OLEH KELOMPOK 4
B 2020
ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Studi Kasus ini dengan baik.
Makalah studi kasus ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
salah satu tugas Mata Kuliah Etika Profesi Dan Hukum Kesehatan.
Tugas studi kasus ini berisi tentang “Inform Concent Pada Prosedur
Penanganan Pasien Covid-19 Di Rumah Sakit”. Selama proses penyusunan
Makalah studi kasus ini, penulis tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan arahan
dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
2.8 Dasar Hukum atau Aturan yang Berkaitan dengan Issue Etik terhadap
Informed Consent COVID-19 ......................................................... 16
2.9 Langkah Penyelesaian Kasus .......................................................... 18
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
1
5
b. Rumusan Masalah
g. Bagaimana aspek social, hukum dan agama dari issue etik tersebut?
h. Apa dasar hukum atau aturan yang berkaitan dengan issue etik terhadap
informed consent COVID-19?
i. Bagaimana langkah penyelesaian kasus?
c. Tujuan Pembelajaran
a. Tujuan Umum
Informed consent yang diberikan oleh pasien dianggap tidak sah, apabila
diberikan dengan paksaan, karena memberikan gambaran yang salah atau belainan
dari seseorang yang belum dewasa, dari seseorang yang tidak berwenang, dan dalam
3
4
keadaan yang tidak sepenuhnya sadar karena tidak sesuai dengan tujuan dari informed
concent. Tujuan informed concent menurut Vera (2014) yaitu :
a. Melindungi pasien terhadap unsanctioned operasi.
b. Melindungi tenaga medis, perawat dan rumah sakit terhadap tindakan hukum
oleh klien yang menganggap bahwa prosedur tidak sah dilakukan.
c. Untuk memastikan bahwa klien memahami sifat pengobatannya termasuk
kemungkinan komplikasi dan cacat.
d. Untuk menunjukan bahwa keputusan klien dibuat tanpa paksaan atau
tekanan.
a. Adanya Kesepakatan
Sepakat dari pihak tenaga kesehatan maupun klien tanpa paksaan, tipuan
maupun kekeliruan setelah diberi informasi sejelas – jelasnya.
b. Kecakapan
Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu
mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Bila pasien
seorang anak yang berhak memberikan persetujuan adalah orangtuanya,
pasien dalam keadaan sakit tidak dapat berpikir sempurna sehingga ia tidak
dapat memberikan persetujuan untuk dirinya sendiri, seandainya dalam
keadaan terpaksa tidak ada keluarganya dan persetujuan diberikan oleh pasien
sendiri dan perawat dalam melakukan tindaknnya maka persetujuan tersebut
dianggap tidak sah.
c. Suatu Hal Tertentu
Obyek persetujuan antara perawat dan pasien harus disebutkan dengan jelas
dan terinci.
d. Suatu Sebab yang Hal
Isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, tata tertib,
kesusilaan, norma dan hukum
1) Klinis perbaikan
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada
dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/pemecahan masalah secara
ilmiah, antara lain :
a. Model Pemecahan Masal (Megan)
8
1) Mengkaji situasi
4) Melaksanakan rencana
5) Mengevaluasi hasil
c. Model Curtin
6) Memecahkan dilemma
7) Melaksanakan keputusan
1) Mendefinisikan dilema
4) Faktor-faktor eksternal
9) Tentukan alternatif-alternatif
10) Menindaklanjuti
2) Mengidentifikasi dilemma
4) Melengkapi tindakan
SKENARIO
a. Aspek Medis
Persetujuan tindakan medis/informed consent adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan pada pasien tersebut,,kutipan dari Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia 585/Menkes/Per/IX/ 1989 Tentang Persetujuan
TindakanMedis pada Bab 1, huruf (a) yang ditindaklanjuti dengan Sk Dirjen
Yanmed 21 April 1999 Hal-hal yang diatur dalam pelaksanaan informed
consent berisi sebagai berikut :
1) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan untuk tindakan medis
yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will be
actually performed). Dan persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis di-
berikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak
memberikan-nya dari segi hukum.
2) Informasi dan penjelasan tentang alternatif tin-dakan medis lain yang
tersedia dan serta risi-konya masing-masing (alternative medical prosedure
and risk). Dan informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila
tindakan medis tersebut dilakukan (prognosis with and without medical
produce)
3) Yang berhak memberikan persetujuan ialah mereka yang dikatakan meiliki
sehat mental dan dalam keadaan sadar. Diman kurang lebih berumur 21
dalam status telah menikah. Tetapi dibawah pengampu. Maka persetujuan
diberikan oleh wali pengampu,bagi mereka yamg berada dibawah umur 21
dan belum menikah diberikan oleh orang tua atau wali atau keluarga
terdekat.
4) Bila terdapat dokter yang melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan,dilaksanakan sanksi administrasi berupa pencabutan surat izin
praktik.
5) Pemberian informasi ini diberikan oleh dokter yang bersangkutan dalam hal
berhalangan dapat diberikan oleh dokter lain dengan sepengatahuan dan
tanggungjawab dari dokter yang bersangkutan, dibedakan antara tindakan
12
c. Aspek social
Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang membutuhkan
interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi antar manusia tersebut tidak hanya
komunikasi saja tetapi juga menyangkut seluruh aspek kehidupan, tidak
terkecuali aspek hukum. Hubungan hukum ini selanjutnya disebut transaksi,
yang dalam hukum disebut perjanjian, dan dalam pelayanan kesehatan disebut
“perjanjian terapeutik”. Disini pasien merupakan pihak yang meminta
pertolongan pertolongan sehingga relatif lemah kedudukannya dibandingkan
dokter untuk mengurangi kelemahan tersebut telah bertambah prinsip yang
dikenal dengan informend consent, yaitu suatu hak pasien untuk mengizinkan
dilakukannya suatu tindakan medis
d. Aspek Hukum
informed consent diatur dalam beberapa dasar hukum, antara lain:
13
e. Aspek Agama
Informend Consent Dalam Hukum Pidana Islam
Menurut hukum pidana Islam, dalam melakukan tindak pidana jika dilihatdari
niatnya, tindak pidana terbagi menjadi dua yaitu: Tindak pidana disengaja
(doleus delicten/jara’im maqsu'dah,) artinya sipelaku dengan sengaja melakukan
perbuatannya serta mengetahui bahwaperbuatannya dilarang2. Tidak disengaja
(colpose delicten/jara’im gair maqsu'dah), artinya si pelaku tidak sengaja
melakukan perbuatan yang dilarang, tetapi perbuatannyatersebut terjadi akibat
kekeliruan. Pembunuhan karena keliru dalam bahasa Arabnya adalah Qatlu al-
Khatha’, Kata Khath’ dalam bahasa Arab di sini bermakna lawan dari
kesengajaan(al-'amad) atau yang biasa kita kenal dengan kelalainansebagaimana
firman AllahSWT:
َ َأ
طخ ا َّل ِِإ اًن ِْمؤُم َلُتْقَي ْنَأ ٍنِ ْمؤُمِل َناَك ا َ َمو
“Dan tidak layak bagi seorang Mukmin membunuh seorang Mukmin(yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja)”
2.7 Dasar Hukum atau Aturan yang Berkaitan dengan Isue Etika Terhadap
Informed Consent COVID-19
Secara harfiah Consent artinya persetujuan, atau lebih „tajam‟ lagi, ”izin”.
Jadi Informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga
yang berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien,
seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan
diagnosis, memberi obat, melakukan suntikan, menolong bersalin, melakukan
pembiusan, melakukan pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika terjadi
kesulitan, dsb. Selanjutnya kata Informed terkait dengan informasi atau
penjelasan. Dapat disimpulkan bahwa Informed Consent adalah persetujuan atau
izin oleh pasien (atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melakukan
tindakan medis atas dirinya, setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan
15
memberikan persetujuan untuk mengambil jenis obat tertentu dan menolak jenis
obat lain yang akan diresepkan oleh dokter. Namun, dokter tetap menulis obat
yang ditolak oleh pasien, yang mengakibatkan efek samping yang tidak
diinginkan oleh pasien.
2. Ada kesalahan
4. Perbuatan itu bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-
hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan sesama warga
masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.
Jika teori di atas diaplikasikan terhadap hubungan sebab akibat yang terjadi pada
tuntutan ketiadaan informed consent, maka pasien harus dapat membuktikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Bahwa antara pasien dan dokter atau tenaga kesehatan telah ada hubungan
hukum;
18
3) Bahwa pasien mengalami kerugian akibat dokter atau tenaga kesehatan gagal
memenuhi informed consent.
yang signifikan, dan demi mengajukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum,
perlu dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata, dan pihak
keluarga pasien tidak memenuhi syarat tersebut
Dalam dunia medis dikenal 4 prinsip etika dasar, yaitu: tidak merugikan, berbuat
baik, keadilan, dan otonomi. Otonomi merupakan suatu bentuk kebebasan bertindak di
mana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya
sendiri dan dapat dikatakan sebagai hak atas perlindungan privasi. Baik dokter
maupun pasien, masing-masing pihak mempunyai otonomi dalam perawatan medis.
Informed consent sebagai suatu bentuk komunikasi dokter-pasien merupakan
suatu upaya untuk memenuhi kewajiban etik dan persyaratan hukum. Otonomi pasien
merupakan cerminan konsep self governance, liberty rights, dan individual choices
dan merupakan dasar dari Informed consent. Declaration of Lisbon oleh World
Medical Association (WMA) dan Patient`s Bill of Right oleh American Hospital
Association (AHA), menekankan hak pasien untuk menerima atau menolak suatu
tindakan medis setelah menerima berbagai informasi yang berkaitan dengan
penyakitnya.
Berbagai kasus dalam praktik Kedokteran yang menyebabkan dokter terkena
19
gugatan perdata atau sanksi pidana selama ini mendorong perlunya peraturan hukum
antara dokter dan pasien dalam apa yang disebut dengan persetujuan medik. Oleh
karena itu, masalah perlunya Informed consent tidak hanya menyangkut hak- hak
pasien, tetapi sekaligus melindungi dokter dalam menjalankan profesi sehari- hari.
Informed consent tidak hanya berkaitan dengan hukum tetapi juga mempunyai
landasan etik. Dasar etik yang terkuat dalam Informed consent ini adalah keharusan
bagi setiap dokter untuk menghormati kemandirian (otonomi) pasiennya. Hubungan
antara dokter dengan pasien berada dalam kedudukan yang seimbang karena masing-
masing mempunyai kebebasan dan mempunyai kedudukan yang setara. Kedua belah
pihak lalu mengadakan suatu perikatan atau perjanjian di mana masing-masing pihak
harus melaksanakan peranan atau fungsinya satu terhadap yang lain di mana peranan
tersebut berupa hak dan kewajiban. Permasalahan yang
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
a. Bagi mahasiswa/i
20
DAFTAR PUSTAKA
Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third Edition, by
Lippicot Philadelpia, New York.
Sigid Suseno. 2012 Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Bandung : Refika Aditama.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.