e. Mengetahui hal-hal isu-isu yang tersembunyi yang terkait dengan sengketa

yang sebelumnya tidak disadari.

f. Mendapatkan ide yang kreatif untuk menyelesaikan sengketa.

Sedangkan kekurangan berproses dalam jalur litigasi jika dibandingkan dengan

mediasi adalah:

a. Proses yang berlarut-larut atau lama untuk mendapatkan suatu putusan yang

final dan mengikat.

b. Menimbulkan ketegangan atau rasa permusuhan diantara para pihak.

15
c. Kemampuan dan pengetahuan yang terbatas dan bersifat umum.

d. Tidak dapat dirahasiakan atau bersifat terbuka.

e. Kurang mampu mengakomodasikan kepentingan pihak lain.

f. Sistim administrasi dan birokrasi peradilan yang lemah.

g. Putusan hakim mungkin tidak dapat diterima oleh salah satu pihak karena

memihak salah satu pihak atau dirasa tidak adil.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sengketa medik adalah pertentangan antara pihak pasien dan pihak dokter

dan/atau rumah sakit yang disebabkan adanya salah satu pihak yang merasa tidak

puas atau terlanggar haknya. Sengketa medik diawali dengan adanya gap atau

kesengajaan yang kemudian menimbulkan konflik antara dokter dan pasien.

Penyelesaian sengketa medik dapat dilakukan dengan cara yaitu mediasi (non-litigasi)

atau melalui jalur pengadilak (litigasi).

3.2 Saran

1. Perlu adanya inform consent yang baik ke pasien agar pasien mengerti dan

memahami alur atau prosedur medis yang akan dijalani sehingga tidak

menimbulkan gap atau persoalan yang dapat merugikan kedua belah pihak.

2. Meningkatkan pelayanan yang komprehensif dan tetap memegang prinsip

(Autonomy, Beneficence, Non-maleficence, Justice) untuk meminimalkan

rasa tidak puas yang dialami oleh pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

Irfan, M., dan Hidayat, S. 2018. Mediasi Sebagai Pilihan Penyelesaian Sengketa

Medik Dalam Hukum Positif Indonesia. Jurnal IUS. 6 (3).

Atmadja. B. P., dan Purwani, S. P. M. E. 2018. Bentuk Sengketa dan Teknik

Penanganan Perkara. Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Guwandi, J, 1994. Kelalaian Medik (Medical Negligence). Balai Penerbit

Hermien Hadiati Koeswadji, 1984. Hukum dan Masalah Medik. Airlangga University

Press, Surabaya.

Herkutanto, 2008. Dimensi Hukum dalam Pelayanan Kesehatan.Lokakarya Nasional

Hukum dan Etika Kedokteran, Makassar 26-27 Januari 2008. Proceeding.

IkatanDokter Indonesia Cabang Makassar.

Safitri Haryani, 2005. Sengketa Medik, Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara

Dokter Dengan Pasien. Diadit Media, Jakarta.

Sulistiyono, A. (2019) ‘Penyelesaian Sengketa Medik Melalui Mediasi Oleh Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (Mkdki) Untuk Dapat Menjamin

Keadilan Dalam Hubungan Dokter Dan Pasien’, Jurnal Pasca Sarjana Hukum

UNS, VII(1), pp. 29–38.

18

Anda mungkin juga menyukai